• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS DAN CURAHAN WAKTU PETANI DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL DI CIAMIS JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKTIVITAS DAN CURAHAN WAKTU PETANI DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL DI CIAMIS JAWA BARAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS DAN CURAHAN WAKTU PETANI DALAM PROGRAM

PERHUTANAN SOSIAL DI CIAMIS JAWA BARAT

Farmer’s Activity and Time Allocation in Social Forestry Program in Ciamis, West Java

Ary Widiyanto

Balai Penelitian dan PengembanganTeknologi Agroforestry

Jl Raya Ciamis-Banjar Km 4, PO BOX 5 Ciamis,

Telp, (0265) 771352 Fax (0265) 775866

ABSTRACT. This study was conducted to determine the implementation one of the social forestry program in Ciamis, particularly related to the activity and time allocation of farmers during the program. This study used questionnaires and interviews with a total sample of respondents were 90 people, who came from three farmer groups or Lembaga Masyarakat Desa Hutan/ LMDH (each 30 people). Three LMDH represented three different planting patterns, namely; pine-coffee, teak-cardamom, and teak-papaya. The results indicate that during the first four years of the program, coffee farmers spent the longest time in the program (227 days), followed by cardamom farmers (174 days) and the last papaya farmer (108 days). Based on the activities, the longest activity for coffee farmers is maintenance, whereas for cardamom and papaya farmers are harvesting. Pine-coffee pattern can provide the greatest benefit to farmers because crop cultivation activity (coffee) that lasts a long time (20 years) compared cardamom (10 years) and papaya (2 years). In addition pine harvest waiting period also faster (30 years) compare to teak (up to 40 years). However, coffee farmers only earn twice from wood thinning activities, compared cardamom and papaya farmers, who earn six times from wood thinning.

Keywords: Activities; time allocation; farmer; Community Based Forest Management

ABSTRAK. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui implementasi salah satu program perhutanan

sosial di Ciamis, khususnya terkait dengan aktivitas dan curahan waktu petani selama program. Penelitian ini menggunakan kuesioner dan wawancara dengan total sampel responden adalah sebanyak 90 orang, yang berasal dari tiga kelompok tani atau Lembaga Masyarakat Desa Hutan/LMDH (masing-masing 30 orang). Tiga LMDH ini mewakili tiga pola tanam yang berbeda, yaitu; pinus-kopi, jati-kapulaga, dan jati-pepaya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa selama empat tahun pertama program, petani kopi mencurahkan waktu paling lama dalam program (227 hari), disusul petani kapulaga (174 hari) dan terakhir petani papaya (108 hari). Berdasarkan kegiatannya, kegiatan yang paling banyak memerlukan waktu bagi petani kopi adalah pemeliharan, sedangkan bagi petani kapulaga dan papaya adalah pemanenan. Kegiatan PHBM pinus-kopi dapat disebutkan memberikan manfaat paling besar kepada petani karena kegiatan budidaya tanaman sela (kopi) yang berlangsung lama (20 tahun) dibandingkan kapulaga (10 tahun) dan papaya (2 tahun). Selain itu masa tunggu panen kayu pinus juga berlangsung lebih cepat (30 tahun) dibandingkan kayu jati (sampai dengan 40 tahun). Meskipun demikian, petani kopi hanya mendapatkan dua kali kegiatan penjarangan kayu, jika dibandingkan petani kapulaga dan papaya, yang mendapatkan enam kali penjarangan kayu.

Kata kunci: Aktivitas; curahan waktu; petani; Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Penulis untuk korespondensi, surel: ary_301080@yahoo.co.id

(2)

PENDAHULUAN

Salah satu bentuk perhutanan sosial atau

social forestry di pulau Jawa adalah program

pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM). PHBM dicanangkan oleh Perum Perhutani sebagai tonggak transformasi Perusahaan kehutanan milik negara menuju yang berorientasi kepada masyarakat. Pengelolaan hutan Perum Perhutani tidak lagi berorientasi kepada produk kayu saja, melainkan kepada semua komponen sumberdaya hutan. Pola manajemen yang dulunya state based

forest management berubah menjadi community based forest management, artinya proses

pengelolaan hutan Perum Perhutani dilaksanakan bersama masyarakat dengan prinsip saling berbagi, kesetaraan dan keterbukaan.

Suharti dan Murniati (2004) dalam Sukhmawati (2012) menyebutkan bahwa PHBM merupakan implementasi dari program Social Forestry yang mengembangkan pola investasi sesuai dengan keseimbangan tanggungjawab, biaya serta manfaat. Nilai dan proporsi berbagi dalam PHBM sesuai dengan nilai dan proporsi nilai produksi yang dikontribusikan oleh masing-masing pihak. Setiap daerah memiliki isu sosial, ekonomi, dan budaya yang berbeda-beda yang menyebabkan keragaman sistem usaha tani, penggunaan input, serta kendala yang dihadapi dalam penerapan PHBM. Keragaman ini mengakibatkan penetapan dalam proporsi bagi hasil antara daerah satu dengan yang lain berbeda.

Purnomo (2006) mengatakan bahwa pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah suatu pola atau sistem pengelolaan sumberdaya hutan. Hal tersebut sesuai dengan azaz kemitraan dan prinsip untuk menyeleraskan pola kepentingan antara pemangku kepentingan/

stakeholders. Pengelolaan Hutan Bersama

Masyarakat ini dimaksudkan memadukan aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proposional dan profesional. PHBM bertujuan untuk meningkatkan

Menurut Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor: 682/KPTS/DIR/2009, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan

(stakeholders) dengan jiwa berbagi (Perum

Perhutani, 2009). Pihak yang berkepentingan

(stakeholders) dalam PHBM adalah pihak-pihak

diluar Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses optimalisasi serta berkembangnya PHBM. Pihak lain tersebut diantaranya adalah Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Ekonomi Masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat, Usaha Swasta, Lembaga Pendidikan, Lembaga Donor serta Forum komunikasi PHBM tingkat propinsi, kabupaten, dan kecamatan.

Prinsip berbagi yang dimaksud adalah pembagian peran, tanggung jawab dan faktor produksi bahkan hingga pembagian hasil. Pengelolaan produk merupakan bentuk kegiatan dalam PHBM yang tidak hanya berorientasi produk kayu namun juga mengembangkan berbagai jenis produk selain kayu. Melalui kegiatan PHBM seluruh sumberdaya dan potensi hutan termasuk jasa lingkungan dapat dikerjasamakan. Pengelolaan peran yaitu dalam kegiatan PHBM masyarakat memiliki peran sebagai pelaku utama disamping Perum Perhutani. Masyarakat memiliki peran yang sangat besar mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi hingga proses pemanenan hasil. Hal ini untuk meningkatkan kualitas kerjasama dalam melaksanakan pengelolaan hutan.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui implementasi program PHBM di Ciamis, khususnya terkait dengan aktivitas dan curahan waktu petani selama program. Diharapkan dengan adanya informasi mengenai

(3)

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar, dua kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten ini berada pada koordinat 108020’

sampai 108040’ Bujur Timur dan 7040’20” sampai

7041’20” Lintang Selatan. Kabupaten Ciamis memiliki

26 kecamatan dan 265 desa dan Kota Banjar memiliki empat kecamatan dan 23 desa (BPS, 2013).

Penelitian ini dilakukan di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciamis, BKPH Banjar Selatan, dan BKPH Banjar Utara; semua termasuk dalam KPH Ciamis. Lingkup penelitian adalah tiga kelompok tani diantara 106 kelompok tani yang berpartisipasi dalam PHBM di KPH Ciamis, yang terletak di tiga ketinggian yang berbeda.

Data dan Analisa

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari, Februari, Juli, dan Agustus 2015, dan Februari 2016. Penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Kami menggunakan purposive sampling dalam memilih staf perhutani dan anggota kelompok tani, aktor utama dalam program PHBM. Penelitian ini memilih tiga kelompok tani, yang mewakili tiga pola tanam (pohon-tanaman pertanian) yang berbeda.

Data penelitian dikumpulkan melalui kuesioner dari 90 responden di tiga kelompok tani atau Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), sebagai peserta PHBM. Kuesioner terdiri dari dua bagian. Bagian pertama menanyakan tentang informasi umum khususnya kondisi sosial-demografi responden. Bagian kedua menanyakan tentang aktivitas atau kegiatan anggota dalam program PHBM.

Data yang telah didapatkan kemudian dihitung, dikategorikan, dan diklasifikasikan dengan program Microsoft Excel. Untuk menganalisis data, kami

menggunakan tabulasi silang dan analisis statistik deskriptif. Analisis ini disajikan dalam bentuk tabel dan gambar untuk menggambarkan persentase, frekuensi, atau intensitas masing-masing variabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Umum Masyarakat di Lokasi Program

Pada saat ini, sebanyak 106 kelompok tani terlibat dalam program PHBM di KPH Ciamis. Namun, tidak semua dari kelompok ini aktif dalam program PHBM karena keterbatasan waktu program. Saat ini, program PHBM telah berjalan selama lebih dari tujuh tahun di KPH Ciamis.

Tabel 1 menunjukan beberapa kombinasi pola tanam dalam program PHBM di KPH Ciamis.

Tabel 1. Tiga Kelompok Tani yang Mewakili Tiga Pola Tanam Yang Berbeda

No. Kelompok

Tani Pola Tanam Desa BKPH Kabupaten/Kota 1 Sinapeul

Indah Pinus-Kopi Kerta-mandala Ciamis Ciamis 2 Ajisaka

Jati-Pepaya Purwaharja Banjar Utara Banjar 3 Pasir

Mukti Jati-Kapulaga Sukasari Banjar Selatan Ciamis Selain itu, waktu mulai dalam program, jumlah

sharing area, dan jumlah anggota untuk setiap

kelompok tani dapat dilihat pada Tabel 2. Informasi yang paling penting dari tabel ini adalah bahwa petani di kelompok tani Sinapeul Indah memiliki daerah asal yang berbeda dengan lokasi aktivitas. Ini berarti bahwa para petani harus pindah dari desa mereka ke lokasi program selama program berjalan, terutama pada penanaman, pemeliharaan, dan panen. Informasi penting lainnya adalah ada tiga pola tanam pada ketinggian yang berbeda: pinus-kopi (dataran tinggi), jati-kapulaga (dataran menengah), dan jati-pepaya (dataran rendah).

(4)

Aktivitas dan Curahan Waktu Petani Pada Program PHBM

Dalam program ini, Perhutani mengelola dan bertanggung jawab untuk hutan atau pohon, dan masyarakat mengelola dan bertanggung jawab untuk tanaman. Pohon dan tanaman manajemen meliputi penanaman, perawatan, pemupukan, dan panen. Pada awal penanaman, jarak pohon 3m x 3m atau sekitar 1.111 pohon/ha. Setelah beberapa kali penjarangan pohon, pada saat panen, jarak pohon menjadi 9m x 9m atau sekitar 123 pohon/ha. Petani dapat menanam tanaman mereka diantara garis tanam pohon. Sistem ini umumnya disebut sebagai tumpangsari atau agroforestri.

LMDH Sinapeul Indah

Kelompok tani Sinapeul Indah terletak di Desa Kertamandala, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis dengan total area seluas 4.33 km2. Jumlah

penduduk desa Kertamandala adalah 3.935 orang

area seluas 0,9 ha, lebih besar jika dibandingkan

dengan kelompok tani lainnya. Karakteristik khusus lain adalah bahwa petani di kelompok tani ini berasal dari Kecamatan Rajadesa, sekitar 25 km dari Kecamatan Panjalu, lokasi program. Dengan demikian mereka harus tinggal sementara di Kecamatan Panjalu dan membangun pondok dengan menggunakan kayu, bambu dan daun. Mereka juga harus melakukan perjalanan bolak-balik ke desa mereka sendiri pada hari-hari tertentu setelah mereka menyelesaikan pekerjaan mereka dalam program ini.

Usia rata-rata petani kopi (44 tahun) lebih rendah dibandingkan dengan petani kapulaga (48,8 tahun) dan petani pepaya (50,2 tahun). Hal ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa lokasi pinus-kopi yang terletak di daerah pegunungan, yang membutuhkan kegiatan fisik lebih keras dibandingkan jati-kapulaga (di dataran menengah) dan jati-pepaya (dataran rendah).

Tabel 2. Informasi Umum Tiga Kelompok Tani

Nama LMDH Sinapeul Indah Pasir Mukti Aji Saka

Lokasi dalam Program Daerah Pegunungan Dataran Menengah Dataran Rendah

Daerah Asal Desa Rajadesa, Kec

Rajadesa Desa Sukasari, Kec Cidolog Desa Purwaharja, Kec Purwaharja Daerah Kegiatan/ Program Desa Kertamandala

Kec Panjalu Desa Sukasari, Kec Cidolog Desa Purwaharja, Kec Purwaharja Jarak ke Ibukota

Kabupaten/Kota (km) 38.9 35.6 29.4

BKPH Banjar Utara Ciamis Banjar Selatan

Pola Kayu-Tanaman Pinus-kopi Jati-kapulaga Jati-Pepaya

Mulai Program PHBM 2012 2012 2013

Sharing Area Kelompok

(ha) 27 14 7.8

Sharing Area Individu (ha) 0.25- 2 (r=0.9) 0.31 (r=0.31) 0.1- 0.5 (r=0.21)

Jumlah Anggota 34 45 40

Kepemilikan Lahan (ha) 0.08- 3.19 (r=1) 0- 2.24 (r=0.35) 0- 1.4 (r=0.38)

Umur (tahun) 25- 62 (r=44) 24- 70 (r=48.8) 30- 75 (r=50.2)

Jumlah Anggota Keluarga

(orang) 2- 7 (r=3.5) 2- 5 (r=3.1) 2- 5 (r=3.6)

Lama Pendidikan 6- 12 (r=6.9) 6- 9 (r=6.5) 6- 12 (r=7.3)

Pendapatan (x Rp 1,000) 850- 1,500 (r=1,071) 1,000- 1,500 (r=1,150) 300- 1,500 (r=1,043)

(5)

Panen kopi terjadi tiga kali setahun dimulai pada bulan ke-30. Rata-rata panen adalah 1.067 kg di tahun ketiga dan sekitar 1.170 kg di tahun keempat. Mereka akan mendapatkan produksi kopi tertinggi di lima sampai 10 tahun. Curahan waktu petani di LMDH ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Curahan Waktu Petani Kopi dalam Program PHBM selama Empat Tahun Pertama

Jumlah ini lebih besar dari hasil panen kopi di BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, yang berada pada kisaran 220 -1.430 kg (Wisman, 2010). Berdasarkan Gambar 1 di atas terlihat bahwa aktivitas dan curahan waktu petani paling lama adalah di awal atau tahun pertama program. Kegiatan di tahun pertama meliputi persiapan lahan, penanaman (pinus dan kopi), serta pemeliharaan tanaman kopi. Adapun jenis kegiatan yang paling membutuhkan banyak waktu bagi petani kopi adalah kegiatan pemeliharaan, yang mencapai 144 hari dalam 4 tahun.

LMDH Pasir Mukti

Kelompok tani ini terletak di Desa Sukasari, Cidolog Kecamatan, Kabupaten Ciamis dengan luas total sekitar 5,06 km2. Jumlah penduduk desa Sukasari adalah 1.808 orang (623 rumah tangga), sehingga memiliki kepadatan penduduk 357 orang / km2. Dibandingkan dengan kelompok tani lainnya, petani di Pasir Mukti memiliki rata-rata pendapatan bulanan yang lebih tinggi. Pendapatan ini mungkin berasal dari pekerjaan lain yang mereka miliki, selain pendapatan dari tanah mereka sendiri.

Produk pertanian potensial dari Kecamatan Cidolog didominasi oleh kayu Albasia (Paraserianthes

falcataria, sekitar 11,2% dari total produksi Ciamis)

dan singkong (11% dari total produksi Kabupaten). Petani di daerah ini sebagian besar menanam

jenis-jenis pohon dan tanaman di lahan mereka sendiri. Dengan kepemilikan lahan sekitar 0,4 ha, ubi kayu dapat mendukung kebutuhan sehari-hari dan Albasia memberikan penghasilan jangka panjang.

Pemanenan terjadi tiga kali setahun dimulai pada bulan kedelapan dengan, panen rata-rata per petani dari 178 kg pada tahun pertama, 953 kg di tahun kedua, dan 1.943 kg pada tahun ketiga. Pada tahun keempat, produksi menurun hingga 1.325 kg. Biasanya tahun ketiga dan keempat adalah puncak produksi kapulaga. Harga per unit adalah Rp 8.000 / kg dalam kondisi mentah atau basah dan Rp 16.000 / kg dalam kondisi kering. Pada tahun pertama, beberapa petani cenderung menjual dalam kondisi basah, karena mereka membutuhkan uang secepatnya, untuk menutupi pengeluaran mereka di awal program. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan hasil penelitian Selesiyah (2011), yang menyebutkan bahwa hasil panen kapulaga di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo mencapai 224 kg pada tahun pertama, 1.088 kg di tahun kedua, dan 2.044 di tahun ketiga.

Gambar 2. Curahan Waktu Petani Kapulaga dalam Program PHBM selama Empat Tahun Pertama

Berbeda dengan petani kopi (Gambar 1), bagi petani kapulaga aktivitas dan curahan waktu petani paling lama adalah pada tahun ketiga (Gambar 2). Pada tahun ini produksi kapulaga mencapai titik tertinggi sehingga membutuhkan waktu banyak, khususnya untuk kegiatan pemanenan. Adapun jenis kegiatan yang paling membutuhkan banyak waktu bagi petani kapulaga adalah kegiatan pemanenan, yang mencapai 84 hari dalam 4 tahun. Secara keseluruhan, total curahan waktu petani kapulaga di program ini adalah 174 hari dalam 4 tahun, masih lebih sedikit dibandingkan petani kopi (227 hari dalam empat tahun).

(6)

LMDH Aji Saka

Kelompok tani ini terletak di Desa Purwaharja, Purwaharja Kecamatan, Banjar Kota dengan luas total sekitar 4,72 km2. Jumlah penduduk desa Purwaharja adalah 8.814 orang (2.875 rumah tangga), dan kepadatan penduduk adalah 1.867 orang / km2. Terletak di daerah dataran rendah dan sangat dekat dengan jalan provinsi, kelompok Aji Saka memiliki lebih banyak akses ke pusat kota termasuk fasilitas. Itulah mengapa pencapaian pendidikan rata-rata petani, 7,3 tahun, lebih tinggi dibandingkan dengan Sinapeul Indah (6,9 tahun) dan Pasir Mukti (6,5 tahun) kelompok. Namun, rata-rata, usia mereka lebih tinggi dibandingkan dengan dua lainnya. Dengan lokasi program yang relatif dekat dengan rumah mereka, ini bukan masalah bagi mereka.

Petani dari tanaman kelompok tani Aji Saka memilih pepaya sebagai tanaman mereka. Jenis tanaman lain yang umumnya dibudidayakan di daerah ini adalah padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan kacang tanah. Anggota LMDH dapat menanam pepaya sampai tahun ketiga, di mana pohon-pohon (jati) tumbuh lebih besar dan mulai menutupi tanaman. Ini berarti bahwa pendapatan anggota dari program berkurang karena anggota tidak bisa lagi menanam tanaman dan belum bisa mendapatkan penghasilan dari panen pohon.

Pola jati-pepaya memiliki karakteristik tertentu. Petani akan mendapatkan penghasilan dari program ini dimulai pada bulan ketujuh. Setelah itu, mereka akan memanen dan menjual pepaya setiap minggu. Panen rata-rata 6.205 kg pada tahun pertama dan

11.983 kg pada tahun kedua, dengan harga per unit Rp 1.700 sampai Rp 2.000 per kg.

Gambar 3. Curahan Waktu Petani Pepaya dalam Program PHBM selama Empat Tahun Pertama

Berbeda dengan pola tanam lain, kegiatan petani papaya hanya berlangsung secara penuh pada dua tahun pertama program. Hal ini disebabkan produksi papaya sudah tidak optimal, ketiga pohon jati sudah mulai tinggi dan menutupi papaya. Pepaya termasuk tanaman yang membutuhkan cahaya matahari yang cukup dalam pertumbuhannya. Dalam dua tahun masa produksi, aktivitas dan curahan waktu petani papaya lebih lama pada tahun kedua (Gambar 3). Pada tahun ini produksi pepaya lebih besar dibandingkan tahun pertama, sehingga membutuhkan waktu banyak untuk kegiatan pemanenan. Adapun jenis kegiatan yang paling membutuhkan banyak waktu bagi petani pepaya adalah kegiatan pemanenan, yang mencapai 72 hari dalam 4 tahun. Secara keseluruhan, total curahan waktu petani kapulaga di program ini adalah 108 hari dalam 4 tahun, masih lebih sedikit dibandingkan petani kopi dan kapulaga. Hal ini dapat dipahami dari durasi produksi papaya yang memang lebih pendek waktunya dibandingkan kopi dan kapulaga. Aktivitas petani pada program PHBM dirangkum dalam Tabel 3

Tabel 3 Aktivitas Petani pada Program PHBM

Aktivitas Kelompok Tani/LMDH

Sinapeul Indah Pasir Mukti Aji Saka

Tahun 1 Penanaman pinus dan kopi · Penanaman Jati dan kapulaga

· Panen kapulaga · · Penanaman Jati dan pepaya Panen pepaya Tahun 2 Pemeliharaan tanaman (kopi) · Pemeliharaan tanaman

· Panen kapulaga · · Pemeliharaan tanamanPapaya Harvesting Tahun 3 · Pemeliharaan tanaman (kopi) · Pemeliharaan tanaman

(7)

Petani kapulaga menganggap program ini sebagai pekerjaan tambahan. pekerjaan utama mereka adalah sebagai petani di lahan mereka sendiri dan sebagai buruh di sektor pertanian. Ini adalah alasan utama mengapa petani di kelompok tani ini memilih kapulaga sebagai tanaman mereka. Juga, kapulaga tidak perlu perlakuan khusus yang berarti petani dapat menghabiskan waktu lebih sedikit dalam program.

Pekerjaan tambahan yang tersedia untuk orang-orang tergantung pada lokasi mereka. Kota menyediakan lebih berbagai pekerjaan dibandingkan dengan daerah pedesaan, baik di sektor formal maupun informal dan off-farm sektor. petani Aji Saka manfaat dari aspek ini. Mereka mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan tambahan, sebagian besar sebagai buruh di industri

off-farm.

Terkait prioritas ini, Wallace dan Moss (2002) menyatakan bahwa teori ekonomi mengidentifikasi bahwa perilaku seperti itu dimotivasi oleh keinginan untuk memaksimalkan tingkat kepuasan atau utilitas. Jadi dapat dikatakan bahwa untuk memahami cara di mana petani mengalokasikan sumber daya mereka dan tanggapan kemungkinan mereka untuk perubahan kebijakan pertanian. Pengetahuan diperlukan faktor motivasi penting - tujuan, sasaran dan nilai-nilai - yang merupakan titik fokus dari keputusan mereka.

Meskipun demikian, motivasi ekonomi bukanlah satu-satunya faktor utama petani untuk berpartisipasi dalam program PHBM. Hasil penelitian Puspita (2006) menunjukkan bahwa motivasi yang paling kuat mendorong para petani dalam kegiatan PHBM adalah motivasi ekologi. Hal ini membuktikan bahwa alasan kuat petani hutan mengikuti kegiatan

PHBM adalah untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian hutan, menjaga kelestarian alam baik tata air, menjaga kesuburan tanah, dan terjaganya kebersihan udara.

Azmi (2008) mengemukakan bahwa keberhasilan program PHBM untuk diterima oleh masyarakat pada akhirnya ditentukan oleh keputusan petani sekitar hutan untuk mau terlibat dalam program. Semakin banyak petani yang terlibat berarti semakin besar objek yang menjadi sasaran program sehingga manfaat peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan akan dirasakan oleh banyak individu. Hal ini juga berarti akan semakin besar tenaga potensial yang dapat dimanfaatkan oleh Perhutani dalam mengelola dan merawat hutannya

Wiersum (1984) dalam Kartasubrata (1986) menganalisa partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan mengemukakan bahwa ada empat jenis masukan dasar untuk berpartisipasi yaitu dalam bentuk lahan, tenaga kerja, modal dan teknologi. Dalam hal ini teknologi dibedakan antara teknologi profesional yang berdasarkan ilmu kehutanan dan teknologi asli yang berdasarkan pengalaman penduduk setempat. Pada penilitian ini, bentuk partisipasi masyarakat lebih dominan pada bentuk tenaga kerja, modal dan teknologi asli berdasarkan pengalaman mereka. sedangkan partisipasi dalam bentuk lahan sudah disediakan oleh Perhutani.

SIMPULAN

Kondisi sosio-ekonomi petani peserta program PHBM bervariasi, meskipun secara umum mereka memiliki karakteristik; tingkat pendapatan dan

Tahun 11-15 · Pemeliharaan tanaman (kopi) · Panen kopi

· Penjarangan Kayu

Penjarangan kayu Penjarangan kayu

Tahun 16-20 · Pemeliharaan tanaman (kopi)

· Panen kopi Penjarangan kayu Penjarangan kayu

Tahun 25 Penjarangan kayu Penjarangan kayu

Tahun 30 Penebangan Kayu Pinus Penjarangan kayu Penjarangan kayu

Tahun 35 Penjarangan kayu Penjarangan kayu

(8)

pendidikan rendah serta mayoritas bekerja di sektor pertanian. Petani PHBM umumnya aktif dalam program PHBM selama tanaman pertanian mereka menghasilkan. Aktivitas dan jumlah curahan waktu berbeda untuk tiap kelompok tani. Selama empat tahun pertama program, petani kopi mencurahkan waktu paling lama dalam program (227 hari), disusul petani kapulaga (174 hari) dan terakhir petani papaya (108 hari). Berdasarkan kegiatannya, kegiatan yang paling banyak memerlukan waktu bagi petani kopi adalah pemeliharan, sedangkan bagi petani kapulaga dan papaya adalah pemanenan.

Kegiatan PHBM pinus-kopi dapat disebutkan memberikan manfaat paling besar kepada petani karena kegiatan budidaya tanaman sela (kopi) yang berlangsung lama (20 tahun) dibandingkan kapulaga (10 tahun) dan papaya (2 tahun). Selain itu masa tunggu panen kayu pinus juga berlangsung lebih cepat (30 tahun) dibandingkan kayu jati (sampai dengan 40 tahun). Meskipun demikian, petani kopi hanya mendapatkan dua kali kegiatan penjarangan kayu, jika dibandingkan petani kapulaga dan papaya, yang mendapatkan enam kali penjarangan kayu.

DAFTAR PUSTAKA

Azmi, Z. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Mengikuti Program PHBM serta Pengaruhnya terhadap Pendapatan dan Curahan Kerja. Skripsi; Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2013. Ciamis Dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis.

Kartasubrata, J. 1986. Partisipasi Rakyat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan di Jawa. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Perum Perhutani. 2001. Surat Keputusan Dewan

Pengawas Perum Perhutani No.136/KPTS/ DIR/2001 tentang Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Jakarta.

Perum Perhutani. 2009. Pedoman Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat. Jakarta:

Purnomo, A.M. 2006. Strategi mata pencaharian masyarakat hutan (Studi kasus program pengelolaan hutan bersama masyarakat di Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat. Tesis; Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Puspita, I.D. 2006. Motivasi petani dan peranan kelompok tani hutan (KTH) dalam PHBM di KPH Bandung Selatan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Selisiyah, A. 2011. Kelayakan Usaha Agroforestri Mahoni dan Kopi dengan Sistem Bagi Hasil di KPH Kedu Utara. Skripsi; Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Sukhmawati, D.N. 2012. Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu. Skripsi; Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Wallace, M.T., & Moss, J.E. 2002. Farmer decision-making with conflicting goals: A recursive strategic programming analysis. Journal of

Agricultural Economics. 53 (1): 82-100.

Wisman, I.N. 2010. Kelayakan Usaha Agroforestri Mahoni (Swietenia macrophylla King) dan Kopi (Coffea spp) dengan Sistem Bagi Hasil di BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Skripsi; Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Gambar

Tabel 1 menunjukan beberapa kombinasi pola  tanam dalam program PHBM di KPH Ciamis.
Tabel 2. Informasi Umum Tiga Kelompok Tani
Gambar 2. Curahan Waktu Petani Kapulaga dalam Program  PHBM selama Empat Tahun Pertama
Gambar 3. Curahan Waktu Petani Pepaya dalam Program  PHBM selama Empat Tahun Pertama

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian PPKn tentang guru PPKn dalam menguatkan karakter tangguh untuk mengantisipasi bahaya narkoba pada siswa di SMPN 21 Surabaya didapatkan

Zat pengatur tumbuh (hormon) pada tanaman ialah senyawa organik yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat, dan mengubah proses fisiologis tumbuhan. Pada

In order to get the slab quality produced fulfilled Standard Indonesian Rubber, research must be done using ammonium chloride at doses of 0%, 0.15%, 0.30% and 0.45%

Berdasarkan perubahan sistem informasi penyewaan bus pariwisata yang berjalan dan setelah kebutuhan-kebutuhan sistem yang baru telah ditentukan, maka langkah-langkah

menunjukkan pengaruh yang nyata (P>0,05) Hasil analisis tersebut berarti bahwa perubahan sifat fisik pada kulit wet blue sangat dipengaruhi oleh jenis kapang yang

Yang bukan dosa adalah yang indikatornya demikian jelas, sedang yang dosa adalah dugaan yang tidak memiliki indikator yang cukup dan yang mengantar seseorang melangkah

Dakle, igra s 5 igraˇca, od kojih svaki ima dvije ˇciste strategije moˇze imati najviˇse 44 mjeˇsovite Nashove ravnoteˇze.. Radiˇsi´c, Nashova ravnoteˇza, Osjeˇcki

Berdasarkan pada penelitian diperoleh kesimpulan bahwa (1) faktor yang menjadi sengketa warisan adalah Salah satu dari pihak ahli waris menguasai harta warisan tanpa