TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Jamur Tiram
Menurut Abdul (2002) jamur tiram sudah dibudidayakan sejak tahun 1982
di Bogor, kemudian terjadi peningkatan budidaya menjelang tahun 2000. Di alam,
jamur tiram banyak dijumpai tumbuh pada tumpukan limbah biji kopi. Jamur
tiram termasuk keluarga Agaricaceae atau Tricholomataceae dari kelas
Basidiomycetes. Klasifikasi jamur tiram adalah sebagai berikut.
Kingdom :Myceteae (Fungi)
Divisi :Amastigomycota
Sub divisi :Basidiomycotae
Kelas :Basidiomycetes
Ordo :Agaricales
Famili :Agaricaceae
Genus :Pleurotus
Spesies :Pleurotus ostreatus
Syarat Tumbuh
Menurut Widiwurjani (2010) syarat lingkungan yang dibutuhkan
pertumbuhan dan perkembangan jamurtiram antara lain :
1. Air
a. Kandungan air dalam substrak berkisar 60-65%
b. Apabila kondisi kering maka pertumbuhan akan terganggu atau berhenti
begitu pula sebaliknya apabila kadar air terlalu tinggi maka miselium akan
c. Penyemprotan air dalam ruangan dapat dilakukan untuk mengatur suhu
dan kelembaban.
2. Suhu
a. Suhu inkubasi atau saat jamur tiram membentuk miselium dipertahankan
antara 60-70%
b.Suhu pada pembentukan tubuh buah berkisar antara 16 – 22 º C
3. Kelembaban
a. Kelembaban udara selama masa pertumbuhan miselium dipertahankan
antara 60- 70%
b. Kelembaban udara pada pertumbuhan tubuh buah dipertahankan antara
80-90%
4. Cahaya
a. Pertumbuhan jamur sangat peka terhadap cahaya matahari secara
langsung. Cahaya tidak langsung (cahaya pantul biasa ± 50-15000 lux)
bermanfaat dalam perangsangan awal terbentuknya tubuh buah.
b. Pada pertumbuhan miselium tidak diperlukan cahaya
c. Intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,namur sekitar 200
lux (10%)
5. Aerasi
Dua komponen penting dala udara yang berpengaruh pada pertumbuhan
jamur yaitu oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2). Oksigen merupakan unsur
penting dalam respirasi sel. Sumber energi dalam sel dioksida menjadi
kumbung menyebabkan pertumbuhan jamur tidak normal. Di dalam kumbung
jamur konsentrasi CO2 tidak boleh lebih dari 0,02%.
6. Tingkat Keasaman (pH)
Tingkat keasaman media tanam mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan jamur tiram putih. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
akan mempengaruhi penyerapan air dan hara, bahkan kemungkinan akan tumbuh
jamur lain yang akan menganggu pertumbuhan jamur tiram itu sendiri, pH
optimum pada media tanam berkisar 6-7 (Gunawan, 2000).
Siklus Hidup Jamur Tiram
Siklus hidup jamur tiram hampir sama dengan siklus hidup jenis jamur
dari keluarga besar Agaricaceae lainya. Tahap-tahap pertumbuhan jamur tiram
menurut (Suriwiria,2002) adalah sebagai berikut :
1. Spora (basidiospora) yang sudah masak atau dewasa jika berada di tempat yang
lembab akan tumbuh dan berkecambah membentuk serat-serat halus yang
menyerupai kapas, yang disebut miselium atau miselia.
2. Jika keadaan tempat tumbuh miselia memungkinkan, dalam arti temperatur,
kelembaban, kandungan C/N/P-rasio substrat tempat tumbuh baik, maka
kumpulan miselia tersebut akan membentuk primordia atau bakal tubuh buah
jamur.
3. Bakal tubuh buah jamur itu kemungkinan akan membesar dan pada akhirnya
akan membentuk tubuh buah atau bentuk jamur yang kemudian dipanen.
4. Tubuh buah jamur dewasa akan membentuk spora. Spora ini tumbuh di bagian
ujung basidium, sehingga disebut basidiospora. Jika sudah matang atau dewasa,
Berdasarkan fase perkembangannya, dikenal tiga macam miselia, yaitu
fase miselium primer, sekunder dan tersier. Miselium primer terbentuk dari
basidiospora yang jatuh pada media yang menguntungkan, miselium ini berinti
satu haploid. Fase ini merupakan pertunasan dan fragmentasi hifa yang disebut
pembiakan vegetatif. Fase vegetatif berakhir saat miselium primer mengadakan
plasmogami antara dua hifa dan membentuk miselium sekunder berinti dua. Fase
selanjutnya, miselium sekunder berhimpun menjadi jaringan dan membentuk
tubuh buah (basidiocarp) yang menghasilkan basidiospora. Fase ini disebut fase
generatif atau fase reprodukti (Marlina, N. D dan Siregar, A. D, 2001).
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Jamur tiram (Pleurotus ostreatus)
Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) atau White mushroom juga dikenal
dengan istilah shimeji (Jepang). Sesuai dengan namanya jamur ini memiliki
tudung, diameter tudung jamur antara 3-8 cm (jamur siap petik). Kulit tudung
agak tipis rata, serta memiliki banyak rumpun. Budidaya jamur tiram memerlukan
kondisi lingkungan yang baik, dari suhu, kelembapan, keasaman, cahaya, nutrisi,
serta kandungan air, semakin mendekati kondisi lingkungan yang alami,
pertumbuhan jamur semakin baik (Sutarja, 2010).
Jamur tiram tumbuh dan berkembang sepanjang tahun di daerah beriklim
dingin sampai daratan tropis beriklim panas. Miselium jarnur tumbuh optimal
pada suhu 25oC - 30o C, sedangkan tubuh buah dari sebagian besar spesies jamur
tiram tumbuh optimal pada suhu l8oC – 20oC. Jamur tiram hidup dalam periode
gelap dan terang yang berganti-ganti (Permana, 2007).
Miselium jamur tumbuh optimal dalam keadaan gelap dan kondisi asam
asam (pH rendah) atau pH terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan
miselium. Sebaliknya, tubuh buah jamur tidak tumbuh pada tempat-tempat yang
gelap. Tubuh buah jamur tiram tumbuh optimal pada lingkungan yang agak terang
dan kondisi keasaman agak netral (pH 6,8 -7,0) (Dharijah dan Dharijah, 2001).
Media tanam Pleurotus ostreatus yang mengandung lignin atau serat
kasar, selulosa, karbohidrat, dan serat yang dapat didegradasi oleh jamur menjadi
karbohidrat yang kemudian dapat digunakan untuk sintesis protein. Hasil
penelitian Hale (2010), media tanam jamur tiram putih menggunakan serbuk
gergaji kayu sengon (Paraserianthes falcataria) yang dicampur dengan kertas
koran dapat meningkatkan kadar protein jamur tiram putih.
Budidaya jamur tiram putih sama seperti berbagai macam jamur yang
dapat dikonsumsi, yaitu memerlukan lignin sebagai sumber nutrisinya yang
dikonsumsi dengan mengubah makromolekul karbohidrat menjadi molekul gula
yang lebih sederhana dengan bantuan enzim ligninase yang dihasilkannya. Selain
itu lignin tidak hanya terdapat komponen pokok limbah kayu, seperti serbuk kayu
gergaji, tetapi terdapat pada hampir semua limbah pertanian yang juga
mengandung hemiselulosa, selulosa, makro elemen penting, protein, dan vitamin
(Sutarman, 2012).
Pada umumnya substrat yang digunakan dalam budidaya jamur tiram
adalah serbuk gergaji kayu sengon yang didapat dari sisa pengolahan kayu
sengon. Konsekuensi akan timbul masalah apabila serbuk gergaji sukar diperoleh
di lokasi budidaya jamur tiram. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut
perlu dicari substrat alternatif yang banyak tersedia dan mudah didapat, salah
alternatif, perlu dikaji terlebih dahulu karakteristik pertumbuhan dan produksi
jamur tiram yang akan dihasilkan (Ginting et al.,2013).
Media tanam jamur tiram putih yang biasanya menggunakan serbuk
gergaji, dedak, kalsium karbonat (CaCO3) dan air secukupnya. Pemanfaatan
limbah pertanian ampas tebu dan kulit pisang dalam media tanam sebagai substrat
tanmbahan untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih. Bahan
tambahan media yang dapat digunakan adalah ampas tebu dan kulit pisang.
Menurut hasil penelitian Christiyanto dan Subrata (2005) ampas tebu
mengandung karbon (C) 47%, hydrogen (H) 6,5%, oksigen (O2) 44%, abu 2,5%,
kalor 2,5%, protein kasar 2,5%, serat kasar 43-52%, kecemaan <25%, kadar NDF
(Neutral Detergent Fiber) 84,2%, kadar ADF (Acid Detergent Fiber) 51%,
Hemiselulosa 33,2%, Selulosa 40,3%, Lignin 11,2%, nilai kalor 50% atau sekitar
7600 kj/kg. Kandungan selulosa yang tinggi sangat baik untuk pertumbuhan
jamur tiram.
Ampas Tebu
Tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat di tanam di
daerah yang memiliki iklim tropis. Di Indonesia, perkebunan menempati luas
yang mencapai 375 ribu hektar pada tahun 2012 yang tersebar di Medan,
Lampung, Solo, Tegal, dan Mojokerto. Pada tahun 2012 produksi tebu Indonesia
mencapai dua juta ton. Sari tebu merupakan hasil utama dari tebu yang kemudian
dijadikan bahan utama dalam pembuatan gula. Dalam skala besar, mayoritas
penggunaan tebu adalah untuk pembuatan gula di pabrik pabrik gula putih namun
gula merah. Dalam proses produksinya, tebu menghasilkan 90% ampas tebu, 5%
molase dan 5% air (Maulana, 2012).
Penggunaan ampas tebu dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil jamur
tiram dibandingkan pemakaian pupuk NPK dan TSP sehingga dapat digunakan
sebagai pengganti pupuk NPK dan TSP. Pada ampas tebu terdapat senyawa utama
yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin serta senyawa lain yang meliputi karbon,
hidrogen, oksigen dan abu. Selain itu ampas tebu memiliki sifat porositas, yaitu
ruang volume pori-pori mikro maupun makro atau ruang agrerat yang satu dengan
yang lain dalam tanah sehingga mudah mengikat air, tidak mudah lapuk,
mempunyai sumber K yang dibutuhkan oleh tanaman dan tidak mudah memadat
(Rudiono, 2006).
Pada saat pengomposan yang dilakukan selama dua hari unsur-unsur yang
terkandung pada ampas tebu didegradasi menjadi senyawa protein dan nutrien
lainnya, yang sebelumnya mengalami proses pengomposan terlebih dahulu. Hal
ini sesuai dengan pendapat Hermiati (2010) proses pengomposan diperlukan oleh
tanaman untuk menyiapkan makanan yang diperlukan dan menghilangkan
senyawa yang mudah teroksidasi dan tidak digunakan lagi.
Dan pemanfaatan limbah ampas tebu bisa menjadi media tanam jamur
tiram. Adapun kandungan ampas tebu yaitu karbon 47%, hidrogen 6,5%, protein
kasar 2,5%, serat kasar 43-52%, hemiselulosa 33,2%, selulosa 40,3%, lignin