• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERJUMPAAN AGAMA-AGAMA DI BUMI INDONESIA MENUJU SUATU KEHARMONISAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERJUMPAAN AGAMA-AGAMA DI BUMI INDONESIA MENUJU SUATU KEHARMONISAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN: 2089-029X

34

PERJUMPAAN AGAMA-AGAMA DI BUMI INDONESIA MENUJU SUATU

KEHARMONISAN

Edwin Brema Sijabat Sekolah Tinggi Teologi Cipanas E-mail: vandesar_88@yahoo.co.id

Abstract

The Republic of Indonesia is blessed with a variety of religions. However, it is very unfortunate that every religion claims that his/her belief to be the truth and others are wrong or heretical. This has the potential for fragmentation in the life of the nation. A meeting point is needed in order to encounter and walk on the path of harmony.

Keywords: religions, claims, harmony Abstrak

Negara Republik Indonesia dianugerahi beragam agama. Namun, sangat dipenulisngkan, setiap agama-agama mengklaim bahwa agama-agama yang diyakini adalah yang paling benar dan yang lain adalah salah atau pun sesat. Hal ini berpotensi menimbulkan keretakan di dalam kehidupan berbangsa. Perlu titik temu agar terjadi perjumpaan di dalam menuju suatu keharmonisan.

Kata kunci: agama, mengklaim, keharmonisan Pada pendahuluan ini, penulis ingin mengungkapkan rasa syukur dimana Negara Republik Indonesia diciptakan Tuhan dengan keragaman, salah satunya beragam di dalam agama. Negara Republik Indonesia memiliki enam (6) agama yang beragam. Di antaranya adalah Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Setiap agama memiliki ciri khas masing-masing. Namun, tidak dapat dipungkiri dibalik itu, setiap agama mengklaim bahwa agamanya masing-masing adalah yang paling benar sehingga tidak dapat dihindarkan, sering sekali terjadi konflik di Indonesia diakibatkan setiap agama menonjolkan sikap fanatisme atas ajaran mereka masing-masing. Bahkan, terkadang sikap fanatisme yang berlebihan itu menimbulkan pertumpahan darah di Indonesia.

Pada kesempatan ini, penulis akan meneliti mengenai doktrin-doktrin dalam agama-agama yang ada di bumi Indonesia ini. Penulis akan membatasi pembahasan ini dengan mengangkat doktrin-doktrin menurut Islam, Kristen Protestan, Hindu, dan Buddha. Dari penilitian ini penulis akan mencoba menemukan titik temu agar tindakan permusuhan itu tidak terjadi di bumi Indonesia yang berbudaya dan santun.

Hasil dan Pembahasan

Di dalam pembahasan ini, penulis akan mencoba memperlihatkan ajaran-ajaran mengenai pemahaman tiap-tiap agama mengenai keselamatan. Tujuannya adalah agar setiap keragaman dari ajaran agama-agama yang berbeda tersebut dapat dikenali. Dari pengenalan ini, penulis mempunyai harapan agar setiap pembaca tidak lagi menaruh curiga terhadap agama-agama yang ada di Indonesia ini. Dimana ada pepatah berkata “tak kenal maka tak sayang.”. Semoga setelah membaca ajaran-ajaran tiap agama yang beragam, tumbuh rasa sayang atau mengasihi satu sama lain.

Keselamatan Menurut Kristen

Pembahasan yang mewakili konsep keselamatan menurut Kristen akan mengangkat konsep keselamatan menurut pandangan John Wesley. Hal ini penulis lakukan karena penulis bergereja dan melayani di Gereja Methodist yang menganut paham John Wesley. Sebelum membahas mengenai pandangan John Wesley mengenai konsep keselamatan, ada baiknya penulis menguraikan sejarah singkat mengenai kehidupan John Wesley.

John Wesley lahir di tanggal 17 Juni 1703. Beliau anak laki-laki kedua dari lima belas putra dari pasangan Samuel dan Susana Wesley. Awal hidupnya di Epworth sebagian besar dibentuk oleh contoh kehidupan kedua orang tuanya. Ketika berumur enam tahun, ia diselamatkan dari rumah yang terbakar dengan cara yang luar biasa. Melalui kejadian ini, ibu John Wesley meyakini bahwa tangan Tuhan yang menolong John Wesley dengan cara khusus. Maka, Susana Wesley merasa bertanggung jawab berat dalam mendidik putranya. Ini mengakibatkan didikan dari Susana Wesley sangat berpengaruh di dalam kehidupan kerohanian John Wesley. Pada tahun 1726, Wesley menjadi Sarjana Muda Sastra di Christ Church College di Oxford. Di Oxford inilah permulaan pembentukan kerohanian Wesley. Di tahun 1725, setelah membaca karangan Jeremy Taylor, yaitu Hidup Suci, dan Thomas A Kempis, Menyerupai Kristus, ia memutuskan untuk menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Tiga belas tahun kemudian, pada 24 Mei 1738 di jalan Aldersgate, Wesley menemukan peneguhan dan kepastian akan keselamatan. Ketika menghadiri persekutuan, John Wesley mendengar

(2)

35 pembacaan pendahuluan tafsiran Surat Roma tulisan Martin Luther.

Dosa (Original Sin)

Bagi John Wesley, dosa ialah setiap pelanggaran yang fakultatif atas hukum kasih, dimana manusia yang berdosa merusak hubungan antara Allah dan manusia. Melalui defenisi ini, John Wesley menegaskan bahwa dosa itu merupakan pilihan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Akibat dari pilihan manusia yang memilih dosa, manusia tersebut menuai akibatnya, John Wesley menyebutnya sebagai penyakit. Bagi Wesley, penyakit ini sudah menyebar ke seluruh tubuh manusia, bahkan infeksi ini tidak meninggalkan bagian sedikit pun. Hal ini menggambarkan bahwa dosa masuk lebih dalam dari manapun tindakan yang manusia lakukan (Steve Harper, 1983: 12).

Hal yang terjadi ketika manusia jatuh ke dalam dosa, yang mengalami kerusakan total (hilang), adalah moral image yang meliputi kekudusan, kebenaran dan kasih. Akibat dosa, manusia tidak sanggup lagi hidup dalam kekudusan, kebenaran, dan kasih. Tetapi natural image (meliputi kehendak dan pengertian ratio) dan political image (memelihara, memimpin dan menguasai) mengalami pencemaran dan kontaminasi (bukan hilang). Sebab, sekalipun manusia jatuh ke dalam dosa, dia tetap mampu berpikir, berkehendak, dan berkemauan. Manusia tersebut juga mampu memimpin, menguasai dan memerintah. Tetapi, semua kemampuan itu sudah tercemar oleh dosa (Richard Daulay, 2004 : 142).

Melalui pemahaman Wesley, penulis melihat bahwa moral image itu hilang atau mengalami kerusakan total. Akan tetapi, natural image dan political image tidak hilang, melainkan mengalami pencemaran. Pemahaman Wesley ini menarik, dimana ia menilai bahwa manusia yang berdosa tersebut masih memiliki natural image dan political image. Ini menunjukkan bahwa manusia yang berdosa masih bisa berpikir, berkehendak bahkan dapat berkuasa, memimpin. Tentunya apa yang dipikirkan dan dikehendaki manusia berdosa itu sudah tercemar oleh dosa. Begitu juga ketika manusia berkuasa dan memimpin, tindakannya itu mengarah kepada kehendaknya sendiri bukan lagi kehendak Tuhan. Itu semua akibat political image sudah tercemar. Hal ini senada dengan apa yang dituliskan Dr Eben Nuban Timo di dalam bukunya bahwa dosa terjadi karena manusia tidak ingin ada batas bagi dirinya. Manusia ingin bertindak melampaui kepala (beresyit). Manusia bertindak melampaui kepala segala sesuatu. Akibatnya, ciptaan tidak memiliki kepala atau kekepalaan Allah atas ciptaan direbut oleh manusia. Manusia tidak ingin bertindak dalam batas-batas yang ditetapkan baginya. Ia melangkahi batas-batas itu, bahkan merebut tempat Allah yang adalah kepala bagi seluruh ciptaan. Dosa itu berarti manusia meninggalkan Allah dan selanjutnya berusaha dengan

segala daya dan bakatnya sendiri untuk mengusahakan apa yang sebenarnya harus diterima dari Allah, manusia ingin mencari nama (kej. 11:4) (Eben Timo, 2016: 300). Jadi, dari pemahaman John Wesley mengenai dosa, penulis menyimpulkan bahwa dosa merupakan tindakan yang dipilih oleh manusia untuk ia lakukan, manusia mencelakakan hidupnya sendiri, manusia memilih ia memperoleh maut (Roma 6:23a), manusia memilih untuk ia kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23).

Selain pemahaman di atas, bagi Wesley ada dua jenis dosa, yaitu dosa warisan dan dosa perbuatan. Dosa warisan adalah status manusia di hadapan Allah, dan hal ini berlaku terhadap semua manusia (Roma 3:23). Tidak ada yang dapat menundukkannya dengan kekuatannya sendiri, kecuali dengan menerima karya Kristus. Dosa perbuatan adalah tindakan melanggar hukum Allah secara sengaja. Tindakan ini tercela yang memisahkan manusia dari Allah, konsep dosa perbuatan berkaitan dengan menuju kepada kesempurnaan, dimana manusia terus berproses untuk menang terhadap dosa perbuatannya (Steve Harper, 1983: 12).

Anugerah Pendahuluan

Manusia yang memilih melakukan dosa berakibat fatal, manusia terpisah dengan Allah. Namun karena begitu besar kasih Allah, Allah menghampiri manusia dengan anugerah-Nya. Karya keselamatan dimulai dengan anugerah pendahuluan Allah. Kata pendahuluan (previnient) secara sederhana berarti “ datang sebelum” (to come before). Melalui hal ini kita dapat melihat bahwa Allah mengambil inisiatif di dalam membebaskan manusia berdosa dari dosa warisan, Allah tidak mau membiarkan manusia yang dikasihiNya dikuasai dengan tarikan dari dosa warisan. Inilah keistimewaan dari anugerah pendahuluan, bahwa Allah lebih dahulu mencari kita daripada kita mencari Dia.

John Wesley berpandangan bahwa di dalam anugerah pendahuluan ini, Allah memberikannya kepada semua orang dan berada di dalam semua orang (free for all and free in all). Anugerah ini diberikan agar manusia berdosa dapat menerima seluruh ekspresi dari anugerah Allah tetapi jikalau manusia itu menolak anugerah pendahuluan ini maka manusia tersebut tidak akan dapat menerimanya karena ketika manusia itu menolak maka manusia itu juga memadamkan Roh Kudus dan ketika Wesley merumuskan kredo ini bahwa anugerah pendahuluan ini sebagai jalan masuk agar manusia menuju kepada pertobatan. Melalui anugerah pendahuluan ini John Wesley menggabungkan secara khusus dua pokok utama dari inisiatif Allah dan tanggapan manusia. Pembenaran Oleh Iman

Ketika menyinggung tentang keselamatan, John Wesley menggambarkan suatu pengalaman yang mempunyai dua sisi, yaitu sisi ilahi dan sisi manusia.

(3)

36 Dari sisi ilahi, keselamatan adalah hanya oleh anugerah (Efesus 2:8). Hanyalah oleh tindakan ilahi seseorang itu diselamatkan, melalui Kristus, keadilan telah dilakukan dan anugerah telah diberikan (Steve Harper, 1983: 34). Dalam sisi ini John Wesley memperlihatkan suatu tindakan Allah di dalam melakukan penyelamatan manusia dari dosa. Dari sisi manusia, keselamatan adalah dengan iman, Wesley mengutip tulisan Paulus yang menegaskan “oleh anugerah kamu diselamatkan oleh melalui iman”. Iman adalah respon dari sisi manusia yang merespon akan anugerah ilahi, yaitu reaksi manusia terhadap tindakan Tuhan. Wesley menyebut bahwa iman itu bukanlah berasal dari manusia melainkan merupakan karunia Allah, yang diberikan melalui anugerah pendahuluan (prevenient grace) (Steve Harper, 1983: 12). Dan Anugerah pendahuluan memungkinkan manusia untuk membuat suatu tanggapan iman.

Bagi John Wesley, tanggapan iman ditandai oleh dua gerakan yaitu bertobat dan percaya, yang terjadi secara bersamaan. Hal inilah yang menciptakan “iman keselamatan”. Hal ini tidak terlepas dari ayat Alkitab Matius 3:2, 4:17, dimana Wesley melihat bahwa Yohanes Pembabtis maupun Yesus, memulai pelayanannya dengan panggilan pertobatan kepada manusia, begitu juga dengan Paulus, ketika ia mempertahankan pelayanannya di depan raja Agripa, ia menyatakan hal ini bahwa manusia harus “bertobat dan berpaling kepada Tuhan” (Kis. 26:20). Ketika John Wesley menyatakan arti dari anugerah keselamatan, ia memfokuskan dengan istilah yang sama yaitu “bertobat” dan “percaya”. Pertobatan melahirkan kesadaran, kepercayaan mengembangkan kepastian, hal ini memperlihatkan kepercayaan akan sifat dasar Tuhn, yaitu kasih, maka manusia juga percaya bahwa Tuhan lebih menginginkan menyembuhkan manusia daripada menyakiti manusia, menerima manusia bukan membuang manusia (Steve Harper, 1983: 41).

Dalam hal ini John Wesley menyatakan bahwa manusia berdosa dibenarkan di hadapan Allah hanya karena jasa Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus, yakni demi iman, jadi bukan perbuatan atau kelayakan manusia. Pembenaran Iman ialah pengampunan dosa. Allah membenarkan melalui karya pendamaian-Nya oleh darah Anak-Nya. Dalam hal ini Allah menunjukkan keadilan-Nya dengan penghapusan dosa yang sudah lalu (Roma 3:25). Kepada orang yang dibenarkan kesalahan-Nya tidak diperhitungkan lagi. Dia tidak akan dihukum kerena dosa-dosanya yang lalu, semuanya ditutupi, dihapuskan, tidak akan diingat dan disebut lagi (Richard Daulay, 2004: 19). Kesempurnaan Kristen (Christian Perfection)

Istilah-istilah yang sinonim dengan kesempurnaan Kristen ini ialah kesucian hidup atau pengudusan hidup (Sanctification) . Hal ini sebagai follow up dari anugerah pembenaran oleh iman, maka terjadilah dalam hidup manusia proses pengudusan hidup hingga

menuju pada kesempurnaan (Richard Daulay, 2004: 22). Dalam hal ini sempurna bukan berarti; manusia tersebut tidak pernah salah ataupun tidak terhindar dari permasalahan hidup ini, tetapi suatu kebulatan tekat kuasa untuk menang terhadap dosa, sehingga manusia itu mempunyai motivasi untuk terus berjuang menjadi dewasa secara rohani.

Dari kerangka teologi Wesley kita dapat melihat ada beberapa kerangka secara garis besar, yaitu; Pertama, Allah menjumpai manusia di dalam memberikan Anugerah pendahuluannya (Privenient Grace) kepada manusia dan dalam hal ini manusia memiliki kehendak bebas (free will) di dalam meresponinya, jikalau manusia tersebut merespon maka tahap selajutnya manusia itu akan di tuntun oleh kuasa Roh Kudus untuk dibenarkan oleh Iman di dalam Yesus Kristus, maka langkah selanjutnya sebagai follow up manusia menuju kepada kesempurnaan (Christian perfection) yaitu hidup dalam kekudusan yang bertarung dari hari ke hari untuk berjuang menjadi dewasa rohani.

Keselamatan Menurut Islam

Menurut pandangan sahabat kita Muslim yaitu M. Kholid Syeirazi yang dari NU, ia berpendapat bahwa manusia memperoleh keselamatan di dasarkan atas 2 syarat yaitu: Iman dan amal saleh (M. Kholid, 2017). Murata dan Chittick berpendapat bahwa terdapat empat dimensi ajaran Islam, yaitu: (1) islam (submission), yang berkenaan dengan perbuatan; (2) iman (faith), yang berkenaan dengan pemikiran dan pemahaman; (3) ihsan (doing what is beautiful), yang berkenaan dengan maksud hati atau niat (intentions); dan (4) sa'ah, berkenaan dengan waktu dan sejarah (time and history) (Nyong Eka, 2011: 52). Maka dari pemahaman ini dapat dilihat bahwa agama Islam tidak hanya terbatas pada aspek keyakinan batin, tetapi juga meliputi perbuatan yang harus diaktulisasikan di dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika penulis membaca Miftahul Asror Malik dari buku yang berjudul agar mati masuk surga, Miftahul menjelaskan di dalam bukunya mengenai shirath, apa itu shirath? Shirath adalah “jalan yang terang” adalah jembatan yang berada di atas neraka Jahanam, dan menghubungkan antara neraka dan surga. Jembatan ini berfungsi untuk mengiring kaum kafir dan musyrik ke neraka, maka yang tersisa adalah orang-orang beriman. Jembatan ini sangatlah licin, ia memiliki tujuh buah pos, dan setiap posnya berjarak tiga ribu tahun perjalanan, yakni seribu tahun berupa tanjakan, seribu tahun berupa daratan, dan seribu tahun berupa lereng yang curam. Jembatan ini digambarkan lebih kecil dari rambut, lebih gelap dari malam, dan lebih tajam dari pedang. Pada pos pertama manusia ditanya tentang keimanannya. Jika ia terpelihara dari riya’, maka ia tetap berada di atas pos. Namun, jika tidak, maka ia akan dilemparkan ke dalam api neraka. Pos kedua, ia ditanya tentang salatnya. Pos ketiga, ia ditanya tentang zakatnya. Pos

(4)

37 keempat, ia ditanya tentang puasanya. Pos kelima, ia ditanya tentang haji dan umrahnya. Pada pos keenam, ia ditanya tentang wudu dan mandi junubnya. Adapun pada pos ketujuh, ia ditanya tentang budi pekertinya kepada orang tuam silahturahmi, sebagainya. Jika ia berhasil menjawab semua itu, maka ia akan selamat, dan ia adalah seorang mukmin sejati (Miftahul Asror 2018: 46-49).

Melalui pandangan-pandangan di atas penulis melihat doktrin dari sahabat kita Islam bahwa iman terhadap Allah serta Nabi Muhamad sebagai utusan Allah yang akan membawa manusia menuju kepada surga, dan amal perbuatan baik itu sebagai suatu tindakan yang harus diaktulisasikan di dalam kehidupan para pengikut nabi Muhammad.

Keselamatan Menurut Hindu Brahman

Dalam agama Hindu, hanya ada satu Allah yang dipuja melalui berbagai bentuk dan cara. Allah yang satu ini disebut Brahman. Brahman adalah roh yang paling tinggi, di luar jangkauan manusia, tidak terbatas oleh waktu dan ruang. Brahman dapat dijumpai di seluruh alam semesta. Dia di atas segalanya. Dia adalah asal dari segala ciptaan (Tony Tedjo, 2011: 25).

Bagi orang Hindu Brahman ini menggunakan banyak wujud yang dapat dilihat. Allah adalah asal dari segala ilmu pengetahuan dan segala sesuatu yang dapat dikenali melalui tanda-tanda-Nya. Allah adalah segala kebenaran, segala ilmu pengetahuan, segala kegembiraan, tidak berwujud, yang mahakuasa, yang adil, yang murah hati, yang tidak diperanakkan, yang tidak terbatas, yang tidak dapat berubah, yang tidak berawal, yang tidak ada yang menyamai, yang menanggung segala sesuatu dan Tuhan dari segala sesuatu, yang mahatahu, yang kekal, yang hidup selamanya, yang bebas dari rasa takut, yang abadi, yang kudus, asal alam semseta (Tony Tedjo, 2011: 25).

Jalan Keselamatan

Menurut agama Hindu, keselamatan adalah pencapaian oleh pemikiran filosofis pada perkataan bijaksana dan melalui meditasi, kelepasan dan kebebasan dari roda kehidupan (Moksa). Barangsiapa yang ingin mendapat keselamatan atau kelepasan, ia harus menghapuskan segala keinginannya. Kelepasan ini dapat dicapai dengan melepaskan diri dari segala kekuasaan karma dan melepaskan diri dari segala macam perbuatan. Karma berarti perbuatan (Tony Tedjo, 2011: 35).

Ajaran tentang karma mengakibatkan adanya ajaran mengenai samsara, yaitu ajaran mengenai perputaran kelahiran. Nasib manusia adalah dilahirkan, hidup, mati, dan dilahirkan kembali, hidup, mati, demikian seterusnya. Samsara berarti “mengembara” dan menunjuk pada pengembaraan jiwa dari tubuh yang satu ke tubuh yang lain. Dari

masa kehidupan yang satu ke masa kehidupan yang lain. Dari lahir, hidup sampai mati. Orang Hindu mempercayai bahwa mereka akan lahir kembali (reinkarnasi) sebanyak 8.400.000 kali, sebelum jiwanya dapat selamat dari perangkap samsara. Alasan mengapa semua benda yang hidup terus-menerus dilahirkan kembali adalah karena karma (hukum sebab akibat). Mereka percaya bahwa karma yang menumpuk dalam kehidupan sebelumnya pindah dari masa kini dan sangat menentukan wujud kelahiran jiwa kembali di masa berikutnya(Tony Tedjo, 2011: 35).

Usaha mencapai kelepasan atau keselamatan (moksa) dapat dicapai dengan cara menjalankan yoga. Yoga berarti “berusaha sekuat-kuatnya dengan melakukan latihan-latihan rohani, yang menyebabkan orang dapat memisahkan purusa (jiwa) dan praktri (benda).” Tugas manusia adalah berbuat sedemikian rupa, sehingga jiwanya dapat kembali kepada asalnya, yaitu Tuhan (Tony Tedjo, 2011: 36).

Ada 8 tingkat peniadaan rintangan-rintangan kelepasan, yang dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu: - Persiapan etis atau persiapan di bidang kesusilaan,

yang terdiri dari ahimsa atau larangan membunuh atau membenci apa pun juga, larangan mencuri, berbuat mesum, berbuat curang dan kikir, dan secara positif harus murni atau bersih lahir dan batin, dan berbakti kepada Tuhan.

- Persiapan badani, yaitu bahwa orang harus menguasai gerak-gerik tubuh, menguasai napas hidupnya, menguasai perasaannya. Dengan ini segala keadaan jasmaniahnyaharus dapat ditaklukkan.

- Merenungkan ialah bahwa orang harus memusatkan perhatiannya pada sesuatu, supaya menjadi tenang. Sesudah ketenangan tercapai orang harus merenungkan sesuatu itu.

- Semadi, yang menghapuskan perasaan adanya indetitas (Harun Hadiwijono, 2016: 31).

Keselamatan Menurut Buddha

Secara etimologi kata Buddha berasal dari akar kata kerja buddh, artinya “bangun”. Orang Buddha adalah “yang bangun”. Artinya “orang yang bangun dari malam kesesatan dan sekarang berada di tengah-tengah cahaya pemandangan yang benar.” Selain itu mereka juga disebut Bhagavat, artinya “yang luhur”, Tathagatha, artinya “yang sempurna, seorang yang suci, yang merupakan salah satu dari antara orang suci.” Seorang Buddha adalah orang yang mendapatkan pengetahuan atau pencerahan dengan kekuatannya sendiri, tidak melalui wahyu dari allah atau mempelajari kitab-kitab dari seorang guru. Seperti yang dikatakan Buddha sendiri, “Aku sendiri yang mencapai pengetahuan, akan kau katakan pengikut siapakah aku ini? Aku tidak mempunyai seorang guru, akulah guru yang tidak ada bandingannya” (Mahavaga:6,7) (Harun Hadiwijono, 2016: 63).

(5)

38 Ajaran Mengenai Tuhan

Ajaran mengenai Tuhan ini nampak dari pernyataan Sang Buddha Gautama sendiri yang tercatat dalam Kitab Sutta Pitaka, Udana V3:3 berbunyi, “Ketahuilah para Bhikku bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikku, apabila tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan, dari sebab yang lain. Tetapi para Bhikku, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan, dari sebab yang lalu” (Harun Hadiwijono, 2016: 68).

Jalan Keselamatan

Seorang Buddha bukanlah seorang juruselamat yang dapat melepaskan orang lain melalui pengampunannya, melainkan hanya seorang penunjuk jalan kearah kebahagiaan. Seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha: “Kamu sendirilah yang harus berusaha sekuat tenaga, mereka yang sempurna hanya memberitakan” (Dhammapada 276). Jadi seorang Buddha bukanlah Allah atau penjelmaan Allah di dunia (Harun Hadiwijono, 2016: 81).

Menurut Buddha tujuan akhir dari hidup manusia adalah mencapai ke-Buddha-an (anuttana samyak sambodhi) atau pencerahan sejati, untuk mencapai kepada keselamatan seseorang harus menjadi arahat. Aarahat artinya orang suci yang telah menghancurkan semua ikatan, maka dalam dirinya tidak ada lagi hawa nafsu. Seorang arahat telah memiliki pengetahuan sejati, telah terbebas, damai dan seimbang batinnya, maka ucapannya, perbuatan dan pikirannya senantiasa tenang. Untuk mencapai hal ini manusia harus mencapainya dengan usahanya sendiri, tanpa pertolongan orang lain (Harun Hadiwijono, 2016: 81). Sebuah Pemicu (Klaim-klaim)

Tidak dapat dipungkiri masing-masing agama memiliki klaim-klaim mengenai keyakinan mereka, Agama Kristen mengklaim bahwa Yesus Kristus-lah ialah Tuhan yang satu-satuNya jalan keselamatan, Islam mengklaim bahwa Muhammad SAW lah, nabi utusan Allah, memang Buddha dan Hindu tidak begitu membuat klaim-klaim seperti Kristen dan Islam. Klaim-klaim inilah yang membuat kerumitan sehingga menimbulkan pemicu ketegangan antar umat beragama. Seluruh agama-agama yang ada di Indonesia meng-klaim bahwa ajarannya-lah yang benar serta layak membawa umat agama tertentu masuk ke dalam surga. Memang di Indonesia ini yang kerap kali bertikai dikarenakan klaim-klaim tersebut adalah Kristen dan Islam. Pertikaian ini tidaklah baik jikalau terus menerus terjadi di bumi Indonesia ini, karena banyak hal yang akan terdampak, bisa jadi

dampak sosial bahkan ekonomi dan politik pun terkena dampaknya. Sebagai contoh dampak-dampak akibat paham klaim agama-agama yang terjadi di Indonesia ini, salah satu contohnya adalah tindakan terorisme yang masih merajalela di bumi Indonesia ini. Contoh lainnya dimana kasus Ahok dalam kontestasi pemilihan Gubernur DKI Jakarta, hal ini juga di picu karena klaim perbedaan agama-agama yang ada. Jadi dampaknya sangat luas, jikalau di dalam keanekaragaman ini mengganggap bahwa klaim-klaim keyakinannya itu yang paling benar.

Pandangan para kaum ekslusivisme yang sering membuat klaim-klaim bahwa keyakinannya yang paling benar. Pandangan ini menyatakan bahwa hanya melalui agama yang dinyakini membawa jalan menuju kepada keselamatan itu, tidak ada yang lain, di luar agama yang dinyakininya dianggap tidak benar. Pandangan yang menganggap keyakinannya paling benar dan yang lain tidak benar, pandangan mengenai “satu-satunya jalan” inilah yang membuat rusak keharmonisan berbangsa di bumi Indonesia ini. Karena sebagai manusia normal, tidaklah ada yang mau dianggap dirinya ataupun keyakinannya salah. Para penganut agama Kristen pasti tidak akan mau dianggap keyakinannya salah atau sesat oleh agama-agama lain, begitu juga dengan agama-agama Islam pastilah tidak akan mau dianggap salah atau sesat oleh agama-agama lainnya, begitu juga dengan Hindu dan Buddha, bahkan agama suku sekalipun.

Mungkin ada yang bertanya, “apakah tidak boleh kita mengklaim bahwa agama yang penulis nyakini benar?”. Menurut penulis hal ini sah-sah saja, setiap agama pasti mempunyai keyakinan-keyakinan yang berbeda dengan agama lainnya. Memang tidak dipungkiri perbedaan-perbedaan keyakinan tersebut merupakan sebuah inti dari keyakinan dari agama tertentu, sebagai contoh; agama Islam berpandangan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, dan di dalam agama Kristen, Yesus Kristuslah sebagai jalan menuju surga. Bagi penulis boleh saja setiap agama mengklaim bahwa keyakinannya paling benar, tetapi janganlah karena klaim-klaim itu terjadi suatu ketidak-harmonisan antar umat beragama. Daripada setiap agama sibuk mengklaim bahwa agamanya paling benar, alangkah lebih baik setiap agama yang mengklaim tersebut melakukan saja perintah-perintah, ajaran-ajaran dari para Nabi yang mereka percayai tersebut. Itu yang lebih penting bahkan sangat penting. Yang penulis takutkan, ketika sibuk membuat klaim-klaim dan menyatakan agama lain sesat atau salah, pada akhirnya kebencian yang tersimpan di dalam hati kita, dan tentunya kebencian itu bukan bagian dari ajaran-ajaran agama-agama yang ada di bumi ini.

Maka bagi penulis, silahkanlah mengklaim agama-agama yang kita nyakini itu paling benar, tetapi daripada kita sibuk mengklaim, alangkah lebih baik jikalau kita mengaplikasikan atau mengaktualisasikan di dalam kehidupan kita sehari-hari bagaimana ajaran-ajaran dari agama yang kita anut atau nyakini,

(6)

39 sehingga pada akhirnya orang lain akan melihat bahwa agama yang kita anut itu bagus dan Nabi yang kita nyakini itu benar tidak salah.

Suatu Perjumpaan

Melalui bagian ini, penulis ingin membawa kepada tiap-tiap agama, bahwa ada suatu perjumpaan yang tidak bisa kita sangkali. Di dalam perbedaan yang ada, kita masih bisa dapat melihat suatu kesamaan-kesamaan yang dapat membuat tiap-tiap agama untuk berjumpa. Berikut ini penulis akan mengajak kita untuk berjumpa di tengah perbedaan-perbedaan yang ada.

Allah Hanya Satu?

Mengenai paham ini, penulis tertarik mengenai pandangan dari Wesley Arianjah, seorang tokoh pemikir yang kritis, ia menggungkapkan bahwa hanya ada satu Allah, tak ada yang lain. Di awal pembahasannya ia mencoba dengan sebuah pertanyaan seperti ini; Tetapi sebenarnya ada berapa allah di alam semesta ini? Apakah ada beberapa allah untuk dipilih? Apakah ada ruang untuk allah Kristen, suatu allah Hindu dan suatu allah Muslim? (Wesley Arianjah, 2017: 2). Selain pertanyaan Wesley tersebut, ada pertanyaan lain yang perlu kita renungkan. Di bumi yang sama hidup orang dengan berbagai agama dan keyakinan. Apakah sesungguhnya Tuhan yang pengelola alam raya dan kehidupan manusia jadi berbeda, hanya karena manusia berbeda agama? Apakah tuhan kristen hanya mengatur dunia buat orang kristen. Apakah tuhan Hindu hanya mengatur perputaran bumi khusus umat Hindu, Islam, Buddha dan Kong Hu Chu? Pertanyaan-pertanyaan ini memang perlu direnungkan oleh agama-agama yang ada di Indonesia, dimana di dalam bumi Indonesia memiliki beragam agama-agama. Kita akan kembali melihat konsep ini dari pandangan Arianjah. Wesley Arianjah menegaskan bahwa Allah menciptakan seisi bumi ini itu bukan merupakan ceritera tentang penciptaan gereja, atau agama Kristen, bahkan bukan pula penciptaan Isreal, melainkan penciptaan kosmos: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Kepercayaan bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu dan siapapun, adalah sesuatu yang amat asasi di dalam Alkitab. Tidak ada satupun yang berada di luar pemeliharaan Allah; tidak ada hidup, pengalaman, ibadah, pembebasan, keselamatan, yang dapat terjadi di luar jangkauan kasih Allah dan pengetahuan Allah (Wesley Arianjah, 2017: 2). Ia berpendapat bahwa Allah Kristen, Islam, Budha, Hindu dan agama lainnya adalah sama atau satu. Ia memperkuat gagasannya ini dengan ajaran Alkitab tentang Allah sebagai pencipta adalah bahwa Allah pencipta semua orang, apakah ia Kristen atau Hindu, Yahudi atau Muslim. Ajaran Alkitab bahwa Allah adalah pemelihara berarti tidak lebih dan tidak kurang bahwa tidak ada Allah yang lain yang menjadi pemelihara; Ia adalah Allah pencipta yang memelihara semua

mahluk. Semua mahluk hidup, bergerak, dan ada di dalam Allah itu. Tidak ada Allah Kristen, Allah Hindu atau Allah Muslim; yang ada hanyalah pemahaman Kristen, Hindu, dan Muslim tentang Allah atau penyangkalan bahwa Allah benar-benar ada oleh mereka yang tidak mau percaya. Wesley Arianjah menegaskan bahwa tidak ada dua Allah, hanya ada satu Allah tidak mungkin ada allah lain (Wesley Arianjah, 2017: 14). Bahkan orang Hindu pun tidak mengalami kesulitan sedikit pun untuk mengakui bahwa kita menyembah Allah yang satu, tegas Wesley Arianjah (Wesley Arianjah, 2017: 14).

Al-Ghazali dalam sebuah tulisannya (Essai Mengenai Jerusalem), tulisan yang ditunjukan kepada kaum awam berkata tentang asal mula kepercayaan, ia menggungkapkan, “Kepercayaan kepada Allah lahir di dalam diri setiap manusia karena fitrahnya (sifat yang ditanamkan Allah ke dalam diri manusia sewaktu menciptakannya), dan tak seorang pun dapat menghindari dorongan fitrahnya untuk mencari pengetahuan mengenal Allah, lagi pula, di dalam Al-Qur’an kita jumpai banyak sekali pertanda-pertanda yang dapat berperan sebagai dasar kepercayaan kepada Allah, yang mudah dipahami untuk membuatnya percaya kepada Pencipta Yang Tunggal yang memerintah dan mengendalikan semesta (Einar Sitompul, 1989: 177). Yawonge menegaskan bahwa Allah adalah Allahnya bangsa-bangsa (Maz. 47. 47:9-10). Ia tidak hanya mengasihi Israel, tetapi juga Edom, Mesir dan seterusnya. Allah adalah Tuhan segala bangsa dan semua agama(Nuban Timo, 2018: 32).

Penulis mengangkat mengenai topik ini hanya ingin memperlihatkan bahwa Allah itu hanya ada satu dimuka bumi ini. Dia, Allah yang menciptakan seluruh ciptaan yang ada dibumi ini, langit, bumi, air, laut, sungai, gunung-gunung dan termasuk manusia sebagai ciptaan yang spesial, semuanya adalah ciptaan Allah. Begitu juga ditengah perbedaan, keragaman yang terjadi dibumi Indonesia ini, baik itu suku-suku yang berbeda, warna kulit, bahasa itu semua tidak terlepas dari design Allah yang Maha Kuasa. Mungkin ada yang bertanya, bagaimana dengan keragaman agama-agama yang berbeda di Negara Indonesia ini? Bagi penulis agama yang beragam itu adalah bagian dari keunikan manusia di dalam pencarian Allah-Nya. Manusia menggunakan caranya masing-masing di dalam mereka menjumpai Allah yang mereka yakini, yang pada intinya mereka ingin “mencari” Allah Sang pencipta langit dan bumi ini. Agama Kristen, Islam, Hindu dan lain-lain mempunyai caranya masing-masing di dalam menjumpai Allahnya, bahkan agama suku pun demikian. M. Kholid menengaskan sebagaimana Al-Qur’an menunjukkan kesatuan umat manusia, anak cucu Adam, yang menyembah Allah (QS. al-Anbiya’/21: 92) dan terikat penjanjian primordial untuk mengesakan-Nya (QS. al-A’râf/7: 172). Manusia kemudian terpecah-belah dan Allah mengutus para nabi dan rasul untuk menegakkan

(7)

40 agama tauhid (QS. al-Baqarah/2: 213) (M. Kholid, 2017).

Pandangan Keselamatan Untuk Semua Orang Di dalam ceramahnya, Yewangoe menegaskan bahwa Allah bukan hanya bekerja dalam agama-agama non-Kristen tetapi dalam agama-agama-agama-agama itu ada keselamatan (soteriology) yang dari Allah sudah ada, ia menambahkan bahwa bahwa agama-agama non-Kristen bukanlah realita yang dikutuk. Sebaliknya realita yang harus dipelajari dan dipahami. Allah yang tidak memihak ini adalah Tuhan yang baik kepada seorang, kebaikan-Nya itu ditunjukkan bukan hanya dengan pengajaran agar juga mengasihi sesama seperti diri sendiri (Matius 22:39), tetapi nyata juga keputusanNya untuk menunjukkan kemurahan dan kasih-Nya yang menyelamatkan semua orang (Eben Timo, 2018: 34). Di atas dasar keyakinan iman akan Allah yang serba hadir untuk menawarkan keselamatan dan pembenaran kepada manusia tanpa peduli latar belakang agama, keyakinan, budaya dan kebangsaan.

Chaon Seng Song mengungkapkan hal yang sependapat dengan Yewangoe, Song berpandangan bahwa Allah terbuka kepada semua manusia dan adalah Tuhan yang mengerjakan keselamatan bagi semua orang (Eben Timo, 2018: 80). Hal yang menarik dari pemikiran Song adalah dimana ia menyatakan bahwa cara kerja Allah itu bukan seperti yang sering pikirkan, ia mengungkapkan bahwa Allah itu bergerak ke segala arah, bahkan juga berbelok-belok, tidak lagi menaruh pemisahan antara yang benar dan yang salah, yang fasik, kafir dan yang ditebus dan diselamatkan. Yang Ia buat ialah merangkul dan mempersatukan sehingga tidak ada lag pembedaan antara orang asing, pendatang atau orang luar (Eben Timo, 2018: 82).

M. Kholid Syerazi seorang NU dan inklusivis yang meyakini agama yang dianutnya yaitu, Islam sebagai jalan keselamatan tetapi tidak menafikan jalan keselamatan agama lain dengan dua syarat kunci: iman dan amal saleh. Keselamatan bertingkat-tingkat menurut al-Ghazali. Tingkat tertinggi adalah al-Fâizûn (ﻥﻭﺰﺋﺎllllllllllllﻔﻟﺍ); mereka adalah mu’min arif (ﻥﻮﻓﺭﺎllllllllllﻌﻟﺍ) yang memperoleh kebahagiaan karena iman dan amalnya. Tingkat kedua adalah an-Nâjûn (ﻝﺍﻥﻮﺟﺎlllﻧ) yaitu mereka yang diselamatkan karena ampunan Allah, tanpa kebahagiaan dan kemenangan (ﻥﻭﺩ ﺯﻮllllllllllﻔﻟﺍﻭ ﺓﺩﺎﻌlllllllllﺴﻟﺍ). Mereka berdosa, tetapi diampuni. Kategori di bawahnya adalah al-Mu’addzabûn (ﻥﻮﺑﺬlllllllllﻌﻤﻟﺍ), yaitu sekelompok pendosa yang masih menyimpan secuil iman. Mereka akan diangkat dari neraka setelah tuntas menerima penebusan. Kategori terbawah adalah al-Hâlikûn (ﻥﻮﻜﻟﺎlllllllﻬﻟﺍ), yaitu kafir pencela yang akan dilaknat selama-lamanya (ﻦﻴlllllllllllllﺴﻳﻻﺍ ﷲ ﺔllllllﻤﺣﺭ ﻦllllllﻣ). Pada akhirnya, berkat keluasan kasih penulisng Allah, mereka semua akan masuk surga, kecuali segelintir kafir yang congkak, culas, zalim, dan dusta (M. Kholid, 2017).

Melalui tokoh-tokoh di atas, kita dapat melihat bahwa mereka memperlihatkan Allah itu adalah Allah yang Mahakasih, kasih-Nya itu tidak ditujukan hanya kepada satu agama tertentu. Orang-orang banyak mengklaim bahwa agamanya-lah yang membawa manusia berdosa kepada kasih Allah, ternyata bukan demikian. Song mengungkapkan bahwa cara kerja Allah itu berbelok-belok, cara kerja-Nya bukan yang sering sekali orang-orang pikirkan. Allah mempunyai cara-Nya sendiri di dalam menunjukkan kasih-Nya kepada semua manusia. Maka agama-agama yang ada di Indonesia semestinya dapat berpikir seperti para tokoh-tokoh di atas, dimana tetap melihat bahwa Allah itu adalah Allah yang Mahakasih, sehingga melalui Kasih-Nya itu Ia mempunyai cara-Nya sendiri untuk menunjukkan kasih-Nya kepada seluruh manusia. Berbeda “Kendaraan” Tetapi Satu Tujuan

Song sebagai seorang Kristen melihat bahwa agama-agama sebagai jalan-jalan berbeda, tetapi mengarah kepada tujuan yang sama (Eben Timo, 2018: 78). Dari pandangannya ini kita dapat melihat bahwa tiap agama-agama mempunyai tujuan yang sama yaitu surga, walau memang di dalam melakukan praktek-praktek ataupun keyakinannya berbeda-beda. Dan setelah penulis melakukan penelitian mengenai ajaran-ajaran dari tiap-tiap agama, penulis melihat bahwa ajaran-ajaran agama-agama yang ada di Indonesia itu tujuannya mulia, dimana pada esensi pengajarannya adalah berbuat baik. Di dalam kekristenan, penulis merujuk pada pandangan John Welsey dimana orang-orang yang menerima anugerah keselamatan harus melakukan perbuatan baik, hal ini di tegaskan di dalam kredonya yang berjudul Christian perfection. Hal ini sebagai follow up dari anugerah pembenaran oleh iman, maka terjadilah dalam hidup manusia proses pengudusan hidup hingga menuju pada kesempurnaan. Berbuat baik berarti memakai semua kesempatan yang ada untuk melakukan yang baik dengan berbagai cara yang pantas. Memberikan makan kepada yang lapar dan pakaian kepada yang telanjang, mengunjungi orang sakit dan yang berada di penjara (Lovett Weems, 1997: 64). Begitu juga dengan ajaran agama Islam, melakukan amal kebaikan merupakan bagian ajaran yang harus diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari, karena amal kebaikan diperhitungkan untuk membawa mereka ke dalam surga. Pada hari perhitungan amal adalah hari didatangkannya seluruh mahluk di hadapan Allah SWT, apa yang terjadi di hari perhitungan ini? Yang terjadi bahwa manusia akan diperlihatkan segala amal: perkataan, keteguhan dan penyelewengan, ketaatan dan kemaksiatan, serta keimanan dan kekafiran mereka (Miftahul Asror, 2018: 40). Peristiwa ini, seperti gambaran proses peradilan, di mana seorang terdakwa dihadapkan kepada seorang hakim untuk dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatannya di muka bumi ini. Yang memimpin sidang adalah Allah

(8)

41 SWT. Hakim Maha adil yang tidak ada sedikitpun kesalahan dalam mengambil keputusan. Para terdakwa adalah seluruh manusia. Pembelanya adalah amal baik. Penuntutnya adalah amal buruk. Saksinya adalah seluruh anggota tubuhnya, buku amal, catatan dari malaikat kiraman katibin, bumi yang menjadi tempat manusia hidup, serta waktu yang digunakan untuk beramal (Miftahul Asror, 2018: 40).

Hindu juga mempunyai tempat di dalam ajarannya mengenai perbuatan baik. Di dalam Kitab Bhagawad Gitta mengajarkan bahwa melakukan perbuatan amal dan hidup dengan tidak mementingkan diri sendiri merupakan satu-satunya cara supaya dapat dilahirkan kembali dengan sesedikit mungkin karma. Karma yang buruk memastikan bahwa jiwa manusia akan kembali pada kehidupan yang akan datang dengan tingkat yang lebih rendah (Tony Tedjo, 2011). Selain hal ini, di dalam ajaran Hindu ada juga di kenal istilah Yoga. Yoga berarti “berusaha sekuat-kuatnya dengan melakukan latihan-latihan rohani, yang meyebabkan orang dapat memisahkan purusa (Jiwa) dan praktri (benda).” Tugas manusia adalah berbuat sedemikian rupa, sehingga jiwanya dapat kembali kepada asalnya, yaitu Tuhan (Tony Tedjo, 2011).

Bagaimana dengan agama Buddha? Buddha juga mempunyai tempat mengenai perbuatan baik. Buddha Gautama berkata dalam Kitab Samyutta Nikayya 1.227 demikian “Sesuai dengan benih yang ditanam, itulah buah yang akan diperoleh. Orang yang berbuat baik akan beroleh kebaikan. Orang yang berbuat jahat akan mendapatkan kejahatan. Jika anda menanamkan benih yang baik, maka anda menikmati buah yang baik.” Dengan perkataan lain, karma merupakan alam yang menjelaskan bahwa setiap tindakan akan membuahkan hasil tindakan tertentu. Setiap perbuatan baik akan menghasilkan kebahagiaan, sedang perbuatan jahat akan menghasilkan penderitaan. Akibat yang timbul karena suatu karma, disebut vipaka atau pahala (buah). Perbuatan yang baik (kusala kamma) akan menimbulkan akibat yang menyenangkan, dan perbuatan yang tidak baik (akusala kamma) akan menghasilkan pula hal yang tidak menyenangkan (Tony Tedjo, 2011: 74). Bagi umat Buddha, keyakinan terhadap hukum karma sangat penting. Sebab hal ini untuk menghindari penderitaan, menuju kebahagiaan.

Setelah kita melihat ajaran-ajaran agama Kristen, Islam, Buddha dan Hindu, betapa mulianya ajaran-ajaran yang dianut oleh agama masing-masing. Ajaran-ajaran yang di ajarkan arahnya hampir sama tujuannya, dimana tiap-tiap agama mengajarkan perbuatan baik, amal sebagai salah satu bagian inti dari pengajaran mereka. Bukankah tujuannya sangat mulia di dalam membawa umat mereka masing-masing kepada perbuatan baik? Hal ini sudah sepatutnya dipertimbangkan oleh tiap agama-agama yang ada di Indonesia, agar tidak menaruh curiga antar umat beragama yang ada di bumi Indonesia kita tercinta.

Kesimpulan

Di dalam kesimpulan ini, penulis ingin sedikit menuliskan pandangan penulis mengenai keyakinan penulis sebagai Kristen. Penulis meyakini bahwa Yesuslah satu-satu-Nya jalan keselamatan itu, Yesus Kristus adalah mediator antara Allah dan manusia, maka untuk menjadi modiator Yesus Kristus haruslah benar-benar mewakili Allah dan benar-benar mewakili manusia. Hal ini senada dengan apa yang diutarakan oleh Dr. Eben di dalam karya tulisannya, ia mengungkapkan bahwa “hanya pribadi yang setara dengan Allah yang dapat memandang wajah Allah dan tetap hidup, maka untuk menjadi pengganti manusia untuk berdiri dihadapan Allah demi mempertanggungjawabkan semua pembrontakan manusia, pengganti itu haruslah benar-benar Allah” (Eben Timo, 2016: 248). Manusia tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan Allah yang agung dan mulia itu, seperkasa apapun orang berdosa tersebut tidak akan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan Allah. Maka jelas, bahwa Yesuslah yang setara dengan Allah yang mampu melakukan penyelamatan manusia berdosa tersebut. Inilah keyakinan penulis, tetapi hal ini tidak menganggap bahwa keyakinan yang berbeda dengan penulis itu sesat.

Pada akhirnya agama-agama mengusung klaim keselamatan eksklusif. Mereka mengklaim agamanya yang paling benar dan pemeluk agamanya yang selamat. Di dalam proses berpikir penulis menemukan satu jawaban yang tepat diterapkan di dalam kehidupan kita berbangsa, bertanah air di bumi Indonesia ini, agar terjadinya suatu keharmonisan di bumi Indonesia kita tercinta. Melalui buku yang berjudul meng-hari-ini-kan Injil di bumi Pancasila karya Dr Eben mengutarakan dalam relasi umat beragama “kita sebagai umat Kristen harus dengan sepenuh hati mengaku bahwa di luar Yesus Kristus tidak ada keselamatan (Kis. 4:12), tetapi pada saat yang sama dengan rendah hati kita juga harus terbuka untuk mengakui bahwa Allah juga ikut bekerja dalam segala sesuatu (termasuk agama-agama) untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia (Rom. 8:28)” (Eben Timo, 2018: 420). Dari pandangan Dr Eben penulis melihat bahwa keunikan Kristus tetap di pertahankan dan juga pandangan tersebut tidak membatasi kuasa Tuhan bekerja di dalam bumi ini, khususnya di dalam menyelamatkan umat-Nya. Pandangan ini sejalan dengan sikap Dewan Gereja-gereja se-Dunia, yang berpandangan seperti ini, “Kami tidak dapat menunjuk jalan keselamatan lain kecuali Yesus Kristus; pada saat yang sama kami tidak dapat mendirikan batas bagi kuasa penyelamatan Allah.”

M. Kholid seorang Muslim juga meyakini bahwa agama Islam sebagai jalan keselamatan tetapi tidak menafikan jalan keselamatan agama lain dengan dua syarat kunci: iman dan amal saleh (Kholid , 2017). M.Kholid seorang Muslim juga tidak mengindahkan

(9)

42 bahwa diluar agamanya ada jalan keselamatan lain, berarti ia mempunyai pandangan bahwa pada agama-agama lain ada keselamatan.

Bagi penulis setiap agama-agama itu, penulis gambarkan sebagai kendaraan yang membawa umatnya kepada jalan yang benar, dan setiap kendaraan-kendaraan yang berbeda-beda itu mempunyai tujuan-tujuan yang sama, walau memang tidak dipungkiri caranya berbeda-beda. Dan kita sebagai warga Negara yang bernaung di bumi Indonesia ini harus bisa beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan baru di dalam keragaman kendaraan-kendaran yang ada. Dan perlu diingat, setiap kendaraan-kendaraan itu dimiliki oleh satu owner atau pemilik yang sama, yaitu Allah pencipta alam semesta ini. Melalui kendaraan tersebut Allah bekerja secara leluasa, tentunya Ia bekerja dengan cara-Nya sendiri. Ia mengetahui bagaimana keadaan manusia ciptaan yang dikasihiNya, maka dengan cara-Nya Allah melakukan penyelamatan terhadap umat-Nya yang beragam tersebut. Seperti seorang ayah memiliki 5 anak, setiap anak pasti tidak sepenuhnya sama, mempunyai keunikan, ciri khas, tingkat kepintaran masing-masing. Walaupun sang ayah mempunyai anak yang beragam dalam karakter, tetaplah sang ayah tersebut memberikan perhatian berupa kasih penulisng kepada tiap-tiap anak, dan pastinya sang ayah menginginkan semua anaknya berhasil di dalam mencapai tujuan-tujuan, cita-citanya di masa depan, bukan saja menginginkan tetapi juga membimbing, menyertai, memberi tahu jalan, bahkan memberi fasilitas-fasilitas pendukung kepada tiap-tiap anak untuk menggapai cita-cita masa depannya tersebut. Hal inilah yang dilakukan oleh Allah di bumi Indonesia yang beragam keyakinan ini.

Baru- baru ini di Eropa terjadi suatu masalah yang cukup besar di dalam kehidupan umat beragama. Demo anti muslim yang berujung kerusuhan terjadi di Swedia dan Norwegia. Bahkan kitab suci Alqur’an juga turut dilecehkan. Dalam unjuk rasa Alqur’an dibakar, sementara dalam demo di Swedia, dirobek dan diludahi salah seorang demonstran. Hal ini sangatlah tidak pantas dilakukan, bahkan secara pribadi penulis mengecam tindakan ini. Tindakan ini pasti membuat sahabat kita agama Islam tersakiti, terbukti negara-negara Islam di dunia ikut mengecam tindakan-tindakan yang tidak terpuji ini. Negara Indonesia juga beraksi dengan menuntut agar Negara Swedia dan Norwegia untuk meminta maaf atas aksi yang dilakukan oleh masyarakatnya. Menarik bagi penulis ketika membaca respon dari Wasekjen PBNU, Masduki Baidlowi, "Kalau kemudian timbul kesalahpahaman, lalu ada penodaan dan seterusnya karena mereka tidak paham Islam. Yang sampai kepada mereka adalah gambaran Islam yang lain. Bukan Islam rahmatan lil 'alamin seperti yang kita jalankan di sini."

Dari respon Masduki ini, penulis tertarik dengan ungkapan beliau yang berkata “karena mereka tidak

paham Islam”. Berangkat dari pernyataan Masduki tersebut, penulis melihat terjadi tindakan pelecehan terhadap Alquran di Swedia dan Norwegia itu akibat dari ketidakpahaman atau ketidaktahuan yang terjadi di Negara tersebut. Dari ketidakpahaman atau ketidaktahuan maka akan rentan terjadinya kesalahpahaman antar umat beragama dan saling curiga mencurigai akan terus terjadi, dan seperti bom waktu, pada akhirnya terjadi ledakan yang membuat masalah yang besar.

Penulis mengangkat isu di atas, karena isu tersebut sangat bisa terjadi di bumi Indonesia ini jikalau tiap-tiap agama menaruh curiga terhadap agama-agama lainnya. Apalagi jikalau kecurigaan tersebut dilandasi sikap yang mengganggap agama-agama lain itu tidak baik, tidak benar, atau sesat. Untuk mencegah hal tersebut, memang alangkah baiknya tiap agama-agama memberi suatu pemahaman atas agama-agama lain bahwa agama yang berbeda dengan keyakinan kita itu baik adanya dan perlu adanya banyak interaksi positif dan dialog antar umat beragama agar tidak terjadi kesalahpahaman dikemudian hari. Jikalau terjadi kesalapahaman, curiga mencurigai terus menerus, maka sangat berbahaya bagi NKRI ini.

Allah itu satu, Dialah Allah yang menciptakan alam semesta ini. Kalau Allah pencipta itu hanya satu, dan alam semesta ini juga hanya satu, dan setiap agama-agama ada di satu alam semesta yang sama, maka mari kita simpulkan sendiri, apakah di alam semesta yang satu ini, ada Allah yang berbeda-beda? Apakah Allah agama Islam berbeda dengan Allah Kristen, Buddha, Hindu dan Khong Hu Cu? Mari kita simpulkan sendiri sebagai bahan pertimbangan kita menuju kepada suatu keharmonisan.

Pada setiap ajaran-ajaran agama yang berbeda, ada satu hal yang patut kita sama-sama lihat, bahwa di dalam setiap ajaran agama-agama mempunyai tempat di dalam doktrinnya mengenai perbuatan baik. Bagi Islam beriman kepada Nabi Muhammad dan beramal adalah jalan keselamatan itu. Di Kristen beriman kepada Yesus Kristus dan mengaktualisasikan ajaran Yesus yaitu mengasihi sesama umat manusia itu juga mengajarkan perbuatan baik. Di Buddha dan Hindu juga sama, ada tempat bagi ajaran mereka mengenai perbuatan baik, karena bagi mereka apa yang ditabur itu yang akan di tuai oleh mereka (karma). Hal ini patut kita perhitungkan juga sebagai jalan menuju kepada suatu perjumpaan menuju kepada keharmonisan, sehingga tidak ada saling curiga satu sama lain.

Sebagai penutup, penulis menuliskan karya tulisan penulis ini hanyalah untuk membawa bumi Indonesia ini hidup tentram, rukun dan bersatu di tengah keberagaman yang ada. Indonesia beragam itu bagian dari karya Allah. Maka mari kita bersama-sama menjaga agar karya Allah tersebut dapat terus bersatu dan saling mengasihi satu sama yang lain. Terakhir, alangkah lebih baiknya kita mengaplikasikan apa yang dikehendaki oleh keyakinan kita masing-masing,

(10)

43 daripada kita sibuk mencari-cari kesalahan, kekurangan dari agama lain, itu lebih penting. Seluruh agama mempunyai ajaran yang baik, maka mari kita terapkanlah itu untuk kebaikan bersama dan tentunya akan berdampak bagi kemajuan bumi Indonesia yang kita kasihi ini.

Daftar Rujukan

Eben I. Nuban Timo, Meng-hari-ini-kan Injil di bumi Pancasila, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018 Ebenhaizer I Nuban Timo, Gereja Lintas Agama,

Salatiga: Satya Wacana University Press, 2018 Ebenhaizer Nuban Timo, Allah menahan diri, tetapi

pantang berdiam diri, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016

Einar Martahan Sitompul, NU Dan Pancasila, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1989

Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016

Lovett H. Weems, Pesan John Wesley masa kini, Tennessee: Abingdon Press Nasville

Nyong Eka Teguh Iman Santosa, Jalan Cinta

Menuju Surga: Dialog Dua Nalar Tentang Keselamatan Eskatologis di Luar Islam, Sidoarjo: UruAnna Books, 2011

Miftahul Asror Malik, Agar mati masuk surga, Yogyakarta: Semesta hikmah publishing, 2018 Richard Daulay, Mengenal Gereja Methodist

Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004 Steve Harper, John Wesley’s message for today,

Michigan: The Zondervan Corporation, 1983 Tony Tedjo, Mengenal Agama Hindu, Buddha, Khong

Hu Cu, Bandung: Pionir Jaya, 2011

Wesley Arianjah, Alkitab dan orang-orang yang berkepercayaan lain, Jakata: BPK Gunung Mulia, 2017

https://www.nu.or.id/post/read/79651/perihal-keselamatan-agama-di-luar-islam (Di askes 18 Juli 2017)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada bagian Pembahasan tmerupakan hasil analisis data yang telah diperoleh, diolah dengan cara peneliti sesuai paradigma dan pendekatan yang digunakan oleh peneliti. Pada

Meningkatnya nilai IGS dan persentase TKG IV pada setiap perlakuan selama 6 minggu pemeliharaan disebabkan karena adanya dosis vitamin E yang tinggi dalam pakan sehingga

Penelitian ini akan menerapkan dan menguji ke 6 kriteria yang telah dimodifikasi sebelumnya untuk didapatkan data dari hasil pencarian dalam Search engine.. Penelitian ini

Endocentric Motivation didefinisikan sebagai seberapa kuat dorongan yang mengarahkan pikiran atau perilaku mahasiswa Psikologi angkatan 2009 di Universitas “X” Bandung

Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera setelah ter!adi bencana adalah tanggap darurat B. Pemerintah telah membuat sebuah lembaga yang khusus menangani bencana

Berdasarkan pewarnaan tersebut, dapat terlihat bahwa beberapa dosen yang memilih mengampu mata kuliah yang sama mendapatkan perbedaan warna yang artinya jika dosen

Analisa yang akan dilakukan dalam penelitian ini, menggunakan data sekunder yang berasal dari kata, frasa, dan kalimat berbahasa Arab yang tertera pada papan – papan