ANALISIS PELAPORAN LINGKUNGAN PADA PERUSAHAAN SUBSEKTOR PULP DAN KERTAS YANG TERDAFTAR DI BURSA
EFEK INDONESIA
KONFERENSI MAHASISWA AKUNTANSI
Disusun Oleh:
SELMA ELVITA RANI 13/347051/EK/19386
AJENG LAKSMITA NARESWARI 13/349607/EK/19535 CAECILIA WESTI SEKAR WANGI 13/347600/EK/19401
UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
JURUSAN AKUNTANSI YOGYAKARTA
1 Abstrak
Indonesia sering mengalami kebakaran hutan setiap tahunnya. Hal ini disebabkan pengelolaan hutan yang tidak sesuai dengan prinsip keberlanjutan lingkungan. Perusahaan-perusahaan di subsektor pulp dan kertas merupakan salah satu yang diindikasi menjadi pelaku terbakarnya hutan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaporan lingkungan perusahaan subsektor pulp dan kertas yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Penulis melakukan penelitian kualitatif dengan studi pustaka untuk melakukan analisis kritis pada konten pelaporan lingkungan berdasarkan pedoman Global Reporting Initiative (GRI). Hanya dua dari delapan perusahaan tersebut yang mengeluarkan laporan keberlanjutan dengan pedoman GRI. Selain itu, terdapat satu perusahaan yang melakukan tinjauan keberlanjutan pada laporan tahunannya berdasarkan standar Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER). Berdasarkan hasil penelitian ini, perusahaan-perusahaan tersebut hanya melaporkan informasi umum terkait lingkungan dan masih sebatas memenuhi peraturan yang berlaku. Perusahaan pulp dan kertas, yang berkaitan langsung dengan lingkungan, sebaiknya memiliki konten pelaporan lingkungan yang cukup, aktual, dan update merespon isu-isu lingkungan khusus yang terjadi sesuai dengan standar pelaporan lingkungan yang diakui, salah satunya GRI. Sebab, pelaporan lingkungan dapat mempengaruhi perilaku pemangku kepentingan terkait perusahaan.
Kata kunci: pelaporan lingkungan, perusahaan pulp dan kertas, isu lingkungan, perilaku pemangku kepentingan
I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
Melihat peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia setiap
tahunnya, tidak mengherankan jika Indonesia disebut sebagai salah satu negara
dengan tingkat deforestasi tertinggi di dunia (Hellman, 2014). Menurut data satelit
The National Aeronautics and Space Administration (NASA), terdeteksi lebih dari
130,000 titik kebakaran hutan di seluruh Indonesia sepanjang tahun 2015 (Osborn,
Torpey, Franklin, & H, 2015). Jumlah titik kebakaran hutan tersebut cenderung
memiliki tren yang meningkat (Linggasari, 2015).
Selain dipengaruhi oleh musim dan jenis tanah, penyebab utama kebakaran
hutan di Indonesia adalah praktik deforestasi yang dikenal sebagai tebang dan
bakar, yang mana lahan dibakar sebagai cara yang lebih murah agar dapat segera
ditanami tanaman baru (Balch, 2015). Berdasarkan analisis data World Resources
Institute tahun 2015, terbukti lebih dari sepertiga (37%) dari kebakaran di pulau
Sumatera terjadi di wilayah konsesi perusahaan pulp dan kertas (Balch, 2015).
perusahaan-2
perusahaan pulp dan kertas di Indonesia memang belum mampu menjamin
seluruh pasokan kayu pulp dari hutan tanaman industri (HTI) sehingga masih
tergantung pada pasokan bahan baku dari hutan alam (Arifiandi, 2014). Hal ini
dapat mengancam hutan alam dan kelangsungan satwa yang dilindungi di
dalamnya. Padahal, jika dicermati lebih jauh, keberlanjutan usaha perusahaan itu
sendiri dipengaruhi oleh keberlanjutan lingkungan tempatnya beroperasi.
Perusahaan sebagai sebuah entitas seharusnya tidak hanya mengejar nilai
ekonomis setinggi-tinginya, tetapi juga memperhatikan seluruh pemangku
kepentingan lainnya, termasuk masyarakat dan aspek lingkungan (Warsono,
Amalia, & Rahajeng, 2010). Salah satu bentuk kepedulian perusahaan terhadap
masyarakat dan lingkungan dapat ditunjukkan dengan melakukan pengungkapan
atas segala aspek masyarakat dan lingkungan yang terkena dampak dari
operasinya.
Pada perusahaan subsektor pulp dan kertas yang operasinya terkait dengan
lingkungan secara langsung, pengungkapan lingkungan menjadi penting sebagai
wujud kesadaran atas tanggung jawab sosial perusahaan. Pada era green business ini, para pemangku kepentingan mengharapkan kepedulian dan pengungkapan
lingkungan dari perusahaan (Christy & Tarigan, 2013). Pelaporan lingkungan
perusahaan yang baik akan mengirimkan stimulus kepada para pemangku
kepentingan untuk memberikan respon positif kepada perusahaan. Untuk itu,
penelitian ini mencoba mencari tahu seberapa baik perusahaan-perusahaan
tersebut melakukan pelaporan lingkungan yang terbaru, yaitu tahun 2014.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana bentuk pelaporan lingkungan perusahaan-perusahaan subsektor pulp dan kertas, yang terdaftar di BEI, pada tahun 2014? Apakah pelaporan lingkungan perusahaan-perusahaan subsektor pulp
dan kertas, yang terdaftar di BEI, pada tahun 2014 telah memenuhi
pedoman pelaporan lingkungan?
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui bentuk pelaporan lingkungan perusahaan-perusahaan subsektor pulp dan kertas, yang terdaftar di BEI, pada
3
Untuk mengetahui apakah pelaporan lingkungan perusahaan-perusahaan subsektor pulp dan kertas, yang terdaftar di BEI, pada
tahun 2014 telah memenuhi pedoman pelaporan lingkungan.
II. Tinjauan Pustaka
2.1. Green Business: Paradigma Baru dalam Dunia Bisnis
Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat menginginkan
lingkungan bisnis yang tidak hanya berorientasi pada laba (profit), tetapi juga peduli pada pelestarian lingkungan serta peningkatan kesejahteraan sosial. Konsep
ini sesuai dengan gagasan yang dicetuskan oleh John Elkington di tahun 1997,
yaitu Triple Bottom-Line. (Christy & Tarigan, 2013)
Triple Bottom-Line (TBL) adalah rerangka pengukuran kinerja perusahaan yang menggunakan tiga ukuran kinerja, yaitu laba (profit), lingkungan (planet), dan masyarakat (people). Ide di balik TBL ini muncul semenjak adanya pergeseran paradigma pengelolaan bisnis yang awalnya hanya berfokus pada
pemegang saham menjadi berfokus pada pemangku kepentingan. Dalam tata
kelola perusahaan berdasarkan stakeholder theory tersebut, perusahaan seharusnya tidak hanya berfokus memperoleh laba khususnya untuk kepentingan
pemegang saham, tetapi juga memperhatikan seluruh pemangku kepentingan.
2.1.1. Regulasi terkait Penerapan Green Business di Indonesia
Pasal 74 Undang-Undang (UU) nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (PT) menyebutkan bahwa PT yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan,
Selain itu, pada Pasal 66 UU nomor 40 tahun 2007 pun menyatakan semua
perseroan wajib menyajikan informasi kinerja TJSL dalam Laporan Tahunan
Direksi kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
2.2.
Green ReportingPelaporan merupakan proses atau cara memberitahukan (Sugono, 2008).
Dalam pelaporan, konten yang perlu diungkapkan adalah seputar informasi
kegiatan, kebijakan, rencana, dan target lingkungan, serta analisis keterkaitan
antara kinerja keuangan dan lingkungan (Gray, Collison, & Bebbington,
4
atas pelaporan lingkungan yang semakin meningkat membuktikan bahwa hal ini
penting untuk dilakukan oleh perusahaan (Hansen & Mowen, 2006).
Kini, pelaporan lingkungan telah bertransformasi menjadi pelaporan
berkelanjutan karena lebih memiliki penalaran logis dan basis teoritis yang kuat,
relevan, dan terintegrasi sehingga lebih mudah diterima dan dipahami oleh publik
(Lako, 2013). Semakin banyaknya perilisan informasi keberlanjutan perusahaan di
Indonesia, baik dalam bentuk laporan terpisah maupun tergabung dalam laporan
tahunan (National Center for Sustainability Reporting, 2010), menunjukkan
bahwa transformasi tersebut mulai diterapkan.
2.2.1. Laporan Keberlanjutan dan Pedomannya
Laporan keberlanjutan memberikan informasi secara utuh tentang kinerja
ekonomi, lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan kepada para stakeholder. Terjaganya keberlanjutan sosial dan kelestarian lingkungan akan mendukung
keberlanjutan bisnis dan laba perusahaan itu sendiri. (Lako, 2013)
Salah satu pedoman internasional laporan berkelanjutan yang banyak
digunakan perusahaan-perusahaan adalah Pedoman Global Reporting Initiative (GRI). Produk terbaru yang dirilis oleh GRI pada tahun 2013 lalu adalah G4. Kini,
Pedoman GRI juga mulai banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan di
Indonesia (GRI, 2015). Selain itu, di Indonesia terdapat standar Program Penilaian
Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) yang dikeluarkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup.
2.3. Perusahaan Subsektor Pulp dan Kertas yang Terdaftar di BEI
Subsektor pulp dan kertas merupakan bagian dari sektor industri dasar dan
kimia. Subsektor ini menghasilkan berbagai produk kertas, seperti tisu, kardus,
kemasan pembungkus, buku, dan lain-lain (Arifiandi, 2014). Direktorat Jenderal
Industri Agro, Panggah Susanto, menilai subsektor pulp dan kertas di Indonesia
memiliki daya saing yang besar (Aditya, 2016).
Pada subsektor pulp dan kertas, terdapat 62 perusahaan yang bergabung
dalam Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI, 2015). Namun, hanya 8
5
Tabel 1. Delapan Perusahaan Pulp dan Kertas yang Terdaftar pada BEI
No. Kode Saham Nama Perusahaan Tanggal
Pendaftaran
1. ALDO Alkindo Naratama Tbk 12 Juli 2011
2. DAJK Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk 14 Mei 2014
3. FASW Fajar Surya Wisesa Tbk 1 Desember 1994
4. INKP Indah Kiat Pulp & Paper Tbk 16 Juli 1990
5. INRU Toba Pulp Lestari Tbk 18 Juni 1990
6. KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk 11 Juli 2008
7. SPMA Suparma Tbk 16 November 1994
8. TKIM Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk 3 April 1990 Sumber: (IDX, 2015)
III. Metode Penulisan
Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif, yang
menghasilkan data deskriptif berupa tulisan yang mewakili subjek observasi
(Bogdan, Robert, & Taylor, 1992). Fokus pembahasan ialah analisis pelaporan
lingkungan delapan perusahaan subsektor pulp dan kertas di Indonesia pada tahun
2014 serta kesesuaiannya dengan pedoman yang digunakan.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah studi literatur atas
berbagai jurnal, artikel, dan laporan dari berbagai ahli dan organisasi terkemuka di
bidang lingkungan dan green acconting. Penulis menghimpun laporan tahunan perusahaan terbaru, yaitu tahun 2014, dari website perusahaan masing-masing. Penulis juga menghimpun data harga saham pada waktu terjadinya peristiwa
kebakaran hutan, yaitu September 2015, melalui Yahoo Finance sebagai pendukung hasil penelitian.
IV. Pembahasan
4.1. Laporan Lingkungan Perusahaan Subsektor Pulp dan Kertas di Indonesia
Berikut merupakan tabel analisis konten pelaporan lingkungan perusahaan
subsektor pulp dan kertas. Kelebihan dan kekurangan laporan dianalisis
6
Tabel 2. Ikhtisar Praktek Pelaporan Lingkungan 8 Perusahaan Subsektor Pulp dan Kertas di Indonesia Perusahaan Bentuk Pelaporan
Lingkungan
Pedoman Pelaporan
External
Assurance Kelebihan Konten Kekurangan Konten
ALDO sumber daya yang digunakan
FASW Tinjauan keberlanjutan
lebih sulit untuk benchmarking. INKP, lingkungan selain konservasi hutan
INRU Kebijakan lingkungan
pada laporan tahunan Tidak ada Tidak ada
7
4.2. Kaitan Pelaporan Lingkungan dengan Perilaku Pemangku Kepentingan Perusahaan pulp dan kertas, khususnya di Indonesia, perlu melakukan pelaporan
lingkungan yang efektif karena proses bisnisnya yang cukup banyak berkaitan dengan
lingkungan sekitar. Pelaporan tersebut juga telah diwajibkan oleh pemerintah melalui
berbagai regulasi yang ada. Tak heran apabila pemangku kepentingan, khususnya
investor dan konsumen, membutuhkan pelaporan lingkungan untuk menentukan
perilaku terkait perusahaan.
Contohnya ialah pada kasus kebakaran hutan yang cukup fenomenal yang terjadi
pada tahun 2015. Perusahaan-perusahaan subsektor pulp dan kertas mengalami tren
penurunan harga saham, khususnya pada bulan September 2015. Penurunan harga
saham yang terlihat pada bagan di bawah ini merupakan salah satu reaksi negatif
investor atas peristiwa yang terjadi.
(Sumber: Yahoo Finance, 2015)
8
Tidak hanya itu, Singapore Environment Council (SEC) telah melakukan boikot terhadap produk-produk dari perusahaan penyebab kebakaran hutan, salah satunya
adalah perusahaan pulp dan kertas (Chen, 2015). Tindakan ini merupakan reaksi negatif
dari pihak konsumen yang juga merugikan perusahaan.
Kedua contoh tersebut dapat menunjukkan pentingnya perusahaan memperhatikan
kepentingan seluruh pemangku kepentingan. Namun, pada kenyataannya perusahaan
pulp dan kertas di Indonesia masih terbatas dalam mengungkapkan informasi
lingkungan. Konten terkait lingkungan pada laporan tahunan dan laporan keberlanjutan
masih terbatas pada informasi umum, yaitu komitmen, kegiatan, dan keterlibatan
pemangku kepentingan, belum menjamah sampai pada isu-isu lingkungan khusus
seperti yang dianjurkan oleh GRI. Selain itu, hanya ada dua perusahaan yang laporan
lingkungannya diaudit oleh pihak eksternal. Padahal disebutkan dalam pedoman bahwa
laporan harus jelas menyebutkan informasi wajib yang tidak dicantumkan, khususnya
dalam kasus-kasus luar biasa, dan pentingnya external assurance (GRI, 2015).
Hanya terdapat 2 dari 8 perusahaan yang memiliki laporan keberlanjutan terpisah
dengan laporan tahunan, yaitu INKP dan TKIM yang berada dalam satu Grup Asia Pulp
and Paper. Padahal informasi terkait komitmen dan kegiatan lingkungan perusahaan
dapat lebih dijabarkan secara efektif pada laporan keberlanjutan yang terpisah tersebut.
Selain itu, perusahaan dapat memiliki citra yang lebih positif di mata para pemangku
kepentingan. Dengan pelaporan lingkungan yang efektif, dunia bisnis dapat semakin
berperan dalam memberdayakan masyarakat dan melestarikan lingkungan (Sulasmiyati,
2014).
V. Penutup
Berdasarkan penjelasan di atas, seluruh perusahaan di subsektor pulp dan kertas
yang terdaftar di BEI memiliki pelaporan lingkungan. Pelaporan tersebut dilakukan
dalam bentuk laporan tahunan dan laporan keberlanjutan. Namun, hanya 2 dari 8
perusahaan yang memiliki laporan lingkungan yang terpisah dari laporan tahunan dalam
bentuk laporan keberlanjutan dengan pedoman GRI. Selain itu, terdapat satu perusahaan
yang melakukan tinjauan keberlanjutan pada laporan tahunannya berdasarkan standar
9
Konten pelaporan lingkungan pada perusahaan pulp dan kertas sebagian besar
hanya seputar kegiatan, kebijakan, rencana, dan tujuan kegiatan lingkungan. Namun,
masih belum ada pelaporan isu khusus terkini, seperti kebakaran hutan di akhir tahun
2015. Padahal pemangku kepentingan, khususnya investor dan konsumen, memerlukan
informasi tersebut untuk menentukan perilaku terkait dengan perusahaan.
Oleh karena itu, pelaporan lingkungan sebaiknya memiliki konten yang cukup,
aktual, dan update. Tidak hanya sekadar hal-hal umum terkait komitmen perusahaan pada lingkungan, pelaporan juga sebaiknya disesuaikan dengan standar pelaporan
lingkungan yang diakui, salah satunya GRI. Berikut ini merupakan saran konten atas
pelaporan lingkungan perusahaan subsektor pulp dan kertas di Indonesia.
Tabel 1. Saran Konten Pelaporan Lingkungan Perusahaan Subsektor Pulp dan Kertas di Indonesia
Perusahaan Saran Konten
ALDO Memberikan informasi mengenai keterlibatan pemangku kepentingan dan pencapaian dalam menerapkan kebijakan lingkungannya
DAJK Mencantumkan sistem pengelolaan sumber daya dan keberlanjutannya, serta disesuaikan dengan pedoman yang ada
FASW Tetap mengaplikasikan pedoman PROPER, tetapi juga mengaplikasikan pedoman internasional
INKP, TKIM
Meningkatkan tingkat materialitas pada laporan kegiatan di luar konservasi hutan, benchmarking, dan melaporkan risiko lingkungan INRU Memberikan informasi pencapaian perusahaan dalam menerapkan
kebijakan lingkungannya
KBRI Memberikan informasi pencapaian perusahaan dalam menerapkan kebijakan lingkungannya
SPMA Mengadaptasi pedoman pelaporan sehingga lebih informatif
Selain itu, pelaporan sebaiknya merespon isu-isu lingkungan khusus yang tengah
terjadi, seperti kasus kebakaran hutan fenomenal di akhir tahun 2015. Perusahaan perlu
mengungkapkan kasus tersebut pada laporan lingkungan, seperti keterlibatan, dampak,
dan usaha yang dilakukan untuk mengatasi, karena berkaitan langsung dengan kegiatan
produksinya. Memang sudah semakin banyak regulasi tentang pengadaan dan pelaporan
kegiatan lingkungan, tetapi hendaknya perusahaan tidak hanya melakukan hal tersebut
10 Daftar Pustaka
Aditya. (2016). Direktorat Jenderal Industri Agro. Dipetik Februari 9, 2016, dari Kemenperin: http://agro.kemenperin.go.id/3176-Industri-Pulp-dan-Kertas-RI-Berpeluang-Geser-Amerika-Utara-dan-Skandinavia
APKI. (2015). List of Members . Dipetik Februari 9, 2016, dari APKI:
http://apki.net/?page_id=40
Arifiandi, N. M. (2014). Pulp and Paper. Dipetik Februari 9, 2016, dari WWF: http://www.wwf.or.id/program/reduksi_dampak_lingkungan/kehutanan/pulp_and_paper /
Balch, O. (2015). Indonesia's forest fires: everything you need to know. Dipetik Februari 2,
2016, dari The Guardian:
http://www.theguardian.com/sustainable-business/2015/nov/11/indonesia-forest-fires-explained-haze-palm-oil-timber-burning Bogdan, Robert, & Taylor, S. (1992). Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha
Nasional.
Chen, S. (2015). Singapore Retailer Pulls Indonesian Toilet Rolls in Haze Row. Dipetik Januari 30, 2016, dari Bloomberg Business: http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-10-07/singapore-s-biggest-grocer-pulls-toilet-paper-in-haze-rebuke
Christy, M., & Tarigan, J. (2013). ANALISA PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN (ASSET
MANAGEMENT RATIO) PADA PERUSAHAAN PARTISIPAN INDONESIA
SUSTAINABILITY REPORT AWARDS (ISRA) 2009 – 2011. Dipetik Februari 2, 2016, dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=194002&val=6513&title=ANALIS
A%20PERBEDAAN%20KINERJA%20KEUANGAN%20(ASSET%20MANAGEME NT%20RATIO)%20PADA%20PERUSAHAAN%20PARTISIPAN%20INDONESIA
%20SUSTAINABILITY%20REPORT%20AWARDS%20(ISRA)%202009%20%C3% A2%E2%82%AC%E2%80%9C%202011
Gray, R., Collison, D., & Bebbington, J. (1998). Environmental and Social Accounting & Reporting. Dundee: The Centre for Social and Environmental Accounting Research, University of Dundee.
GRI. (2015). G4 SUSTAINABILITY REPORTING GUIDELINES. Dipetik Februari 12, 2016, dari GRI: https://www.globalreporting.org/standards/g4/Pages/default.aspx
Hansen, D., & Mowen, M. (2006). Managerial Accounting. Boston: Cengage Learning.
11
Lako, A. (2013, September 25). Transformasi Akuntansi Menuju Akuntansi Berkelanjutan: Tantangan dan Strategi Pendidikan Akuntansi. Manado.
National Center for Sustainability Reporting. (2010, March). Press Release: Indonesia Sustainability Reporting Awards 2009 . Dipetik January 5, 2016, dari National Center
for Sustainability Reporting Website:
http://www.ncsr-id.org/wp-content/uploads/2010/03/press-release-isra-dan-icsa-2009.pdf
Osborn, M., Torpey, P., Franklin, W., & H, E. (2015). Indonesia forest fires: how the year's worst environmental disaster unfolded - interactive. Dipetik Februari 2, 2016, dari The
Guardian:
http://www.theguardian.com/environment/ng- interactive/2015/dec/01/indonesia-forest-fires-how-the-years-worst-environmental-disaster-unfolded-interactive
Sugono, D. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, Depdiknas.
Sulasmiyati. (2014). TEORI STAKEHOLDERS. Dipetik Februari 2, 2016, dari
http://sulasmiyati.lecture.ub.ac.id/files/2014/05/TEORI-STAKEHOLDER.pptx.