i
HUBUNGAN PERKEMBANGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU BULLYING REMAJA DI SMP N 2 BANTUL YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
HAERUL RAHMAN 2213061
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul: Hubungan Perkembangan Sosial Dengan Perilaku Bullying Remaja Di SMPN 2 Bantul Yogyakarta. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat dalam rangka menyelesaikan studi S1 Keperawatan di Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. Penyusunan Skripsi ini dapat diselesaikan, atas bimbingan, arahan, dan bantuan berbagai pihak, dan pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih dengan setulus-tulusnya kepada:
1. Kuswanto Hardjo, dr., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
2. Tetra Saktika A., M.Kep., Sp.Kep.MB. selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta..
3. Agus Warseno, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen penguji skripsi yang telah banyak memberikan masukan pada skripsi ini.
4. Dewi Utari, MNS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan kepada saya dalam penyusunan Skripsi .
5. Kepala Sekolah SMPN 2 Bantul Yogyakarta, yang memberikan kesempatan bagi saya untuk melakukan penelitian.
Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan kebaikan kepada kita semuanya atas segala amal kebaikan. Akhirnya besar harapan penulis semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua.
Yogyakarta, September 2017 Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix INTISARI……… ... x ABSTRACT ... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 6 C. Tujuan Penelitian ... 6 D. Manfaat Penelitian ... 6 E. Keaslian Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI A. TinjauanPustaka ... 12 1. Remaja ... 12 2. Perkembangan Sosial... 17 3. Perilaku ... 21 4. Bullying... 25 B. Kerangka Teori... 31 C. Kerangka Konsep ... 32 D. Hipotesis ... 32
BAB III METODE PEBELITIAN A. Desain Penelitian ... 33
B. Lokasi dan Waktu ... 33
C. Populasi dan Sample ... 33
D. Variable Penelitian ... 35
E. Definisi Operasional... 36
F. Alat dan Metode Pengumpulan Data ... 37
G. Validitas dan Reabilitas... 41
H. Metode Pengolahan dan Analisa Data ... 43
I. Etika Penelitian ... 46
J. Pelaksanaan Penelitian ... 47
BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 50
B. Pembahasan ... 55
vi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 63 B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
Tabel 2.1 Kerangka Teori ... 31 Tabel 2.2 Kerangka Konsep ... 32
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 36
Tabel 3.2 Kisi-kisi alat ukur Perkembangan Sosial ... 38
Tabel 3.4 Distribusi penyebaran Nomor pernyataan skala Prilaku Bullying ... 40
Tabel 3.4 Pedoman Pemberian Interpretasi Koefisien Kolerasi ... 46
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karesteristik Remaja di SMPN 2 Bantul ... 51
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karesteristik Perkembangan Sosial di SMP N 2 Bantul ... 52
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Bullying Remaja di SMP N 2 bantul ... 52
Tabel 4.4 Uji Tabulasi Silang Jenis Kelamin Dengan Perilaku Bullying Remaja Di SMP N 2 Bantul ... 53
Tabel 4.5 Uji Tabulasi Silang Usia Dengan Perilaku Bullying Remaja di SMP N 2 Bantul ... 53
Tabel 4.6 Uji Tabulasi Silang Jumlah Saudara Dengan Perilaku Bullying Siswa di SMP N 2 Bantul ... 54
Tabel 4.7 Uji Tabulasi Silang Perkembangan sosial Dengan Perilaku Bullying di SMP N 2 Bantul ... 55
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Jadwal Penelitian Lampiran 2 Informasi Menjadi Responden
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 4 Lembar Izin Menjadi Responden
Lampiran 5 Kuesioner Perkembangan Sosial Lampiran 6 Kuesioner Perilaku Bullying Lampiran 7 Hasil Penelitian
Lampiran 8 Lembar Bimbingan
Lampiran 9 Surat Izin Studi Pendahuluan Lampiran 10 Surat Izin Penelitian
x
HUBUNGAN PERKEMBANGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU BULLYING REMAJA DI SMPN 2 BANTUL YOGYAKARTA
INTISARI
,
Latar Belakang: Remaja merupakan masa transisi dimana interaksi berpengaruh
terhadap kehidupan sosial remaja. Perilaku yang sedang marak terjadi pada remaja yaitu perilaku bullying yang berpotensi mengganggu proses tumbuh kembang remaja, dampak dari perilaku bullying yaitu dapat menurunankan prestasi, anak sering membolos, melanggar kedisiplinan, tidak mengerjakan tugas sekolah, bahkan ada yang sampai depresi, salah satu faktor individu yang dapat berpengaruh adalah Perkembangan sosial merupakan kematangan dalam hubungan sosial dilihat dari tiga aspek, identitas seksual, identitas keluarga identitas kelompok.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perkembangan
sosial dengan perilaku bullying remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non
eksperimental, Rancangan penelitian menggunakan pendekatan cross sectional Teknik pengambilan sampel menggunakan proportionate stratified random sampling jumlah sampel sebanyak 62 siswa. Analisa data yang digunakan analisis univariabel dan analisis bivariabel menggunakan Kendal Tau’b dengan tingkat kemaknaan < 0,05
Hasil : Tingkat perilaku bullying yang dilakukan oleh remaja di SMPN 2 Bantul
Yogyakarta, sebagian besar adalah termasuk kategori rendah yaitu sebanyak 34 responden (54,8%).Perkembangan sosial remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta, mayoritasresponden adalah termasuk kategori cukup yaitu sebanyak 47 responden (75,8%). Nilai p-value dari uji Kendal’s Tau’b adalah 0,001 (< 0,05) dan nilai Correlation Coefficient 0,413.
Kesimpulan :Terdapat hubungan antara perkembangan sosial dengan perilaku
bullying remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta dengan tingkat keeratan yang sedang dan arah positif
Kata Kunci : Remaja, Perkembangan sosial, Perilaku bullying
_____________________
1
Mahasiswa S1 Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
2
xi
THE CORRELATION OF SOCIAL DEVELOPMENT AND BULLYING BEHAVIOR OF THE ADOLESCENT IN SMP N 2 BANTUL
YOGYAKARTA
ABSTRAK
,
Background: Adolescence is a transitional period, during this time interaction
will affects their social life. Behavior that is rampant occurs in adolescents is bullying behavior that is potentially disrupt the process of growth and teenagers development, Bullying behavior will reduce the student achievement the child often skipping, they could not obey the rule they are not doing their school work, even some related to depression
Purpose: this study aimed to determine the relationship of social development
with bullying of the adolescent in SMPN 2 Bantul Yogyakarta
Method Research: This research was a non experimental quantitative research
the research design using cross sectional approach Sampling technique was used proportionate stratified random sampling with total sample of 62 students, data analysis used univariabel analysis and bivariable analysis Kendal tau‟ b was applied to identify the come with significance level <0,05
Result: The result showed that most of the respondent have a low category (54,8)
of bullying behavior and adequate (75,8) category. Kendal tau‟ b test indicated 0,001 (<0.05) and correlation coefficient 0,413
Conclusion: There is a correlation between social development and adolescence
bullying behavior in SMPN 2 Bantul Yogyakarta with moderate level and positive direction.
Keywords: Adolescent, Social development, Bullying behavior
_____________________
1
Student undergraduate of Nursing Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
2
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi dimana interaksi berpengaruh terhadap kehidupan sosial remaja. Remaja lebih sering diistilahkan dengan adolescence yang berarti tumbuh atau berkembang ke arah kematangan, seperti kematangan mental, emosional, sosial, psikologis, dan fisik (Widyastuty, 2009). Sarwono (2016) menyebutkan definisi konseptual tentang remaja menurut World Health Organization (WHO) memiliki tiga kriteria yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. WHO juga menyebutkan ciri-ciri remaja salah satunya adalah perubahan tanda-tanda seksual yang menunjukkan perkembangan psikologis dan fisik dari kanak-kanak menjadi dewasa.
Terdapat tiga tahap perkembangan remaja yaitu: remaja awal (early adolescence) yaitu dalam rentang usia 12-15 tahun, remaja tengah (middle adolescence ) dalam rentang usia 15-18 tahun, dan Remaja akhir (late adolescence) yang berusia 18-21 tahun (Deswita, 2006). Tahapan perkembangan pada rentang usia 15-20 tahun dinamakan masa kesempurnaan remaja (adolescence proper) dan merupakan puncak kemenangan emosi. Tahap perkembangan ini terjadi pada fase remaja akhir (Sarwono, 2016).
Remaja akan beradaptasi dengan lingkungannya selama masa tumbuh kembang mereka. Pada tahap awal, remaja akan menguji nilai-nilai, standar, serta moral yang mereka miliki kemudian membuang nilai-nilai yang mereka adopsi dari orang tua dan menggantikannya dengan nilai-nilai yang mereka anggap lebih sesuai. Selanjutnya, dari segi prinsip, mereka mulai mempertanyakan atuan-aturan serta hukum dalam masyarakat. Remaja mempertimbangkan kemungkinan untuk mengubah hukum secara rasional dan menekankan hak individu (Kozier.,Erb.,Berman. & Snyder 2010). Selain itu terdapat perubahan psikososial remaja, remaja selama tahap ini akan dihadapkan untuk memutuskan siapa mereka, apa mereka, dan kemana tujuan mereka dalam hidup (Santrock, 2010). Pada intinya, remaja akan belajar nilai-nilai baru yang di dapatkan dari
lingkungannya dan mengambil nilai yang dirasa sesuai dengan diri remaja tersebut. Namun di sisi lain, remaja lebih bersifat egosentris di mana mereka akan lebih banyak mementingkan kepentingan individu. Oleh karena itulah, pada masa ini remaja mulai menghadapi berbagai permasalahan. Permasalahan remaja merupakan salah satu tingkat permasalahan yang kompleks seiring dengan perkembangan sosialnya (Argiati, 2010). Salah satunya permasalahan yang marak terjadi dewasa ini yaitu perilaku bullying.
Secara umum, bullying dipahami sebagai suatu interaksi yang tidak seimbang antara seseorang atau sekelompok orang atas orang yang lebih lemah yang tidak dapat membela diri (Priyatna, 2010). Definisi lain dari bullying yaitu (dikenal sebagai “penindasan/risak” dalam bahasa Indonesia) merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, bertujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus (Wardhana, 2015). Adapun jenis jenis bullying menurut Wardhana (2015) adalah bullying verbal, bullying fisik, bullying relasional dan cyber bullying.
Bullying yang terjadi di Indonesia menjadi perhatian lembaga internasional. Sehingga lembaga internasional tersebut melakukan penelitian. Adapun data penting yang ditunjukkan penelitian tersebut perlu untuk dicermati. Salah satunya United Nations Children Emergency Fund (UNICEF) yang melaporkan dua pertiga anak muda yang berasal lebih dari 18 negara mengatakan mereka pernah menjadi korban bullying (anak muda yang dimaksud adalah yang berusia sekitar 13 hingga 30 tahun). Anak-anak muda ini berasal dari Negara seperti Senegal, Meksiko, Irlandia, Burkina faso, Pakistan, Nigeria, Chili, Mozambik, Liberia, Swiss, Mali, Guinea, Zambia dan Indonesia berpartisipasi dalam survai tersebut (Unicef stories, 2016). Data dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Plan Internasional dan International Center for Research On Woman (ICRW) yang yang diambil dari Oktober 2013 hingga Maret 2014 ini menunjukkan 80% dari total 9000 anak berusia 12-17 tahun di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Angka tersebut lebih tinggi di bandingkan tren
3
yang ada di kawasan Asia (Vietnam, Kamboja, Nepal, Pakistan) yakni 70% (Qodar, 2015).
Data bullying di Indonesia yang dirilis oleh Pusat Data dan Informasi, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), menyebutkan, angka kekerasan pada tahun 2011 menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan (Wedhaswary, 2011). Lebih lanjut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Terhitung dari 2011 hingga Agustus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait bullying. Jumlah tersebut sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan yang berjumlah 1480 kasus (Setyawan, 2014).
Pada tahun 2008, Plan Indonesia, Semai Jiwa Amini (SEJIWA), dan Universitas Indonesia melakukan survei tentang perilaku bullying di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bogor pada 1500 siswa SMA dan 75 guru. Hasil survei menunjukkan 67,9% responden melaporkan terjadi bullying di sekolah mereka, berupa bullying verbal, psikologis, dan fisik. Pelaku bullying pada umumnya adalah teman, kakak kelas, adik kelas, guru, kepala sekolah, dan preman di sekitar sekolah. Sementara itu, 27,9% siswa SMA mengaku ikut melakukan bullying dan 25,4% siswa SMA mengambil sikap diam saat melihat kejadian bullying (Indra, 2011). Hasil survei ini juga mencatat sebesar 67,9% tingkat kekerasan terjadidi tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 66,1% di Sekolah Tingkat Lanjutan Pertama (SLTP). Kekerasan yang dilakukan sesama siswa tercatat sebesar 41,2% untuk tingkat SMP dan 43,7% untuk tingkat SMA dengan kategori tertinggi kekerasan psikologis berupa pengucilan, selanjutnya kekerasan verbal (mengejek) dan terakhir adalah kekerasan fisik (memukul). Gambaran kekerasan di SMP di tiga kota besar yaitu Yogyakarta 77,5%, Surabaya 59,8%, dan Jakarta 61,1% (Wiyani, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku bullying banyak terjadi pada kalangan remaja. Borba (2010), menyebutkan bahwa bullying adalah perilaku yang dipelajari saat pertumbuhan dan lebih intens atau lebih sering terjadi di usia lebih muda daripada di usia lebih lanjut.
Perilaku bullying di Yogyakarta ditemukan sebanyak 70.65% SMP dan SMU di Yogyakarta (Kompas, 2008). Kasus kekerasan di Yogyakarta meningkat
salah satunya kasus yang terjadi di Dusun Lanteng Desa Seopamioro Kecamatan Imogiri yang melibatkan pelajar SMA, kasus penyerangan pada bulan Desember 2016 yang dilakukan sekelompok pemuda yang bersenjatakan pedang dan celurit (Junianto, 2016). Kasus ini menewaskan salah satu dari 6 korban. Hal ini menunjukkan bahwa kasus bullying di Bantul sudah memasuki ranah pidana.
Bullying saat ini dikategorikan sebagai tingkat kekerasan yang meresahkan kehidupan sosial masyarakat, karena dampak yang diakibatkan dari perilaku bullying itu sendiri. Dampak bullying berakibat dalam jangka pendek dan jangka panjang, baik bagi pelaku maupun bagi korban. Dampak bullying di sekolah bagi korban adalah prestasi yang menurun, membolos, melanggar kedisiplinan, tidak mengerjakan tugas sekolah, bahkan ada yang sampai depresi (Wharton, 2009). Sedangkan bagi pelaku bullying, dimana mereka akan mudah terjebak dalam tindakan kriminal, dan kemungkinan mereka akan mengalami kesulitan dalam melakukan relasi sosial (Wiyani, 2012).
Wardhana (2015) menyampaikan bahwa bullying dipengaruhi oleh faktor keluarga, lingkungan, dan individu. Komponen dalam faktor keluarga yaitu pola asuh orang tua, jumlah saudara, dan keharmonisan keluarga. Sedangkan faktor lingkungan meliputi sekolah dan teman sebaya. Lebih lanjut salah satu aspek dalam faktor individu adalah perkembangan sosial. Susanto (2012) mendefinisikan perkembangan sosial sebagai pencapaian kematangan dalam hubungan sosial”. Perkembangan sosial merupakan perkembangan tingkah laku seseorang dalam penyesuaian diri di lingkungan. Perkembangan sosial remaja dipengaruhi oleh dunia sosialisasi remaja itu sendiri, lingkungan sosial remaja luas baik dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Hal ini secara langsung dan tidak langsung membentuk kematangan perkembangan sosial remaja yang mengalami perubahan sosial dan pengelompokkan sosial.
Perkembangan sosial dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya meliputi dari faktor keluarga, kematangan anak, status sosial ekonomi, pendidikan, kapasitas mental, emosi dan intelegensi. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang sangat mempengaruhi perkembangan sosial proses pendidikan, pola pergaulan ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga. Kematangan
5
fisik pada anak sangat diperlukan untuk bersosialisasi dengan lingkungan pendidikan yang terarah dalam penanaman norma dan perilaku dalam ranah pendidikan anak, Status sosial ekonomi juga berperan penting dalam perilaku sosial seseorang. Kapasitas mental, emosi dan intelegensi dapat menunjukan kemampuan anak dalam berkomunikaasi yang baik, kemampuan mengontrol emosi dan intelektual yang tinggi akan mempermudah proses sosialisasi anak terhadap lingkungan di sekitarnya (Dahlan, 2015).
Menurut Erikson dalam Potter & Perry (2005) bentuk-bentuk perkembangan sosial ada 3 di antaranya identitas keluarga, identitas seksual, dan identitas kelompok. Identitas keluarga yaitu dimana hubungan teman sebaya yang lebih kuat dikontraskan dengan perpindahan remaja kepada orang tua, sedangkan identitas seksual tanda fisik maturasi mendorong perkembangan perilaku feminism dan maskulin. Remaja bergantung pada perubahan fisik dan mereka ingin kepastian kelaki-lakian atau kewanitaan dan mereka tidak mau berbeda dengan teman sebayanya. Sementara identitas kelompok merupakan hal yang paling penting dalam perkembangan sosial karena remaja membutuhkan harga diri dan penerimaan. Sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai perkembangan sosial dalam mempengaruhi perilaku bullying.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SMPN 2 Bantul Yogyakarta pada tanggal 10 april 2017 melalui wawancara pada 15 siswa, didapatkan data bahwa 10 siswa (66.7%) mengatakan sering bersosialisasi yaitu melalui pergaulan dengan teman di lingkungan sekolah maupun masyarakat, dan 3 siswa (20%) mengatakan hanya sesekali bersosialisasi dengan lingkungan dan 2 siswa (13.3%) mengatakan kurang bisa bersosialisasi merasa minder dengan lingkungan sosial. Sebanyak 12 dari 15 siswa (80%) tersebut mengatakan pernah menjahili temannya saat berada di sekolah maupun di luar sekolah. Menjahili yang dimaksud hanya berupa ejekan dan hinaan bukan berupa kekerasan fisik, baik itu pukulan atau tendangan Mengingat perilaku bullying sangat menghawatirkan di kalangan remaja saat ini maka hal tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terkait hubungan perkembangan sosial dengan perilaku bullying remaja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah adakah hubungan perkembangan sosial dengan perilaku bullying remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk diketahui hubungan perkembangan sosial dengan perilaku bullying remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah
a. Diketahui karakteristik dari remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta. b. Diketahui perkembangan sosial remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta. c. Diketahui tingkat perilaku bullying yang dilakukan oleh remaja di SMPN 2
Bantul Yogyakarta.
d. Diketahui keeratan hubungan perkembangan sosial dengan perilaku bullying remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan menambah wawasan dalam bidang pengetahuan khususnya dalam ilmu keperawatan anak, jiwa, dan keluarga kaitannya dengan perilaku bullying dan perkembangan sosial remaja.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pendidik dan Pengajar di SMPN 2 Bantul Yogyakarta
Dengan adanya penelitian ini dapat jadi masukan bagi pihak sekolah dan para pengajar tentang angka perilaku kekerasan yang terjadi di SMPN 2 Bantul Yogyakarta.
7
b. Manfaat bagi siswa
Penelitian ini memberikan informasi kepada para siswa SMPN 2 Bantul Yogyakarta mengenai perilaku bullying dan dampaknya sehingga siswa dapat menghindari perilaku bullying dan mengendalikan diri dengan baik
c. Bagi Orang tua
Memberikan informasi tentang perilaku kekerasan yang dilakukan anak/siswa dan perkembangan sosialnya. Sehingga orang tua dapat memberikan perhatian yang tepat dan intensif pada remaja terkait bullying dan tindakan yang sesuai untuk membantu anak mencapai perkembangan sosial yang sesuai.
E. Keasliaan Penelitian
1. Saifullah (2016), melakukan Penelitian tentang perilaku bullying. Penelitian ini berkaitan dengan hubungan antara konsep diri dengan bullying pada siswa-siswi SMP (SMP Negeri 16 Samarinda). Penelitian ini menggunakan Jenis penelitian kuantitatif, pada penelitian ini yang menjadi populasinya adalah seluruh remaja awal kelas VII siswa-siswi SMP Negeri 16 yang berjumlah sekitar 123 orang. karena jumlah populasi yang lebih dari 100 maka teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan sampel penuh. Berdasarkan hasil pengujian atas variabel konsep diri dengan bullying yang telah dilakukan dengan menggunakan analisis statistik somer‟s d menunjukkan korelasi negatif dengan nilai koefisiennya sebesar -0.322. Artinya adalah semakin tinggi konsep diri maka semakin rendah bullying demikian sebaliknya, semakin rendah konsep diri maka semakin tinggi bullying. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui juga bahwa konsep diri dengan bullying memiliki korelasi rendah, hal ini menunjukkan bahwa bullying lebih besar dipengaruhi oleh faktor lain diluar dari faktor konsep diri. Penelitian ini juga didukung berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada 20 siswa disekolah SMP N 16 mendapatkan hasil yaitu: 2 siswa menyatakan karena faktor kelompok teman
sebaya, hal ini dinyatakan siswa-siswa pengaruh ikut-ikutan kelompok/grup pertemanan untuk berbuat usil dan mengolok-olok. kemudian 7 siswa menyatakan karena faktor pola asuh orang tua yang kurang berperan, hal ini dinyatakan para siswa disebabkan kurangnya attention (perhatian) orang tua dilingkungan keluarga dalam membentuk tingkah laku yang baik dan terakhir 11 siswa menyatakan karena faktor iklim sekolah yang kurang mendukung sementara hasil kategorisasi menunjukkan frekuensi atau banyaknya subjek dalam keseluruhan jumlah subjek penelitian yang melakukan perilaku bullying dalam hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 85 orang atau sebesar 69.10 persen memiliki tingkat bullying dalam kategori rendah. Persamaan dari penelitian ini adalah variabel terikatnya yaitu perilaku bullying Sedangkan perbedaanya adalah variabel bebasnya ini adalah konsep diri, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan adalah perkembangan sosial remaja Penelitian ini menggunakan teknik sampel penuh dengan jumlah lebih dari 100 orang sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan teknik random sampling dengan subjek siswa kelas.
2. Pratiwi (2016), melakukan peneitian tentang perilaku bullying dan pengaruhnya dalam hubungan sosial khususnya berkaitan dengan interaksi sosial yang bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa kelas III SD Negeri Minomartani 6 Ngaglik Sleman. Metode yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif jenis Korelasi. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 28 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai korelasi antara variabel perilaku bullying dan kemampuan interaksi sosial sebesar –0,832 sehingga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku bullying dengan kemampuan interaksi sosial siswa kelas III SD Negeri Minomartani 6 Ngaglik Sleman.
Hasil uji hipotesis sebesar -0,832 termasuk dalam kategori sangat kuat. Hal ini menunjukkan bahwa hasil analisis deskriptif tentang perilaku bullying, dapat diketahui persentase perilaku Berdasarkan hasil analisis deskriptif tentang kemampuan interaksi sosial, dapat diketahui persentase perilaku sosial dengan
9
kategori sangat tinggi sebesar 21,42% (6 anak), persentase kategori tinggi sebesar 17,85% (5 anak), persentase kategori sedang 17,85% (5 anak), persentase kategori rendah sebesar 28,57% (8 anak) dan persentase kategori sangat rendah sebesar 14,28 (4 anak). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki kemampuan interaksi sosial dengan kategori rendah.Apabila perilaku bullying tinggi, maka kemampuan interaksi sosial menjadi rendah. Persamaan dari penelitian ini adalah variabel terikatnya yaitu perilaku bullying. Perbedaannya adalah subjek yang diteliti pada penelitian ini subjeknya adalah anak SD sedangkan peneliti memfokuskan pada remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta
3. Penelitian yang dilakukan oleh Leonardi dan Emilia (2013), bermaksud untuk meneliti apakah terdapat hubungan antara kompetensi sosial dengan perilaku cyberbullying. Kompetensi sosial yang dimaksud adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk berinteraksi dengan orang lain secara efektif dan dapat diterima secara sosial. Penelitian ini dilakukan pada 225 remaja usia 15-17 tahun yang terdiri dari 70 laki-laki dan 155 perempuan. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Reliabilitas skala kompetensi sosial adalah 0.883 dan reliabilitas skala perilaku cyber bullying adalah 0.937. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi sosial berkorelasi dengan perilaku cyber bullying. Besarnya koefisien korelasi antara kedua variabel adalah -0.336 dengan taraf signifikansi 0.000. Nilai signifikansi 0.000 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kompetensi sosial dengan perilaku cyberbullying yang dilakukan oleh remaja usia 15-17 tahun. Uji asumsi yang dilakukan adalah uji normalitas dan uji linieritas. Dari hasil uji normalitas diperoleh hasil bahwa variabel cyberbullying memiliki distribusi data yang tidak normal. Hal ini dikarenakan nilai signifikansi variabel cyber bullying < 0.05 yaitu .000. Sementara itu, hasil uji linieritas menunjukkan bahwa data linier dengan nilai signifikansi sebesar .000. Karena itu, dapat dikatakan bahwa terdapat kecenderungan antara variabel kompetensi sosial dengan cyber bullying. terdapat korelasi atau hubungan antara kompetensi sosial dengan perilaku cyber bullying yang dilakukan oleh remaja
usia 15-17 tahun dengan jumlah partisipan sebanyak 225. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p sebesar .000, yaitu < 0.05. Hal ini menunjukkan kedua variabel signifikan, berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Perbedaan penelitian adalah terletak pada variabel bebasnya yakni cyber bullying, peneliti lebih fokus kepada jenis bullying yaitu cyber bullying saja sedangkan peneliti mengkaji pada bullying secara umum. Selain itu kompetensi sosial menjadi variabel terikat, sedangkan peneliti menggunakan hubungan perkembangan sosial menjadi variabel terikat. Persamaannya terletak pada sampel penelitian yaitu remaja.
4. Pratama (2016), melakukan penelitian tentang perilaku bullying berkaitan dengan hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Bullying Remaja di SMP N 4 Gamping Sleman. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif non eksperimental dengan pendekatan cross sectional dan teknik yang digunakan yaitu simple random sampling dengan jumlah responden sebanyak 65 orang. Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner perilaku bullying dan kuesioner pola asuh orang tua. Hasil dari penelitian ini menunjukkan 14 orang tua (21,5%) menerapkan pola asuh otoriter, 15 orang tua (23,1%) menerapkan pola asuh permisif, dan 22 orang tua (33,8%) menerapkan pola asuh demokratis. Sedangkan pada perilaku bullying sebanyak 21 siswa (32,3%) berada dalam kategori sangat rendah, 26 siswa (40,0%) kategori rendah, 12 siswa (18,5%) kategori sedang, dan 6 siswa (9,2) kategori tinggi. Dari hasil penelitian diatas disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja SMP N 4 Gamping Sleman dengan keeratan sebesar -0,345 yang berarti rendah. Perbedaan penelitian ini adalah variabel bebasnya yaitu pola asuh orang tua dan subjek penelitian yaitu remaja kelas VIII SMP N 4 Gamping Sleman, sedangkan variabel bebas pada penelitian yang akan dilakukan adalah perilaku bullying dan subjek penelitian siswa SMP N 2 Bantul. variabel terikat pada peneitian ini adalah perkembangan sosial Persamaan penelitian ini teretak pada desain penelitian menggunakan cross sectional, pengambilan sampel juga sama-sama menggunakan teknik random sampling.
11
5. Sujarwo (2014), melakukan penelitian tentang perilaku bullying yang berkaitan dengan hubungan antara asertivitas dengan perilaku bullying pada siswa SMA X dan Y Palembang, jumlah populasi penelitian ini sebanyak 150 orang siswa kelas X dan XI, yang dijadikan sampel sebanyak 105 orang yang didapat melalui tehnik proportionate satisfied random sampling. Hasil analisis data penelitian menunjukan hasil signifikan. Hal ini berarti bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara asertivitas dengan perilaku bullying pada siswa SMA X dan Y Palembang. Sumbangan efektif yang diberikan oleh asertivitas terhadap perilaku bullying adalah sebesar 0,198 atau 19,8%. Perbedaan penelitian ini terletak pada variabel bebasnya yaitu peneliti ini menggunakan asertivitas sebagai variabel bebas sedangkan peneliti menggunakan perilaku bullying sebagai variabel bebas, selain itu penelitiaan ini menjadikan korban bullying sebagai objek penelitian sedangkan peneliti menggunakan pelaku bullying sebagai objek penelitian. Persamaan penelitian terletak pada remaja sebagai sampel penelitian.
50
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
SMP N 2 Bantul berdiri pada tanggal 25 Oktober 1997, sekolah ini sudah 3 kali mengalami perubahan nama, mulai dari SMP N 3 Bantul, SLTP 2 Bantul dan terakhir menjadi SMP N 2 Bantul. Lokasi sekolah ini terletak di Jl. Raya Bantul No.2/III Melikan Lor Bantul, dengan luas tanah yaitu 5.086 m². Pada tanggal 27 Mei 2006 Yogyakarta dan sekitarnya mengalami gempa bumi yang merusak bangunan-bangunan termasuk gedung SMP N 2 Bantul, kemudian dibangun kembali atas bantuan Japan International Cooperation Agency (JICA), Dewan Sekolah, dan Pemerintah.
SMP N 2 Bantul memiliki siswa sebesar 499 siswa, terdapat 18 kelas dimana setiap angkatan memiliki 6 kelas dan didukung oleh 37 tenaga guru. Sekolah ini memiliki fasilitas antara lain ruangan kelas, ruang perpustakaan, laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) laboratorium komputer, laboratorium bahasa, ruang tata usaha, ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS), ruang media, mushola, ruang non muslim, ruang musik, parkiran, kantin, lapangan olahraga, dan ruangan penunjang. Sekolah ini juga memiliki kegiatan ekstrakulikuler diantaranya: Pramuka, Palang Merah Remaja (PMR), ansamble musik, paduan suara, seni baca Al-Qur‟an, sepakbola, bola voli, basket, batik, seni tari, karawitan, hadroh, jurnalistik, dan karya ilmiah remaja.
Setiap sekolah memiliki tata tertib sendiri, termasuk juga SMP N 2 Bantul, baik untuk siswa maupun guru dan karyawan. Setiap pelanggaran terhadap tata tertib yang ada akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Di setiap kelas tertadapat papan yang ditempel tentang tata tertib siswa yang harus ditaati. Siswa yang bermasalah akan ditangani oleh pihak-pihak yang telah ditentukan, antara lain oleh guru bimbingan dan konseling (BK). Siswa yang bermasalah dengan kasus berat akan dipanggil orang tuanya untuk bertemu dengan pihak sekolah sedangkan untuk kasus
51
ringan atau sedang akan diberikan teguran lisan dan surat peringatan. Data dari bagian BK di SMP N 2 Bantul dari Januari sampai Mei 2017 sudah ada 5 kasus yang ditangani oleh BK diantaranya 2 kasus kekerasan fisik, 2 kasus saling menyindir atau verbal, dan 1 kasus mengganggu siswa yang berada dikamar mandi dengan cara menggedor pintu sehingga membuat korban merasa ketakutan tetapi seluruhnya berupa masalah sedang sehingga penyelesaiannya hanya berupa surat peringatan. Selain itu guru BK juga mengatakan bahwa itu hanya kasus yang diketahui pihak sekolah dan tidak menutup kemungkinan juga terdapat kasus yang tidak diketahui oleh pihak sekolah. Di sekolah ini memiliki jadwal khusus tiap kelas untuk bimbingan konseling (BK). Hal ini dapat memecahkan masalah siswa yang dialami selama sekolah di SMP N 2 Bantul.
2. Analisis Hasil Penelitian
a. Karakteristik Responden
Dari hasil penelitian ini diperoleh karakteristik responden siswa berdasarkan jenis kelamin, usia, dan jumlah saudara di SMP N 2 Bantul sebagai berikut:
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Remaja di SMP N 2 Bantul
sumber: data primer,2017
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa karakteristik responden menurut jenis kelamin mayoritas adalah perempuan yaitu 40 orang (64,5%). Karakteristik responden berdasarkan usia remaja mayoritas adalah usia 14 tahun yaitu sebanyak 52 orang (83,9%) dan karakteristik responden
Karakteristik Responden Frekuensi (n) Presentase (%) Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki 40 22 64,5 35,5 Usia 13 Tahun 14 Tahun 15 Tahun 2 52 8 3,2 83,9 12,9 Jumlah Saudara 0 Saudara 1 Saudara 2 Saudara 3 Saudara 4 Saudara 4 22 19 11 6 6,5 35,5 30,6 17,7 9,7 Total 62 100
berdasarkan jumlah saudara sebagian besar memiliki 1 saudara yaitu sebanyak 22 orang (35,5%).
3. Perkembangan Sosial
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui frekuensi perkembangan sosial pada siswa di SMP N 2 Bantul adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi perkembangan sosial di SMP N 2 Bantul
Perkembangan Sosial Frekuensi (n) Presentase (%)
Baik Cukup Kurang 13 47 2 21,0 75,8 3,2 Total 62 100,0
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa perkembangan sosial siswa di SMP N 2 Bantul adalah mayoritas cukup sebesar 47 siswa (75,8%)
4. Perilaku Bullying
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui frekuensi perilaku bullying pada siswa SMP N 2 Bantul adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Bullying Siswa di SMP N 2 Bantul
Perilaku Bullying Frekuensi (n) Presentase (%)
Bullying Sangat Rendah Bullying Rendah Bullying Sedang 16 34 12 25,8 54,8 19,4 Total 62 100,0
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa siswa lebih banyak melakukan bullying dengan intensitas rendah sebanyak 34 orang (54,8%) dan perilaku bullying dengan intensitas sangat rendah sebanyak 16 orang (25,8%) sedangkan untuk sedang sebanyak 12 (19,4%).
5. Uji Tabulasi Silang Jenis Kelamin Dengan Perilaku Bullying Remaja di SMP N 2 Bantul
Hasil tabulasi silang antara jenis kelamin dengan perilaku bullying Remaja di SMP N 2 Bantul disajikan dalam bentuk tabel berikut:
53
Uji Tabulasi Silang Jenis Kelamin Dengan Perilaku Bullying Remaja di SMP N 2 Bantul Jenis Kelamin Perilaku Bullying Bullying Sangat Rendah Bullying Rendah Bullying Sedang Bullying Tinggi Bullying Sangat Tinggi Total N % N % n % n % n % n % Perempuan 12 19,4 20 32,3 8 12,9 0 0,0 0 0,0 40 64,5 Laki-laki 4 6,5 14 22,6 4 6,5 0 0,0 0 0,0 22 35,5 Total 16 25,8 34 54,8 12 19,4 0 0,0 0 0,0 62 100
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.4 mayoritas responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 64,5% dan memilik sebagian besar intensitas bullying rendah yaitu 32,3%
6. Uji Tabulasi Silang Usia Dengan Perilaku Bullying Remaja di SMP N 2 Bantul
Hasil tabulasi silang antara usia dengan perilaku bullying remaja di SMP N 2 Bantul dalam tabel berikut.
Tabel 4.5
Uji Tabulasi Silang Usia dengan Perilaku Bullying Remaja di SMP N 2 Bantul
Usia Perilaku Bullying
Bullying Sangat Rendah Bullying Rendah Bullying Sedang Bullying Tinggi Bullying Sangat Tinggi Total N % n % N % N % n % n % 13 Th 1 1,6 1 1,6 0 0 0 0,0 0 0,0 8 3,2 14 Th 13 21,0 31 50,0 8 12,9 0 0,0 0 0,0 51 83.9 15 Th 2 3,2 2 3,2 4 6,5 0 0,0 0 0,0 3 12,9 Total 16 25,8 34 54,8 12 19,4 0 0 0 0 62 100 Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa mayoritas responden berusia 14 tahun sebanyak 83,9% dan berada dalam bullying intensitas rendah sebanyak 50,0%.
7. Uji Tabulasi Silang Jumlah Saudara Dengan Perilaku Bullying Remaja di SMP N 2 Bantul
Hasil tabulasi silang antara jumlah saudara dengan perilaku bullying Remaja di SMP N Bantul dalam bentuk tabel berikut:
Tabel 4.6
Uji Tabulasi Silang Jumlah Saudara Dengan Perilaku Bullying Remaja di SMP N 2 Bantul Jumlah Saudara Perilaku Bullying Bullying Sangat Rendah Bullying Rendah Bullying Sedang Bullying Tinggi Bullying Sangat Tinggi Total N % n % N % N % n % n % 0 Saudara 1 1,6 2 3,2 1 1,6 0 0,0 0 0,0 4 6,5 1 Saudara 6 9,7 11 17,7 5 8,1 0 0,0 0 0,0 22 35,5 2 Saudara 5 8,1 11 17,7 3 4,8 0 0,0 0 0,0 19 30,6 3 Saudara 3 8,1 5 8,1 3 4,8 0 0,0 0 0,0 11 17,7 4 Saudara 1 1,6 5 8,1 0 0 0 0,0 0 0,0 6 9,7 Total 16 25,8 34 54,8 12 19,4 0 0,0 0 0,0 62 100 Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa jumlah saudara pada 1 saudara dan 2 saudara memilik perilaku bullying dengan intensitas bullying rendah yang sama besar, sebanyak 17,7%.
55
8. Hubungan Perkembangan Sosial Dengan Perilaku Bullying Remaja di SMP N 2 Bantul
Tabel 4.7
Uji Tabulasi Silang Hubungan Perkembangan sosial Dan Perilaku Bullying remaja di SMP N 2 Bantul Perkemaban gan sosial Bullying Sangat Rendah Bullying Rendah Bullying Sedang Bullying Tinggi Bullying Sangat Tinggi Total P-value r hitung N % N % N % N % N % N % Baik cukup kurang 8 8 0 12,9 12,9 0,0 4 30 0,0 6,5 48,4 0,0 1 9 2 1,6 14,5 3,2 0 0 0 0,0 0,0 0,0 0 0 0 0,0 0,0 0,0 16 47 3,2 21,0 75,8 3,2 0,001 0,413 Total 16 25,8 34 54,8 12 19,4 0 0,0 0 0,0 62 100,0
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat 12,9% responden dengan perkembangn sosial baik memiliki perilaku bullying sangat rendah, responden dengan perkembangan sosial cukup memilik perilaku bullying rendah sebanyak 48,4% dan responden dengan perkembangan sosial kurang memiliki perilaku bullying sedang sebanyak 3,2%.
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan Kendall’s Tau-b, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,001, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara perkembangan sosial dengan perilaku bullying remaja di SMP N 2 Bantul. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini untuk mengetahui corelation coefficient yaitu 0,413 sehingga keeratan hubungan sedang. Tanda positif pada koefisien korelasi menandakan bahwa hubungan searah.
B. Pembahasan 1. Karakteristik Responden di SMP N 2 Bantul
a. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMP N 2 Bantul Yogyakarta didapatkan hasil karakteristik jenis kelamin responden mayoritas adalah perempuan yaitu sebanyak (64,5%). Perilaku bullying antara perempuan dan laki-laki sangat berbeda. Perlakuan buliying fisik langsung lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Bentuk serangan tidak langsung lebih sering terjadi pada anak perempuan seperti bullying verbal maupun relasional. Hal ini dikarenaakan perempuan akan bersifat lebih simpati dibandingkan dengan laki-laki yang cenderung lebih agresif (Sejiwa, 2008).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rohman (2016) yang mengatakan bahwa anak laki-laki lebih banyak menerima perlakuan bullying karena mereka cenderung berperilaku lebih agresif secara fisik, sedangkan serangan secara verbal cenderung terjadi pada anak perempuan. Selain itu anak laki-laki lebih menunjukkan sikap penerimaan terhadap perilaku bullying serta lebih sering terlibat dalam tindakan bullying. Dalam penelitian Widiyanto (2016) mengatakan bahwa remaja perempuan yang tingkat bullying tinggi akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial yang berarti bisa dikatakan jika penerimaan perlakuan bullying tinggi maka perkembangan sosial akan cenderung negatif.
b. Usia
Usia Remaja dalam penelitian ini mayoritas berusia 14 tahun yaitu 83,9%. Usia 14 tahun merupakan masa remaja awal, remaja awal merupakan masa peralihan dimana remaja awal mulai meninggalkan perannya sebagai anak-anak dan mulai mengembangkan diri untuk menjadi individu unik dan tidak lagi tergantung pada orang tua (Konopka dalam Hendriati, 2006). Pada umumnya masa ini merupakan periode kematangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada anak laki-laki maupun
57
perempuan untuk mempersiapkan diri menjadi seseorang yang lebih dewasa (Wong, 2010). Menurut penelitian Rahmawati, (2014) usia dapat berpengaruh pada perkembangan sosial pada remaja, karena dalam perkembangan sosial kematangan kecerdasan emosi berpengaruh pada kecakapan komunikasi, kecakapan manajemen konflik, kecakapan kepemimpinan, keterampilan, perubahan, kecakapan membangun ikatan, kecakapan kolaborasi dan kooperasi, dan kecakapan dalam kemampuan tim. Penelitian lain terkait bullying yang dilakukan di sekolah tingkat menengah juga memiliki responden yang mayoritas berusia 14 tahun (Pratama, 2016; Fithria, 2016; Novianty, 2014). Akan tetapi Novianty (2014) menyebutkan dalam hasil penelitiannya bahwa tidak ada perbedaan antara usia 13 tahun, 14 tahun, dan 15 tahun dalam intensitas bullying.
c. Jumlah Saudara
Hasil penelitian yang di lakukan di SMP N 2 Bantul, menunjukkan jumlah saudara sebagian besar responden memiliki 1 saudara dan 2 saudara yaitu 35,5% dan 30,6% dan lebih dominan melakukan bullying dengan intensitas rendah yaitu 54.8%. Jumlah saudara memiliki hubungan dengan perilaku bullying. Remaja yang berasal dari keluarga yang besar akan memiliki pengalaman bullying di dalam keluarga dibandingkan remaja dengan jumlah saudara yang relatif kecil. Bullying yang terjadi antar saudara dalam jangka waktu yang lama akan dianggap biasa oleh seorang remaja. Jumlah saudara yang relatif kecil akan memberikan rasa keharmonisan dibandingkan dengan jumlah saudara besar karena mereka akan cenderung lebih menunjukkan kelebihannya satu sama lain sehingga perilaku bullying lebih banyak terjadi yang berpengaruh dalam pergaulannya sebagai pengalaman yang didapatkan dalam keluarga (Benitez, 2006).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nusantara (2008) yang menyatakan bahwa 59.2% responden mempunyai jumlah saudara 1 dan memiliki intensitas bullying yang rendah. Maka dapat ditarik kesimpulan semakin banyak saudara maka semakin tinggi tingkat bullying.
2. Perkembangan Sosial Remaja Di SMPN 2 Bantul Yogyakarta
Perkembangan sosial remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta, sebagian besar adalah responden adalah termasuk kategori cukup yaitu sebanyak 47 responden (75,8%). Sebagian besar remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta bergaul dengan akrab hal ini menyebakan perkembangan sosial nya dalam kategori cukup.
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Rhani (2010) menunjukan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perkembangan sosial yang cukup dan baik yaitu 66 responden (45%) berada dalam katogori cukup dan 70 responden (55%) berada dalam katagori baik
Kemampuan perkembangan sosial merupakan suatu proses seseorang sebagai individu dapat melakukan hubungan dengan individu lain sehingga terjadi hubungan timbal balik dan proses menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Seorang individu melakukan suatu bentuk perkembanagan sosial bertujuan untuk dapat melangsungkan kehidupannya sebagai seorang individu yang seutuhnya. Di dalam proses interaksi sosial harus terdapat ciri-ciri, aspek-aspek, dan syarat-syarat yang saling mendukung dan saling melengkapi sehingga perkembangan sosial tersebut dapat terjadi (Wiyani, 2012).
Siswa yang mempunyai perkembangan sosial yang kurang akan berdampak buruk terhadap dirinya disekolah. Siswa yang memiliki perkembangan sosial yang rendah akan kesulitan dalam bergaul dengan teman di kelasnya, siswa mengalami kesulitan dalam mendapatkan pertolongan dari teman-temannya, siswa yang kurang pintar tidak memiliki banyak teman dan terkesan dijauhi oleh teman-temannya, siswa yang pendiam hanya berteman dengan teman sebangku, siswa ditolak dan diacuhkan dalam kelompok tertentu pada kegiatan pembelajaran di kelas maupun saat istirahat yang mengakibatkan siswa tidak dapat berpendapat maupun berdiskusi dengan kelompoknya (Yusuf, 2012).
Perilaku antar siswa yang demikian menyebabkan hubungan antar siswa menjadi rendah sehingga sulit bersosialisasi dengan teman-temannya. Adanya
59
perbedaan diri pada setiap siswa antara siswa yang pintar dan kurang pintar serta siswa yang populer dengan siswa yang pendiam juga menjadi hal yang semakin membuat hubungan antar siswa menjadi kurang baik (Septrina, 2009). Siswa yang memiliki perkembangan sosial yang baik akan lebih cepat akrab dengan teman-temannya dikelas sedangkan dengan siswa yang kurang dalam perkembangan sosialnya akan merasa dikucilkan hal ini aka berdampak negatif terhadap siswa tersebut (Santrock, 2010).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden lebih banyak memiliki identitas kelompok sebanyak 63,0% dibandingan dengan identitas seksual 9,7% dan identitas keluarga 27,3%. Sebagian besar siswa lebih memilih untuk membentuk kelompok sendiri dan bergaul dengan teman yang lebih dekat ketimbang mau mengenal orang lain yang diluar dari kelompok. Sebanyak 63,0% siswa lebih senang dalam membuat kelompok kecil sehingga kebanyakan siswa lebih suka memilih-milih orang untuk berteman. Sedangkan untuk indentitas seksual 9,7%, sebanyak 17,9% wanita memilih bepergian memakai rok sedangkan 15,3% laki-laki memilih berolah raga seminggu sekali. Sedangkan untuk identitas keluarga 27,3%, sebanyak 17,3% menyatakan bahwa jika nilai saya buruk, saya akan berusaha lebih rajin sedangkan 16,2% memilih ektrakulikuler yang lebih di senang.
3. Tingkat Perilaku Bullying Yang Dilakukan Oleh Remaja Di SMPN 2 Bantul Yogyakarta
Tingkat perilaku bullying yang dilakukan oleh remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta, sebagian besar adalah termasuk kategori rendah yaitu sebanyak 34 responden (54,8%). Berdasarkan observasi wawancara dengan guru Bimbingan Konseling (BK) dikatakan bahwa remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta semuanya mendapat pendidikan yang cukup dalam perilaku dan agama sehingga kebanyakan siswa perilaku bullying nya rendah dibanding remaja yang tidak mendapatkan pendidikan secara moral dan pendidikan keagamaan.
Bullying adalah sebuah situasi di mana terjadinya penyalah gunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok. Bentuk yang
paling umum terjadi pada kasus bullying di sekolah adalah pelecehan verbal, yang bisa datang dalam bentuk ejekan, menggoda atau meledek seseorang. Kasus bullying yang awalnya hanya secara verbal dapat pula menyebabkan munculnya perlakuan yang lebih berbahaya, seperti pelecehan secara fisik. Penelitian yang dilakukan Fitria (2015) menunjukkan hasil bullying tinggi sebanyak 58,5% dan bullying rendah sebanyak 41,5%. Penelitian Pratama (2016) menunjukan bahwa perilaku bullying dengan intensitas rendah adalah sebanyak 23 orang (32,3%).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden lebih banyak memiliki perilaku bullying verbal sebanyak 56,1% dibandingan dengan perilaku bullying fisik 15,7% dan perilaku bullying relasional 29,2%. Mereka cenderung suka mengejek, menertawakan teman dan mencacimaki teman. Mereka mengatakan tidak setuju jika tidak pernah memberikan nama ejekan kepada teman-temannya. Sebanyak 56,1% dari mereka pernah memberikan nama ejekan kepada teman-temannya, 43,9% juga mengatakan bahwa setuju jika mereka senang menertawakan kebodohan orang yang mereka anggap aneh. Sedangkan untuk perilaku bullying fisik sebanyak 15,7% menyatakan bahwa mereka tidak tega jika memukul orang lain walaupun mereka diejek lebih lanjut responden juga mengatakan tidak akan menggunakan kekerasan pada temannya walaupun mereka sedang bertengkar. Sedangkan pada perilaku bullying relasional sebanyak 29,2% tidak setuju jika mereka mencibir perkataan teman yang mereka tidak sukai dan sebanyak 43,5% menyatakan bahwa mereka setuju jika mereka tidak pernah meneror teman dengan alasan apapun.
4. Hubungan Perkembangan Sosial Dengan Perilaku Bullying Remaja Di SMP N 2 Bantul Yogyakarta
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMPN 2 Bantul Yogyakarta, diketahui bahwa ada hubungan perkembangan sosial dengan perilaku bullying remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta, dengan nilai significancy pada hasil menunjukan (p = 0,001 < 0,05).
61
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perkembangan sosial yang baik menghasilkan perilaku bullying yang sangat rendah, akan tetapi terdapat 1,6% responden dengan perkembangan sosial baik memilik perilaku bullying sedang, selain itu 14,5% dengan perkembangan sosial yang cukup yang memiliki perilaku bullying sedang. Hal ini dipengaruhi oleh faktor lain seperti faktor lingkungan sekolah maupun lingkungan disekitarnya. Faktor lingkungan meliputi karakteristik anak yang berbeda dengan yang lain sehingga mengakibatkan adanya perbedaan, perbedaan kognitif siswa antara siswa yang pintar dan yang kurang pintar, dan kelompok teman sebaya yang membuat anak satu dengan yang lain kurang dapat membaur. Siswa tidak dapat bergaul dengan baik kepada lingkungan disekitarnya, hal tersebut terjadi karena kemampuan perkembangan sosial siswa yang masih rendah (Sudjarwo, 2015). Menurut Dahlan (2015) keluarga juga sangat berpengaruh pada perkembangan sosial pada remaja lingkungan pertama yang sangat mempengaruhi perkembangan sosial proses pendidikan, pola pergaulan ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Karina (2013) menyatakan bahwa, perkembangan sosial anak sangat erat dengan perilaku bullying, semakin kurang baik perkembangan sosial anak maka akan sering melakukan perilaku bullying. Siswa yang memiliki perkembangan sosial yang baik akan lebih cepat akrab dengan teman-temannya dikelas sedangkan dengan siswa yang kurang dalam perkembangan sosialnya akan merasa dikucilkan hal ini aka berdampak negatif terhadap siswa tersebut (Santrock, 2010).
Siswa yang mempunyai perkembangan sosial yang kurang akan berdampak buruk terhadap dirinya disekolah. Siswa yang memiliki perkembangan sosial yang rendah akan kesulitan dalam bergaul dengan teman di kelasnya, siswa mengalami kesulitan dalam mendapatkan pertolongan dari teman-temannya, siswa yang kurang pintar tidak memiliki banyak teman dan terkesan dijauhi oleh teman-temannya, siswa yang pendiam hanya berteman dengan teman sebangku, siswa ditolak dan diacuhkan dalam kelompok tertentu pada kegiatan pembelajaran di kelas maupun saat istirahat yang mengakibatkan
siswa tidak dapat berpendapat maupun berdiskusi dengan kelompoknya (Yusuf, 2012).
C. Keterbatasan penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah.
1. Penelitian ini belum mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti pengalaman mengalami bullying
2. Siswa kelas IX di SMPN 2 bantul mayoritas berjenis kelamin perempuan sebanyak 109 siswi dan laki-laki sebanyak 57 siswa sehingga mayoritas responden dalam penelitian ini yaitu perempuan
63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perkembangan sosial remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta, sebagian besar adalah responden adalah termasuk kategori cukup yaitu sebanyak 47 responden (75,8%).
2. Tingkat perilaku bullying yang dilakukan oleh remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta, sebagian besar adalah termasuk kategori rendah yaitu sebanyak 34 responden (54,8%).
3. Ada hubungan perkembangan sosial dengan perilaku bullying remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta, dengan nilai significancy pada hasil menunjukan (p = 0,001 < 0,05).
4. Hubungan keeratan hubungan perkembangan sosial dengan perilaku bullying remaja di SMPN 2 Bantul Yogyakarta adalah sedang, didapatkan nilai Correlation Coefficient 0,413 dan arah penelitian menujukan arah positif
B. Saran
1. Bagi Pendidik Dan Pengajar Di SMPN 2 Bantul Yogyakarta
Dengan adanya penelitian ini dapat jadi masukan bagi pihak sekolah dan para pengajar tentang angka perilaku kekerasan yang terjadi. Diharapkan pihak sekolah menciptakan metode belajar untuk mengembangkan potensi siswa. Pihak sekolah juga memantau dan mengontrol setiap perilaku siswa-siswinya.
2. Bagi Siswa Di SMPN 2 Bantul Yogyakarta
Penelitian ini memberikan informasi kepada para siswa SMPN 2 Bantul Yogyakarta mengenai perilaku bullying dan dampaknya sehingga siswa dapat menghindari perilaku bullying dan mengendalikan diri dengan baik. Dan diharapkan siswa dapat berperilaku yang positif baik dilingkungan masyarakat maupun dilingkungan sekolah Dan diharapkan siswa dapat
berperilaku yang positif baik dilingkungan masyarakat maupun dilingkungan sekolah
3. Bagi Orang tua
Memberikan informasi tentang perilaku kekerasan yang dilakukan anak/siswa dan perkembangan sosialnya. Sehingga orang tua dapat memberikan perhatian yang tepat dan intensif pada remaja terkait bullying dan tindakan yang sesuai untuk membantu anak mencapai perkembangan sosial yang sesuai. Dan senantisa memantau kegiatan anak/siswa dirumah maupun kegiatan diluar rumah.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk menambah referensi penelitian selanjutnya berkaitan dengan perilaku bullying dan perkembangan sosial pada remaja. Diharapkan peneliti lain meneliti faktor lain yang mempengaruhi perkembangan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, H. (2006). Psikologi Perkembangan (Pendekatan Ekologi Kaitanya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Pada Remaja). Bandung: Refika Aditama
Anisa Riska rahmawati. 2014. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dan Perilaku Bullying pada Siswa-siswi Kelas XI. Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Ardiyansyah, A.A. & Gusniarti, U. (2009). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bullying pada Remaja. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Budaya Universitas Islam Indonesi.
Argiati, H. B. (2010). Studi kasus Perilaku Bullying Pada Siswa SMA di Kota Yogyakrta.Jurnal penelitian BAPPEDA Kota Yogyakarta, 54-62.
Azwar, S (2009). Realibilitas dan validitas. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Borba, M. (2010). The Big Book of Parenting Solution. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Cetin, B., Yaman, E., & Peker, A. (2011). Cybervictim and Bullying Scale: A Study of Validity and Reliability. Jurnal Computers and Education, 2261-2271.
Coloroso. (2007). Stop Bullying: Memutus Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah Hingga SMU. Jakarta: Ikrar Mandiriabadi
Dahlan, M, S. (2011). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 5, Jakarta: Selemba Medika.
Deswita. (2006) . Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Detik. (2017), „Pembunuhan di SMA Taruna Nusantara dan Riwayat Dendam
Kesumat,‟ Diperoleh dari www.detik.com/kolom/d-3465492/pembunuhan-di-sma-taruna-nusantara-dan-riwayat-dendam-kesumat
Dharma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media
Fithria, & Rahmi, A. (2016), Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Bullying, Idea Nursing Journal, Vol. VII, No. 3.
Gusti. (2015). Universitas Gadjah Mada. Retrieved Oktober 14, 2016, from Universitas Gadjah Mada website: http://ugm.ac.id/id/berita/9785-% E2%80%9Cbullying%E2%80%9D.ganggu.proses.tumbuh.kembang.remaja Heath, M. A., & Sheen, D. (2005) . School based crisis intervantion : preparing all
Hendriati, A. (2006), Psikologi Perkembangan; Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian diri pada Remaja, Refika Aditama, Bandung.
Hurlock., (1980) . Development Psykology. Mc Graw Hills Kogakusha, LTD Tokyo
Ikalor, A. (2013). Pertumbuhan dan perkembangan . Jurrnal Pertumbuhan dan Perkembangan , 1-6.
Irianto, K. (2015). Kesehatan reproduksi. Alfabeta. Bandung.
Junanto. H.(2016). Harian Jogja. diakses pada 5 Juni 2017, dari Harian JogjaWebsite:http://wwwhttp://harianjogja.com/read/2016/12/14/09443360/ .Bullying.Masih.Jadi.Momok
Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (2014). Bullying. Jakarta: Gasindo.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., Snyder, S. J. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan (Konsep, Proses dan Praktik). Edisi 7. Volume 2. Jakarta: EGC.
Leonardi, T., & Emilia. (2013). Hubungan antara kompetensi sosial dengan perilaku cyberbulyingyang dilakukan oleh remaja usia 15-17 tahun. jurnal psikoogi kepribadian dan sosial , 79-89.
Marliani. R.(2016).Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Pustaka Setia
Monks, Knoees, Rahayu, Haditono, 2001. Psikologi perkembangan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Nathania, L. & Goodwin, R. (2012). Pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap kecemasan dalam menghadapi ujian nasional pada siswa kelas XII SMA X DI JAKARTA BARAT. Jakarta: Universitas BINUS.
Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta. Rineka Cipta.
Novianty, L & Putra, D. (2014), Hubungan Antara Konformitas Terhadap Teman Sebaya Dengan Perilaku Bullying Pada Siswa SMPN 22 Tangerang. Jurnal NOETIC Psychology. Volume. 4, No. 1, Januari-Juni 2014.
Nursalam. (2011). Pendekatan Praktis Metodologi Penelitian Riset Keperawatan Cetakan 1. Jakarta : Penerbit CV Sagung Seto.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Volume 1. Jakarta: EGC.
Pratama, Y.(2016). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Bullying Remaja di SMP N 4 Gamping Sleman.Tidak diterbitkan : Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
Pratiwi, R. P. (2016). Hubungan Perilaku Bullying dengan Kemampuan Interaksi Sosial Siswa kelas III SDN Minomartani 6 Sleman. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 141-151.
Priyatna, A. (2010). Let's End Bullying Memahami, Mencegah & Mengatasi Bullying. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Qodar, N. (2015). liputan6. Retrieved oktober 14, 2016, from Liputan6 website: http://m.liputan6.com/news/read/2191106/survei-icrw-84-anak-indonesia-alami-kekerasan-di-sekolah
Rahni, S. (2010). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dan Peran Kelompok Siswa Terhadap Perkembangan Sosial Remaja di SLTP Negeri 1 Gamping Yogyakarta. Tidak diterbitkan : FakultasKedokteran UGM Yogyakarta Rohman, M.Z. (2016), Hubungan Antara Usia, Tingkatan Kelas, dan Jenis
Kelamin Dengan Kecenderungan Me,jadi Korban Bullying, Poltekes Kepmenkes Malang.
Saifullah. (2016). Hubunngan antara konsep diri dengan Bullying pada siswa siswi SMP(SMP Negeri 16 Samarinda) . ejournal psikologi , 200-214. Sanders, Cherryl E. (2003). Bullying Implication For The Classroom. California:
Elsevier Academic Press.
Santrock. (2007). Masa Perkembangan Anak. Edisi 11 Jilid 2. Jakarta: Salemba Humanika.
Sarwono, S.W. (2016). Psikologi Remaja Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers. Sejiwa. (2008). Bullying: Mengatasi Kekerasan Di Sekolah dan Di Lingkungan
Sekitar Anak. Jakarta: PT Grasindo.
Septrina, M. A., Liow, C. J., Sulistiyawati, F.N., & Andriani, I. (2009). Hubunga tindakan bullying di sekolah dengan self-esteem siswa. Jurnal Psikologi Depok: Universitas Gunadarma, 3: 98- 102.
Setyawan, D. (2014). Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Retrieved
OKTOBER 13, 2016, from KPAI web site:
http://www.kpai.go.id/berita/kpai-kasus-bullying-dan-pendidikan-karakter/ Shahizan., Hasan., Tsai Chen Chien., dan Saw Hooi Chin. (2006). Intrapersonal
dan Interpersonal untuk Remaja. Kuala Lumpur, PTS proesional Publishing Sdn. Bhd.
Steve Wharton. (2009). How to Stop that Bully Menghentikan Si Tukang Teror. Yogyakarta: Kanisius.
Sudjarwo. (2015). Proses Sosial dan Interaksi Sosial Dalam Pendidikan. Bandung: CV Mandar Maju.
Unicef Stories. (2016). Unicef stories . diakses pada 14 Oktober2016dari Unicef Stoies Web site: http://www.unicefstories.org/2016/08/12/bullying-a-pervasive-problem-for-majority-of-young-people-un/
Veenstra, R., Lindenberg, S.,Oldehinkei, A.J., De Warner, A.F., Verhulst, F.C., dan Ormel, J. (2005). Bullying and victimination in elemntary school: A comparison of bullies, victims, bully/victims, and uninvolved predolescent. Developmental Psychology.
Wang, J., Iannotti, R.J. dan Nansel, T.R. (2009). School Bullying Adolescent In The United States: Physical, Verbal, Relational, and Cyber. Journal Of Adolescent Health.
Wardhana, K. (2015). Buku Panduan Melawan Bullying. Jakarta: Sudah Dong. Wardiayanto, (2012). Pengaruh Bullying Terhadap Keterampilan Sosial Pada
Siswa Kelas V Sd Se-Gugus 2 Kecamatan Sentolo Kulon Progo, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universtas PGRI Yogyakarta
Wawan, A. & Dewi, M. (2010). Teori Pengukuran pengetahuan sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.
Wedhaswary, I. D. (2011). Kompas. diakses pada 13 Oktober2016,dari Kompas Website:http://wwwhttp://edukasi.kompas.com/read/2011/12/23/09443360/. Bullying.Masih.Jadi.Momok
Weston, France. (2010). Working with children who have bullied. British Journal of School Nursing, 5 (4) : 172 -177
Wharton, S. (2005). How to stop that bully: Menghentikan si tukang terror (Ratri Sunar Astuti & Malik, penerjemah). Yogyakarta: Kanisius.
Widyastuty, Y.(2009).Kesehatan reproduksi.Jakarta: Fitramaya
Willis, Sofyan. S. (2010). Remaja dan Masalahnya : Mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja Narkoba, Free Sex dan Pemecahannya. Bandung : Alfabeta
Wiyani, N.A. (2012). Save Our Chilldren From School Bullying. Yogyakarta: Ar-Rus Media.
Wong, D.L. (2010). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Volume 1. Jakarta: EGC.
Yusuf, H. & Fahrudin, A. (2012). Perilaku bullying: asesmen multidimensi dan intervensi sosial. Jurnal Psikologi Undip, 11(2); 1-10.
Nama siswa :
Usia :
Jenis kelamin :
Tinggal dengan orang tua :
Berikut ini disajikan beberapa pernyataan. Pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar dengan memberikan tanda sialng (X) pada jawaban yang paling benar.
Keterangan jawaban: TS : tidak sesuai S : sesuai
SS : sangat sesuai STS : sangat tidak sesuai Keterangan:
* : untuk remaja laki-laki **: untuk remaja perempuan
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1. Saya aktif mengikuti olahraga*
2. Saya berolahraga minimal seminggu sekali* 3. Jika ada yang berbuat jahat pada teman saya, saya
akan melawannya secara jantan*
4. Saya lebih suka berpergian memakai rok** 5. Saya berdandan dulu seperti teman-teman
perempuan saya sebelum berpergian**
6. Saya tidak pernah berdandan atau pergi ke salon** 7. Saya banyak memiliki sahabat dekat 2 orang atau
lebih
8. Teman-teman saya banyak yang berasal dari luar sekolah
9. Saya membuat suatu kelompok kecil dengan teman-teman saya sesama perempuan atau laki-laki
10. Teman-teman saya sering meminta saya mengajari mereka tentang mata pelajaran yang tidak mereka mengerti
11. Saya orang yang sulit menjalin hubungan atau bergaul dengan siapa saja
12. Saya memakai pakaian yang sama seperti teman-teman saya
13. Saya lebih sering berdiskusi mengenai suatu masalah dengan tema-teman saya
14. Saya mengikuti kegiatan ekstrakulikuler 15. Saya tidak suka mengikuti acara-acara yang
diadakan sekolah seperti ikut lomba atau kemah 16. Saya mengetahui sikap baik buruknya sikap
teman-teman saya
17. Saya tidak peduli jika ada teman saya yang sedang mengalami kesulitan
18. Saya sering mendengarkan curhat teman-teman saya
19. Saya selalu menghibur teman-teman saya, jika sedang sedih
20. Saya selalu berdebat dengan teman-teman saya, jika mereka tidak setuju dengan pendapat saya
21. Saya akan mendengarkan terlebih dahulu pendapat teman saya jika sedang berdiskusi
22. Saya memiliki cita-cita atau tujuan hidup 23. Saya akan berusaha mencapai cita-cita saya
24. Saya tidak suka jika orang tua saya menyuruh saya belajar
25. Saya mengikuti karang taruna di desa saya
26. Saya tidak aktif mengikuti kerjan bakti di desa saya 27. Saya tidak malu untuk meminta maaf jika saya
melakukan kesalahan
28. Saya mendaftarkan diri sendiri tanpa didampingi orang tua, ketika saya masuk SMP
29. Saya memilih sendiri kegiatan ekstrakulikuler yang saya senangi
30. Saya mengikuti kursus karena keinginan saya sendiri
31. Jika nilai saya buruk, saya akan berusaha untuk rajin belajar