BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1Tinjauan Pustaka
2.1.1 Belanja Daerah
Menurut PSAP No.2, “Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas
Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun
anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah”.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana yang telah diubah dengan
Permendagri No 59 tahun 2007 dan perubahan kedua dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011, Belanja Daerah didefenisikan sebagai
kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
Klasifikasi belanja menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang
standar akuntansi pemerintahan untuk tujuan pelaporan keuangan dikelompokkan
menjadi:
1. Belanja operasi
Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari
pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek.
Belanja operasi meliputi:
a. Belanja pegawai
c. Bunga
d. Subsidi
e. Hibah
f. Bantuan sosial
2. Belanja Modal
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan asset tetap
berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.Nilai asset tetap
dalam belanja modal yaitu sebesar harga beli/ bangun asset ditambah seluruh belanja
yang terkait dengan pengadaan/pembangunan asset sampai asset tersebut siap
digunakan.Belanja modal terdiri dari:
a. Belanja modal tanah
b. Belanja modal peralatan dan mesin
c. Belanja modal gedung dan bangunan
d. Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan
e. Belanja modal asset tetap lainnya
f. Belanja asset lainnya (asset tak berwujud)
3. Belanja lain-lain/belanja tak terduga
Belanja lain-lain atau belanja tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk
kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti
penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya
yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah
4. Belanja transfer
Belanja transfer adalah pengeluaran anggaran dari entitas pelaporan yang lebih
tinggi ke entitas pelaporan yang lebih rendah seperti pengeluaran dana perimbangan
oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan dana bagi hasil oleh pemerintah
provinsi kekabupaten/kota serta dana bagi hasildari kabupaten/kota ke desa.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007 dan adanya perubahan kedua dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
21 Tahun 2011 tentang perubahan kedua, belanja dikelompokkan menjadi:
1. Belanja langsung
Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung
dengan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari belanja:
a. Belanja pegawai
b. Belanja barang dan jasa
c. Belanja modal
2. Belanja tidak langsung
Belanja tidak langsung merpakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak
langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:
a. Belanja pegawai
b. Belanja bunga
d. Belanja hibah
e. Belanja bantuan sosial
f. Belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintahan desa.
2.1.2. Pajak Daerah Siahaan (2005):
Pajak daerah adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Prakosa (2003):
Pajak secara umum adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena undang-undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. Dalam konteks daerah, pajak daerah adalah pajak-pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (misal: Provinsi, Kabupaten, Kotamadya) yang diatur berdasarkan masing-masing Peraturan Daerah dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya.
Menurut Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib
kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang - Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar - besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan Undang - Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Jenis pajak berdasarkan undang– undang tersebut terdiri dari 16 jenis pajak, yaitu 5
jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten/kota.
Jenis Pajak provinsi terdiri atas: a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok.
Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Berdasarkan terminologi yang digunakan dalam pajak daerah, subjek pajak
itu,wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang
terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Subjek Pajak dan Wajib
Pajak Kabupaten/ Kota berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 adalah:
1. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel. Wajib
Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.
2. Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan
dan/atau minuman dari Restoran. Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau
Badan yang mengusahakan Restoran.
3. Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan.
Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan
Hiburan.
4. Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan
Reklame. Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang
menyelenggarakan Reklame.
5. Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat
menggunakan tenaga listrik. Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi
atau Badan yang menggunakan tenaga listrik. Dalam hal tenaga listrik disediakan
oleh sumber lain, Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah penyedia tenaga listrik.
6. Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau Badan
Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil
Mineral Bukan Logam dan Batuan.
7. Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan parkir
kendaraan bermotor. Wajib Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang
menyelenggarakan tempat Parkir.
8. Subjek Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. Wajib Pajak Air Tanah adalah
orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan
Air Tanah.
9. Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang
melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet. Wajib
Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet.
10. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi
atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau
memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas Bangunan. Wajib Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi,
dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
11. Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan
yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Objek pajak kabupaten/kota berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009
adalah:
1. Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan
pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya
memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan
hiburan.
2. Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran.
3. Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut
bayaran.
4. Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan Reklame. Objek Pajak
sebagaimana dimaksud meliputi:
a. Reklame papan/billboard/videotron/megatron dan sejenisnya;
b. Reklame kain;
c. Reklame melekat, stiker;
d. Reklame selebaran;
e. Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan;
f. Reklame udara;
g. Reklame apung;
h. Reklame suara;
j. Reklame peragaan.
5. Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.
6. Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah kegiatan pengambilan
Mineral Bukan Logam dan Batuan
7. Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan jalan,
baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan
sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
8. Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah.
9. Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan
Sarang Burung Walet.
10. Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi
dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
11. Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Tarif pajak kabupaten/kota menurut UU No. 28 Tahun 2009 ditetapkan paling
tinggi masing-masing sebesar:
a. Tarif Pajak Hotel 10%
b. Tarif Pajak Restoran 10%
d. Tarif Pajak Reklame 25%
e. Tarif Pajak Penerangan Jalan 10%
f. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 25%
g. Tarif Pajak Parkir 30%
h. Tarif Pajak Air Tanah 20%
i. Tarif Pajak Sarang Burung Walet 10%
j. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan 0,3%
k. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 5%
2.1.3 Retribusi Daerah
Siahaan (2005), ”Retribusi Daerah adalah Pembayaran wajib dari penduduk
kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi
penduduknya secara perorangan”.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut
Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau Badan.
Jenis-jenis retribusi daerah dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
a. Retribusi Jasa Umum
Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikanoleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
Jenis Retribusi Jasa Umum adalah retribusi pelayanan kesehatan, retribusi
pelayanan persampahan/kebersihan, retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda
penduduk dan akta catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan
mayat, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, retribusi pelayanan pasar,
retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi pemeriksaan alat pemadam
kebakaran, retribusi penggantian biaya cetak peta, retribusi penyediaan dan/atau
penyedotan kakus, retribusi pengolahan limbah cair, retribusi pelayanan tera/tera
ulang, retribusi pelayanan pendidikan dan retribusi pengendalian menara
telekomunikasi.
b. Retribusi Jasa Usaha
Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
dengan menganut prinsip komersial, karena pada dasarnya jasa tersebut dapat
disediakan oleh swasta,meliputi pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan
kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi
pasar grosir dan/atau pertokoan, retribusi tempat pelelangan, retribusi terminal,
retribusi tempat khusus parkir, retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa,
rekreasi dan olahraga, retribusi penyeberangan di air dan retribusi penjualan produksi
usaha daerah.
c. Retribusi Perizinan Tertentu
Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah
daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian,dan pengawasan atas
kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana,
sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga
kelestarian lingkungan.
Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi izin mendirikan bangunan,
retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol, retribusi izin gangguan, retribusi
izin trayek dan retribusi izin usaha perikanan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, subjek retribusi daerah dan
wajib retribusi daerah adalah:
a. Subjek Retribusi Jasa Umum adalah orang pribadi atau Badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Wajib Retribusi
Jasa Umum adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan
perundangundangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi,
termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Jasa Umum.
b. Subjek Retribusi Jasa Usaha adalah orang pribadi atau Badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Wajib Retribusi
perundangundangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi,
termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Jasa Usaha.
c. Subjek Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau Badan yang
memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah. Wajib Retribusi Perizinan Tertentu
adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk
pemungut atau pemotong Retribusi Perizinan Tertentu.
Ada tiga objek retribusi daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun
2009,yaitu:
1. Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
2. Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi: a. pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang
belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau
b. pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.
3. Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Besarnya Retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung berdasarkan perkalian antara tarif
retribusi dengan tingkat penggunaan jasa.
Siahaan (2005), “tingkat penggunaan jasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas
penyelenggaraan jasa yang bersangkutan,misalna berapa kali masuk tempat rekreasi,
berapa kali/berapa jam parkir kendaraan, dan sebagainya.
Siahaan (2005),”Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang
diterapkan untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang”.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, Prinsip dan Sasaran
Penetapan Tarif Retribusi ditentukan sebagai berikut:
a. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Umum ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.
b. Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak.
c. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
2.1.4 Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umun (DAU) dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari
pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN. Menurut Peraturan
Pemerintah No. 32 Tahun 2005 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat
dan Daerah, Dana Alokasi Umum merupakan salah satu komponen di dalam Dana
Perimbangan di APBN yang pengalokasiannya didasarkan atas formula dengan
konsep kesenjangan fiskal (fiscal gap). DAU suatu daerah ditentukan atas besar
kecilnya celah fiskal suatu darah, yang merupakan selisih anatara kebutuhan daerah
DAU merupakan transfer yang bersifat umum (block grant) yang diberikan
kepada semua kabupaten dan kota untuk mengisi kesenjangan antara kapasitas dan
kebutuhan fiskalnya dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-pinsip
tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang
harus menerima lebih banyak dari pada daerah kaya. Dana Alokasi Umum bersifat
unconditional atau tidak memiliki syarat dalam penggunaannya sehingga bisa
dialokasikan sesuai dengan kebutuhan daerah.
DAU untuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang
menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang formula dan perhitungan DAU-nya
ditetapkan sesuai Undang-Undang (pasal 161). Alokasi DAU bagi daerah yang
potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU
relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal
besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara impilisit, prinsip tersebut
menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.
2.1.5 Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus (DAK) atau specific grant merupakan dana transfer yang
bersifat kondisional. Sesuai dengan sifatnya, DAK dialokasikan untuk mendanai
kegiatan khusus sesuai prioritas nasional pada daerah tertentu. Dana Alokasi Khusus
membantu membiayai kebutuhan tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan
desentralisasi untuk:
a. Mendanai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah atas dasar prioritas
nasional
b. Mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu
Sesuai dengan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004, yang dimaksud dengan
kebutuhan khusus adalah : (i) kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan
menggunakan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan yang tidak sama
dengan kebutuhan daerah lain, misalnya: kebutuhan di kawasan transmigrasi,
kebutuhan beberapa jenis investasi, prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan
terpencil, saluran irigasi primer dan saluran drainase primer, dan (ii) kebutuhan yang
merupakan komitmen atau prioritas nasional. Kegiatan khusus yang akan didanai dari
DAK diusulkan oleh Menteri teknis dan baru ditetapkan setelah berkoordinasi dengan
Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional, sesuai dengan Renja Pemerintah. Ketetapan tentang kegiatan khusus
tersebut, disampaikan kepada Menteri Keuangan. DAK tidak dapat digunakan untuk
mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan
perjalanan dinas.
Menurut Peraturan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 92/
PMK.07/2015, ada beberapa kewajiban yang melekat pada daerah penerima DAK,
a. Daerah penerima DAK wajib mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK nya di dalam APBD.
b. Kecuali untuk daerah dengan kemampuan keuangan tertentu, daerah penerima DAK wajib menganggarkan Dana Pendamping dalam APBD sekurang-kurangnya 10% dari besaran alokasi DAK yang diterimanya. Dana Pendamping tersebut digunakan untuk mendanai kegiatan yang bersifat kegiatan fisik.
c. Kepala daerah penerima DAK harus menyampaikan laporan triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK kepada Menteri Keuangan, Menteri Teknis, dan Menteri Dalam Negeri. Penyampaian laporan dilakukan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya
dilakukan oleh Rolan Pakpahan (2009) tentang pengaruh pajak daerah dan retribusi
daerah terhadap belanja daerah dengan mengambil sampel penelitian di Pemerintah
Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara. Secara Parsial dapat diambil
kesimpulan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah memiliki pengaruh secara
parsial maupun simultan terhadap belanja daerah.
Bagus Bowo Laksono (2014) melakukan penelitian tentang Pengaruh pajak
daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus terhadap
belanja daerah pada kabupaten/ kota di provinsi Jawa Tengan dan D.I Yogyakarta.
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa PAD, DAU, dan DAK berpengaruh terhadap
belanja daerah. Sedangakan Retribusi Daerah tidak berpengaruh terhadap Belanja
Daerah
Edy Sarwono melakukan penelitian tentang Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi
Daerah pada Kabupaten/ Kota SeIndonesia Tahun Anggaran 2010-2011. Hasil
Penelitiannya Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pendapatan Lainnya yang Sah, Dana
Alokasi Umum berpengaruh terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/ Kota di
Indonesia.
Gomgom Arthur Simamora melakukan penelitian tentang Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap
Alokasi Belanja Daerah pada Provinsi Sumatera Selatan periode 2009- 2011. Hasil
dari penelitian tersebut adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan
Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/ Kota di
Sumatera Selatan
Nugraeni (2014) melakukan penelitian tentang Pengaruh Dana Alokasi
Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah
SeIndonesia
Sumber: Review dari beberapa Artikel
2.3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.3.1. Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam
suatu masalah tertentu. Penelitian ini menggunakan empat variabel independen yaitu
pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus serta satu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Prakoso (2004) menyatakan bahwa kenaikan dalam Pajak Daerah (X1) akan
meningkatkan belanja daerah, fakta ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Pakpahan (2009) dan Sarwono bahwa pajak daerah berpegaruh terhadap belanja
daerah
Retribusi Daerah (X2) merupakan bagian dari Pendapatan Asli Daerah.
Pendapatan Asli Daerah dapat dijadikan sebagai indikator dalam menilai tingkat Pajak Daerah
(X1)
Pajak Daerah
(X1)
(X1)Retribusi Daerah
(X2)
Dana Alokasi Umum (X3)
Dana Alokasi Khusus (X4)
BELANJA
DAERAH (Y)
Pajak Daerah
kemadirian suatu daerah. Jika Retribusi meningkat maka pengalokasian dana belanja
daerah untuk meningkatkan pelayanan masyarakat juga akan meningkat
Dana Alokasi Umum (X3) merupakan dana transfer yang penting, transfer
dana dari pemerintah pusat ini merupakan transfer dana yang berasal dari APBN,
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk membiayai kebutuhan pengeluaran daerah, dimana belanja daerah termasuk
kedalam beberapa pengeluaran daerah guna melaksanakan desentralisasi.
Dana Alokasi Khusus (X4) merupakan dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus yang
merupakan urusan daerah dan prioritas nasional. Sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Gomgom Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap alokasi
belanja daerah. Hal ini disebabkan DAK telah ditentukan oleh pemerintah pusat
diutamakan untuk proses pembangunan, sehingga daerah tidak dapat
membelanjakannya untuk kebutuhan lain.
Maka pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi
khusus saling berkaitan sebagai penerimaan daerah yang berpengaruh terhadap
belanja daerah. Pemerintah daerah yang memiliki pajak daerah, retribusi daerah,
Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus yang tinggi akan mengakibatkan
2.3.2 Hipotesis Penelitian
Erlina (2011) “Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud
untuk diuji secara empiris.” Proposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang
dapat dipercaya,disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk
yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena.
Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang telah diuraikan di
atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi
Khusus berpengaruh baik secara parsial maupun simultan terhadap Belanja Daerah