BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian disertasi Doktor ini dilaksanakan di Laboratorium Advanced Materials Processing Prodi Teknik Fisika Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Bandung dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Bambang Sunendar P., M.Eng.
3.2 Bahan dan Peralatan
3.2.1 Bahan
Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan polimer, bahan kimia dan air yaitu :
1. Bahan polimer : Kitosan berat molekul rendah (berasal dari kulit udang). 2. Bahan kimia : Ba(No3)2 ; Fe(No3)3.9H2O ; NdCl3.6H2Odan CH3COOH
3. Air : Air Demineralisasi (Aqua DM).
Bahan-bahan tersebut di atas lebih rinci dapat dililat pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Bahan yang Digunakan Pada Penelitian
3.2.2 Peralatan
Peralatan yang akan digunakan pada penelitian ini terdiri dari :
1. Peralatan penelitian : Gelas ukur, Beaker gelass (beberapa ukuran), pipet, Magnetic Stirrer, Stirrer, Timbangan digital, pot zalep, Termometer, Homogenezer, oven, furnace, spatula, mortar.
2. Peralatan karakterisasi : X-Ray Diffractometer (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM) dan Vibration Sample Magnetometer (VSM).
3. Peralatan simulasi : 1 (satu) unit mini komputer HPC (opteron) 32 core berbasis operasi Linux dan perangkat lunak Quantum Espresso.
3.3 Prosedur Penelitian
Prosedur pada penelitian ini terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu : preparasi, sintesis, karakterisasi dan simulasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram alir yang disajikan pada Gambar 3.1.
3.3.1 Preparasi Larutan Kitosan.
Larutan kitosan yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan kitosan 1% weight/ volume (w/v), jenis kitosan adalah low moluculer (berasal dari kulit udang). Kitosan tersebut berfungsi sebagai dispersant. Terlebih dahulu dibuat larutan asam asetat 2% voleme/ volume (v/v) dengan cara mencampurkan asam asetat sebanyak 2 ml kedalam 98 ml air demineraisasi sebagai pelarut sambil diaduk hingga merata. Kemudian 1g kitosan dilarutkan kedalam larutan asam asetat 2% v/v tersebut menggunakan Stirrer selama 24 jam agar semua kitosan benar-benar telah larut sehingga terbentuklah larutan kitosan 1% w/v. Diagram alir preparasi larutan kitosan dapat dilihat pada Gambar 3.2.
3.3.2 Preparasi Larutan Tapioka.
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
hingga merata menggunakan Hotplate Stirrer pada temperatur (70 – 80) 0C agar amilosa dapat terlepas dari kandungan pati tapioka. Amilosa tersebut berfungsi sebagai templat. Diagram alir preparasi larutan tapioka dapat dilihat pada Gambar 3.3 berikut.
Gambar 3.3 Diagram Alir Preparasi Larutan Tapioka 0,5 % w/v
3.3.3 Sintesis Ba(Nd)xFe12O19
Proses sintesis Ba(Nd)xFe12O19 adalah proses pembuatan Ba(Nd)xFe12O19
menggunakan metode sol-gel yang meliputi : pembuatan larutan prekursor, homogenisasi larutan prekursor dan pengeringan larutan prekursor, pembuatan serbuk dan kalsinasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram alir yang disajikan pada Gambar 3.4.
3.3.3.1 Pembuatan Larutan Prekursor
Prekursor yang digunakan adalah : Ba(No3)2 ; Fe(No3)3.9H2Odan
NdCl3.6H2O dengan perbandigan 1 : 12 : x, x sebagai doping dengan variasi = (0;
0,5 ; 1,0 dan 1,5) % mol, perbandingan tersebut menggunakan stiokometri perbandigan mol. Proses pembuatan larutan prekursor adalah sebagai berikut : menyiapkan air demineralisasi didalam beaker glass. Beaker glass tersebut diletakkan di atas stirrer sambil diaduk, kemudian kedalam air demineralisasi ditambahkan prekursor Fe(No3)3.9H2O dan diaduk selama 10 menit selanjutnya
kedalam larutan Fe(No3)3.9H2O ditambahkan prekursor Ba(No3)2 larutan tetap di
Gambar 3.4 Diagram Alir Sintesis Ba(Nd)xFe12O19
Sambil larutan prekursor diaduk, kedalam larutan tersebut ditambahkan larutan kitosan (1% w/v) sebanyak 10 % v/v sebagai dispersant dan terus diaduk selama 15 menit hal ini untuk memastikan larutan kitosan tersebut benar-benar larut dalam larutan prekursor. Pembuatan larutan prekursor di atas diulangi dengan tambahan variasi prekursor NdCl3.6H2O (0,5 ; 1,0 dan 1,5) % mol, dan variasi
larutan tapioka (5, 10 dan 15) % v/v, untuk larutan perkursor yang pertama dibuat tanpa larutan kitosan dan larutan tapioka hanya untuk membandingkan ukuran morfologi antara dengan larutan kitosan (sebagai dispersant) dengan tanpa larutan kitosan sehingga semua menjadi 17 macam larutan prekursor dan diberi label seperti pada Tabel 3.2. Penambahan variasi NdCl3.6H2O dilakukan setelah
penambahan Ba(No3)2 sambil diaduk selama 10 menit, penambahan larutan
tapioka (0,5 % w/v) pada larutan prekursor dilakukan setelah penambahan larutan kitosan 1% w/v dan larutan tersebut harus tetap diaduk selama 30 menit hal ini untuk memastikan NdCl3.6H2O dan larutan tapioka tersebut benar-benar sudah
Tabel 3.2 Larutan Prekursor
Gambar 3.5 Warna Larutan Prekursor
Keterangan :
(a) air demineralisasi, (b) setelah penambahan Fe(No3)3.9H2O, (c) setelah
penambahan Ba(No3)2, (d) setelah penambahan NdCl3.6H2O, (e) setelah
penambahan larutan kitosan 1% w/v dan (f) setelah penambahan larutan tapioka. Diagram pembutan larutan prekursor tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.6.
b c
Gambar 3.6 Diagram Alir Pembuatan Larutan Prekursor
Untuk membuat larutan Prekursor menggunakan perhitungan sebagai berikut. Menghitung massa Prekursor
Unsur yang diharapkan Ba(Nd)xFe12O19
Perbandingan rasio molar
Ba : Nd : Fe = 1 : x : 12 = 0,5 : x : 6 = 0,05 : x : 0,6 = 0,005 : x : 0,06 x = 0 % = 0 % x rasio molar Ba
Misalkan diambil rasio molar Ba = 0,005, maka untuk mendapatkan 1: 12 rasio molar Fe = 0,06.
rasio molar Nd ( 0 %) = 0 % x 0,005 = 0
rasio molar Nd (0,5 %) = 0,5 % x 0,005 = 0,000025 rasio molar Nd (1,0 %) = 1,0 % x 0,005 = 0,00005 Rasio molar Nd (1,5 %) = 1,5 % x 0,005 = 0,000075
Prekursor yang digunakan :
a. Ba(NO3)2 Mr = 261,34 g/mol.
b. Fe(NO3)3.9H2O Mr = 403,95 g/mol
c. NdCl3.6H2O Mr = 358,69 g/mol
Massa pekursor = Mr (prekursor) x rasio molar (prekursor) x (volume air (ml)/ 1000).
misalkan volume pelarut (aqua DM) 500 ml, maka :
massa Ba(NO3)2 = 261,34 x 0,005 x (500/1000) = 0,06534 g
massa Fe(NO3)3.9H2O = 403,95 x 0,06 x (500/1000) = 1,21185 g
massa Nd (0 %) = 358,69 x 0 x (500/1000) = 0,00000 g massa Nd (0,5 %) = 358,69 x 0,000025 x (500/1000) = 0,00448 g massa Nd (1,0 %) = 358,69 x 0,00005 x (500/1000) = 0,00897 g massa Nd (1,5 %) = 358,69 x 0,000075 x (500/1000) = 0,01345 g
3.3.3.2 Homegenisasi Larutan Prekursor
Gambar 3.7 Ultra Turax Homogeneizer yang Digunakan
3.3.3.3 Pengeringan Larutan Prekursor
Setelah larutan diperkirakan telah homogen, larutan tersebut dikeringkan menggunakan oven bertemperatur 1000C selama 48 jam yakni proses kondensasi yang akhirnya untuk mendapatkan endapan kering yang disebut dengan istilah xerogel. Foto endapan kering tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Larutan Prekursor dalam Oven (kondensasi) dan Endapan Kering (Xerogel).
3.3.3.4 Pembuatan Serbuk
tersebut menggunakan mortar sehalus mungkin. Serbuk yang terbentuk masih merupakan BaO, Fe2O3 dan Nd. Gambar mortar untuk membuat xerogel menjadi
serbuk halus pada Gambar 3.9
Gambar 3.9 Mortar Tempat Pembuatan Serbuk dari Xerogel
3.3.3.5 Kalsinasi
Kalsinasi menggunakan Furnace di Laboratorium Advanced Materials Processing Program Studi Teknik Fisika Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Bandung. Kalsinasi dilakukan untuk mendapatkan kristal Ba(Nd)xFe12O19 dengan cara serbuk BaO, Fe2O3, Nd tersebut dikalsinasi didalam furnace pada temperatur 10000C hal ini berdasarkan diagram fasa pembentukan kristal BaFe12O19 dan di tahan selama dua jam, hasil penelitian sebelumnya yang
relevan (terlampir pada Lampiran B). Foto furnace tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.10 dibawah ini.
Gambar 3.10 Furnace yang Digunakan
3.3.4 Metode Karakterisasi
Serbuk Ba(Nd)xFe12O19 dengan variasi x = (0 ; 0,5 ; 1,0 dan 1,5) % mol hasil
sintesis selanjutnya dikarakterisasi menggunakan :
1. XRD, untuk mengetahui fasa-fasa yang terbentuk pada Ba(Nd)xFe12O19;
2. SEM-EDS, SEM untuk mengamati mikrostruktur permukaan Ba(Nd)xFe12O19 dan EDS untuk mengetahui komposisi unsur yang
terkandung pada Ba(Nd)xFe12O19; dan
3. VSM, untuk mengetahui sifat magnet yang dimiliki oleh Ba(Nd)xFe12O19.
3.3.4.1 X-Ray Diffractometer (XRD)
Karakterisasi menggunakan perangkat XRDdi Laboratorium Pengujian dan Karakterisasi Metalurgi, Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung. Merk Philips Analytical X-Ray B.V. dengan diffractometer type: PW1835 tujuan untuk mengetahui fas-fasa atau senyawa-senyawa yang ada pada pada sampel serbuk hasil sintesis. Output yang dihasilkan berupa pola difraksi sinar-x pada rentang
sudut βθ sebesar 10 - 900 yang mengidentifikasi fasa/senyawa yang terkandung
pada sampel. Dengan melakukan karakerisasi menggunakan XRD dapat dipastikan material terbentuk apakah Ba(Nd)xFe12O19 atau tidak. Perangkat XRD
tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.11 di bawah ini.
Gambar 3.11 Perangkat XRD yang Digunakan
3.3.4.2 Scanning Electron Microscope (SEM) dan Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDS).
Karakterisasi SEM dan EDS menggunakan perangkat SEM-EDS di Laboratorium Scanning Electron Microscope, Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung. Merk JEOL-JSM-6510LV dengan acceleration voltage 0,5 – 30 kV. Karakterisasi menggunakan SEM dan EDS bertujuan untuk melihat morfologi (bentuk/ukuran) dan mengetahui komposisi unsur yang terkandung pada sampel. Output yang dihasilkan berupa foto morfologi sampel dengan pembesaran 20.000 dan 40.000 kali serta komposisi unsur yang terdapat pada sampel. Perangkat SEM-EDS teesebut dapat dilihat pada Gambar 3.12. Karakterisasi mengunakan SEM bertujuan untuk melihat morfologi bentuk dan ukuran morfologi pada sampel (Ba(Nd)xFe12O19), dan dapat diketahui apakah morfologi tersebut sudah sesuai
dengan yang diinginkan baik bentuk maupun ukurannya biasanya yang diinginkan adalah ukuran nanometer.
Gambar 3.12 Perangkat SEM-EDS yang Digunakan
(Program Studi Fisika FMIPA -ITB)
3.3.4.3 Vibrating Sample Magnetometer (VSM)
: VSM1.2H. Karakterisasi menggunakan VSM bertujuan unutk mengetahui sifat magnet yang terdapat pada (Ba(Nd)xFe12O19) berupa saturasi dalam satuan emu/g,
remanensi dalam satuan emu/g dan koersivitasnya dalam satuan Tesla. Output yang dihasilkan berupa kurva histerisis. Pada proses karakterisasi ini sampel diberi gaya magnet dari luar sebesar 1 sampai dengan 1,5 Tesla. Perangkat VSM teesebut dapat dilihat pada Gambar 3.13 di bawah ini.
Gambar 3.13 Perangkat VSM yang Digunakan
(Laboratorium Magnetik-BZM Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju (PSTBM) – BATAN Gedung 43 Kawasan Puspitek Serpong)
3.3.5 Simulasi.
Pembuatan simulasi struktur molekul Ba(Nd)xFe12O19 dan nilai magnetiknya
menggunakan mini komputer HPC (opteron) 32 core di Laboratorium Computational Materials Design Program Studi Teknik Fisika Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Bandung dengan cara menghitung kerapatan elektron guna memperkirakan sifat magnetnya menerapkan teori kerapatan fungsional Density Functional Theory (DFT) dan Pseudopotentials sebagai data base atom yakni Perdew-Burke-Ernzerhof (PBE) dengan mengimplementasikan persamaan Kohn-Sham. Output yang dihasilkan berupa gambar struktur kristal dan sifat mangnet Ba(Nd)xFe12O19. menggunakan perangkat lunak Quantum Espresso
berbasis Linux.
Referensi atom yang digunakan (Pseudo) :
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Serbuk Ba(Nd)xFe12O19
Serbuk Ba(Nd)xFe12O19 merupakan serbuk hasil sintesis telah proses
kalsinasi pada temperatur 10000C selama dua jam. Variabel x adalah perbandingan mol secara stiokometri yakni : 0 ; 0,5 ; 1,0 dan 1,5 % mol dengan masing-masing perbedaan penggunaan variasi persent larutan tapioka 0,5 % (w/v) sebgai templat yakni : 0 ; 5 ; 10 dan 15 % (v/v). Serbuk hasil sistesis keseluruhannya berjumlah 17 jenis seperti yang tertulis pada Tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Jenis Serbuk Hasil Sintesis
.
No Jenis Serbuk Larutan Tapioka
% (v/v)
hasil sistesis Ba(Nd)xFe12O19 berwarna hitam kecoklatan bercampur agak ungu hal
Foto serbuk tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.
Gambar 4.1 Foto Serbuk Ba(Nd)xFe12O19 (a) Sebelum Dikalsinasi (b) Setelah
Dikalsinasi 1000 0C dan Ditahan Selama Dua Jam.
4.2 Hasil X-Ray Diffractometer (XRD)
Untuk membuktikan secara ilmiah bahwa serbuk yang dihasilkan tersebut adalah Ba(Nd)xFe12O19 maka dilakukan metode karakterisasi. menggunakan XRD.
Objek yang dikarakerisasi adalah sampel dari serbuk Ba(Nd)xFe12O19. Pola
difraksi sinar-x sampel BaFe12O19 dapat dilihat pada Gambar: 4.2 ;
Gambar 4.2 Pola Difraksi Sinar-X Sampel BaFe12O19
Pola difraksi sinar-x sampel BaFe12O19 di atas menunjukkan dominan fasa
barium heksaferit yang terkandung pada serbuk hasil kalsinasi. Fasa barium heksaferit ditandai oleh puncak-puncak intensitas yang berada pada sudut-sudut (2) sebagai berikut : 30,24 ; 32,11 ; 34,06 ; 37,02 ; 40,19 ; 42,33 ; 55,13 ; 56,52 ; 63,08 hal ini sesuai dengan kartu Powder Diffraction File (PDF) No. 43-0002. Selain itu terdapat pula fasa Hematite yang ditandai oleh puncak-puncak intensitas yang berada pada sudut-sudut (2) sebagai berikut : 24,01 ; 33,11 ; 35,57 ; 49,51 dan 54,16 hal ini sesuai dengan kartu PDFNo. 33-0664.
Dengan bantuan perangkat lunak Xpowder berdasarkan puncak-puncak intensitas dari pola difraksi di atas dapat ditentukan kristal barium heksaferit : bentuk struktur kristal heksagonal, ukuran rata-rata kristal = 32,41 nm, = 1,5406 Å; a = 5,892Å, b = 5,892 Å, c = 23,183 Å, α = 900, = 900, = 1200, kandungan BaFe12O19 dalam sampel = 83,9 %, nilai hkl dapat dilihat pada Tabel 4.2. Hematite : bentuk struktur kristal trigonal, ukuran rata-rata kristal = 27,56 nm, = 1.5406 Å; a = 5,0356 Å, b = 5,0356 Å, c = 13,7489 Å, α = 900, = 900, = 1200 dan kandungan hematite = 16,1 %. Timbulnya fasa hematite ini disebabkan oleh larutan prekursor kurang homogen.
Tabel 4.2 Data Pola Difraksi Sinar-X Sampel BaFe12O19
Pola difraksi sinar-x sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 dapat dilihat pada Gambar: 4.3.
Gambar 4.3 Pola Difraksi Sinar-X Sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19
Dari pola difraksi sinar-x di atas fasa yang terbentuk murni BaFe12O19
ditandai oleh puncak-puncak intensitas yang berada pada sudut-sudut (2) sebagai berikut : 19,04 ; 23,10 ; 30,39 ; 32,25 ; 34,20 ; 35,25 ; 37,20 ; 40,42 ; 42,42 ; 50,32 ; 55,18 ; 56,60 ; 63,08 hal ini sesuai dengan kartu PDF No. 43-0002. Puncak kristal Nd tidak terbentuk, hal ini disebabkan komposisi Nd sangat sedikit hanya 0,5 %. Dengan bantuan perangkat lunak XPowder berdasarkan puncak-puncak intensitas dari pola difraksi di atas dapat ditentukan.
Tabel 4.3 Data Pola Difraksi Sinar-X Sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19
kristal barium heksaferit : bentuk struktur kristal heksagonal, ukuran rata-rata kristal = 21,44 nm, = 1,5406 Å; a = 5,89β Å, b = 5,89β Å, c = βγ,18γ Å, α = 900, = 900, = 1200 dan Nilai hkl dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Pola difraksi sinar-x sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19 dapat dilihat pada Gambar
4.4.
Gambar 4.4 Pola Difraksi Sinar-X Sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19
Tabel 4.4 Data Pola Difraksi Sinar-X Sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19
No. Sudut 2θ
18,79 ; 23,10 ; 30,28 ; 31,26 ; 32,16 ; 34,09 ; 35,12 ; 37,05 ; 40,27 ; 42,36 ; 50,32 ; 53,80 ; 55,01 ; 56,32 ; 63,00 hal ini sesuai dengan kartu PDF No. 43-0002. Puncak kristal Nd tidak terbentuk, hal ini disebabkan komposisi Nd sangat sedikit hanya 1 %. Dengan bantuan perangkat lunak XPowder berdasarkan puncak-puncak intensitas dari pola difraksi di atas dapat ditentukan kristal barium heksaferit : bentuk struktur kristal heksagonal, ukuran rata-rata kristal = 27,94 nm,
= 1,5406 Å; a = 5,89β Å, b = 5,89β Å, c = βγ,18γ Å, α = 900, = 900, = 1200
dan nilai hkl dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Pola difraksi sinar-x sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19 dapat dilihat pada
Gambar: 4.5.
Gambar 4.5 Pola Difraksi Sinar-X Sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19
Dari pola difraksi sinar-x di atas fasa yang terbentuk murni BaFe12O19 ditandai
oleh puncak-puncak intensitas yang berada pada sudut-sudut (2) sebagai berikut : 18,19 ; 23,13 ; 30,84 ; 32,60 ; 34,46 ; 35,37 ; 37,29 ; 40,62 ; 42,73 ; 50,47 ; 55,33 ; 56,68 ; 63,23 hal ini sesuai dengan kartu PDF No. 07-0276. Puncak kristal Nd tidak terbentuk, hal ini disebabkan komposisi Nd sangat sedikit hanya 1,5 %. Dengan bantuan perangkat lunak XPowder berdasarkan puncak-puncak intensitas dari pola difraksi di atas dapat ditentukan kristal barium heksaferit : bentuk struktur kristal heksagonal, ukuran rata-rata kristal = 18,62 nm, = 1,7885 Å; a =
5,876 Å, b = 5,876 Å, c = βγ,17 Å, α = 900,
Tabel 4.5 Data Pola Difraksi Sinar-X Sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19
No. Sudut 2θ
(0) h k l
d-spacing Fasa
1 18,19 1 0 1 4,8744 Barium Heksaferit 2 23,13 0 0 6 3,8431 Barium Heksaferit 3 30,84 1 1 0 2,8975 Barium Heksaferit 4 32,60 1 0 7 2,7445 Barium Heksaferit 5 34,46 1 1 4 2,6006 Barium Heksaferit 6 35,37 2 0 0 2,5360 Barium Heksaferit 7 37,29 2 0 3 2,4097 Barium Heksaferit 8 40,62 2 0 5 2,2195 Barium Heksaferit 9 42,73 2 0 6 2,1144 Barium Heksaferit 10 50,47 2 0 9 1,8069 Barium Heksaferit 11 55,33 2 1 7 1,6592 Barium Heksaferit 12 56,68 2 0 11 1,6228 Barium Heksaferit 13 63,23 2 2 0 1,4698 Barium Heksaferit
4.3 Hasil SEM dan EDS
Hasil SEM merupakan foto morfologi sampel serbuk Ba(Nd)xFe12O19
dengan pembesaran 40.000 x. Foto morfologi sampel BaFe12O19 dapat dilihat
pada Gambar : 4.6, 4.7, 4.8, 4.9 dan 4.10.
Gambar 4.6 Foto Morfologi Sampel BaFe12O19 (Tanpa Larutan Kitosan dan
Larutan Tapioka)
Foto di atas jelas terlihat sampel BaFe12O19 tanpa larutan kitosan dan larutan
morfologi sampel BaFe12O19 dengan larutan kitosan (Gambar : 4.7 sampai dengan
4.10) hal ini menandakan kitosan yang digunakan berperan sebagai dispersant.
Gambar 4.7 Foto Morfologi Sampel BaFe12O19 (Tanpa Larutan Tapioka).
Gambar 4.8 Foto Morfologi Sampel BaFe12O19 (5% v/v Larutan Tapioka)
Berdasarkan Gambar 4.7 sampel BaFe12O19 (tanpalarutan tapioka) bermorfologi
heksagonal dan bulat, tidak terdapat nanorod, tebal : 57,1–157,1 nm, panjang : 142,9–600 nm. Gambar 4.8 sampel BaFe12O19 (5% v/v larutan tapioka)
bermorfologi heksagonal, bulat dan ada mengarah ke nanorod, ukuran morfologi tebal : 109,4–775 nm panjang : 500–625 nm, ukuran morfologi yang mengarah ke nanorod tebal/diameter : 109.4 nm, pajang : 515,6 nm. Ukuran morfologi sampel BaFe12O19 (tanpa larutan tapioka) terlihat lebih kecil dari sampel BaFe12O19 (5%
.
Ba(Nd)
0Fe
12O
19v/v larutan tapioka) hal ini menunjukkan morfologi sampel BaFe12O19 (tanpa
larutan tapioka) belum ada pembentukan morfologi rod.
Gambar 4.9 Foto Morfologi Sampel BaFe12O19 (10 % v/v Larutan Tapioka)
Gambar 4.10 Foto Morfologi Sampel BaFe12O19 (15 % v/v Larutan Tapioka)
Berdasarkan Gambar 4.9 morfologi sampel BaFe12O19 (10 % v/v larutan
berbentuk heksagonal dan ada yang mengarah ke nanorod ukuran morfologi tersebut tebal : 62,5–140,6 nm panjang 406–1250 nm, ukuran morfologi mengarah ke nanorod tebal/diameter 151,5 nm panjang 878,8 nm. Berdasarkan gambar di atas morfologi sampel BaFe12O19 (15% v/v larutan tapioka) cenderung
lebih besar dari morfologi sampel BaFe12O19 (10% v/v larutan tapioka) dan semua
cenderung berbentuk heksagonal hal ini disebkan oleh jumlah larutan tapioka yang dipakai lebih banyak, namun walaupun demikian terdapat morfologi yang tebalnya lebih kecil yakni 62,5 nm.
Foto morfologi sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 dapat dilihat pada Gambar :
4.11, 4.12, 4.13 dan 4.14 berikut.
Gambar 4.11 Foto Morfologi Sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 (Tanpa Larutan
Tapioka)
Berdasarkan Gambar : 4.11 sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 (tanpa larutan tapioka)
Gambar 4.12 Foto Morfologi Sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 (5% v/v Larutan
Tapioka)
Gambar 4.13 Foto Morfologi Sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 (10 % v/v Larutan
Tapioka)
Sedangkan pada Gambar : 4.12, 4.13 dan 4.14 sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 (5, 10
Gambar 4.14 Foto Morfologi Sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 (15% v/v Larutan
Tapioka)
Foto morfologi sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19 dapat dilihat pada Gambar : 4.15, 4.16,
4.17 dan 4.18 berikut.
Gambar 4.15 Foto Morfologi Sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19 (Tanpa Larutan
Tapioka)
Berdasarkan Gambar : 4.15 sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19 (tanpa larutan tapioka)
Gambar 4.16 Foto Morfologi Sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19 (5% v/v Larutan
Tapioka)
Gambar 4.17 Foto Morfologi Sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19 (10% v/v Larutan
Tapioka)
Sedangkan pada Gambar : 4.16, 4.17 dan 4.18 sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19
Gambar 4.18 Foto Morfologi Sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19 (15% v/v Larutan
Tapioka)
Foto morfologi dari sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19 dapat dilihat pada Gambar :
4.19, 4.20, 4.21 dan 4.22 berikut.
Gambar 4.19 Foto Morfologi Sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19 (Tanpa Larutan
Tapioka)
Berdasarkan Gambar 4.19 sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19 (tanpa larutan tapioka)
sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19 (5, 10, 15 % v/v larutan tapioka) bermorfologi
heksadesimal, bulat dan nanorod dengan ukuran yang bervariasi.
Gambar 4.20 Foto Morfologi Sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19 (5% v/v Larutan
Tapioka)
Gambar 4.21 Foto Morfologi Sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19 (10% v/v Larutan
Tapioka)
Data morfologi (bentuk dan ukuran) sampel Ba(Nd)xFe12O19 dengan variasi x (0 ;
Gambar 4.22 Foto Morfologi Sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19 (15% v/v Larutan
Tapioka)
Tabel 4.6 Morfologi Sampel Ba(Nd)xFe12O19
No Sampel PLP BM T/D (nm) P (nm)
PLP : Pemakaian Larutan tapioka dalam satuan % v/v.
BM : Bentuk Morfologi, h = heksagonal, b = bulat, nr = nanorod. T/D : Tebal/Diameter morfologi dalam satuan nm.
P : Panjang morfologi dalam satuan nm
Berdasarkan hasil SEM baik Gambar maupun Tabel diatas secara garis besar menunjukkan bahwa morfologi yang terbentuk sebahagian besar adalah heksagonal ini sesuai dengan kristal dasarnya adalah barium heksaferit, tetapi dengan penambahan larutan tapioka terdapat morfologi nanorod yakni ukuran diameter atau tebalnya di bawah 100 nm, hal ini menandakan amilosa pada larutan tapioka dapat membentuk sebagian nano partikel sampel Ba(Nd)xFe12O19 dari
heksagonal menjadi rod dengan demikian amilosa berfungsi sebagai templat rod (batang). Jumlah nanorod masih sedikit hal ini disebabkan karena jumlah amilosa lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah amilopektin yang ada pada pati tapioka.
Untuk semakin menegaskan bahwa sampel tersebut adalah Ba(Nd)xFe12O19
terutama untuk memastikan adanya atom Nd maka dilakukan metode karakterisasi lainnya yaitu Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDS). Metode ini bertujuan untuk mengetahui jumlah atom yang terkandung pada sampel hasil kalsinasi dalam satuan persen. Hasil EDS sampel BaFe12O19 dapat dilihat pada Gambar :
4.23 berikut.
Gambar 4.23 Hasil EDS Sampel BaFe12O19
Komposisi jumlah atom yang terkandung dalam sampel BaFe12O19 dalam satuan
% dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut.
keV
Tabel 4.7 Persentase Komposisi Atom Sampel BaFe12O19 formula yakni BaFe12O19.
Hasil EDS sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 dapat dilihat pada Gambar : 4.24
berikut.
Gambar 4.24 Hasil EDSSampel Ba(Nd)0,005Fe12O19
Komposisi jumlah atom yang terkandung dalam sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 dalam
satuan % dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut.
Tabel 4.8 Persentase Komposisi Atom Sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19
No Unsur Jumlah Atom (%)
Berdasarkan Gambar 2.24 dan Tabel 4.8 jelas terlihat bahwa sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 mengandung atom Nd sejumlah 0,11 % dan dominan berisi
atom Oksigen sesuai dengan formula yakni Ba(Nd)0,005Fe12O19.
Hasil EDS sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19 dapat dilihat pada Gambar : 4.25
berikut.
Gambar 4.25 Hasil EDSSampel Ba(Nd)0,010Fe12O19
Komposisi jumlah atom yang terkandung dalam sampel Ba(Nd)0,01Fe12O19 dalam
satuan % dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Persentase Komposisi Atom Sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19
No Unsur Jumlah Atom (%)
atom Oksigen sesuai dengan formula yakni Ba(Nd)0,01Fe12O19.
Hasil EDS sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19 dapat dilihat pada Gambar : 4.26
berikut.
keV
Gambar 4.26 Hasil EDS Sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19
Komposisi jumlah atom yang terkandung dalam sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19 dalam
satuan % dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut.
Tabel 4.10 Persentase Komposisi Atom Sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19
No Unsur Jumlah Atom (%) Ba(Nd)0,015Fe12O19 mengandung atom Nd 0,3 % dan dominan berisi atom Oksigen
sesuai dengan formula yakni Ba(Nd)0,015Fe12O19. Hasil pengamatan terhadap
daerah yang ditandai pada (inzet) menunjukkan bahwa persentase massa dari unsur Ba, Fe, O dan Nd yang terkandung pada sampel hasil kalsinasi dan kenaikan jumlah atom Nd yakni : 0 ; 0,11 ; 0,22 dan 0,3 %, hal ini semakin menegaskan bahwa sampel hasil kalsinasi adalah Ba(Nd)xFe12O19.
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00
4.4 Hasil VSM
Sifat magnet Ba(Nd)xFe12O19 ditentukan berdasarkan kurva hiteresis sampel
Ba(Nd)xFe12O19 hasil karakterisasi VSM. Kurva histeresis tersebut dapat dilihat
pada Gambar 4.27 sampai dengan Gambar 4.36. Sifat magnet BaFe12O19
berdasarkan kurva histeresis sampel BaFe12O19 . Kurva histeresis tersebut dapat
dilihat pada Gambar: 4.27, 4.28, 4.29 dan 4.30 berikut :
Gambar 4.27 Kurva Histerisis Sampel BaFe12O19 (Tanpa Larutan Tapioka)
Gambar 4.28 Kurva Histerisis Sampel BaFe12O19 (5% v/v Larutan Tapioka)
Magnetisasi BaFe12O19
M
ome
n
Ma
gn
et,
M (
emu/g)
M
ome
n Magne
t, M (em
u/g)
Koersivitas (Tesla)
Koersivitas (Tesla)
Gambar 4.29 Kurva Histerisis Sampel BaFe12O19 (10% v/v Larutan Tapioka)
Gambar 4.30 Kurva Histerisis Sampel BaFe12O19 (15% v/v Larutan Tapioka)
Berdasarkan Gambar di atas sifat magnet sampel BaFe12O19 adalah sebagai berikut : momen magnet saturasi (Ms): 47 – 62,2 emu/g, momen magnet remanensi (Mr) : 27 – 37,5 emu/g dan koersivitas (Hc) : 0,2 – 0,32 Tesla. Secara rinci sifat magnet Ba(Nd)0Fe12O19 dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut.
Magnetisasi BaFe12O19
M
ome
n Magne
t, M (em
u/g)
M
ome
n Magne
t, M (em
u/g)
Koersivitas (Tesla) Koersivitas (Tesla)
Tabel 4.11 Sifat Magnet Sampel BaFe12O19
Secara grafik dapat dilihat pada Gambar: 4.31 dan 4.32 di bawah ini.
Gambar 4.31 Grafik Saturasi dan Remanensi Sampel BaFe12O19 Dengan Variasi
Jumlah Larutan Tapioka.
Jumlah Larutan Tapioka 0,5% (w/v)
Magnetisasi BaFe12O19
Saturasi Remanensi
Jumlah Larutan Tapioka 0,5% (w/v)
Berdasarkan paparan Gutfleisch (2011) maka sampel BaFe12O19 termasuk jenis hard magnet karena nilai Hc nya > 0,0385 Tesla.
Kurva histeresis sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 dapat dilihat pada Gambar :
4.33, 4.34, 4.35 dan 4.36 berikut :
Gambar 4.33 Kurva Histerisis Sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 (Tanpa Larutan
Tapioka)
Gambar 4.34 Kurva Histerisis Sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 (5% v/v Larutan
Tapioka)
Magnetisasi Ba(Nd)0,005Fe12O19
M
ome
n Magne
t, M (em
u/g)
M
ome
n Magne
t, M (em
u/g)
Magnetisasi Ba(Nd)0,005Fe12O19
Gambar 4.35 Kurva Histerisis Sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 (10% v/v Larutan
Tapioka)
Gambar 4.36 Kurva Histerisis Sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 (15% v/v Larutan
Tapioka)
Berdasarkan Gambar di atas sifat magnet sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 adalah
sebagai berikut : momen magnet saturasi (Ms): 41,3 – 57,9 emu/g, momen magnet remanensi (Mr) : 23,9–33,9 emu/g dan koersivitas (Hc) : 0,12–0,25 Tesla. Secara rinci sifat magnet Ba(Nd)0Fe12O19 dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut :
Magnetisasi Ba(Nd)0,005Fe12O19
M
ome
n Magne
t, M (em
u/g)
Magnetisasi Ba(Nd)0,005Fe12O19
M
ome
n Magne
t, M (em
u/g)
Tabel 4.12 Sifat Magnet Sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19
Secara grafik dapat dilihat pada Gambar 4.37 dan 4.38 di bawah ini
Gambar 4.37 Grafik Saturasi dan Remanensi Sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19
Dengan Variasi Jumlah Larutan Tapioka
Gambar 4.38 Grafik Koersivitas Sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 Dengan Variasi
Jumlah Larutan Tapioka 0,5% (w/v)
Koersivitas Ba(Nd)0,005Fe12O19
Jumlah Larutan Tapioka 0,5% (w/v)
Magnetisasi
Ba(Nd)
0,005Fe
12O
19Berdasarkan paparan Gutfleisch (2011) maka sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 termasuk
jenis hard magnet karena nilai Hc> 0,0385 Tesla.
Kurva histeresis sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19 dapat dilihat pada Gambar :
4.39, 4.40, 4.41 dan 4.42 berikut :
Gambar 4.39 Kurva Histerisis Sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19 (Tanpa Larutan
Tapioka)
Gambar 4.40 Kurva Histerisis Sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19 (5% v/v Larutan
Tapioka)
Magnetisasi Ba(Nd)0,010Fe12O19
M
ome
n Magne
t, M (em
u/g)
M
ome
n Magne
t, M
(em
u/g)
Magnetisasi Ba(Nd)0,010Fe12O19
Gambar 4.41 Kurva Histerisis Sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19 (10% v/v Larutan
Tapioka)
Gambar 4.42 Kurva Histerisis Sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19 (15% v/v Larutan
Tapioka)
Berdasarkan Gambar di atas sifat magnet sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 adalah
sebagai berikut : momen magnet saturasi (Ms): 39,4 – 48,3 emu/g, momen magnet remanensi (Mr) : 21,4–27,4 emu/g dan koersivitas (Hc) : 0,13–0,19 Tesla. Secara rinci sifat magnet Ba(Nd)0Fe12O19 dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut :
M
ome
n Magne
t, M (em
u/g)
Magnetisasi Ba(Nd)0,010Fe12O19
Magnetisasi Ba(Nd)0,010Fe12O19
M
ome
n Magne
t, M (em
u/g)
Tabel 4.13 Sifat Magnet Sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19 pada Gambar 4.43 dan 4.44 di bawah ini
Gambar 4.43 Grafik Saturasi dan Remanensi Ba(Nd)0,010Fe12O19 Dengan Variasi
Jumlah Larutan Tapioka
Gambar 4.44 Grafik Koersivitas Sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19 Dengan Variasi
Jumlah Larutan Tapioka.
Jumlah Larutan Tapioka 0,5% (w/v)
Koersivitas Ba(Nd)0,010Fe12O19
Jumlah Larutan Tapioka 0,5% (w/v)
Magnetisasi Ba(Nd)0,010Fe12O19
Berdasarkan paparan Gutfleisch (2011) maka sampel Ba(Nd)0,010Fe12O19 termasuk
jenis hard magnet karena nilai Hc> 0,0385 Tesla.
Kurva histeresis sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19 dapat dilihat pada Gambar :
4.45, 4.46, 4.47 dan 4.48 berikut :
Gambar 4.45 Kurva Histerisis Sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19 (Tanpa Larutan
Tapioka)
Gambar 4.46 Kurva Histerisis Sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19 (5% v/v Larutan
Tapioka)
Magnetisasi Ba(Nd)0,015Fe12O19
M
ome
n Magne
t, M (em
u/g)
M
ome
n Magne
t, M (em
u/g)
Magnetisasi Ba(Nd)0,015Fe12O19
Gambar 4.47 Kurva Histerisis Sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19 (10% v/v Larutan
Tapioka)
Gambar 4.48 Kurva Histerisis Sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19 (15% v/v Larutan
Tapioka)
Berdasarkan Gambar di atas sifat magnet sampel Ba(Nd)0,005Fe12O19 adalah
sebagai berikut : momenmagnet saturasi (Ms): 46,3 – 51,2 emu/g, momen magnet remanensi (Mr) : 27 – 28,8 emu/g dan koersivitas (Hc) : 0,03–0,13 Tesla. Secara rinci sifat magnet Ba(Nd)0Fe12O19 dapat dilihat pada Tabel 4.14 berikut :
Magnetisasi Ba(Nd)0,015Fe12O19
M
ome
n Magne
t, M (em
u/g)
M
ome
n Magne
t, M (em
u/g)
Magnetisasi Ba(Nd)0,015Fe12O19
Tabel 4.14 Sifat Magnet Sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19
Secara grafiknya dapat dilihat pada Gambar : 4.49 dan 4.50 di bawah ini.
Gambar 4.49 Grafik Saturasi dan Remanensi Ba(Nd)0,015Fe12O19 Dengan Variasi
Jumlah Larutan Tapioka.
Jumlah Larutan Tapioka 0,5 % (w/v)
Koersivitas Ba(Nd)0,015Fe12O19
0
Jumlah Larutan Tapioka 0,5% (w/v)
Magnetisasi Ba(Nd)0,015Fe12O19
Berdasarkan paparan Gutfleisch (2011) maka sampel Ba(Nd)0,015Fe12O19 termasuk
jenis hard magnet karena nilai Hc nya > 0,0385 Tesla.
Berdasarkan hasil VSM di atas secara umum sifat magnet sampel Ba(Nd)xFe12O19 meningkat yang ditandai meningkatnya nilai Ms, Mr dan Hc
sampel tersebut setelah penggunaan larutan tapioka hal menandakan penggunaan larutan tapioka dapat meningkatkan sifat magnet, berdasarkan morfologi yang terbentuk (hasil SEM) terdapat morfologi nanorod di dalam sampel tersebut, berarti amilosa yang berasal dari kandungan pati tapioka dapat berperan sebagai templat rod dengan demikian morfologi nanorod didalam sampel Ba(Nd)xFe12O19
dapat meningkatkan sifat magnet. Hal tersebut menandakan sintesis Ba(Nd)xFe12O19 menggunakan templat dari pati tapioka dapat meningkatkan sifat
magnet, sedangkan penggunaan chemical process (sol-gel) dan bio-process (penggunaan templat alami) akan mengakibatkan low energi dan low cost.
Berdasarkan Tabel rasio Mr/Ms serta nilai Hc pada Tabel : 4.11 s/d 4.14 secara garis besar dapat dilihat sifat magnet terbaik sampel Ba(Nd)xFe12O19
terdapat pada penggunaan larutan tapioka sebanyak 10 % v/v, hal ini berdasarkan rasio Mr/Ms dan Hc yang tinggi. Sampel Ba(Nd)xFe12O19 termasuk jenis hard magnet karena nilai Hc nya > 0,0385 Tesla terutama setelah penggunaan larutan tapioka.
Hasil penelitian ini, sintesis Ba(Nd)xFe12O19dengan x = 0 mol dan
penggunaan larutan tapioka 0,5% w/v sebanyak 10 % v/v menghasilkan partikel barium heksaferit dengan sifat magnet Ms =59,8 emu/g; Mr = 36,4 emu/g dan Hc = 0,32 Tesla. Perbandingan sifat magnet hasil pelitian BaFe12O19
sebelummnya dengan hasil penelitian yang menghasilkan partikel bermorfologi nanorod/ seperti nanorod dapat dilihat pada Tabel 4.15.
dan Purwasasmita, B.S.(2014). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut.
Tabel 4.15 Perbandingan Sifat Magnet Hasil Pelitian BaFe12O19
Sebelummnya dengan Hasil Penelitian yang Menghasilkan Partikel Bermorfologi Nanorod/ Seperti Nanorod.
No Peneliti Sifat Magnet
Ms (emu/g) Mr (emu/g) Hc (Tesla)
Penelitian sistesis barium heksaferit sebelumnya yang menghasilkan morfologi nanorod umumnya menggunakan templat sintetis (ethylene glycol, ethylene glycol Propylene glycol dan α-FeOOH), penelitian ini dapat menghasilkan morfologi nanorod menggunakan templat dari bahan alam guna mengangkat kandungan lokal yakni pati tapioka.
Tabel 4.16 Sifat Magnet Sampel Ba(Nd)xFe12O19 (10% v/v Larutan
Tapioka) Berdasarkan Jumlah Atom Nd No Jumlah atom Nd
Tapioka) Berdasarkan Jumlah Atom Nd
Gambar 4.52 Sifat maget (Hc) Ba(Nd)xFe12O19 (10% v/v Larutan Tapioka)
Jumlah doping atom Nd (% mol)
Koersivitas Ba(Nd)xFe12O19
Jumlah doping atom Nd (% mol)
Magnetisasi Ba(Nd)xFe12O19
Penurunan sifat magnet berdasarkan penambahan atom doping pada BaFe12O19
juga terjadi pada hasil penelitian : Xie et al (2012) mensintesis Ba(La/Nd)xFe12−2xO19 yakni penambahan atom doping (La/Nd) pada BaFe12O19
dan Moitra et al (2014) mensintesis BaAlxFe12-xO19 yakni penambahan atom
doping (Al) pada BaFe12O19. Selain itu sifat magnet juga dipengaruhi oleh banyak
faktor, seperti komposisi kimia, ukuran partikel, derajat kristalinitas, anisotropi magnetik, dan sebagainya. Namun walaupun demikian secara garis besar penggunaan larutan tapioka pada sisntesis Ba(Nd)xFe12O19 dapat meningkatkan
sifat magnet.
4.5 Simulasi
Hasil simulasi struktur molekul Ba(Nd)xFe12O19 merupakan gambar
susunan atom-atom Ba(Nd)xFe12O19 dalam ukuran bulk seperti pada Gambar :
4.53 dan 4.54. Molekul BaFe12O19 dalam ukuran bulk yakni terdiri dari 2 atom Ba,
24 atom Fe dan 38 atom O sehingga rumusnya menjadi Ba2Fe24O38 seperti pada
Gambar 4.53 (a). sesuai dengan paparan Pullar (2012) dan Moitra Amitava et al (2014). Jika molekul Ba2Fe24O38 ditambahkan atom Nd maka molekul tersebut
menjadi Ba2NdFe24O38. Seperti pada Gambar 4.53 (b). Sedangkan gambar struktur
molekul Ba2Nd2Fe24O38, Ba2Nd3Fe24O38, dan Ba2Nd4Fe24O38 dapat dilihat pada
Gambar 4.54.
Gambar 4.53 Struktur Molekul (a) Ba2Fe24O38 (b) Ba2NdFe24O38
(a) (b)
Oksigen Fe
Nd
Gambar 4.54 Struktur Molekul (a) Ba2Nd2Fe24O38 (b) Ba2Nd3Fe24O38
(c) Ba2Nd4Fe24O38
Melakukan komputasi material untuk menggambarkan struktur BaFe12O19
menjadi menggambarkan dalam bentuk bulk Ba2Fe24O38 untuk menggambarkan
BaNd0,005Fe12O19 timbul kesulitan, tidak mungkin menggambarkan suatu atom
berupa 0,5 % dari atom, menggambarkan suatu atom tersebut harus utuh satu atom. Jika berdasarkan rumus BaNd0,005Fe12O19 agar nilai atom Nd setara 1, maka
atom Nd harus di kalikan dengan 200 demikian juga atom yang lain sehingga BaNd0,005Fe12O19 sebanding dengan Ba200NdFe2400O3800 dan BaNd0,010Fe12O19
sebanding dengan Ba100NdFe1200O1900, sedangkan untuk molekul
BaNd0,015Fe12O19 tidak mungkin dilakukan karena akan menghasilkan jumlah
atom yang pecahan (tidak bulat). Kesulitan timbul akibat keterbatasan kemampuan komputer (mini computer) untuk meghitung kerapatan elektron yang jumlah atomnya dalam range ratusan atau ribuan. Menggunakan komputasi material untuk membuat simulasi BaNdxFe12O19 hanya mampu untuk mengetahui
struktur molekulnya. Untuk menghitung nilai magnet BaFe12O19 degan komputer
menerapkan perhitungan kerapatan elektron membutuhkan waktu 7 hari. Dengan keterbatasan di atas maka hanya dapat diperoleh nilai magnet BaFe12O19 yaitu : total magnetization = 102.69 Bohr mag/cell, absolute magnetization = 102.87 Bohr mag/cell.
Oksigen
Fe
Nd
Ba
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Ba(Nd)xFe12O19, x = (0; 0,5; 1 dan 1,5) % mol telah berhasil disintesis
berbasis metode sol-gel menggunakan kitosan 1 % (w/v) sebanyak 10 % (v/v) sebagai dispersant dan dan templat dari pati tapioka 0,5 % (w/v) sebanyak (5 % ; 10 % dan 15 %) v/v. Ba(Nd)xFe12O19 berupa serbuk yang
dikalsinasi pada temperatur 1000 0C dan ditahan selama 2 (dua) jam.
2. Berdasarkan hasil uji karakterisasi (XRD), penggunaan templat dari pati tapioka 0,5% (w/v) sebanyak (5 % ; 10 % dan 15 %) v/v pada sintesis Ba(Nd)xFe12O19 , x = ( 0; 0,5; 1 dan 1,5) % mol berbasis metode sol-gel
menggunakan kitosan sebagai dispersant tidak mempengaruhi struktur kristal yang terbentuk. Struktur kristal yang terbentuk adalah BaFe12O19 hal
ini disebabkan oleh jumlah atom Nd yang masih sangat sedikit sehingga tidak terbaca pada alat XRD yang digunakan.
3. Berdasarkan hasil uji karakterisasi (SEM), penggunaan templat dari pati tapioka 0,5% (w/v) sebanyak (5 % ; 10 % dan 15 %) v/v pada sintesis Ba(Nd)xFe12O19 , x = ( 0; 0,5; 1 dan 1,5) % mol berbasis metode sol-gel
menggunakan kitosan sebagai dispersant mempengaruhi morfologi yang terbentuk pada sampel Ba(Nd)xFe12O19. Tanpa menggunakan templat tidak
terdapat morfologi nanorod, menggunakan templat terdapat morfologi nanorod terutama setelah penambahan atom Nd, morfologi lebih banyak yang berukuran dalam skala nm (< 1m), juga terdapat nanorod berdiameter < 100 nm.
Ba(Nd)xFe12O19 , x = ( 0; 0,5; 1 dan 1,5) % mol berbasis metode sol-gel
menggunakan kitosan sebagai dispersant mempengaruhi sifat magnet. Sifat magnet Ba(Nd)xFe12O19 meningkatkan setelah penggunaan templat.
5. Rata-rata sifat magnet Ba(Nd)xFe12O19 akan lebih baik jika menggunakan
pati tapioka 0,5% (w/v) sebanyak 10% (v/v) (sebagai templat).
6. Simulasi struktur molekul Ba2NdxFe24O38 (x = 0; 1; 2; 3 dan 4) telah
berhasil dibuat secara komputasi menggunakan perangkat lunak Quantum Espresso menerapkan Density Functional Theory (DFT) dan Pseudopotentials sebagai data base atom yakni Perdew-Burke-Ernzerhof (PBE) dengan mengimplementasikan persamaan Kohn-Sham. Hasil simulasi menunjukkan gambar struktur molekul Ba2Fe24O38, tidak berdeda
jika dibandingkan dengan teori, nilai magnetik Ba2Fe24O38 sebesar102.69
Bohr mag/cell.
7. Dengan menerapkan metode sol-gel dan penggunaan kitosan sebagai dispersant, serta templat dari tapioka pada pembuatan mangnet permanen Ba(Nd)xFe12O19 mengakibatkan proses menjadi hemat energi dan biaya.
5.2 Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya :
Perlu dilakukan penelitian : penggunaan polimer alam yang benar-benar full amylose (pembentuk untuk templat nanorod) untuk meningkatkan sifat magnet Ba(Nd)xFe12O19 dan pengaruh sifat magnet oksida logam jika didoping atom