• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN. Meskipun keterampilan ini wajib dikuasai, namun masih ada beberapa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. PENDAHULUAN. Meskipun keterampilan ini wajib dikuasai, namun masih ada beberapa"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I. PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Keterampilan klinis adalah kemampuan mendasar yang wajib dikuasai oleh perawat yang baru lulus dan dimandatkan di dalam standar kompetensi perawat (Wu et al, 2014; PPNI, 2005). Keterampilan klinis yang baik akan menjamin kualitas praktik keperawatan (Carr, 2004) dan menjamin keselamatan pasien (Sargeant, 2011; Wu et aL, 2014; Roghieh et al, 2013) serta membuat perawatan pasien menjadi lebih efisien (Lesa & Dixon, 2007). Meskipun keterampilan ini wajib dikuasai, namun masih ada beberapa keterampilan klinis yang kurang dikuasai oleh perawat baru lulus. Keterampilan tersebut adalah (1) kemampuan melakukan pengkajian pasien (khususnya pemeriksaan fisik) (Giddens, 2007; Douglas et al, 2015), (2) kemampuan membuat keputusan klinis (diagnosis keperawatan pasien) (Burn & Poster, 2008), (3) kemampuan mengatur waktu, serta (4) kemampuan berkomunikasi dengan pasien (Hickey, 2009).

Beberapa faktor berkontribusi terhadap kurangnya kemampuan pemeriksaan fisik dan pembuatan keputusan klinis. Faktor tersebut adalah kurangnya kesempatan melakukan keterampilan klinis, kurangnya rasa percaya diri (takut membuat kesalahan), dan minimnya role model (Douglas et al, 2014). Faktor tersebut dapat diperbaiki dengan meningkatkan frekuensi berlatih dengan pendampingan oleh pembimbing yang berpengalaman (Lesa

(2)

& Dixon, 2007). Proses berlatih akan memberikan dampak pembelajaran saat proses tersebut dinilai dan diberi umpan balik oleh pembimbing. Prinsip tersebut yang kemudian sering disebut dengan assessment drive learning (Gibbs dalam Bryan & Clegg, 2006) dan prinsip tersebut yang kemudian dipakai dalam sistem penilaian yang bersifat formatif.

Metode penilaian formatif disertai dengan pemberian umpan balik atau feedback mampu mendorong peserta didik di klinik untuk belajar terus menerus (longlife learning) (Norcini & Burch, 2007). Melalui pemberian feedback, peserta didik mampu mengidentifikasi kekurangannya, sehingga peserta didik mempunyai kesempatan untuk memperbaiki dan mengubah perilaku mereka (Norcini & Burch, 2007). Feedback merupakan unsur penting yang harus ada dalam penilaian jika kita menginginkan peserta didik melakukan perbaikan. Salah satu metode penilaian yang mampu mendorong belajar melalui pemberian feedback dapat dilakukan dengan metode Mini Clinical Examination (CEx).

Berdasarkan beberapa studi yang telah dilakukan, mini CEx merupakan salah satu metode penilaian keterampilan klinik yang bersifat formatif maupun sumatif, yang menilai keterampilan pengkajian riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, komunikasi, pembuatan keputusan klinis, profesionalisme, organisasi/efisiensi dan keseluruhan tindakan keterampilan klinis clinical (Norcini et al, 1995) dan terbukti valid dan terpercaya (Durning, et al, 2002; De lima et al, 2007; Kogan et al, 2003; Holmboe, 2003; Hatala et al, 2006; Nair et al, 2008). Selain terbukti valid dan reliabel, mini

(3)

CEx memiliki keunggulan untuk meningkatkan keterampilan klinik peserta didik (Holmboe, 2003; Suhoyo, 2014). Keunggulan tersebut adalah, secara konseptual mini CEx wajib dilakukan secara longitudinal (berulang kali), melalui observasi secara langsung sehingga kelemahan dan kelebihan peserta didik terlihat jelas, dan selalu disertai pemberian feedback (Norcini & Burch, 2007). Feedback dalam mini Cex terbukti mampu meningkatkan learning (Frederiksen 1984; Crooks 1988; Swanson et al. 1995; Shepard 2000 dalam Suhoyo, 2014) dan motivasi peserta didik (Hill & Kendall, 2007), sedangkan pelaksanaannya yang longitudinal (berulang-ulang) akan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan improvement pada proses mini CEx berikutnya (Norcini & Burch, 2007.

Banyak penelitian tentang keunggulan mini CEx telah dibahas dalam pendidikan kedokteran, tetapi penelitian mengenai mini CEx dalam pendidikan keperawatan belum banyak dilakukan. Studi mengenai penilaian keterampilan klinik keperawatan yang sudah dipublikasi adalah, antara lain, studi mengenai DOPS (Roghieh et al, 2013), handoff CEx (Horwitz, 2013), Structured Observation and Assessment of Practice (SOAP), dan metode penilaian yang lain (Wu et al, 2014). Berdasarkan sistematic review oleh Wu et al (2014), disimpulkan bahwa metode-metode tersebut lebih banyak menggunakan self-assessment mahasiswa dan belum mencantumkan bukti reliabilitas dan validitas. Metode penilaian yang memiliki reliabilitas dan validitas yang tinggi dan berbasis observasi adalah metode SOAP, namun pelaksanaannya memerlukan waktu 6 jam untuk satu kali proses penilaian,

(4)

sehingga fisibilitasnya masih dipertanyakan. Dibandingkan dengan beberapa metode tersebut, mini CEX dinilai lebih fisibel karena dapat dilakukan selama 25-35 menit (Norcini, 1995) atau 15-25 menit (Accreditation Council for Graduate Medical Education dalam Boursicot, 2011) dan diikuti pemberian feedback selama 5 menit (Norcini, 2003 dalam Boursicot, 2011) sampai dengan 17 menit (De Lima et al, 2007 dalam Boursicot, 2011).

Meski keunggulan mini CEx telah banyak dibuktikan di konteks pendidikan klinik kedokteran, dan lebih fisibel dibandingkan metode penilaian lain, namun terdapat beberapa alasan yang mempertanyakan kesesuaian penggunaan mini CEx di pendidikan klinik keperawatan. Alasan tersebut adalah kesesuaian kompetensi klinis yang dinilai dalam mini CEx dengan kompetensi klinis perawat. Mini CEx pertama kali dikembangkan di pendidikan klinik kedokteran (Norcini, 1995), sehingga kompetensi yang dinilai adalah kompetensi klinis kedokteran. Kompetensi klinis dokter tentu saja sedikit berbeda dengan kompetensi klinis perawat. Hal ini disebabkan saat berinteraksi dengan pasien, perawat memiliki pendekatan yang berbeda dibanding dokter (Felton & Royal, 2015). Selain masalah kesesuaian kompetensi, di dalam lembar skoring mini CEx yang berupa rating scale, belum terdapat deskriptor performa yang jelas (Swanwick & Chana, 2005). Hal ini membuat penguji tidak yakin dalam memberikan nilai (Weller et al, 2009; Fernando et al, 2008). Ketidakyakinan akan mengakibatkan pemberian feedback yang kurang spesifik. Feedback yang kurang spesifik kurang mengarahkan mahasiswa untuk merencanakan improvement (Sargeant, 2011).

(5)

Selain beberapa alasan di atas, di STIKES A.Yani, penilaian keterampilan di klinik dilakukan oleh dua orang penguji (dosen program studi dan clinical instructor) yang berlainan dan bergantian. Observasi dan penilaian oleh penguji yang berlainan dan bergantian akan meningkatkan objektivitas penilaian, namun di sisi lain membuat penilaian bersifat cross sectional dan mempersulit penelusuranprogres mahasiswa (Watson et al, 2002). Selain itu, nilai akhir di sebuah stase klinik ditentukan melalui satu kali observasi penilaian di akhir stase (OSLER). Mengacu pada prinsip reliability, maka penilaian yang didasarkan hanya pada satu kali proses observasi, hasilnya kurang reliabel untuk menggambarkan keterampilan mahasiswa secara utuh (Van der Vluten, 2005).

Berdasarkan latar belakang di atas, diperlukan pengembangan instrumen penilaian keterampilan klinis keperawatan yang mengacu pada instrumen mini CEx namun mampu menilai kompetensi klinis perawat, memfasilitasi penelusuran kemajuan keterampilan klinis mahasiswa meskipun penguji berlainan, memiliki reliabilitas karena berdasarkan multiple observasi, dan mampu mempermudah pemberian feedback yang spesifik dan tertulis. Selain mampu menilai kompetensi klinis perawat, instumen juga berusaha memperbaiki kekurangan yang terdapat pada instrumen yang sebelumnya. Perbaikan berupa penetapan skoring yang berbentuk rubrik yang berisi deskriptor kompetensi klinis keperawatan yang dirumuskan berdasarkan standar kompetensi perawat dan penelusuran literatur. Mengapa rubrik dipilih, karena rubrik memiliki deskriptor yang akan memudahkan

(6)

pemberian corrective feddback (Weller, 2009; Bourgault et al, 2013). Deskriptor dalam rubrik memberikan gambaran mengenai kriteria yang diharapkan, memudahkan identifikasi area spesifik yang kurang dan harus di-improve, sehingga memudahkan pemberian feedback yang spesifik bagi peserta didik (Cyr et al, 2014; Rochford & Borchet, 2011; Hung, 2013). Pada akhirnya, feedback yang detail dan spesifik akan meningkatkan progres keterampilan di klinik (Holmboe, 2004; Glover, 2000; Day et al, 2009). Dengan mempertimbangkan kelebihan rubrik maka pengembangan instrumen dengan skoring rubrik dirasa lebih tepat untuk memfasilitasi feedback yang lebih spesifik sehingga improvement kompetensi mahasiswa lebih optimal. Untuk memastikan bahwa instrument yangakan dikembangkan sesuai untuk mengukur kompetensi klinis perawat, akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

I.2. RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah pengembangan instrumen penilaian kompetensi klinis perawat yang valid, reliable, acceptable dan feasible untuk menilai kompetensi klinis keperawatan di pendidikan klinik.

I.3. TUJUAN PENELITIAN

1. Melakukan pengembangan instrumen penilaian kompetensi klinis yang disesuaikan dengan keterampilan klinis perawat dengan merode skoring berbentuk rubrik.

(7)

2. Melakukan uji content validity, construct validity, inter-rater reliability, acceptability dan educational impact instrumen penilaian kompetensi klinis perawat yang dikembangkan.

I.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Hasil dari penelitian ini yang berupa lembar penilaian kompetensi perawatan diharapkan mampu diterapkan di pendidikan klinik perawat secara menyeluruh.

2. Penerapan penilaian dengan instrument penilaian yang baru diharapkan mampu memudahkan penguji dalam menilai, mengamati progres peserta didik dan memberikan feedback yang konstruktif sehingga kualitas kompetensi klinis keperawatan akan meningkat.

I.5. KEASLIAN PENELITIAN

Beberapa penelitian pengembangan instrument yang mengacu pada mini CEx yang telah dilakukan adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Behere tahun 2014 yang mengembangkan instrument penialain di pendidikan klinik kedokteran gigi. Instrument ini dikembangkan dengan menyesuaikan unsur kompetensi agar sesuai dengan kompetensi dokter gigi dan menetapkan metode skoring berbentuk rubrik. Unsur kompetensi yang dinilai dalam pengembangan instrument ini adalah : Medical interviewing skills, physical examination skills, humanistic qualities/ professionalism, clinical judgment, counseling skills, organization/efficiency dan overall clinical competence. Pilot study kemudian dilakukan untuk menguji instrumen ini menilai persepsi penguji

(8)

serta mahasiswa. Hasilnya adalah mahasiswa merasakan efek positif dari feedback yang diberikan selama proses, dan penguji merasakan dampak kehadiran mereka terhadap performa mahasiswa

2. Penelitian yang dilakukan oleh Weller tahun et al tahun 2009 yang mengembangan instrument berbasis mini CEx di unit training anastesia. Modifikasi mini CEx dalam penelitian ini terletak pada unsur kompetensi dan penambahan kolom untuk menuliskan what did the trainee do well dan areas for improvement dalam lembar mini CEx. Modifikasi unsur kompetensi yang dinilai dalam penelitian ini adalah patient assessment and preparation, preparation for anesthesia, management plan, communication skills with patient, ommunication skills with staff technical skills, clinical judgment, organization/efficiency, professionalism Overall clinical care. Penelitian ini kemudian menerapkan modifikasi mini CEx dan melakukan survey, focus grup dan interview pada peserta training dan penguji. Hasilnya adalah mini CEx membuat interkasi antara penguji dan peserta training menjadi terstrukutr dan formal serta meningkatkan educational interaction.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Djuria & Affandi tahun 2013 di PSIK UMY Yogyakarta yang mengembangan isntrumen mini CEx CEx untuk pendidikan klinik keperawatan. Perubahan unsur mini CEx dalam penelitian ini terletak pada unsur kompetensi yang dinilai yang dimodifikasi berdasarkan instrumen dari Britis Dermatological Nursing Group. Modifikasi unsur kompetensi yang dinilai dalam penelitian ini

(9)

adalah keterampilan komunikasi, keterampilan pemeriksaan fisik, profesionalisme dalam melakukan intervensi keperawatan, kemampuan merumuskan diagnosa keperawatan, kemampuan membuat rencana perawatan, kemampuan melakukan pendidikan kesehatan dan keseluruhan performa. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, yakni review oleh expert dan uji coba instrumen untuk reliabilitas dengan menilai alpha cronbach. Hasilnya adalah 4 orang expert menyatakan bahwa instrumen ini valid, dan uji reliabilitas menunjukkan nilai alpha cronbach 0,988.

Dibandingkan dengan penelitian di atas, persamaan penelitian ini adalah melakukan pengembangan instrumen penilaian kompetensi klinis perawat yang mengacu pada mini CEX. Perbedaan dengan penelitian di atas adalah, penelitian merumuskan kompetensi klinis perawat yang akan dinilai dan merumuskan skoring rubruk beserta deskriptornya yang disesuaikan dengan capaian yang diharapkan dari kompetensi klinik keperawatan. Penelitian ini juga akan melihat validitas konten, validitas konstruk dan inter rater dari isntrumen yang dikembangkan.

Referensi

Dokumen terkait

To find out the data needed, the method used in this research is by interviewing the English teacher and giving the test to the students consisting of pre test and post test

Variabel yang diteliti meliputi tingkat relevansi lulusan adalah tingkat kesesuaian pekerjaan yang diperoleh lulusan Program Studi Administrasi Bisnis dalam

Berdasarkan hasil uji ANOVA atau uji F pada tabel 4.7 terlihat bahwa nilai F hitung sebesar 31,442 dan nilai signifikansi sebesar 0,000, dengan menggunakan

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan model matematika hubungan antara parameter kualitas pengeringan minyak jarak pagar dengan waktu pengeringan, menentukan model

dilakukan dengan cara boleh melindungi makanan dan dilakukan dengan cara boleh melindungi makanan dan permukaan yang bersentuhan dengan makanan atau permukaan yang bersentuhan

Predictors: (Constant), X1 x Z, Komisaris Independen, Ukuran Perusahaan.. Dependent Variable: ROA. 7) Hubungan komisaris independen dan likuiditas terhadap ROA

Pembelajaran Geografi dan Bentuk Kearifan Lokal dalam Pelestarian Sumberdaya Alam ………... Pemanfaatan Kearifan Lokal sebagai Sumber Pembelajaran