• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal HPI VOL 25 No 1 April 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jurnal HPI VOL 25 No 1 April 2012"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

Nomor Akreditasi: 245/AKRED-LIPI/P2MB/2010

ISSN : 2089-5380

VOLUME : 25

NOMOR : 1

APRIL 2012

Jurnal HPI Jurnal HPI

BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM, DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI

BANDA ACEH

2012

Vol. 25

(2)

PENANGGUNG JAWAB

Kepala Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh

KETUA REDAKSI

DR. M. Dani Supardan, ST, MT (Rekayasa Proses)

ANGGOTA REDAKSI

DR. Mahidin, ST, MT (Energi)

DR. Yuliani Aisyah, S.TP, M.Si (Pengolahan Hasil Pertanian)

Mahlinda, ST, MT (Teknik Industri)

Fitriana Djafar, S.Si, MT (Teknik Kimia)

Syarifuddin, ST, MT (Teknik Kimia)

SEKRETARIAT

Fauzi Redha, ST

Berdasarkan SK. LIPI No. 451/D/2010 tanggal 06 Mei 2010 Jurnal Hasil Penelitian Industri (HPI)

Diklasifikasikan sebagai Majalah Berkala Ilmiah Terakreditasi B

Alamat Penerbit:

BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI BANDA ACEH Jl. Cut Nyak Dhien No. 377, Lamteumen Timur, Banda Aceh 23236 Telp. (0651) 49714 ; Fax. (0651) 49556

(3)

Hasil Penelitian Industri Volume 25, No. 1, April 2012

 

i

PENGANTAR REDAKSI

Redaksi mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT dengan terbitnya Jurnal HPI

(Hasil Penelitian Industri), Volume 25 No. 1 Tahun 2012 untuk pembaca. Jurnal HPI kali ini

menyajikan 6 (enam) judul tulisan yang mencakup 1 artikel membahas tentang perancangan

alat, 1 artikel membahas tentang pangan dan 4 artikel membahas tentang teknologi proses.

Harapan kami, tulisan-tulisan ilmiah yang disajikan akan memberikan tambahan

pengetahuan kepada pembaca semua. Selain itu, kami juga mengundang para pembaca

mengirimkan tulisan ilmiah untuk terbitan selanjutnya. Redaksi juga mengharapkan kritikan

dan saran dari pembaca dalam rangka meningkatkan kualitas jurnal ini.

Selamat

Membaca

(4)

Hasil Penelitian Industri Volume 25, No. 1, April 2012

 

ii

DAFTAR ISI

PENGANTAR REDAKSI ... i

DAFTAR ISI ... ii

ABSTRAK…. ... iv

PENGEMBANGAN PROSES PENGOLAHAN MINUMAN NIRA AREN DENGAN TEKNIK ULTRAFILTRASI DAN DEODORISASI

(The Development of Aren Sap Drink Processing Technology by Using Ultrafiltration and Deodorization Techniques)

Patoni A. Gafar dan Susi Heryani ... 1

PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN PADA JUS NENAS TERHADAP SHELF LIFE

(The Effect of Chitosan Addition in Pineapple Juice Toward Shelf Life)

Husniati dan Eva Oktarina ... 11

KARAKTERISASI DAN MODIFIKASI SIFAT FUNGSIONAL KAYU MANIS DALAM PRODUK PANGAN

(Characterization and Modification Functional of Cassia Vera in Food Product)

Fitriana Djafar dan Fauzi Redha ... 18

KARAKTERISTIK LEMAK KAKAO HASIL EKSTRAKSI MENGGUNAKAN BANTUAN ULTRASONIK

(Characterization of Cacao Fat Extracted by Ultrasonic Assisted)

M. Dani Supardan, Hasnidardan Eti Indarti ... 28

PEMBUATAN STARTER MOCAF TERIMOBILISASI

DARI ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT DAN APLIKASINYA PADA PROSES PRODUKSI MOCAF

(Production of Immobilized Mocaf Starter from Lactic Acid Bacteria Isolate and Its Aplication on Mocaf Production Process)

(5)

Hasil Penelitian Industri Volume 25, No. 1, April 2012

 

iii

DAFTAR ISI

FABRIKASI SEL SURYA TERSENSITASI ZAT WARNA

BERBASIS SEMIKONDUKTOR TIO2 DENGAN METODE ELEKTROFORESIS

(6)

Hasil Penelitian Industri Volume 25, No. 1, April 2012

 

iv

JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI

Volume 25, No. 1, April 2012

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROSES PENGOLAHAN MINUMAN NIRA AREN DENGAN TEKNIK ULTRAFILTRASI DAN DEODORISASI

Patoni A. Gafar* dan Susi Heryani Balai Besar Industri Agro

Jl. Ir. H. Juanda No. 11, Bogor 16122, Indonesia *E-mail: patoni_ag@yahoo.com

Penelitian pengembangan proses pengolahan minuman nira aren dengan teknik ultrafiltrasi dan deodorisasi telah dilaksanakan. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh data dan informasi tentang teknik terbaik dalam memproses nira yang memenuhi syarat untuk menjadi produk minuman nira dalam kemasan. Perlakuan pada penelitian ini meliputi proses pembuatan minuman nira dengan teknik ultrafiltrasi (membran 0,01mm), teknik deodorisasi menggunakan steam, dan teknik kombinasi ultrafiltrasi dan deodorisasi. Analisis contoh produk dilakukan terhadap kadar gula, keasaman (pH), logam berat dan uji organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembuatan minuman nira yang terbaik adalah pada perlakuan dengan teknik kombinasi, dimana produk yang diperoleh mempunyai kadar gula 10,4 - 16,3%, pH 4,0 - 4,3, logam berat Pb < 0,048 mg/kg and Hg < 0,005 mg/kg, serta keadaan (bau dan rasa) normal atau rata-rata disukai sampai sangat disukai. Hasil pengujian parameter tersebut memenuhi syarat standar nasional produk minuman isotonik.

Kata kunci: Nira aren, ultrafiltrasi, deodorisasi, minuman nira

PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN PADA JUS NENAS TERHADAP SHELF LIFE

Husniati* dan Eva Oktarina

Balai Riset dan Standardisasi Industri Bandar Lampung Jl. By Pass Soekarno Hatta Km.1 Rajabasa Bandar Lampung

*E-mail : husniati.eni@gmail.com

Kitosan adalah polisakarida dari deasetilasi senyawa kitin yang diperoleh dari limbah cangkang udang kelompok Crustaceae. Kitosan memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan pengawet alami, bekerja sebagai zat anti mikroba karena mengandung enzim lisosim dan aminopolisakarida. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan kitosan dalam minuman jus nenas yang dianalisis dari nilai cemaran bakteri sehingga fungsi dan efeknya dapat menentukan shelf life produk tersebut. Kitosan yang digunakan adalah kitosan T. 345, dengan derajat deasetilasi (DD) 71% dan larut dalam asam organik lemah, yang merupakan hasil penelitian dari Baristand Industri Bandar Lampung. Ada dua tahap pada penelitian ini yaitu tahap pendahuluan untuk penentuan konsentrasi kitosan secara bioassay dan tahap berikutnya, yaitu aplikasi konsentrasi kitosan dalam jus nenas. Hasil uji bioassay menunjukkan konsentrasi kitosan dengan daya hambat maksimal terhadap campuran bakteri adalah 0,05% b/v, dengan range 0,05-2,5% dan natrium benzoat 0,1%. Untuk aplikasi konsentrasi 0,05% b/v kitosan dalam jus nenas diamati Angka Lempeng Total (ALT) pada hari ke-1, 3, 5, 7, 9, dan 13. Hasil pengamatan ALT diperoleh bahwa penambahan kitosan 0,05% b/v dalam jus nenas melalui perlakuan pasteurisasi yang disimpan pada suhu ruang memberikan nilai ALT di bawah batas ambang cemaran mikroba (merujuk pada SNI 7388:2009) hingga 13 hari. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penambahan kitosan pada konsentrasi 0,05% b/v memberikan efek peningkatan shelf life pada jus nenas pasteurisasi lebih lama dari pada jus nenas tanpa pasteurisasi, jus tanpa penambahan kitosan, dan jus dengan penambahan natrium benzoat 0,1% tanpa pasteurisasi.

(7)

Hasil Penelitian Industri Volume 25, No. 1, April 2012

 

v

JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI

Volume 25, No. 1, April 2012

ABSTRAK

KARAKTERISASI DAN MODIFIKASI SIFAT FUNGSIONAL KAYU MANIS DALAM PRODUK PANGAN

Fitriana Djafar* dan Fauzi Redha

Baristand Industri Banda Aceh, Jl. Cut Nyak Dhien No. 377 Lamteumen Timur – Banda Aceh *E-mail : vee_3004@yahoo.com

Karakteristik dan modifikasi sifat fungsional kayumanis dalam produk pangan bertujuan untuk diversifikasi produk oleoresin menjadi produk pangan dan meningkatkan nilai tambah dari komoditi kayu manis di Provinsi Aceh. Ruang lingkup kegiatan penelitian meliputi proses ekstraksi oleoresin kayumanis, proses pemurnian, karakteristisasi produk oleoresin kayumanis (GCMS dan SEM), aplikasi oleoresin kayumanis dalam produk pangan, uji organoleptik terhadap produk pangan modifikasi. Ekstraksi oleoresin kayumanis menggunakan metode ekstraksi sokhlet. Variabel percobaan terdiri dari variabel tetap yaitu berat kayumanis 60 gram dan ukuran partikel 60 mesh, sedangkan variabel berubah yaitu 1). rasio pelarut terhadap bahan (1:8, 1;10, 1;12 dan 1:14), 2). jenis pelarut (Etanol 96% p.a dan Etanol daur ulang), 3) perlakuan setelah ektraksi (diuapkan dan tidak diuapkan). Perlakuan ekstraksi oleoresin kayumanis dengan metode sokhlet yang paling optimal yaitu pada perlakuan jenis pelarut ethanol 96% (diuapkan), rasio bahan dan pelarut 1: 15, ukuran partikel 80 mesh, waktu ekstrak 8 jam, dengan yield oleoresin kayumanis sebesar 41,53% Hasil uji karakterisasi sifat fisiko kimia terhadap oleoresin kayumanis pada perlakuan optimal yaitu warna oleoresin coklat kemerahan; bentuk cairan kental; bau/aroma khas kayumanis, Indeks Bias 1,5304; Bobot Jenis 1,0179; morfologi/bentuk struktur partikel tidak seragam. Hasil uji GCMS diketahui secara umum oleoresin hasil ekstraksi dengan metode sohklet menggunakan pelarut etanol 96% dan pelarut bekas tidak berbeda secara signifikan, yaitu mengandung komponen propene, propene, trideuteroacetonitril, Cinnamaldehyd, Coumarin. Hasil Uji organolpetik diketahui bahwa respon panelis terhadap produk pangan aplikasi berupa kue kering yakni “sangat suka” pada variasi penambahan oleoresin 2% yaitu sebesar 48% panelis.

Kata kunci: ektraksi sokhlet, kayumanis, oleoresin, dan uji organoleptik

KARAKTERISTIK LEMAK KAKAO HASIL EKSTRAKSI MENGGUNAKAN BANTUAN ULTRASONIK

M. Dani Supardan1*, Hasnidar2 dan Eti Indarti3

1

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

2

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan, Banda Aceh.

3

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh *E-mail: m.dani.supardan@che.unsyiah.ac.id

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik lemak kakao yang dihasilkan dengan metode ekstraksi pelarut menggunakan bantuan ultrasonik. Lemak kakao diperoleh dari hasil ekstraksi biji kakao yang berasal dari perkebunan rakyat di Kecamatan Langkahan Kabupaten Aceh Utara yang telah mengalami perlakuan awal dengan cara fermentasi dan pengeringan. Pada penelitian ini, proses ekstraksi dilakukan dengan pelarut n-heksan. Karakteristik lemak kakao hasil ekstraksi menggunakan bantuan ultrasonik adalah asam lemak bebas berkisar antara 0,83–0,90%; bilangan penyabunan berkisar antara 193,56–195,16 mg

KOH/gram lemak; bilangan iod 33,93 gram/100 gram; titik leleh awal 33,27oC dan titik leleh akhir 35,28oC

serta indeks bias 1,457. Hasil-hasil analisis ini menunjukkan bahwa sebagian besar parameter uji sudah

memenuhi syarat mutu lemak kakao sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-3748-1995. Uji solid

fat content pada suhu 40oC menunjukkan lemak kakao yang mencair sekitar 96,32% yang berarti sebanyak 3,68% masih merupakan padatan. Disamping itu, hasil analisis gas kromatografi menunjukkan kandungan asam lemak tertinggi dan terendah dalam lemak kakao masing-masing adalah asam stearat dan asam arasidat.

(8)

Hasil Penelitian Industri Volume 25, No. 1, April 2012

 

vi

JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI

Volume 25, No. 1, April 2012

ABSTRAK

PEMBUATAN STARTER MOCAF TERIMOBILISASI DARI ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT DAN APLIKASINYA PADA PROSES PRODUKSI MOCAF

Enny Hawani Loebis* dan Yuliasri Ramadhani Meutia

Balai Besar Industri Agro (BBIA), Jl. Ir. H. Juanda No.11 Bogor 16122 *E-mail : loebis_enny@yahoo.com

Penelitian pembuatan starter mocaf terimobilisasi dari isolat bakteri asam laktat dan aplikasinya pada proses produksi mocaf telah dilakukan. Dalam penelitian ini starter dibuat dengan menggunakan 5 kombinasi isolat BAL. Inokulum starter dibuat dengan mengimobilisasi sel dengan alginat dan gelatin (2:1) sebagai karier dengan pre-treatment menggunakan sodium sitrat dan trehalose sebagai suplemen. Kultur yang terimobilisasi ditambahkan dengan berbagai bahan pengisi dengan perbandingan 1:2, dikeringkan menggunakan vakum berkompresor. Hasil menunjukkan bahan pengisi yang terbaik adalah tepung beras dengan perbandingan antara kultur terimobilisasi dengan bahan pengisi adalah 1:2, dikeringkan pada vakum kompresor suhu 36-38

o

C selama 3-4 jam. Bahan pengisi yang terbaik tersebut digunakan untuk membuat seluruh kombinasi starter dan diimplementasikan untuk memfermentansi ubi kayu untuk menghasilkan tepung mocaf. Berdasarkan uji

viabilitas bahwa jumlah BAL yang hidup pada starter berkisar pada 106 – 108 koloni/gram. Dari kelima

starter yang dilakukan pada penelitian ini bahwa starter 3 menunjukan viabilitas yang paling tinggi yaitu

1,96 x 108. Implementasi starter pada pembuatan tepung mokaf menghasilkan produk tepung mokaf (mosta)

yang memiliki derajat putih lebih tinggi dibandingkan tepung ubi kayu yaitu berkisar antara 91,36 – 94,55%. Komposisi kimia tepung mokaf memenuhi syarat SNI. Mosta juga mempunyai sifat amilografi dan kekuatan gel lebih tinggi dibandingkan tepung ubi kayu. Viskositas maksimum dicapai oleh Mosta 2 yaitu 2000 BU, diikuti dengan Mosta 1 yaitu 1920 BU. Kekuatan gel tertinggi dicapai oleh Mosta 1 dengan nilai rigiditas rata-rata sebesar 17,78 gf/mm.

Kata Kunci: alginate, bakteri asam laktat, gelatin, imobilisasi, starter mocaf, trehalose, ubi kayu.

FABRIKASI SEL SURYA TERSENSITASI ZAT WARNA

BERBASIS SEMIKONDUKTOR TiO2 DENGAN METODE ELEKTROFORESIS

Ratno Nuryadi*, Lia Aprilia dan Zico Alaia Akbar Junior

Pusat Teknologi Material, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Gedung II BPPT Lt. 22. Jl. M.H. Thamrin No. 8 Jakarta 10340

*Email : ratnon@gmail.com

Pada riset ini, fabrikasi sel surya tersensitasi zat warna (dye sensitizedsolar cell, DSSC) dilakukan dengan

menggunakan bahan semikonduktor TiO2 dan dye (zat warna) eosin Y. Metode elektroforesis digunakan

dalam pembuatan lapisan tipis TiO2. Pada persiapan larutan elektroforesis, nilai zeta potensial partikel TiO2

diatur dengan cara menambahkan garam Mg(NO3)2 pada larutan TiO2 isopropanol. Nilai zeta potensial

optimum untuk memperoleh larutan TiO2 yang stabil didapatkan dengan penambahan konsentrasi garam

sebesar 1x10-5 M. Dengan metode elektroforesis, ketebalan lapisan TiO2 dapat diatur dengan cara mengubah

besar tegangan elektroforesis dan waktu deposisi. DSSC dengan variasi ketebalan lapisan TiO2 dibuat untuk

melihat pengaruh lapisan TiO2 terhadap tegangan open circuit (Voc) DSSC yang dihasilkan. Ketebalan

optimal yang didapatkan adalah 7,5 mikrometer, yang diperoleh dengan waktu deposisi elektroforesis 6

menit, dan menghasilkan Voc 210 mVolt di bawah sinar lampu halogen. Didapatkan juga bahwa penggunaan

ukuran kristal TiO2 yang lebih kecil akan memperbesar nilai Voc yang dihasilkan. Hasil riset ini menunjukan

bahwa metode elektroforesis efektif digunakan untuk pelapisan TiO2 dalam fabrikasi DSSC.

Kata Kunci: DSSC, elektroforesis, eosin Y, ketebalan lapisan TiO2, partikel TiO2, sel surya tersensitasi zat

(9)

Hasil Penelitian Industri Volume 25, No. 1, April 2012

 

vii

JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI

Volume 25, No. 1, April 2012

ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF AREN SAP DRINK PROCESSING TECHNOLOGY BY USING ULTRAFILTRATION AND DEODORIZATION TECHNIQUES

Patoni A. Gafar* and Susi Heryani Balai Besar Industri Agro

Jl. Ir. H. Juanda No. 11, Bogor 16122, Indonesia *E-mail: patoni_ag@yahoo.com

The research on the Development of Aren Sap Drink Processing Technology by Using Ultrafiltration and Deodorization Techniques have been conducted. The purpose of this research was to get the best technique for processing good sap drink. The treatments of the research were ultrafiltration technique (using membrane of 0,01mm), deodorization technique (by steam), and combined techniques of ultrafiltration and deodorization. Products analysis performed to sugar content, acidity (pH), heavy metals and organoleptic test. The result indicated that the best way to produce sap drink was by using combined technique, where sugar content of 10,4-16,3%, pH of 4,0-4,3, heavy metals Pb of < 0,048 mg/kg and Hg of < 0,005 mg/kg, and organoleptic test result was good to very good (normal). The product fulfill Indonesian National Standard of isotonic drink.

Keywords: Aren sap, ultrafiltration, deodorization, sap drink

THE EFFECT OF CHITOSAN ADDITION IN PINNEAPPLE JUICE TOWARD SHELF LIFE

Husniati* and Eva Oktarina

Balai Riset dan Standardisasi Industri Bandar Lampung Jl. By Pass Soekarno Hatta Km.1 Rajabasa Bandar Lampung

*E-mail : husniati.eni@gmail.com

Chitosan is a polysaccharide compound of chitin deacetylation obtained from shrimp shell waste groups of Crustaceans. Chitosan has the potential to serve as a natural preservative, works as an anti-microbial because they contain lysozyme and amino-polysaccharide. This study has the objective to see the effectiveness of chitosan as a preservative pineapple juice by analyzing Total Plate Count (TPC) and vitamin C, that can extend the shelf life of these products. Chitosan used was chitosan T. 345 with DD 71% and soluble in weak organic acid solutions, which was the result of researched from Baristand Industry Bandar Lampung. These researched has two steps, first was the bioassay to determined concentration of chitosan and second was the application of chitosan in pineapple juice. Bioassay test results indicated that the maximal inhibitory power spectrum of a chitosan at concentrations up to 0.05% w/v chitosan compared to other concentrations (0.05-2.5%), as well as control of 0.1% benzoic acid. On the basis of these preliminary experiments, the concentration of 0.05% chitosan applied in the manufacture of juice. Observations made on days 1, 3, 5, 7, 9 and 13. Microbial contamination threshold refers to the extent of microbial contamination according to SNI 7388:2009. TPC observations obtained that the addition of 0.05% chitosan in pasteurized juice stored at room temperature gives until 13 day shelf life’s better than chitosan juice without pasteurizing, juice without the addition of chitosan, and juice with the addition of 0.1% benzoic acid without pasteurization.

(10)

Hasil Penelitian Industri Volume 25, No. 1, April 2012

 

viii

JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI

Volume 25, No. 1, April 2012

ABSTRACT

CHARACTERIZATION AND MODIFICATION FUNCTIONAL OF CASSIAVERA IN FOOD PRODUCT

Fitriana Djafar* and Fauzi Redha

Baristand Industri Banda Aceh, Jl. Cut Nyak Dhien No. 377 Lamteumen Timur – Banda Aceh *E-mail : vee_3004@yahoo.com

Characteristics and modification of functional properties of cinnamon in a food product intended for oleoresin product diversification into food products and increase the added value of cinnamon commodities in the Aceh province. The scope of research activities are cinnamon oleoresin extraction process, the purification process, characterization of cinnamon oleoresin products (GCMS and SEM), and application of cinnamon oleoresin in food products, organoleptic test of the modification food products. Extraction of Cinnamon oleoresin using the soxhlet extraction method. Experimental variables consisted of fixed variables such as weight of the cinnamon 60 grams and particle size of 60 mesh, while the changes variables such as: 1). ratio of solvent to material (1:8, 1:10, 1:12 and 1:14), 2). type of solvent (ethanol 96% p.a and recycling ethanol), 3) treatment after extraction (not evaporated and vaporized). Analysis result of the the most optimal treatment of soxhlet extraction method of Cinnamon oleoresin are is treatment using 96% ethanol solvent (evaporated), the ratio of the material and solvent 1:15, 80 mesh particle size, the extraction time of 8 hours, with a cinnamon oleoresin yield is 41,53%. Results of physic-chemical characterization of the Cinnamon oleoresin properties on the optimal treatment are reddish brown on the oleoresin color; thick liquid form; specific aroma of cinnamon, refraction index 1,5304; density 1.0179; and morphology/shape of the particles is not uniform. GCMS test results shown that is no significantly different between oleoresin with soxhlet extracted method using 96% ethanol solvent, and using recycle ethanol solvent, which both contains components of propene, trideuteroacetonitril, Cinnamaldehyd, coumarin. The organoleptic test results with response of panelists note to the food product applications in the form of pastry shown 48% of the panelists are "really like" in addition of oleoresin 2% variation.

Keyword: Cinnamon, oleoresin, organoleptic test, soxhlet extraction

CHARACTERIZATION OF CACAO FAT EXTRACTED BY ULTRASONIC ASSISTED

M. Dani Supardan1*, Hasnidar2 and Eti Indarti3

1Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

2Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan, Banda Aceh.

3Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

*E-mail: m.dani.supardan@che.unsyiah.ac.id

In this work, the characterization of cocoa fat extracted by ultrasound-assisted solvent extraction was conducted. The cocoa fat extracted from cocoa beans where collected from plantation at Langkahan District of North Aceh Regency, which have been fermentated and dried. n-heksan was used as solvent. The characteristics of extracted cocoa fat i.e. the value of free fatty acid was in the range of 0.83-0.90%; saponification value was in the range of 193.56-195.16 mg KOH/gram of fat; iod value was 33.93 gram/100

gram; initial and final melting point were 33.27 oC and 35.28 oC, respectively; and optic index was 1.457.

These results indicated that most of test parameters comply to the quality of cocoa fat of Indonesian National Standard (INS) No. 01-3748-1995. Solid fat content test shows that cocoa fat did not melt completely at a

temperature of 40 oC where 3.68% is still in a solid fat form. The Gas Chromatography analyzing show that

the highest composition of fatty acid was stearic acid and the lowest was arachidic acid.

(11)

Hasil Penelitian Industri Volume 25, No. 1, April 2012

 

ix

JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI

Volume 25, No. 1, April 2012

ABSTRACT

PRODUCTION OF IMMOBILIZED MOCAF STARTER FROM LACTIC ACID BACTERIA ISOLATE AND ITS APLICATION ON MOCAF PRODUCTION PROCESS

Enny Hawani Loebis* and Yuliasri Ramadhani Meutia

Balai Besar Industri Agro (BBIA), Jl. Ir. H. Juanda No.11 Bogor 16122 *E-mail : loebis_enny@yahoo.com

Research on starter mocaf production from lactic acid bacteria isolate and its application on mocaf production process has been conducted. In this study starter was made using 5 combinations of lactic acid bacteria (LAB) isolates. Starter inoculum was made by immobilizing cells with alginate and gelatin (2:1) as a career with the pre-treatment using sodium citrate and trehalose as a supplement. Immobilized culture was then added with various filler materials with a ratio of 1:2, dried using vacuum equipped with compressor. The results showed that the best filling material is rice flour with a comparison between cultures immobilized with filler material is 1:2, dried in vacuum equipped with compressor at a temperature of

36-380C for 3-4 hours. The best filler is used to make all of combination of starter and implemented for

fermenting cassava to produce mocaf flour. Based on the viability test show that the number of LAB who

lived in the starter range between 106-108 colonies/gram. From 5 starters used in in this study indicate that

the starter 3 shows the highest viability of 1.96 x 108. The implementation of the starter in the production of

mocaf flour produce mocaf (Mosta) which has a higher whiteness degree than the cassava flour ranged between 91.36 to 94.55%. Mosta chemical composition could meet the quality requirements of SNI mocaf flour. Mosta also has amylograph properties and gel strength higher than cassava flour. The highest maximum viscosity is achieved by the Mosta 2 that is equal to 2000 BU, followed by Mosta 1 is equal to 1920 BU. The highest gel strength achieved by Mosta 1 with an average value of 17.78 gf / mm.

Keywords: alginate, cassava, gelatin, immobilized, lactic acid bacteria, mocaf starter, trehalose

FABRICATION OF DYE SENSITIZED SOLAR CELL WITH TiO2 SEMICONDUCTOR

MATERIAL BASE USING ELECTROPHORESIS METHOD

Ratno Nuryadi*, Lia Aprilia and Zico Alaia Akbar Junior

Pusat Teknologi Material, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Gedung II BPPT Lt. 22. Jl. M.H. Thamrin No. 8 Jakarta 10340

*Email : ratnon@gmail.com

In this work, a dye sensitized solar cell (DSSC) was fabricated by using TiO2 semiconductor materials and

eosin Y dye. Electrophoresis method was used to form TiO2 thin layer. In this method, we can adjust the

thickness of TiO2 layer by changing the electrophoresis voltage and deposition time. In the preparation of

electrophoresis solution, the zeta potential of TiO2 particles is determined by adding Mg(NO3)2 salt in TiO2

solution to obtain a stable of the solution. The optimum concentration of the salt is 1x10-5 M. We investigate

the open circuit voltage (Voc) through the variation of TiO2 layer thickness. The optimal thickness was

obtained for TiO2 layer of about 7.5 micrometers with Voc value of 210 mVolt under halogen irradiation. It

was obtained at the condition of electrophoretic deposition time 6 minutes. We also found that the smaller

size of TiO2 particles would increase the value of Voc. The results of this work indicate that the

electrophoretic method is effective used for the coating of TiO2 in DSSC fabrication.

Keywords: Dye sensitized solar cell, DSSC, the thickness of TiO2 layer, eosin Y, TiO2 particles,

(12)

Hasil Penelitian Industri 1 Volume 25, No. 1, April 2012

PENGEMBANGAN PROSES PENGOLAHAN MINUMAN NIRA

AREN DENGAN TEKNIK ULTRAFILTRASI DAN DEODORISASI

(The Development of Aren Sap Drink Processing Technology by Using

Ultrafiltration and Deodorization Techniques)

Patoni A. Gafar* dan Susi Heryani Balai Besar Industri Agro

Jl. Ir. H. Juanda No. 11, Bogor 16122, Indonesia *E-mail: patoni_ag@yahoo.com

Artikel masuk : 15 Februari 2012 ; Artikel diterima : 30 Maret 2012

ABSTRAK

.

Penelitian pengembangan proses pengolahan minuman nira aren dengan teknik ultrafiltrasi dan deodorisasi telah dilaksanakan. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh data dan informasi tentang teknik terbaik dalam memroses nira yang memenuhi syarat untuk menjadi produk minuman nira dalam kemasan. Perlakuan pada penelitian ini meliputi proses pembuatan minuman nira dengan teknik ultrafiltrasi (membran 0,01mm), teknik deodorisasi menggunakan steam, dan teknik kombinasi ultrafiltrasi dan deodorisasi. Analisis contoh produk dilakukan terhadap kadar gula, keasaman (pH), logam berat dan uji organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembuatan minuman nira yang terbaik adalah pada perlakuan dengan teknik kombinasi, dimana produk yang diperoleh mempunyai kadar gula 10,4 - 16,3%, pH 4,0 - 4,3, logam berat Pb < 0,048 mg/kg dan Hg < 0,005 mg/kg, serta keadaan (bau dan rasa) normal atau rata-rata disukai sampai sangat disukai. Hasil pengujian parameter tersebut memenuhi syarat standar nasional produk minuman isotonik.

Kata kunci: Deodorisasi, minuman nira, nira aren, ultrafiltrasi,

ABSTRACT. The research on the Development of “Aren Sap Drink” Processing Technology by Using Ultrafiltration and Deodorization Techniques have been conducted. The purpose of this research was to get the best technique for processing good sap drink. The treatments of the research were ultrafiltration technique (using membrane of 0,01mm), deodorization technique (by steam), and combined techniques of ultrafiltration and deodorization. Products analysis performed to sugar content, acidity (pH), heavy metals and organoleptic test. The result indicated that the best way to produce sap drink was by using combined technique, where sugar content of 10,4-16,3%, pH of 4,0-4,3, heavy metals Pb of < 0,048 mg/kg and Hg of < 0,005 mg/kg, and organoleptic test result was good to very good (normal). The product fulfill Indonesian National Standard of isotonic drink.

Keywords: Deodorization, aren sap, ultrafiltration, sap drink

1. PENDAHULUAN

Nira aren yang mengandung gula antara 10-15% ini dihasilkan dari usaha penyadapan tongkol (tandan) bunga, baik bunga jantan maupun bunga betina (Hasbullah, 2001). Namun biasanya, tandan bunga jantan yang dapat

menghasilkan nira dengan kualitas baik dan jumlah yang lebih banyak. Oleh karena itu penyadapan nira hanya dilakukan pada tandan bunga jantan.

(13)

Hasil Penelitian Industri 2 Volume 25, No. 1, April 2012

pohon aren, karena nira memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Menurut Anonim (2008) nira aren mengandung air 87,66%, gula 12,04%, protein 0,36%, serta lemak dan abu masing-masing 0,36% dan 0,21%., sehingga berpotensi untuk tempat tumbuh dan berkembangnya mikroba seperti jamur atau bakteri. Di samping itu biasanya wadah penampung nira tidak bersih dan sudah terdapat mikroba sehingga proses fermentasi berlangsung dengan cepat.

Setelah nira menetes dan keluar dari tandan bunga, nira langsung berhubungan dengan udara bebas kemudian nira menetes jatuh ke wadah penampungan. Nira yang baru menetes dari tandan bunga mempunyai derajat keasaman (pH) sekitar 7, tetapi karena pengaruh keadaan sekitarnya cairan itu mudah mengalami kontaminasi oleh mikroba dan terjadi proses fermentasi sehingga pH nira menurun (Sardjono dan Dachlan, 1988). Untuk mencegah/menghambat terjadinya fermentasi nira tersebut berbagai upaya dilakukan seperti pengasapan bumbung/ wadah, sehingga dapat mengakibatkan aroma nira yang tidak disukai.

Salah satu teknologi proses penting yang dapat digunakan dalam memproses suatu komoditi menjadi produk minuman adalah teknik ultrafiltrasi dengan menggunakan membran tertentu. Teknik ultrafiltrasi dalam suatu proses pengolahan memiliki beberapa keunggulan seperti beroperasi pada suhu ruang, berlangsung kontinyu, dapat dikombinasi dengan proses lain, biaya operasi rendah, dan non kimiawi, sehingga praktis dan relatif tidak berbahaya dilihat dari aspek keamanan pangan. Winarno (2007) menyebutkan bahwa proses filtrasi dengan menggunakan membran semipermeabel pelarut dipaksa bergerak dari arah larutan yang memiliki konsentrasi yang lebih pekat atau lebih tinggi ke arah larutan yang lebih encer. Hal itu dimungkinkan bila digunakan tekanan eksternal pada larutan yang lebih pekat, yang berada di sisi membran.

Nira aren dapat diproses menjadi minuman nira segar dalam kemasan (semacam minuman isotonik). Menurut Anonim (1998) minuman isotonik adalah salah satu produk minuman ringan karbonasi atau non karbonasi untuk meningkatkan kebugaran, yang mengandung gula, asam sitrat dan mineral. Nasution (2009) dan Itoh, dkk. (1985) menyatakan bahwa nira aren mengandung senyawa sitrat sekitar 0,9 ppm. Sedangkan Herman (1988) melaporkan bahwa nira aren mengandung mineral dalam jenis dan jumlah yang cukup baik, jenis mineral tersebut diantaranya Fe, Ca, Mg, K, Na, Cu dan P; dengan kandungan berkisar 1,50 ± 0,23%.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Suprapto dkk, 2009) produk minuman nira yang dihasilkan masih dirasakan tingginya aroma asap dan masih mengandung zat tak larut yang cukup tinggi. Untuk itu perlu dikembangkan lebih lanjut teknologi proses pengolahan nira aren yang lebih optimal untuk mereduksi bau asap dan menurunkan zat tak larut. Pada penelitian ini dilakukan perlakuan proses ultrafiltrasi atau penyaringan dengan penggunaan membran ukuran tertentu dan deodorisasi dengan

menggunakan peralatan steam boiler.

Herianto, dkk. (2012) menyatakan bahwa pada proses deodorisasi bahan-bahan yang volatil (sebagai sumber bau) dapat dipisahkan. Dalam standar mutu produk tentang minuman isotonik (SNI 01-4452-1998) dinyatakan bahwa kadar gula minimum 5%, pH maksimum 4, keadaan bau dan rasa normal, serta cemaran logam Pb dan Hg masing-masing 0,3 mg/kg dan 0,03 mg/kg.

(14)

Hasil Penelitian Industri 3 Volume 25, No. 1, April 2012

2. METODOLOGI

2.1 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah nira aren dan air mineral. Peralatan utama yang digunakan terdiri dari seperangkat alat/mesin ultrafiltrasi (dengan ukuran membran 0,01

mm), seperangkat alat steam boiler,

timbangan, gelas ukur, refraktometer, seperangkat alat pemanas, botol kemasan plastik dan peralatan penunjang lainnya.

2.2 Metode Penelitian

2.2.1 Pengambilan dan Pengujian Contoh di Lapangan

Pada tahap ini dilakukan pengambilan contoh dan uji karakteristik contoh nira aren di lapangan (Kecamatan Bojong Picung, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Bumbung yang digunakan untuk penampung nira dilakukan perlakuan pengasapan sebelum digunakan. Pengujian contoh nira di lapangan dilakukan terhadap kadar gula dan keasaman (pH).

2.2.2 Pembuatan Minuman Nira

Nira aren sebanyak 20 liter yang sudah dipanaskan (pasteurisasi) dengan

suhu 80 oC selama 5 menit, kemudian

diproses dengan teknologi ultrafiltrasi yang diulang sebanyak tiga kali.

Perlakuan deodorisasi dengan teknik

steam boiler, nira aren sebanyak 5 liter

diproses dengan menggunakan steam

boiler, setiap lima belas menit sekali diambil sample/diamati dan dilakukan sampai menit ke enam puluh (satu jam). Diagram proses pembuatan minuman nira aren yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Teknologi yang digunakan untuk memproses minuman nira aren adalah menggunakan teknologi ultrafiltrasi. Teknologi ini digunakan untuk mencapai tingkat mutu yang diinginkan, terutama menurunkan aroma tak sedap seperti bau dan rasa asap dari minuman nira yang dihasilkan. Adapun diagram peralatan/ mesin ultrafiltrasi dan cara kerja dari teknologi ini dapat dijelaskan pada Gambar 2 (Suprapto dkk, 2010).

Gambar 1. Diagram proses pembuatan minuman nira aren ULTRAFILTRASI

NIRA AREN

Tiga kali filtrasi Dipanaskan

Diproses dengan Ultrafiltrasi

MINUMAN NIRA

DEODORISASI

NIRA AREN

Waktu: 15’, 30’, 45’ dan 60’ Tekanan: 1 atm Diproses dengan

Steam Boiler

(15)

Hasil Penelitian Industri 4 Volume 25, No. 1, April 2012

Gambar 2. Diagram peralatan/mesin ultrafiltrasi

Prosedur pengoperasian alat/mesin ultrafiltrasi :

A.Persiapan :

1. Penyiapan bahan baku nira segar

yang akan difiltrasi setelah disaring kasar.

2. Pastikan peralatan ultrafiltrasi bersih

dan telah recleaning oleh air yang

telah dibuat atau diproses reverse

osmosis sebelumnya (pencucian alat

ultrafiltrasi dengan jalan di-backwash

menggunakan air reverse osmosis,

dan dihindari dari pencucian alat dengan menggunakan air PAM/air yang mengandung klorin)

3. Pastikan kran (B, C, D, E, G dan J)

dalam keadaan tertutup dan kran (A, F, I dan H) dalam keadaan terbuka penuh.

4. Power (instalasi kelistrikan) dalam

posisi ”standby”.

B.Menjalankan :

Pastikan peralatan dalam keadaan “off”, kemudian nyalakan dalam posisi “standby”, selanjutnya lakukan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Isi tangki bahan baku, pastikan

semua valve dalam keadaan tertutup.

2) Nyalakan switch pompa utama (2),

tunggu beberapa saat kemudian buka

penuh valve A dan B, kemudian

disusul oleh valve F, untuk valve H

dan I tergantung perbandingan yang diinginkan.

3) Valve J adalah filling produk

alternatif, jika dipakai maka valve I

ditutup penuh.

4) Pengaturan valve (H dan I) dilakukan

manual, setelah aliran dianggap konstan

• Untuk bahan baku air bukaan

valve (produk) antara 50% - 80%, sedangkan untuk bahan baku yang lebih kental, agar lebih aman dan tidak terjadi stag atau macet maka bukaan valve diatur 30% - 60%.

• No. 5 adalah filling bahan baku

alternatif, jika dipakai maka valve

D dibuka penuh sedangkan valve

A ditutup penuh.

Selain teknologi ultrafiltrasi, pada penelitian ini juga digunakan teknologi deodorisasi dengan menggunakan peralatan

steam boiler, pada prinsipnya cara kerja alat ini adalah menghilangkan bau dengan

cara menginjeksikan uap/steam ke dalam

nira yang diproses.

2.2.3 Pengamatan

Parameter yang diamati terhadap minuman nira yang dihasilkan adalah:

1) Kadar gula

2) Keasaman (pH)

3) Volume yang dihasilkan (Gelas ukur)

4) Kadar timbal (Pb)

5) Kadar raksa (Hg)

6) Organoleptik (Hedonic Scale)

Keterangan :

1. Tangki bahan baku

2. Motor pompa utama

3. Pompa back wash

4. UF catridge 5. Filling bahan baku

(alternatif)

6. Tangki produk

(16)

Hasil Penelitian Industri 5 Volume 25, No. 1, April 2012

Pengamatan terhadap kadar timbal (Pb) dan raksa (Hg) hanya dilakukan terhadap sampel produk yang terbaik setelah dilakukan pengamatan kimia, fisik dan organoleptik.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Proses Pembuatan Minuman Nira Aren dengan Teknik Ultrafiltrasi

Nira setelah panen (dari petani) mempunyai kadar gula 14,20% dan pH 4,70. Nira dari petani selanjutnya dibawa ke tempat pemrosesan (laboratorium) dan selama transportasi terjadi penurunan kadar gula dan pH masing-masing menjadi 14,14% dan 4,05. Setelah dilakukan pasteurisasi terhadap nira, dilakukan pengukuran kembali kadar gula dan pH, dan diperoleh kadar gula 14,14% dan pH 4,00. Dengan proses ultrafiltrasi sebanyak tiga kali, maka kadar gula turun menjadi 13,12% dan terjadi sedikit kenaikan keasaman (pH) menjadi 4,88. Hasil pengamatan/pengujian nira di lapangan sebelum dan setelah dilakukan proses ultrafiltrasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisa nira aren setelah dan sebelum proses ultrafiltrasi

Perlakuan

Total gula sebagai sukrosa (%)

pH

Setelah panen (di lapangan)

* ada perlakuan transportasi

Analisis sampel minuman nira yang dihasilkan dengan teknik ultrafiltrasi menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar gula dari 14,14% menjadi 13,12% serta kenaikan pH dari 4,0 menjadi 4,88. Terjadinya penurunan kadar gula dan peningkatan nilai pH tersebut disebabkan karena selama proses ultrafiltrasi nira ditambahkan air mineral. Di samping

dapat memperlancar proses, bercampurnya nira dengan air mineral yang digunakan dalam proses dapat memperbaiki mutu minuman nira aren. Proses ultrafiltrasi juga dapat menurunkan total padatan terlarut dalam nira sebagaimana ditunjukkan oleh penurunan kadar gula dari minuman nira hasil ultrafiltrasi, karena sebagian besar padatan terlarut dalam nira berupa sukrosa (gula).

Anonim (2008) melaporkan bahwa pada nira kelapa terdapat total padatan 15,2-19,7% dan sebagian besar di antaranya adalah sukrosa (12,03-14,85%). Histogram perubahan pH dan kadar gula mulai panen hingga proses ultrafiltrasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Perubahan pH dan kadar gula mulai panen hingga proses ultrafiltrasi

3.2 Proses Pembuatan Minuman Nira Aren dengan Teknik Deodorisasi

Teknik deodorisasi dapat menurunkan kadar gula dan keasaman (pH) minuman nira yang dihasilkan, sedangkan volume produk meningkat. Hasil analisa sampel minuman nira yang diperoleh dengan teknik deodorisasi dapat dilihat pada Tabel 2.

(17)

Hasil Penelitian Industri 6 Volume 25, No. 1, April 2012

Analisis minuman nira yang dihasilkan dengan metode deodorisasi (steam boiler) menunjukkan bahwa pada

injeksi steam selama 15 menit terjadi

penurunan kadar gula dan pH, sedangkan volume tetap. Pada perlakuan injeksi

steam 30, 45, dan 60 menit terjadi penurunan kadar gula (14,20% menjadi 10,5%) dan nilai pH (4,75 menjadi 4,09). Hal ini disebabkan karena pada saat proses

deodorisasi dilakukan dengan steam

volume larutan bertambah, pertambahan ini disebabkan air yang digunakan untuk

steam dan telah tersuling terkondensasi di dalam nira yang diproses menjadi

minuman nira.

Di samping penambahan volume

seperti terjadi pada injeksi steam selama

30, 45 dan 60 menit, proses deodorisasi

dengan steam juga akan menguapkan

beberapa komponen volatil yang terdapat dalam nira yang berupa senyawa-senyawa rantai pendek hasil degradasi zat gizi ataupun kontaminan yang terdapat pada nira aren. Penguapan tersebut secara

signifikan terjadi pada injeksi steam

periode awal yaitu selama 15 menit, sehingga tampak tidak terjadi pertambahan volume. Herianto, dkk. (2012) menyatakan bahwa selama proses deodorisasi (pada minyak), bahan-bahan yang volatil dan asam lemak bebas dapat dipisahkan. Zat-zat yang tidak ikut menguap pada periode awal injeksi tersebut diduga merupakan zat yang bersifat asam yang mempunyai kontribusi terhadap penurunan nilai pH. Histogram hasil uji perubahan pH dan kadar gula selama proses deodorisasi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Perubahan pH dan kadar gula selama proses deodorisasi

3.3 Proses Pembuatan Minuman Nira Aren dengan Teknik Kombinasi Ultrafiltrasi dan Deodorisasi

Proses kombinasi dalam pembuatan minuman nira dilakukan antara teknik ultrafiltrasi dan kemudian dilanjutkan dengan deodorisasi. Teknik ultrafiltrasi dilakukan dengan tiga kali filtrasi menggunakan membran ukuran 0,01 mm dan teknik deodorisasi dilakukan dengan

alat steam boiler pada waktu yang

berbeda-beda (0, 15, 30, 45 dan 60 menit). Hasil analisa sampel minuman nira yang dihasilkan dengan proses kombinasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisa minuman nira

dengan metode kombinasi

Deodorisasi

Analisa minuman nira yang dihasilkan dengan metode kombinasi menunjukkan terjadinya penurunan kadar gula serta peningkatan pH dan volume (Tabel 3). Hal tersebut disebabkan karena pada saat proses deodorisasi yang

dilakukan dengan steam volume larutan

meningkat. Peningkatan volume itu sendiri

disebabkan karena sebagian steam yang

diinjeksikan terkondensasi dan tercampur dengan cairan nira yang diproses menjadi produk minuman nira. Histogram perubahan pH dan kadar gula pada proses kombinasi antara teknik ultrafiltrasi dan teknik deodorisasi dapat dilihat pada Gambar 5.

Berbeda dengan teknik deodorisasi, pada waktu deodorisasi selama 15 menit dengan teknik kombinasi sudah terjadi kenaikan volume. Hal tersebut dapat disebabkan karena proses ultrafiltrasi yang dilakukan sebelumnya telah menyaring

(18)

Hasil Penelitian Industri 7 Volume 25, No. 1, April 2012

berbagai komponen makromolekul, endapan dan sebagainya sehingga proses kondensasi lebih cepat dan maksimal. Karabelos dan Plakas (2011) menyatakan bahwa proses ultrafiltrasi dapat memisahkan berbagai senyawa makromolekul dengan bobot molekul sekitar 104 sampai 106 atau lebih; disamping itu proses ultrafiltrasi dapat memisahkan koloid, endapan besi dan mangan, zat organik terkoagulasi, serta mikroba patogen.

Gambar 5. Perubahan pH dan kadar gula pada proses kombinasi ultrafiltrasi dan deodorisasi

Dengan penambahan volume produk tersebut maka kadar gula akan menurun. Peningkatan nilai pH selama waktu deodorisasi disebabkan oleh semakin rendahnya konsentrasi zat bersifat asam dalam produk minuman nira dengan adanya pengenceran oleh air kondensat

steam. Air kondensat yang bersifat netral (pH 7) juga mempunyai kontribusi terhadap kenaikan pH produk minuman nira.

Bila merujuk pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4452-1998, maka kadar gula dan pH pada minuman nira yang dihasilkan dapat terpenuhi sebagai minuman isotonik. Winarno (2007) menyatakan bahwa minuman isotonik terkait erat dengan osmotiknya, sehingga akan diserap tubuh dengan kecepatan sama seperti tubuh menyerap air.

Teknik proses dalam pengolahan nira menjadi produk minuman nira mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap keasaman (pH) dan kadar gula yang dihasilkan (Gambar 6). Bila

digunakan teknik proses ultrafiltrasi kadar gula dan keasaman masih relatif tinggi dibandingkan dengan menggunakan teknik deodorisasi. Pada teknik ultrafiltrasi dihasilkan keasaman sekitar 4,88 sedangkan pada teknik deodorisasi sekitar 4,09; untuk kadar gula dihasilkan 13,12% pada teknik ultrafiltrasi dan 10,50% pada teknik deodorisasi.

Gambar 6. Pengaruh teknik proses terhadap pH dan kadar gula minuman nira

Gambar 6 menunjukkan perbandingan hasil uji parameter (pH dan kadar gula) dari ketiga teknik proses yang digunakan dalam pembuatan minuman nira. Relatif lebih rendahnya kadar gula yang dihasilkan pada proses deodorisasi disebabkan karena adanya tambahan air kondensat dari hasil injeksi uap (steam) ke dalam nira selama proses. Nilai keasaman (pH) minuman nira hasil proses deodorisasi lebih rendah dibandingkan dengan hasil proses ultrafiltrasi, hal tersebut menunjukkan bahwa proses ultrafiltrasi dengan ukuran membran 0,01 mm mempunyai efektifitas yang lebih baik dalam mengurangi / menghilangkan komponen penyebab asam dalam nira. Kemampuan atau efektifitas tersebut juga dapat dilihat dari perlakuan kombinasi antara teknik ultrafiltrasi dan deodorisasi, yang menhasilkan nilai keasaman diantara kedua teknik tersebut. Kadar gula yang lebih rendah pada proses kombinasi menunjukkan bahwa kedua proses tersebut dapat menurunkan padatan terlarut dalam nira karena adanya proses filtrasi yang terjadi dan adanya penambahan air

(19)

Hasil Penelitian Industri 8 Volume 25, No. 1, April 2012

3.4 Pengujian Logam Berat

Anilisis logam berat dilakukan terhadap sampel minuman nira yang mempunyai nilai tingkat kesukaan yang tertinggi, yaitu minuman nira yang diperoleh dengan teknik kombinasi (ultrafiltrasi dilanjutkan deodorisasi selama 60 menit). Hasil analisis minuman nira terhadap logam berat Pb dan Hg menunjukkan bahwa kandungan Pb kurang dari 0,048 mg/kg dan kandungan Hg kurang dari 0,005 mg/kg, hal ini berarti bahwa parameter tersebut memenuhi standar produk isotonic yaitu SNI 01-4452-1998 yang digunakan sebagai standar/ pembanding, karena belum terdapat SNI untuk minuman nira. Hasil analisis logam berat sampel minuman nira dapat dilihat pada Tabel 4.

Logam berat pada nira dapat disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya dari lahan aren yang tercemar. Penggunaan pestisida dan pencemaran udara dapat menyebabkan pencemaran logam berat terhadap lahan, yang akhirnya terabsorbsi oleh akar tanaman. Sastrawijaya (2000) menyatakan bahwa logam berat (Pb) terdapat dimana-mana, di air, tanah, tanaman, hewan dan udara. Beberapa jenis pestisida yang dapat mencemari tanah bila digunakan berlebihan, seperti insektisida jenis arsenat yang mengandung unsur Pb dan fungisida jenis fenil merkuri arsenat yang mengandung Hg.

Tabel 4. Hasil analisis logam berat minuman nira

Parameter Satuan Minuman Nira

3.5 Pengujian Organoleptik

Hasil pengujian organoleptik menunjukkan bahwa produk minuman nira yang diperoleh dengan teknik kombinasi merupakan produk yang paling disukai. Histogram hasil uji organoleptik terhadap

aroma, rasa dan warna pada berbagai teknik proses untuk menghasilkan minuman nira aren dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Histogram aroma, rasa dan warna minuman nira pada berbagai teknik proses

Hasil uji organoleptik minuman nira menunjukkan bahwa teknik proses ultrafiltrasi sebanyak tiga kali dilanjutkan dengan proses deodorisasi merupakan produk yang paling disukai, baik ditinjau dari aspek aroma, rasa maupun warna. Sebaliknya bila proses hanya dilakukan dengan teknik ultrafiltrasi tingkat kesukaan lebih rendah dibandingkan dengan kedua teknik lainnya. Teknik proses deodorisasi tampaknya lebih baik dibandingkan dengan teknik ultrafiltrasi dalam meningkatkan kesukaan terhadap aroma, rasa maupun warna produk minuman nira yang dihasilkan.

(20)

Hasil Penelitian Industri 9 Volume 25, No. 1, April 2012

oksigen dan dihasilkan berbagai oksida seperti karbon dioksida dan belerang dioksida, juga arang dan jelaga.

Hasil pengujian warna minuman nira dengan proses deodorisasi maupun kombinasi juga relatif lebih disukai dibandingkan hanya dengan proses ultrafiltrasi. Hal ini disebabkan karena proses deodorisasi dapat memecah zat warna alami yang terkandung dalam nira aren. Herianto, dkk. (2012) menyatakan bahwa pada proses deodorisasi terjadi pemecahan karoten sehingga deodorisasi

juga sering disebut heat bleaching (untuk

membedakan pengurangan warna oleh adsorben seperti bentonit dan/atau karbon aktif).

4. KESIMPULAN

1) Teknik ultrafiltrasi dalam pembuatan

minuman nira dalam kemasan sangat baik untuk menurunkan kadar padatan terlarut, yang ditunjukkan dengan adanya penurunan kadar gula yang cukup berarti pada hasil akhir.

2) Teknik deodorisasi relatif lebih baik

terkait dengan perbaikan warna minuman nira, di samping dapat menurunkan pH menuju persyaratan minuman isotonik.

3) Ditinjau dari berbagai aspek dalam

pengamatan sampel produk maka proses pembuatan minuman nira aren yang terbaik adalah pada teknik kombinasi, yaitu teknik ultrafiltrasi yang dilanjutkan dengan deodorisasi.

5. SARAN

1) Disarankan agar dalam proses

pembuatan minuman nira menggunakan perlakuan kombinasi (teknologi ultrafiltrasi yang dilanjutkan dengan proses deodorisasi dengan menggunakan

steam)

2) Perlu dilakukan analisis tekno

ekonomi secara mendalam dikaitkan dengan lokus kegiatan produksi

minuman nira dengan metode kombinasi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Sdr. Ade Herman Suherman, Sdr. Diah Ahsina serta kepada semua pihak yang telah membantu selama penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional. 1998. Standar

Nasional Indonesia (SNI) No. 01-4452-1998 Minuman Isotonik. Jakarta. Badan Standardisasi Nasional.

Hasbullah. 2001. Teknologi Tepat Guna

Agroindustri Kecil Sumatera Barat. Padang. Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat.

Herianto, F., Irawati, D., Indrayani, N., Fadhli, T.U.I., Juniansyah, M.W, Shahila, N., Pramaningtyas, A., Nofriko, S. dan Wahyuni, L.S.

2010. Pengilangan Minyak Bumi

dan Nabati. www.scrib.com/doc/ 37896754/Deodorisasi (Diakses 26 Maret 2012)

Herman, A. S., dan Yunus, M., 1987. Kandungan Mineral Nira dan

Gula Semut Asal Aren. Warta

IHP. Vol. 4 (2) pp.48-51.

Itoh, T., Matsuyama, A., Widjaja, C.H., Nasution, M.Z. dan Kumendong, J., 1985. Compositional of Nira Palm Juice of high sugar content

from palm tree. Proceeding of the

(21)

Hasil Penelitian Industri 10 Volume 25, No. 1, April 2012

Nasution, Z.A. 2009. Kajian

Pengembangan Komoditi Gula Aren untuk Pemberdayaan Industri Rumah Tangga dan Industri Kecil (IRTIK) di Kabupaten Mandailing Natal. Laporan Penelitian. Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan. Medan. Kementerian Perindustrian.

Karabelos, A. dan Plakas, K. 2011.

Membrane Treatment of Portable Water for Pesticides Removal.

Laboratory of Natural Resources and Renewable Energies Utilization. Thessaloniki, Greece. Chemical Process Engineering Research Institute, Center for Research and Technology – Hellas.

Sardjono dan M.A. Dachlan, 1988. Penelitian Pencegahan Fermentasi pada Penyadapan Nira Aren sebagai Bahan Baku Pembuatan

Gula Merah. Warta IHP. Vol. 5

(2) pp. 55-58

Sastrawijaya, A.T. 2000. Pencemaran

Lingkungan. Renika Cipta, Jakarta. p. 274.

Setyaningsih, D., Apriyantono, A. dan Sari,

M.P. 2010. Analisis Sensori untuk

Industri Pangan dan Agro. Bogor. IPB Press.

Siwalan dan kandungan niranya. http://

simonbwidjanarko.wordpress.com

(Diakses tanggal 19 April 2009).

Suprapto, Mala, D.M., Aryani, Sugesti, K., Suherman, A., Raharjo, S., dan

Munajad. 2009. Pengembangan

Teknologi dan Diversifikasi Produk Berbasis Nira Palma. Laporan Penelitian. Balai Besar Industri Agro. Bogor. Kementerian Perindustrian.

Winarno, F.G. 2007. Teknobiologi Pangan.

Bogor. M-Brio Press.

Winarno, F.G. dan Kartawidjajaputra, F..

2007. Pangan Fungsional dan

(22)

Hasil Penelitian Industri 11 Volume 25, No. 1, April 2012

PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN PADA JUS NENAS

TERHADAP SHELF LIFE

(The Effect of Chitosan Addition in Pinneapple Juice Toward Shelf Life)

Husniati* dan Eva Oktarina

Balai Riset dan Standardisasi Industri Bandar Lampung Jl. By Pass Soekarno Hatta Km.1 Rajabasa Bandar Lampung *E-mail : husniati.eni@gmail.com

Artikel masuk : 2 Maret 2012 ; Artikel diterima : 3 April 2012

ABSTRAK. Kitosan adalah polisakarida dari deasetilasi senyawa kitin yang diperoleh dari limbah cangkang udang kelompok Crustaceae. Kitosan memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan pengawet alami, bekerja sebagai zat anti mikroba karena mengandung enzim lisosim dan aminopolisakarida. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan kitosan dalam minuman jus nenas yang dianalisis dari nilai cemaran bakteri sehingga fungsi dan efeknya dapat menentukan shelf life produk tersebut. Kitosan yang digunakan adalah kitosan T. 345, dengan derajat deasetilasi (DD) 71% dan larut dalam asam organik lemah, yang merupakan hasil penelitian dari Baristand Industri Bandar Lampung. Ada dua tahap pada penelitian ini yaitu tahap pendahuluan untuk penentuan konsentrasi kitosan secara bioassay dan tahap berikutnya, yaitu aplikasi konsentrasi kitosan dalam jus nenas. Hasil uji bioassay menunjukkan konsentrasi kitosan dengan daya hambat maksimal terhadap campuran bakteri adalah 0,05% b/v, dengan range 0,05-2,5% dan natrium benzoat 0,1%. Untuk aplikasi konsentrasi 0,05% b/v kitosan dalam jus nenas diamati Angka Lempeng Total (ALT) pada hari ke-1, 3, 5, 7, 9, dan 13. Hasil pengamatan ALT diperoleh bahwa penambahan kitosan 0,05% b/v dalam jus nenas melalui perlakuan pasteurisasi yang disimpan pada suhu ruang memberikan nilai ALT di bawah batas ambang cemaran mikroba (merujuk pada SNI 7388:2009) hingga 13 hari. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penambahan kitosan pada konsentrasi 0,05% b/v memberikan efek peningkatan shelf life pada jus nenas pasteurisasi lebih lama dari pada jus nenas tanpa pasteurisasi, jus tanpa penambahan kitosan, dan jus dengan penambahan natrium benzoat 0,1% tanpa pasteurisasi.

Kata kunci : ALT, cangkang udang kelompok Crustaceae, jus nenas, kitosan, shelf-life

(23)

Hasil Penelitian Industri 12 Volume 25, No. 1, April 2012

7388:2009. TPC observations obtained that the addition of 0.05% chitosan in pasteurized juice stored at room temperature gives until 13 day shelf life’s better than chitosan juice without pasteurizing, juice without the addition of chitosan, and juice with the addition of 0.1% benzoic acid without pasteurization.

Keywords: Chitosan, Crustaceans shrimp shell, pineapple juice, TPC, shelf-life

1. PENDAHULUAN

Jus nenas adalah salah satu minuman buah populer yang dikonsumsi oleh masyarakat dunia berasal dari tanaman buah nenas tropis. Minuman ini digemari karena mengandung vitamin C dan beberapa mineral, sebagai komponen yang terpenting bagi makanan kesehatan. Umumnya, jus buah memiliki keterbatasan dalam penyimpanan seperti kehilangan nutrisi oleh temperatur yang ekstrim, lama waktu penyimpanan, atau kontaminasi mikroba. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk memperlambat kerusakan

bahan makanan dan memperpanjang shelf

life produk melalui penambahan bahan

tertentu yang mempunyai sifat sebagai pengawet. Menurut Buckle, dkk. (1987) bahan pengawet berfungsi menghambat, memperlambat, menutupi atau menahan proses pembusukan, pengasaman atau dekomposisi, yang ditambahkan ke dalam bahan makanan atau minuman.

Jenis-jenis bahan pengawet yang ditambahkan ditentukan berdasarkan sifat makanan yang akan diawetkan. Dengan kata lain bahan pengawet dapat efektif mengawetkan makanan tertentu namun tidak efektif untuk jenis makanan yang lain.

Natrium benzoat adalah bahan pengawet tambahan yang biasanya ditambahkan ke dalam produk buah,

minuman ringan, dan salad dressing,

sebagian besar disiapkan secara sintetis untuk penggunaan komersial (Anonim, 2003). Penggunaan natrium benzoat yang tidak sesuai aturan yaitu melebihi 0,1% (Winarno, 1992) dapat memberikan alergi

bagi pemakainya (Rohadi, 20002 dalam

Siaka, 2009). Pilihan lain dari bahan pengawet ini adalah kitosan sebagai pengawet alami karena mempunyai

aktivitas biologi sebagai antimikroba (No, dkk., 2007 ; Rabea, dkk., 2003).

Kitosan adalah polimer berikatan β

-1,4 glucosamin (2-amino-2-deoxy-

D-glucose) dan sedikit jumlah N-acetylglucosamine yang terbentuk dari deasetilasi kitin (poly-N-acetylglucosamine), oligosakarida alami yang tak dapat dicerna, yang merupakan komponen utama dari dinding sel fungi dan eksoskleton arthropoda serta insekta. Sehingga, menjadikan kitosan komponen organik terbanyak, kedua setelah selulosa (Yen, 2007; Zhong dan Xia, 2008).

Gambar 1. Struktur kitosan

Penggunaan kitosan sebagai bahan pengawet merupakan pengembangan biomaterial baru mengingat kitosan

mempunyai sifat nontoxic, biocompatible,

dan biodegradable. Potensi kitosan sebagai anti mikroba oleh Tsai, dkk. (2002) dalam No, dkk. (2007) mempunyai aktivitas antimikroba terhadap bakteri lebih baik dari pada fungi.

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan kitosan dalam minuman jus nenas sehingga

fungsi dan efeknya dapat menentukan shelf

life produk tersebut. Sisi pengkajian dari

(24)

Hasil Penelitian Industri 13 Volume 25, No. 1, April 2012

2. METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

Bahan uji bioassay adalah Nutrient

Agar (Difco), akuades, bufer pepton (Prodia), NaCl (Merck), dan campuran bakteri yang didapat dari jus nanas alami yang telah dibusukkan selama 7 hari.

Bahan jus nenas : buah nenas

Palembang (Ananas comosus) yang dibeli

dari pasar tradisional Bandar Lampung, Indonesia, air mineral (AQUA), gula rafinasi (Gulaku), kitosan dari cangkang udang (T 345 Hasil Penelitian Baristand Lampung, DD 71%, kadar air 7,39%, kadar abu 0,10%, dan kadar nitrogen total 74,55%), natrium benzoat (Cap Kupu-kupu), starch (Merck) dan Iodin (Merck).

Perlengkapan alat yang digunakan adalah cawan petri (CSM), pipet mikro

(BIOHTIP Oyj), penangas air (water bath)

(Stuart Sciencetific), autoklaf (Sturdy),

laminar air flow (ESCO), inkubator (Memmert), oven (Memmert), pH meter

(HACH), juicer (Philips), timbangan

analitik (Denver Instrument) dan peralatan gelas.

2.2 Prosedur Penelitian

2.2.1 Bioassay

Suspensi bakteri didapat dengan cara menginokulasi satu ose jus nanas yang telah berusia lebih dari 7 hari ke dalam medium NA, dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 °C. Biakan lalu dipindahkan ke dalam NaCl 0,9% agar homogen, dan

diusapkan pada medium NA. Disc cakram

yang telah dicelupkan pada berbagai macam konsentrasi kitosan, diletakkan di

atas medium NA tersebut. Disc cakram

diamati selama 16-24 jam pada suhu 35 °C untuk diamati dan diukur zona bening yang dihasilkannya (Kirby Bauer dalam Lay 1994).

2.2.2 Pembuatan Jus

Jus nenas dibuat dari buah nenas (yang telah dikupas, dicuci dengan air

mineral, dan dipotong kecil), gula rafinasi, dan air mineral dengan perbandingan 1:2:3 dalam juicer. 100 mL air jus nenas (filtrat yang ditampung) dikemas dalam botol kaca dan diberi perlakuan penambahan 0,05 g kitosan dan pasteurisasi kering selama 5

menit pada suhu 80 oC disebut sampel 129.

Sampel berikutnya disiapkan dari 100 mL jus nenas dengan penambahan kitosan 0,05 g dan tanpa pasteurisasi disebut sampel 424. Kontrol positif menggunakan perlakuan penambahan 0,1 g natrium benzoat ke dalam 100 mL jus nenas dan dipasteurisasi disebut sampel 586 dan tanpa pasteurisasi disebut sampel 157. Kontrol negatif menggunakan perlakuan tanpa penambahan kitosan dan natrium benzoat dan dipasteurisasi disebut sampel 361 dan tanpa pasteurisasi disebut sampel 248. Hanya untuk perlakuan pasteurisasi, botol jus nenas didinginkan mendadak dalam air es selama 2 menit sedangkan jus tanpa perlakuan tidak. Seluruh perlakuan sampel dalam triplet dan jus nenas disimpan pada suhu kamar untuk segera diamati ALT-nya pada hari ke 1, 3, 5, 7, 9, dan 13.

2.3 Pengamatan

2.3.1 Pengukuran cemaran mikroba (ALT)

ALT dihitung berdasarkan metode modifikasi Lay (1994: 47), yaitu untuk mengetahui jumlah bakteri pada suatu produk dengan mengencerkan sampel secara bertingkat dengan buffer pepton dan menginokulasikannya pada medium Nutrient Agar (NA). Jumlah koloni yang hidup pada cawan dengan kisaran 25-250, digunakan dalam kisaran perhitungan, dengan rumus :

 

Ket: n = Tingkat pengenceran pertama

n1= Jumlah cawan petri pada

pengenceran pertama

n2 = Jumlah cawan petri pada

(25)

Hasil Penelitian Industri 14 Volume 25, No. 1, April 2012

2.3.2 Pengukuran pH

Sebanyak 20 ml dari sampel diukur pH-nya dengan menggunakan pH meter (HACH), pada suhu ruang dengan agitasi yang konstan. pH menunjukkan logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen pada sampel tersebut

2.3.3 Pengukuran vitamin C

Analisa kuantitatif vitamin C dalam sampel dilakukan dengan menggunakan metode titrasi iodimetri (titrasi langsung). Hal ini berdasarkan bahwa sifat vitamin C dapat bereaksi dengan iodin. Sebanyak 10 ml sampel ditambahkan indikator kanji sebanyak 2 ml dan dititrasi dengan iodin 0,01 N.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisis Cemaran Mikroba Dalam

Jus Nanas

Analisis cemaran mikroba dari jus selama penyimpanan pada suhu kamar selama hari ke-1, 3, 5, 7, 9, dan 13 ditentukan setelah diobservasi konsentrasi kitosan yang diperlukan untuk menginak-tifasi/menghambat pertumbuhan campuran

bakteri setelah diinkubasi dalam medium

NA selama 48 jam pada suhu 35 oC.

Gambar 2 menunjukkan hasil penentuan pendahuluan dan diperoleh luas wilayah zona bening yang merupakan zona hambatan pertumbuhan bakteri dari berbagai konsentrasi kitosan.

Gambar 2. Uji Bioassay kitosan pada berbagai konsentrasi

Hasil zona bening merupakan

penghambatan pertumbuhan

mikroorganisme oleh suspensi kitosan.

Menurut Sekiguchi (1994), kitosan mempunyai sifat antimikroba karena meningkatnya solubilitas dan densitas muatan. Zat antimikroba adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Luas wilayah jernih juga berkaitan dengan kecepatan berdifusi kitosan dalam medium.

Mekanisme kerja antimikroba dari kitosan oleh Sudharshan, dkk., (1992) dalam Shahidi, dkk., (1999) dijelaskan bahwa interaksi antara muatan positif kitosan dan muatan negatif dari membran sel mikroorganisme membuat lisisnya protein dan bagian intraselular lainnya dari sel. Ikatan kitosan dengan DNA dan inhibisi sintesis mRNA terjadi saat kitosan memasuki inti sel dan mengganggu sintesis mRNA dan protein. Kitosan juga berperan

sebagai chelating agent yang dapat

mengikat logam sehingga menghambat produksi racun serta pertumbuhan mikroorganisme (Cuero, dkk., 1991 dalam Shahidi, dkk., 1999).

Gambar 3 menunjukkan inaktifasi dari kitosan terhadap campuran bakteri pembusuk dalam jus nenas setelah inkubasi 24 jam dan pH 6,8 yang dinyatakan sebagai diameter zona bening.

Hasil zona bening

0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 Komersial 0.05

Gambar 3. Hasil pengukuran diameter zona bening.

Berdasarkan Gambar 3. di atas, konsentrasi 0,05% dari kitosan T 345 dipilih karena merupakan konsentrasi yang menghasilkan sensitifitas terbesar dalam uji pendahuluan ini. Konsentrasi kitosan ini selanjutnya digunakan dalam pembuatan jus nenas dan diamati pengaruh

penambahannya terhadap shelf life.

Kons. 0,15% Kons. 0,05% Kons. 0,1%

Kons. 0,20%

(26)

Hasil Penelitian Industri 15 Volume 25, No. 1, April 2012

Tabel 1. Data Angka Lempeng Total (ALT) pada jus nenas

Kode Sampel

HARI KE-1 HARI KE-3 HARI KE-5 HARI KE-7 HARI KE-9 HARI KE-13

Jumlah koloni Jumlah koloni Jumlah koloni Jumlah koloni Jumlah koloni Jumlah koloni

129 1.96E+03 2.90E+03 6.30E+03 6.00E+02 1.00E+03 8.40E+03

424 2.79E+05 1.44E+07 1.20E+07 - - -

586 0.00E+00 3.30E+02 5.30E+02 5.60E+02 1.93E+03 9.19E+03

157 5.45E+04 6.00E+05 8.20E+06 - - -

361 1.87E+06 8.60E+05 3.80E+07 - - -

248 1.78E+06 9.90E+07 1.01E+08 - - -

Pengaruh penambahan kitosan dalam jus nenas diamati cemaran mikrobanya dengan metode ALT. Hasil penghitungan cemaran mikroba yang dinyatakan sebagai nilai ALT dari enam jus nenas diperlihatkan pada Tabel 1. Hasil uji untuk sampel kode 424, 157, 361 dan 248, pada hari ke-1 telah melebihi ambang batas cemaran bakteri, yaitu 1 x 104 koloni/ml (SNI 7388:2009). Jus yang telah melebihi batas ambang cemaran bakteri menurut SNI, tidak dilanjutkan penentuan ALT berikutnya.

Sampel kode 129 dan 586 masih berada di bawah ambang batas cemaran bakteri hingga hari ke-13. Sampel yang dipasteurisasi tahan lebih lama dibandingkan sampel yang tidak dipasteurisasi. Pasteurisasi bertujuan untuk mematikan mikroorganisme patogen sehingga mencegah kerusakan sampel karena mikroorganisme dan enzim (Buckle, dkk., 1987).

3.2 Pengukuran pH

Jumlah pertambahan koloni mikroorganisme diiringi dengan kenaikan keasaman (pH rendah). Fermentasi mikroba dalam media jus yang mengandung glukosa menghasilkan produk akhir asam. Dengan kata lain ada kecenderungan bila peningkatan jumlah mikroba diiringi dengan penurunan pH. Gambar 3. menunjukkan nilai pH jus untuk beberapa perlakuan sampel sepanjang masa

pengamatan dari hari ke-1 hingga hari ke-9.

Jus pada hari-1 yang dibuat tanpa pasteurisasi dan tanpa bahan pengawet

natrium benzoat maupun kitosan memiliki keasaman (sampel 248) lebih rendah dari pada jus dengan penambahan kitosan dan natrium benzoat dengan perlakuan pasteurisasi (seperti sampel 129 dan 586). Ada kecenderungan penurunan pH terhadap lamanya penyimpanan jus pada masing-masing perlakuan. Kehadiran kitosan dan natrium benzoat dalam jus (sampel 129 dan 586) yang dipersiapkan melalui pasteurisasi dapat mempertahankan keasaman jus, terlihat selama hari ke-9 pH relatif tetap.

129 424 586 157 361 248

Kode samp el

Gambar 3. Hasil pengukuran pH

3.3 Pengukuran Vitamin C

(27)

Hasil Penelitian Industri 16 Volume 25, No. 1, April 2012 kadar asam askorbat yang lebih tinggi dari

pada jus nanas dengan natrium benzoat. Sesuai dengan Rodrigo, dkk. dalam Diana,

dkk. (2009), bahwa kandungan asam askorbat akan mengalami penurunan selama penyimpanan terutama pada suhu penyimpanan yang tinggi dan penggunaan kitosan dibawah konsentrasi 1 g/L tidak akan terlalu mempengaruhi kadar asam askorbat.

129 424 586 157 361 248

Kode sampel

Gambar 4. Kadar Vitamin C (ppm)

4. KESIMPULAN

Penambahan kitosan dalam jus nenas

memberikan pengaruh dapat memperpanjang shelf life produk hingga 13

hari masih di bawah ambang batas cemaran bakteri SNI 7388:2009, yaitu pada penambahan kitosan dalam konsentrasi 0,05% b/v dengan penyimpanan produk di suhu ruang ( + 27 oC ) dan jus nenas disiapkan melalui proses pasteurisasi.

5. SARAN

Penelitian ini dapat memberikan saran bahwa penggunaan kitosan pada konsentrasi 0,05% b/v ke dalam minuman dapat digunakan sebagai bahan pengawet alami yang perannya serupa dengan penambahan natrium benzoat 0,1% b/v.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana penelitian dari Program Kegiatan Insentif PKPP 2011 Kementrian Riset dan Teknologi melalui Penelitian Pembuatan Kitosan dan Nano

Partikel Kitosan dengan Tripoli Fosfat Dari Limbah Cangkang Udang (Crustaceae) dan Aplikasinya Sebagai Bahan Memperpanjang Shelf-Life Produk Buah Segar dan Buah Kaleng dengan Nomor Kontrak 12/SPK/RISTEK/ BPKIMI/03/ 2011.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H. dan Wootton. M. 1987. Ilmu pangan. Penerj: Hari, P.A. Jakarta. UI Press.

Diana, A.B.M., Daniel, R., Barat, J.M. dan Catherine, B.R. 2009. Orange juices enriched with chitosan: Optimisation for extending the shelf-life. Innovative Food Science and Emerging Technologies. 10: 590–600.

Food additives and E numbers.

http://dermnetnz.org/reactions/e-numbers.html. Diakses Tanggal. 15 Juni 2009.

Lay, B.W. 1994. Analisis mikroba di laboratorium. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

No, H.K., Meyers, S.P., Prinyawiwatkul, W., dan Xu, Z. 2007. Applications of chitosan for improvement of quality and shelf life of foods : A review. Journal of Food Science. 72 (5) : 87-100.

Rabea, E.I., Mohamed E.T.B., Christians V.S., Guy S., dan Walter S. 2003. Chitosan as Antimicrobial Agent: Applications and Mode of Action.

Biomacromolecules, 2003, 4 (6), pp 1457–1465

Shahidi, F., Janak K.V.A., dan You-jin J. 1999. Food applications of chittin

and chitosans. Trends in Food

(28)

Hasil Penelitian Industri 17 Volume 25, No. 1, April 2012 Sekiguchi, S. 1994. Molecular Weight

Dependency of Antimicrobial Activity by Chitosan Oligomers In : Nishinari, K., Doi, E. Editors.

Food Hydrocolloids : Structures, Properties, and Function. 71-76. New York. Plenom Press.

Siaka, I.M. 2009. Analisis Bahan Pengawet Benzoat pada Saos Tomat yang beredar di Wilayah Kota Denpasar. J.Kimia ISSN 1907-9850. 3 (2) : 87-92.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia.

Yen, M. T. dan Mau, J.L. 2007. Physico-chemical characterization of fungal chitosan from shiitake stipes. Swiss Society of Food Sci. and Techno. Pub. by Elsevier Ltd. LWT 40 : 472–479.

Zhong, Q.P. dan Xia, W.S. 2008. Physicochemical Properties of Edible and Preservative Film from Chitosan/Cassava Starch/Gelatin Blend Plasticized with Glycerol.

Gambar

Gambar 1. Diagram proses pembuatan minuman nira aren
Tabel 2. Hasil analisa minuman niradengan teknik deodorisasi
Gambar 3. Hasil pengukuran diameter zona bening.
Gambar 3. Hasil pengukuran pH
+7

Referensi

Dokumen terkait

childhood caries and associated risk factors in preschool children of urban..

Analisis Pengaruh Harga, Kualitas Produk dan Desain terhadap Keputusan Pembelian Kendaraan Bermotor Merek Honda Jenis Skutermatic.. Muanas, Ahmad, dan

Berdasarkan hasil penelitian melalui regresi sederhana, menunjukkan bahwa pengaruh terpaan tweet informasi penjualan melalui Twitter merchandise supporter terhadap tingkat

Makna kinesik yang dipaparkan dalam scan foto pada penelitian menunjukkan ekspresi wajah, gerak tubuh, dan sikap tubuh yang bermkna pada bentuk senang atau tidak

akan diteliti, untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai penelitian ini dan agar tidak terjadi pelebaran dalam pembahasan, maka peneliti memfokuskan pada implementasi

tersebut, dengan landasan perspektif insider dan outsider , mereka diplot dalam sebuah kontinum sebagai berikut: jika dibuat diagram untuk menggambarkan peran mereka yang

Triangulasi Sumber untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber. Jadi untuk menguuji kredibilitas data

This research was aimed at finding out the studen ts’ vocabulary mastery, the most dominant strategy used by students, the influence of students’ vocabulary