• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Promosi kesehatan

Promosi kesehatan adalah proses memberdayakan atau memandirikan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan, serta pengembangan lingkungan yang sehat. Promosi mencakup aspek perilaku, yaitu upaya untuk memotivasi, mendorong dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2012).

2.1.1. Alat Bantu Promosi Kesehatan

Alat bantu promosi kesehatan adalah alat-alat yang digunakan penyuluh dalam penyampaian informasi. Alat bantu ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia diterima atau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh. Elgar Dale (Notoatmodjo, 2012), membagi alat peraga tersebut atas sebelas macam dan sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat tersebut dalam sebuah kerucut. Secara berurut dari intensitas yang paling kecil sampai yang paling besar alat tersebut adalah sebagai berikut: 1). Kata-kata; 2). Tulisan; 3). Rekaman, radio; 4)

(2)

Film; 5) Televisi; 6). Pameran; 7). Fieldtrip; 8). Demonstrasi; 9). Sandiwara; 10). Benda Tiruan; 11). Benda Asli.

Alat bantu akan sangat membantu di dalam melakukan penyuluhan agar pesan-pesan kesehatan dapat disampaikan lebih jelas dan tepat. Ada beberapa macam alat bantu antara lain:

a. Alat bantu lihat, misalnya slide, film, gambar, dan lain-lain. b. Alat bantu dengar, misalnya radio, piring hitam, dan lain-lain. c. Alat bantu lihat-dengar misalnya, televisi, video cassette.

Menurut pembuatan dan penggunaannya alat bantu ini dapat dikelompokkan menjadi:

a. Alat bantu yang rumit (complicated) seperti film, film strip, slide yang memerlukan alat untuk mengoperasikannya.

b. Alat bantu yang sederhana seperti leaflet, buku bergambar, benda-benda yang nyata, poster, spanduk, flanel graph, dan sebagainya.

2.1.2. Media Promosi Kesehatan

(3)

terkandung di dalamnya harus dapat diterima oleh sasaran. Promosi kesehatan tidak dapat lepas dari media karena melalui media, pesan-pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan mudah dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut sampai memutuskan untuk mengadopsi perilaku yang positif.

2.1.3. Tujuan Media Promosi Kesehatan

Adapun beberapa tujuan atau alasan mengapa media sangat diperlukan di dalam pelaksanaan promosi kesehatan antara lain:

a. Dapat menghindari salah pengertian/pemahaman atau salah tafsir.

b. Dapat memperjelas apa yang diterangkan dan dapat lebih mudah ditangkap.

c. Apa yang diterangkan akan lebih lama diingat, terutama hal-hal yang mengesankan.

d. Dapat menarik serta memusatkan perhatian.

e. Dapat memberi dorongan yang kuat untuk melakukan apa yang dianjurkan. 2.1.4. Jenis Media Promosi Kesehatan

Menurut Depkes (2004), alat-alat peraga dapat dibagi dalam 4 kelompok besar:

(4)

- Benda sesungguhnya, misalnya tinja di kebun, lalat di atas tinja, dan lain sebagainya.

- Spesimen, yaitu benda sesungguhnya yang telah diawetkan seperti cacing dalam botol pengawet, dan lain-lain.

- Sampel yaitu contoh benda sesungguhnya untuk diperdagangkan seperti oralit, dan lain-lain.

a. Benda tiruan, yang ukurannya lain dari benda sesungguhnya. Benda tiruan bisa digunakan sebagai media atau alat peraga dalam promosi kesehatan. Hal ini dikarenakan menggunakan benda asli tidak memungkinkan, misal ukuran benda asli yang terlalu besar, terlalu berat, dan lain-lain. Benda tiruan dapat dibuat dari bermacam-macam bahan seperti tanah, kayu, semen, plastik, dan lain-lain.

b. Gambar/Media grafis, seperti poster, leaflet, gambar karikatur, lukisan, dan lain-lain.

(5)

pembuatannya harus menarik, sederhana dan hanya berisikan satu ide saja. Poster yang baik adalah poster yang mempunyai daya tinggal lama dalam ingatan orang yang melihatnya serta dapat mendorong untuk bertindak. - Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-kalimat

yang singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar yang sederhana. Ada beberapa yang disajikan secara berlipat. Leaflet digunakan untuk memberikan keterangan singkat tentang suatu masalah, misalnya deskripsi pengolahan air di tingkat rumah tangga, deskripsi tentang diare dan pencegahannya, dan lain- lain. Leaflet dapat diberikan atau disebarkan pada saat pertemuan-pertemuan dilakukan seperti pertemuan FGD (Focus Group Discussion), pertemuan Posyandu, kunjungan rumah, dan lain-lain. Leaflet

dapat dibuat sendiri dengan perbanyakan sederhana.

(6)

samping itu perlu pula diketahui kelemahan yang ada, oleh karena kadang informasi dalam booklet tersebut telah kadaluwarsa. Dan pada suatu tujuan instruksional tertentu booklet tidak tepat dipergunakan.

c. Gambar Optik, seperti photo, slide, film, dan lain-lain.

- Photo sebagai bahan untuk alat peraga, photo digunakan dalam bentuk album dan dokumentasi lepasan.

- Slide pada umumnya digunakan untuk sasaran kelompok. Penggunaan slide cukup efektif, karena gambar atau setiap materi dapat dilihat berkali-kali, dibahas lebih mendalam. Slide sangat menarik terutama bagi kelompok anak sekolah, karena alat ini lebih “trendi” dibanding dengan gambar, leaflet. - Film merupakan media yang bersifat menghibur, tapi dapat disisipi dengan

pesan-pesan yang bersifat edukatif. Sasaran media ini adalah kelompok besar, dan kolosal.

2.1.5. Dasar Pertimbangan Pemilihan Media

Beberapa penyebab orang memilih media antara lain adalah (Sadirman,2006): a. Bermaksud mendemonstrasikannya.

b. Merasa sudah akrab dengan media tersebut.

c. Ingin memberi gambaran atau penjelasan yang lebih konkret. d. Merasa bahwa media dapat berbuat lebih dari yang biasa dilakukan.

(7)

Connel yang dikutip oleh Sadirman (2006), mengatakan bahwa jika media itu sesuai pakailah, “If the medium fits, Use it”. Hal yang menjadi pertanyaan disini adalah apa ukuran atau kriteria kesesuaian tersebut. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan misalnya adalah tujuan yang ingin dicapai, karakteristik sasaran, jenis rangsangan yang diinginkan, keadaan latar atau lingkungan, kondisi setempat, dan luasnya jangkauan yang ingin dilayani. Faktor tersebut akhirnya diterjemahkan dalam keputusan pemilihan.

2.2. Perilaku Kesehatan

2.2.1. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan yang di cakup dalam ranah pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know)

(8)

paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisa (Analysis)

(9)

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2012).

(10)

2.2.2. Sikap

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap stimulus tertentu. Sikap individu tidak terlepas dari perilaku, sebab proses terjadinya perilaku seseorang berlangsung karena adanya sikap orang terhadap objek. Menurut Berkowitz (1972), sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable), maupun perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavourable) pada objek tersebut. Secara lebih spesifik Thurstone memformulasikan sikap sebagai derajat aspek positif atau negatif terhadap suatu objek psikologis (Azwar, 2005).

(11)

sesuatu, menentukan apakah yang disukai, diharapkan dan diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan dan apa yang harus dihindari.

Menurut Notoatmodjo (2012), sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu : a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau memperhatikan stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap TB paru dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap pemberian informasi tentang TB paru. b. Menanggapi (Responding)

Menanggapi diartikan memberi jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (Valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus.

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.3.Teori Perubahan Perilaku

(12)

stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses: StimulusOrganismeRespons, sehingga teori Skinner ini disebut teori ”S-O-R” (Stimulus-Organisme-Respons). Selanjutnya, teori Skinner menjelaskan adanya dua jenis respons, yaitu :

1) Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut elicting stimuli. Karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya : makanan lezat akan menimbulkan nafsu untuk makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respons juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah akan menimbulkan rasa sedih, mendengar berita suka atau gembira akan menimbulkan rasa suka cita.

2) Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang dan kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respon, apabila seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik adalah sebagai respons terhadap gaji yang cukup kemudian karena kerja baik tersebut, menjadi stimulus untuk memperoleh promosi pekerjaan. Jadi, kerja baik tersebut sebagai reinforcer untuk memperoleh promosi pekerjaan.

(13)

1) Perilaku tertutup (Cover behaviour)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat dinikmati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk ”unobservable behaviour” atau ”cover behaviour” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. Contoh: Ibu hamil tahu pentingnya periksa hamil untuk kesehatan bayi dan dirinya sendiri (pengetahuan), kemudian ibu tersebut bertanya kepada tetangganya dimana tempat periksa hamil yang dekat (sikap).

2) Perilaku terbuka (Overt behaviour)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau ”observable behaviour”.

2.4. TB Paru

2.4.1. Pengertian TB Paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Penyakit tuberkulosis menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberculosis (Kemenkes, 2014). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

(14)

pemeriksaan dahak, memberikan hasil yang positif. Satu pemeriksaan dahak memberikan hasil yang positif dan foto rontgen dada menunjukkan TB paru aktif (2) TB paru BTA negatif, yaitu pemeriksaan dahak hasilnya masih meragukan. Jumlah kuman yang ditemukan pada waktu pemeriksaan belum memenuhi syarat positif. Foto rontgen dada menunjukkan hasil positif (Laban, 2007).

Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI. Termasuk dalam kelompok pasien ini (Kemenkes, 2014) adalah:

a. Pasien TB paru BTA positif

b. Pasien TB paru hasil biakan Mycobacterium Tuberculosis positif. c. Pasien TB paru hasil tes cepat Mycobacterium Tuberculosis positif.

d. Pasien TB ekstra paru terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.

e. TB paru anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.

Pasien TB terdiagnosis secara klinis adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:

(15)

b) Pasien TB ekstra paru yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.

c) TB paru anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.

Catatan: Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian terkonfirmasi bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah memulai pengobatan) harus diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi bakteriologis.

2.4.2. Etiologi TB Paru

Penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). M.tuberculosis berbentuk batang lurus tidak berspora

dan juga tidak berkapsul. Dinding M. Tuberculosis sangat kompleks dan terdiri dari lapisan lemak yang cukup tinggi (60%). Bentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 - 0,6 mikron. Bakteri M.Tuberculosis tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama pada suhu antara 4o c sampai 70 o c (Kemenkes, 2014).

Penyusun utama dinding sel M. Tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan

(16)

diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam-alkohol. Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoclonal. M. tuberculosis sangat peka terhadap sinar ultraviolet, sebahagian besar kuman akan mati dalam waktu beberapa menit, dalam dahak pada suhu 30-37 o c akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu dan M. tuberculosis dapat bersifat domant (tidur/tidak berkembang) ( Kemenkes, 2014).

2.4.3. Patogenesis TB Paru

Sumber penularan penyakit TB paru adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung ( Kemenkes, 2014).

(17)

menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet / percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (Kemenkes, 2014). 2.4.4.Klasifikasi Penyakit TB Paru

Selain pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut diatas, pasien juga diklasifikasikan menurut :

a) Lokasi anatomi dari penyakit b) Riwayat pengobatan sebelumnya c) Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat d) Status HIV

a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit Tuberkulosis paru :

Pasien TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru (Kemenkes, 2014).

(18)

ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ, menunjukkan gambaran TB yang terberat (Kemenkes, 2014).

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:

1) Pasien baru TB : adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan.

2) Pasien yang pernah diobati TB : adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih. Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:

I. Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis

II. Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.

III. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up): adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat /default).

IV. Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

(19)

c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :

I. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja

II. Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan

III. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan

IV. Extensive drug resistan adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin) V. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau

tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).

2.4.5. Gejala Penyakit TB Paru

Gejala penyakit TB paru secara umum dibagi menjadi dua, yaitu gejala umum dengan gejala khusus ( Depkes, 2009):

1. Gejala Umum (Sistemik), yaitu:

(20)

b. Penurunan nafsu makan dan berat badan

c. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah) 2. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala Khusus , yaitu :

a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru -paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah disertai sesak.

b. Bila ada cairan di rongga pleura (pembungkus paru -paru) dapat disertai dengan keluhan sakit dada.

c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai Meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang (Maryuani, 2011).

(21)

2.4.6. Pencegahan Penyakit TB Paru

1. Imunisasi dengan vaksin BCG sangat penting untuk mengendalikan penyebaran penyakit TB paru. Vaksin ini akan memberi tubuh kekebalan aktif terhadap penyakit TB paru, vaksin ini hanya perlu diberikan sekali seumur hidup, karena pemberian lebih dari sekali tidak berpengaruh. Vaksin BCG akan sangat efektif apabila diberikan segera setelah lahir atau paling lambat 2 bulan setelah lahir. 2. Karena sumber penularan TB paru yang utama adalah orang-orang dewasa yang

sehari-hari dekat dengan anak, maka orang dewasa yang dicurigai TB paru harus ditangani dengan baik dan benar, yaiu dengan segera memeriksakan diri untuk memastikan apakah menderita TB paru aktif atau tidak dan dilakukan pengobatan secara teratur apabila benar menderita TB paru (Depkes, 2009).

2.4.7. Multi Drug Resistense (MDR)

(22)

Faktor utama penyebab terjadinya resistansi kuman terhadap OAT adalah ulah manusia sebagai akibat tatalaksana pengobatan pasien TB yang tidak dilaksanakan dengan baik. Penatalaksanaan pasien TB yang tidak adekuat tersebut dapat ditinjau dari sisi:

1. Pemberi jasa/petugas kesehatan, yaitu karena: a) Diagnosis tidak tepat

b) Pengobatan tidak menggunakan paduan yang tepat

c) Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan tidak adekuat d) Penyuluhan kepada pasien yang tidak adekuat

2. Pasien, yaitu karena :

a) Tidak mematuhi anjuran dokter/ petugas kesehatan b) Tidak teratur menelan paduan OAT

c) Menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya d) Gangguan penyerapan obat

3. Program Pengendalian TB , yaitu karena : a) Persediaan OAT yang kurang

b) Kualitas OAT yang disediakan rendah (Pharmaco-vigillance)

2.5. TB Anak

2.5.1.Penegakan Diagnosis TB Paru Anak

(23)

yang tinggal serumah atau sering bertemu dengan pasien TB paru menular. Pasien TB paru menular adalah terutama pasien TB paru yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif dan umumnya terjadi pada pasien TB paru dewasa. (Kemenkes, 2013).

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang paling sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Perlu ditekankan bahwa gejala klinis TB paru pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB paru (Kemenkes, 2013).

Gejala sistemik/umum TB paru anak adalah sebagai berikut:

a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik.

b. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau be rulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB paru anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lainnya.

c. Batuk lama ≥ 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan.

d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to thrive).

(24)

f. Diare persisten/menetap (> 2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.

Gejala klinis spesifik terkait organ

Gejala klinis pada organ yang terkena TB , tergantung jenis organ yang terkena, misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit, adalah sebagai berikut (Kemenkes, 2013):

1) Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli), pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter ≥1 cm, konsistensi kenyal, tidak nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens.

2) Tuberkulosis otak dan selaput otak:

a) Meningitis TB : Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai gejala akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.

b) Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang. 3) Tuberkulosis sistem skeletal:

a) Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus). b) Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda

peradangan di daerah panggul.

c) Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab yang jelas.

d) Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).

(25)

5) Tuberkulosis mata:

a) Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis). b) Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).

6) Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.

2.5.2. Pengobatan TB Paru Anak

Prinsip dasar pengobatan TB paru anak adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak. Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT pada anak : 2(RHZ)/4(RH), Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit. Anak dengan BB ≥33 kg, dirujuk ke rumah sakit, obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah OAT KDT (Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap) dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum (Depkes, 2009).

Hasil pengobatan pasien TB yaitu (Depkes, 2009):

a) Sembuh jika Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada akhir pengobatan dan minimal satu pemeriksaan follow-up sebelumnya negatif.

(26)

c) Meninggal adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.

d) Pindah adalah pasien yang pindah berobat ke unit lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.

e) Default (Putus berobat) adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

f) Gagal jika pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan (Depkes, 2008).

2.6. Landasan Teori

Menurut Fitriani (2011) bahwa prinsip dasar dari pendidikan kesehatan adalah proses belajar, dalam proses belajar terdapat 3 persoalan pokok yaitu persoalan masukan, proses dan persoalan keluaran.

Gambar 2.1. Proses Pendidikan Kesehatan

Persoalan pokok dalam proses belajar (Fitriani, 2011) yaitu

a. Persoalan masukan (input) yang terdiri dari kelompok sasaran dengan latar belakang umur, pendidikan, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berbeda. b. Persoalan proses yaitu mekanisme dan interaksi yang terjadi perubahan

kemampuan (perilaku) pada individu. Pada proses ini terjadi pengaruh timbal balik

(27)

antara berbagai faktor antara lain individu, pengajar, media dan metode pembelajaran.

c. Persoalan keluaran (output) yaitu hasil belajar itu sendiri baik berupa kemampuan atau perubahan perilaku dari individu yang telah mendapatkan pengajaran.

Menurut Ali (2011) bahwa pendidikan kesehatan yang diberikan akan memberikan proses perubahan sehingga terciptanya suatu perilaku yang baru. Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2012), merumuskan bahwa proses perubahan perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses: StimulusOrganismeRespons, sehingga teori Skinner ini disebut teori ”S-O-R” (Stimulus-Organisme-Respons). Selanjutnya, teori Skinner menjelaskan adanya dua jenis respons, yaitu :

1) Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.

2) Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang dan kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respons.

(28)

1) Perilaku tertutup (Cover behaviour)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat dinikmati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk ”unobservable behaviour” atau ”cover behaviour” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.

2) Perilaku terbuka (Overt behaviour)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau ”observable behaviour”, tindakan ini dapat juga berupa keterampilan seseorang dalam melakukan sesuatu.

Teori SOR ( Skinner)

Gambar 2.2. Teori Perubahan Perilaku SOR (Skinner)

Stimulus Organisme

Respons Tertutup Pengetehuan Sikap

(29)

2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan beberapa kajian teori dan tujuan penelitian, maka kerangka konsep penelitian yang disusun adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Konsep utama penelitian adalah untuk melihat pengaruh metode penyuluhan kesehatan dengan menggunakan media cerita bergambar dan leaflet terhadap pengetahuan dan sikap anak sekolah dasar tentang penyakit TB paru anak.

Intervensi Penyuluhan Kesehatan  Media Leaflet

Media Cerita bergambar

Pretest Pengetahuan dan Sikap anak Tentang Penyakit TB paru anak

Gambar

Gambar 2.1. Proses Pendidikan Kesehatan
Gambar 2.2. Teori Perubahan Perilaku SOR (Skinner)
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

dalam G-30-S/PKI. Hal- hal diatas harus menjadi dasar kebijakan seleksi.. penerimaan karyawan baru bagi setiap organisasi dan perusahaan. Job specification. Dalam

(1) Proses perencanaan supervisi berisi pembentukan jadwal supervisi dan instrumen penilaian supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah dan wakasek kurikulum, (2)

Hasil penelitian menunjukkan secara simultaan (bersama-sama) menunjukkan perbedaan Keamanan Kerja sebesar 30,0%, Kesehatan Kerja sebesar 43% dibandingkan

Kedua, perubahan status permodalan Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing menjadi Perseroan Terbatas Penanaman Modal Dalam Negeri tidak diatur dalam peraturan manapun

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah umpan balik tertulis secara tidak langsung dari guru dalam meningkatkan kemampuan menulis siswa dalam

Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antar peserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian ( rating scale ) yang disertai rubrik, sedangkan

Sistem injeksi bahan bakar berupa EFI ini adalah sebagai pengganti karburator dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain : karburator tidak mampu mengalirkan campuran

Sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (“ OJK ”) No. 32/POJK.04/2014 tanggal 8 Desember 2014 tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat