Perkembangan Perbankan di Indonesia · Situasi perbankan Indonesia praderegulasi
Pada periode tahun 1974-1982 perekonomian Indonesia berkembang
cukup baik karena ditopang oleh ekspor migas yang cukup tinggi. Tingginya harga minyak pada saat itu memengaruhi penerimaan dalam negeri sehingga dana
pembangunan cukup tersedia untuk menunjang kegiatan investasi. Pada saat itu masyarakat yang belum menemukan sasaran investasi yang tepat menyimpan dana nya di bank sehingga terjadi kelebihan likuiditas yang cukup besar. Di samping itu
juga Bank Indonesia (central bank) menyediakan kredit likuiditas dengan syarat yang mudah dan lunak untuk membiayai pengembangan sektor yang potensial.
· Situasi perbankan Indonesia pascarederegulasi
Perkembangan perbankan di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat beberapa tahun terakhir ini. Hal itu disebabkan oleh adanya
serangkaian langkah deregulasi di bidang perbankan. Ada beberapa deregulasi di bidang perbankan dan moneter yang secara kronologis dapat dikemukakan sesuai
urutan waktu pengumuman kebijaksanaan deregulasi. a. kebijaksanaan pemerintah tanggal 1 Juni 1983
Kebijaksanaan ini bertujuanuntuk menggairahkan pengerahan dana masyarakat.
Kebijaksanaan tersebut antara lain berisi penghapusan sistem pagu kredit dan mengurangi kredit likuiditas, Bank Indonesia tidak menetapkan tingkat suku bunga
deposito maupun suku bunga pinjaman, dan kebijaksanaan moneter dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan penyediaan fasilitas diskonto.
b. Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 (Pakto 88)
swasta berpartisipasi lebih besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan iklim yang memungkinkan bank-bank beroperasi lebih efisien dan perluasan jaringan kantor bank.
c. Kebijaksanaan Pemerintah 25 Maret 1989
Kebijaksanaan ini merupakan penyempurnaan Pakto 88 yang berisikan tentang
penyempurnaan pendirian BPR. Dalam kebijaksanaan baru ini usaha BPR tidak boleh menerima simpanan dalam bentuk giro, tidak diperkenankan pindah wilayah dan membuka kantor cabang dan tidak perlu penyesuaian modal bagi BPR baru
tetapi disesuaikan dengan kebutuhan modal. BPR yang akan meningkatkan usahanya untuk menjadi bank umum harus mempunyai modal sebesar Rp. 10 miliar.
d. Kebijaksanaan Pemerintah 29 Januari 1990
Latar belakang kebijaksanaan ini untuk mendukung pembangunan yang makin efisien. Untuk itu perlu disempurnakan aturan tentang Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI) yang jumlahnya masih relatif tinggi dan menyempurnakan sistem perkreditan.
Kebijaksanaan yang diambil meliputi mengurangi secara bertahap pemberian KLBI, KLBI diberikan secara terbatas untuk swasembada pangan (KUT), pengembangan koperasi (kredit koperasi KUD dan anggota koperasi primer), dan peningkatan
investasi (pembiayaan pembangunan) PIR trans, KPR yang diberikan dengan maksimum sebesar Rp. 50 juta dan jumlah kredit yang disediakan minimum 20%
disalurkan untuk usaha kecil dan kegiatan koperatif yang produktif. e. Paket Kebijakan Pemerintah Februari 1991
Inti kebijaksanaan ini meliputi beberapa aspek penting yang terdiri dari :
memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan fungsinya untuk melindungi kepentingan masyarakat sehingga kesehatan sebuah bank harus diupayakan secara kontinuitas sejak berdiri, pembukaan kantor cabang atau perwakilan
dan penyertaan bank di luar negeri, pendirian kantor bank, dan persyaratan pembukaan kantor BPR dan merger.
2. Ketentuan yang berkaitan dengan prinsip kehati-hatian (prudential regulation) yang meliputi permodalan bank, jaminan pemberian kredit, kredit untuk
pembelian saham dan pemilikan saham oleh bank, batas maksimum pemberian kredit, kredit untuk pembelian saham dan pemilikan saham oleh
bank, batas maksimum pemberian kredit (BMPK) atau legal lending limit, dan garansi bank.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia.
1. Memperluas Jaringan
Perbankan Syariah dinilai belum menjangkau secara luas. Dari Desember 2012 hingga September 2013, tidak ada jumlah penambahan Bank Umum Syariah,
jumlah Unit Usaha Syariah malah turun dari 24 UUS pada Desember 2012, menjadi 23 UUS, dan hanya ada penambahan 2 BPR Syariah. Dari sisi pertumbuhan
2. Revitalisasi Sinergi dengan Bank Induk
Kendala lain yang sering dihadapi oleh perbankan syariah, adalah sinergi dengan bank induknya. Hal ini khususnya sering dialami oleh Unit Usaha Syariah. Bank
Indonesia sebagai regulator memang juga telah menekankan hal ini. Bentuk sinergi antara Bank Syariah dengan Bank induknya dapat dilakukan dalam berbagai hal
seperti kebijakan untuk terus melaksanakan cross selling, ataupun penyetaraan produk dengan dukungan infrastruktur seperti perluasan jaringan kantor ataupun melalui peningkatan jumlah office channeling, pengembangan infrastruktur teknologi
dan kebijakan sumber daya manusia.
3. Pengembangan Produk
Untuk produk perbankan syariah yang selama ini dinilai baru sebatas menjadi follower dari produk perbankan konvensional, atau dalam kata lain perbankan syariah jangan hanya mengeluarkan produk versi syariah dari produk perbankan
konvensional. Perbankan syariah harus lebih kreatif dalam mencari celah-celah bisnis supaya bisa bersaing dengan bank konvensional dan berinovasi menciptakan
produk baru serta memanfaatkan momentum-momentum khusus untuk pemasaran produk syariah, seperti saat Tahun Baru Islam, bulan Ramadhan ataupun Idul Adha. Namun tidak hanya untuk kalangan muslim saja, produk perbankan syariah
sebaiknya juga dapat ditujukan untuk nasabah non muslim misalnya.
4. Pembiayaan Yang Lebih Bersifat Produktif
Acapkali kita sering mendengar bahwa sektor riil memiliki ketahanan yang baik terhadap dinamika gejolak dan guncangan ekonomi. Sayangnya, pelaku usaha di sektor riil ini sering kali tidak mendapatkan akses terhadap perbankan, karena
menyebabkan pelaku usaha sektor riil sering di klaim “unbankable”. Industri
perbankan sendiri relatif nyaman dengan sektor konsumtif melalui bermacam produk seperti Kredit Tanpa Agunan, ataupun kartu kredit yang memang didorong oleh daya
konsumsi masyarakat Indonesia yang semakin meningkat. Margin keuntungan yang ditawarkan oleh kredit konsumtif yang lebih besar ketimbang kredit produktif
seharusnya tidak menjadi ganjalan bagi perbankan, khususnya perbankan syariah. Memberikan kredit kepada sektor produktif akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
5. Edukasi dan Komunikasi
Edukasi dan sosialisasi serta komunikasi perbankan syariah perlu ditingkatkan lagi. Karena masyarakat umumnya relatif belum terlalu memahami mengenai produk
perbankan syariah. Jangan sampai permasalahan seperti sengketa antara perbankan syariah dengan nasabahnya menyeruak seperti ketika permasalahan gadai emas suatu bank syariah misalnya terjadi kembali. Bank Indonesia beberapa
waktu lalu pernah mengkomunikasikan iB atau Islamic Banking, melalui berbagai media komunikasi seperti iklan di radio, di media massa dan online. Setiap Bank
Syariah, Unit Usaha Syariah dan BPR Syariah bahkan diwajibkan mencantumkan logo iB pada setiap materi komunikasinya.
6. Peningkatan Kompetensi SDM Perbankan Syariah Upaya memajukan perbankan syariah disini perlu diiringi dengan
peningkatan kompetensi sumber daya manusia yang memahami prinsip-prinsip kesyariahan. Masih banyak SDM perbankan syariah yang berasal dari perbankan konvensional. Faktor SDM di perbankan syariah memang masih menjadi momok
syariah perlu terus menerus disinergikan. Selain itu kebijakan mengenai pelatihan, peningkatan kompetensi, pemberian reward perlu diperhatikan juga oleh Bank Induk.
7. Mendirikan Bank BUMN Syariah
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Jaelani menyatakan Indonesia
perlu memiliki bank BUMN Syariah untuk memacu pertumbuhan ekonomi syariah di negeri ini. Dengan adanya bank BUMN Syariah, pemerintah dapat menjadikan bank tersebut sebagai bank persepsi untuk sejumlah program ekonomi nasional.
8. Pengawasan Semua Pihak
Pengawasan terhadap perbankan syariah juga menjadi salah satu hal yang diperhatikan oleh Bank Indonesia dan kedepan juga nantinya oleh Otoritas Jasa Keuangan. Pengawasan ini pun sebaiknya turut melibatkan Majelis Ulama
Indonesia, dan dunia akademisi, agar perbankan syariah tetap menjalankan pengelolaannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
B. Sistem Perbankan di Indonesia
Bank-bank yang beroperasi di Indonesia saat ini pada dasarnya
dikelompokkan ke dalam Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sedangkan Bank Indonesia berfungsi sebagai bank sentral. Namun demikian,
sejalan dengan terjadinya perubahan dalam sistem keuangan terutama yang terkait dengan kelembagaan perbankan sebagai dampak dikeluarkannya undang-undang di bidang keuangan dan perbankan.
Badan usaha yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit guna meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Pengelompokan Bank Umum 1. Aspek Fungsi
a. Bank Sentral, adalah bank yang merupakan badan hukum milik Negara yang tugas pokoknya membantu pemerintah, contoh : Bank Indonesia
b. Bank Umum, adalah bank yang sumber utama dananya berasal dari simpanan pihak
ketiga, serta pemberian kredit jangka pendek dalam penyaluran dana, contoh : BNI, BRI, dll
c. Bank Pembangunan, adalah bank yang dalam pengumpulan dananya berasal dari penerimaan simpanan deposito serta commercial paper, contoh : Bank Jatim, Bank DKI, dll.
d. Bank Desa, adalah kantor bank di suatu desa yang tugas utamanya adalah melaksanakan fungsi perkreditan dan penghimpunan dana dalam rangka program
pemerintah memajukan pembangunan desa.
e. BPR, adalah kantor bank di kota kecamatan yang merupakan unsur penghimpun dana masyarakat maupun menyalurkan dana nya di sektor pertanian dan pedesaan.
2. Status Kepemilikan
a. Bank Milik Negara, adalah bank yang seluruh modalnya berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan dan pendiriannya di bawah UU tersendiri, contoh : BNI,
b. Bank Milik Swasta Nasional, adalah bank milik swasta yang didirikan dalam bentuk perseroan terbatas, di mana seluruh sahamnya dimiliki oleh WNI dan/ atau badan-badan hukum di Indonesia, contoh : BCA, Bank Mega, Bank Danamon.
c. Bank Swasta Asing, adalah bank yang didirikan dalam bentuk cabang bank yang sudah ada di luar negeri atau dalam bentuk campuran antara bank asing dengan
bank nasional yang sudah ada di Indonesia. Bank asing ini hanya diperkenankan menjalankan operasinya di lima kota besar di Indonesia, contoh : Citibank, HSBC. d. Bank Pembangunan Daerah, adalah bank yang pendiriannya berdasarkan peraturan
daerah propinsi dan sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah kota dan pemerintah kabupaten, di wilayah yang bersangkutan, dan modalnya merupakan
harta kekayaan pemerintah daerah yang dipisahkan, contoh : Bank Jatim.
e. Bank Campuran, adalah bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional, contoh : Bank UOB Buana, ANZ Panin Bank.
3. Kegiatan Operasional
a. Bank Devisa, adalah bank yang mempunyai hak dan wewenang yang diberikan oleh
Bank Indonesia untuk melakukan transaksi valuta asing dan lalu lintas devisa serta hubungan koresponden dengan bank asing di luar negeri, contoh : BCA, Bank Mega, Bank Bukopin.
b. Bank Nondevisa, adalah bank yang operasionalnya hanya melaksanakan transaksi di dalam negeri, tidak melakukan transaksi valuta asing, dan tidak melakukan
hubungan dengan bank asing di luar negeri.
a. Bank Primer, adalah bank yang dalam kegiatan operasionalnya tidak sekedar menghimpun dan menyalurkan dana nya, tetapi juga melaksanakan semua transaksi yang berhubungan langsung dengan kas.
b. Bank Sekunder, adalah bank yang kegiatan operasionalnya hanya sekedar melaksanakan transaksi kas secara langsung.
5. Sistem Organisasi
a. Unit Banking System, adalah bank yang kegiatan operasionalnya hanya mempunyai satu kantor saja dan melayani masyarakat di sekitar wilayah itu. Contoh : BPR baik
konvensional maupun syariah.
b. Branch Banking Syistem, adalah bank yang kegiatan operasionalnya di beberapa
wilayah dan memiliki beberapa kantor cabang, di mana sistem organisasi, keuangan, dan sumber daya manusia terkait dengan kantor pusat. Contoh : Bank Danamon, Bank Mega, Bank BCA.
Fungsi Bank
Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan. Misalnya adalah :
a. Agent of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan, baik dalam hal
penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola
b. Agent of development
Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan sektor riil tidak dapat dipisahkan. Sektor riil tidak akan dapat bekerja dengan baik apabila sektor
moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian sektor
riil. Kegiatan bank tersebut dapat mendorong masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa. Dan kelancaran kegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan
pembangunan perekonomian suatu masyarakat.
c. Agent of Service
Bank memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitanya dengan kegiatan
perekonomian masyarakat secara umum. Berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.
C. Arsitektur Perbankan Indonesia
Pada awal januari 2004 ini, siaran pers Bank Indonesia secara resmi
mengumumkan implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) di mana salah satu program API adalah mempersyaratkan modal minimum bagi bank umum
(termasuk BPD) menjadi Rp.100 miliar selambat-lambatnya pada tahun 2011.
Arsitektur Perbankan Indonesia merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan
Visi API adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Sistem perbankan yang sehat dibangun dengan permodalan yang kuat sehingga akan mendorong kepercayaan nasabah (stakeholder) yang pada akhirnya
akan mampu memperkuat permodalan melalui pemupukan laba ditahan. Selanjutnya perbankan nasional yang beroperasi secara efisien akan mampu meningkatkan daya saingnya sehingga tidak hanya mampu bersaing di pasar
domestik tetapi justru diharapkan produk dan jasa perbankan yang ditawarkan bank nasional mampu bersaing di pasar Internasional. Oleh karenanya, dalam 10-15
tahun ke depan, API menginginkan adanya 2 sampai 3 bank dengan skala bank internasional, 3 sampai 5 bank nasional, 30 sampai 50 bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu, dan BPR serta bank dengan
kegiatan usaha terbatas.
Enam Pilar API
Guna mempermudah pencapaian visi API sebagaimana diuraikan di atas maka ditetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai, yaitu :
1. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang
berkesinambungan.
2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu
pada standar internasional.
3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi
serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.
5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat.
6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan.
Tantangan ke Depan
1. Kapasitas Pertumbuhan Kredit Perbankan yang Masih Rendah
Kemampuan permodalan perbankan Indonesia saat ini mengindikasikan bahwa
pertumbuhan kredit yang cukup tinggi tersebut sulit dicapai jika perbankan nasional tidak memperbaiki kondisi permodalannya.
2. Struktur Perbankan yang Belum Optimal
Belum optimalnya struktur permodalan di Indonesia ditandai dengan terkonsentrasinya struktur perbankan hanya pada 11 bank besar (yang menguasai
75% asset perbankan Indonesia).
3. Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat Terhadap Pelayanan Perbankan yang Dinilai
oleh Masyarakat Masih Kurang
Kurangnya pemenuhan kebutuhan masyarakat atas pelayanan ditandai dengan seringnya terdengar keluhan dari masyarakat mengenai kurangnya akses terhadap
kredit dan tingginya suku bunga kredit serta masih banyak praktik penyediaan jasa keuangan yang informal.
4. Pengawasan Bank yang Masih perlu Ditingkatkan
Disebabkan oleh masih terdapatnya beberapa prinsip prudensial yang belum ditetapkan secara baik, koordinasi pengawasan yang masih perlu ditingkatkan,
kemampuan SDM pengawasan yang belum optimal, dan pelaksanaan law-enforcement pengawasan yang belum efektif.
Hal ini ditandai dengan kurangnya corporate governance dan core banking skills pada sebagian besar perbankan sehingga diperlukan perbaikan yang cukup mendasar pada dua hal tersebut.
6. Profitabilitas dan Efisiensi Operasional Bank yang Tidak Suistainbel
Faktor tidak suistainbel-nya profitabiltas dan efisiensi karena lemahnya struktur aset
produktif bank-bank dan sebagian pendapatan perbankan berasal dari aktivitas trading yang fluktuasi serta rendahnya rasio aset per nasabah.
7. Perlindungan Nasabah yang Perlu Ditingkatkan
Perlindungan terhadap nasabah merupakan tantangan perbankan yang berpengaruh terhadap sebagian masyarakat kita.
8. Perkembangan Teknologi Informasi
Perkembangan teknologi informasi menyebabkan makin pesatnya perkembangan jenis dan kompleksitas produk dan jasa bank sehingga resiko-resiko yang muncul
menjadi lebih besar dan bervariasi.
Program Kegiatan Api
1. Program penguatan struktur perbankan nasional
Hal ini dilakukan dengan cara memperkuat permodalan bank, memperkuat daya
saing BPR, meningkatkan akses kredit.
2. Program Peningkatan Kualitas Pengaturan Perbankan
Dalam tahap ini memformalkan proses indikasi dalam membuat kebijakan perbankan dan juga implementasi secara bertahap 25 basel core principles for effective banking supervision.
Dalam tahap ini meningkatkan koordinasi antar lembaga pengawas, melakukan konsilidasi sektor perbankan Bank Indonesia, meningkatkan kompetensi pemeriksa bank, mengembangkan sistem pengawasan berbasis resiko, meningkatkan
efektivitas enforcement.
4. Program Peningkatan Kualitas Manajemen dan Operasional Perbankan
Dalam tahap ini meningkatkan good corporate governance, meningkatkan kualitas manajemen resiko perbankan, meningkatkan kemampuan operasional bank.
5. Program Pengembangan Infrastruktur Perbankan
Dalam tahap ini mengembangkan biro kredit, mengoptimalkan penggunaan badan pemeringkat kredit.
6. Program Peningkatan Perlindungan Nasabah
Dalam tahap ini menyusun standar mekanisme pengaduan nasabah, membentuk lembaga mediasi independen, menyusun transparansi informasi produk,
mempromosikan edukasi untuk konsumen.
Perbankan di Indonesia telah mengalami perkembangan mulai dari praderegulasi sampai pascaderegulasi. Pengklasifikasian perbankan sesusai dengan jenis, kepemilikkan, kegiatan usaha, pembentukkan uang giral serta sistem
organisasi nya. Lembaga keuangan dibagi menjadi lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank yang masing-masing memiliki tugas dan fungsi nya
sendiri-sendiri. Dan untuk menciptakan perbankan yang sehat, kuat dan efisien maka diperlukan Arsitektur Perbankan Indonesia.
http://belbellayy.blogspot.com/2014/01/makalah-perkembangan-perbankan.html
https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2013/11/28/8-langkah-mengembangkan-perbankan-syariah-di-indonesia/