• Tidak ada hasil yang ditemukan

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT 2011"

Copied!
221
0
0

Teks penuh

(1)

Diterbitkan Oleh : 

Bapedalda Provinsi Sumatera Barat  Jalan Khatib Sulaiman No. 22 Padang  Tel . 0751 7055231 

Fax. 0751 70445232   

Isi dan Materi yang ada dalam buku ini boleh diprodukSi dan disebarluaskan dengan tidak mengurangi isi  dan ari dari dokumen ini. Diperbolehkan mengutip isi buku ini dengan menyebutkan sumbernya. 

 

Pelindung dan Pengarah: 

Drs. Asrizal Asnan, MM, Kepala Bapedalda Provinsi Sumatera Barat   

Penanggung Jawab : 

Ir. Siti Aisyah, MSi   

Penulis : 

Ir. Siti Aisyah, MSi, Mulyadi, SE, R. Rina Ariani, SE, Desi Widia Kusuma, SSi, Yuliastuti MSi, Desrizal, ST,  Aulia Azhar, AMd, Riki Suardi, SKom, Adirla Wirmanista Harpenasti, ST, M. Arief Noviady, ST, Adrian, ST,  Luce Dwinanda, SP, Aulia Ramadani, SSi, Prisilla Yumeri,SE 

  Editor : 

DR. Ardinis Arbain, Dra. Gemala Ranti, MSi, Inzuddin, ST, MT, Syafril Daus, ST, MT, Sayogo, SHUt, MP,   Ir, Yunimarlita, Resi Suriati, SPi , MSi, Ir. Jamalus. 

 

Design/Lay Out: 

Desrizal, ST , Aulia Azhar, AMd   

(2)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat i

GUBERNUR SUMATERA BARAT

KATA PENGANTAR

Pertumbuhan penduduk secara langsung memberikan konsekuensi terhadap peningkatan kebutuhan masyarakat, kebutuhan akan ketersediaan ruang dan infrastruktur. Pembangunan sektor ekonomi dan sosial yang bertujuan untuk menjawab kebutuhan tersebut sesungguhnya merupakan salah satu sumber tekanan bagi kualitas lingkungan hidup. Perubahan kualitas lingkungan hidup yang terjadi dapat dijadikan salah satu indikator untuk mengevaluasi dari ketepatan arah kebijakan, program-program pembangunan yang telah dilaksanakan Pemerintah Daerah. Baik buruknya kualitas lingkungan hidup, pada akhirnya akan bermuara kepada kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu pertimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan dalam setiap program pembangunan serta upaya pemulihan kualitas lingkungan merupakan hal penting dan mesti dilakukan.

Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mengamanahkan bahwa setiap pembangunan yang dilaksanakan di daerah harus berada dalam koridor ”perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup”. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Hal ini akan tercermin dalam perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Sumatera Barat 2011 ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi tentang kondisi, tekanan dan upaya pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan di daerah sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu sumber evaluasi program dalam mendukung rencana pembangunan daerah maupun nasional. Buku ini juga mencoba merumuskan agenda pengelolaan lingkungan ke depannya guna mengatasi kecenderungan perubahan lingkungan sehingga tidak berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan.

Akhir kata, saya menghimbau agar Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah ini dipedomani oleh satuan perangkat kerja daerah provinsi maupun kabupaten/kota dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program kegiatan masing – masing dan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Padang, Maret 2012

GUBERNUR SUMATERA BARAT

(3)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat ii

Provinsi Sumatera Barat memiliki luas wilayah 42.297,30 Km² yang tersebar di 19 kabupaten dan kota dengan jumlah penduduk sebanyak ± 4.941.789 jiwa. Luas tersebut setara dengan 2,17% dari luas Republik Indonesia terletak antara 00 54’ Lintang Utara (LU) sampai dengan 30 30’ Lintang Selatan (LS) dan dari 980 36’ sampai 1010 53’ Bujur Timur (BT). Luas

perairan laut diperkirakan 186.500 Km² dengan panjang garis pantai 2.420.357 Km serta mempunyai 185 buah pulau besar dan kecil. Topografi wilyah seluas 39,08% lahan berada pada kemiringan lebih dari 40%. Dilintasi 606 sungai yang terbagi dalam 9 Wilayah Satuan Sungai (SWS) dan 81 buah sungai yang ada merupakan sungai lintas kabupaten/kota. Beberapa sungai merupakan hulu dari sungai di Propinsi Jambi, Bengkulu dan Riau.

Isu lingkungan hidup di Sumatera Barat meliputi 3 (tiga) isu prioritas yaitu (1) Isu pertama berkaitan dengan hutan dan lahan, berupa alih fungsi lahan (okupasi) pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan yang cendrung meningkat, lahan kritis yang cukup luas di beberapa daerah (> 50.000 Ha) dan kerusakan hutan pada kabupaten/kota yang umumnya sedang diusulkan untuk perubahan fungsi/peruntukan kawasan hutan dalam kaitannya revisi RTRW Sumatera Bara 2009 – 2029. (2) Isu kedua berkaitan dengan air, berupa perbedaan debit air sungai yang signifikan antara musim kemarau dan musim hujan. Disamping itu terjadi penurunan kualitas air permukaan di beberapa sungai dan danau di Sumatera Barat. (3) Isu ketiga berkaitan dengan kebencanaan yaitu peningkatan sebaran daerah yang mengalami bencana banjir dan kebakaran hutan serta lahan, peningkatan kerugian akibat bencana banjir, kekeringan dan kebakaran hutan. Kejadian banjir secara rutin dengan areal genangan cukup luas berada pada daerah yang mengalami kerusakan hutan dan lahan kritis serta perubahan fungsi hutan yang juga cukup luas.

.

Analisis status kondisi lingkungan hidup berdasarkan isu prioritas, menunjukkan (1) berkaitan dengan hutan dan lahan : daerah yang mengalami konversi lahan pertanian ke non pertanian terluas adalah Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok dan Kabupaten Pasaman. Daerah dengan Lahan kritis terluas berada di Kabupaten Limapuluh Kota, Kabupaten Sijunjung (2) Sungai dengan rasio debit maksimum/minumum melebihi batas normal 120 adalah Sungai Batang Arau. Sungai dan danau yang mengalami pencemaran adalah Sungai Batanghari, Batang Lembang dan Sungai Batang Agam. Beberapa sumur di Kota Padang mengandung logam berat sedang di Kota Padang Panjang beberapa sumur, airnya mengandung E-Coli dan Coliform di atas batas normal. (3) Banjir terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota, kerugian terbesar terjadi di Kabupaten Pesisir Selatan. Kabupaten Limapuluh Kota merupakan daerah yang mengalami hampir seluruh jenis bencana (Banjir, longsor, kekeringan dan kebakaran/kerusakan hutan) yang terjadi di Sumatera Barat.

Analisis tekanan berdasarkan isu prioritas, menunjukkan seluruh tekanan bermula dari masalah kependudukan. Penduduk yang banyak dengan lahan terbatas akan memberikan permasalahan terkait dengan limbah perkotaan seperti sampah dan limbah cair. Namun penduduk yang jarang dengan luasan willayah yang besar juga memberikan persoalan tersendiri pula pada perusakan hutan dan lahan. Berikut ini gambaran tekanan yang dikaitkan dengan isu prioritas.(1) Sumber tekanan terhadap lahan dan hutan terutama kebutuhan lahan untuk perkebunan dan pertanian serta pemukiman. Beberapa daerah tekanan utamanya bersumber dari kegiatan pertambangan dan aktifitas “ illegal logging”. (2) Sumber tekanan yang menyebabkan penurunan kualitas air permukaan perkotaan adalah pemukiman. Pada daerah tertentu persentase masyarakat yang tidak memiliki WC/jamban masih besar. Sumber pencemaran lain adalah kegiatan industri kecil yang rata-rata tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Untuk daerah perdesaan, pencemaran air terutama berasal dari pemakaian pupuk akibat aktifitas pertanian dan perkebunan. (3) Sumber tekanan terkait dengan kebencanaan adalah faktor alami Sumatera Barat. Curah hujan yang tinggi dan keberadaan Sumatera Barat pada pertemuan dua lempeng yaitu indoaustralia di bagian selatan dan euroasia bagian utara serta berada di sesar semangka merupakan faktor alami kebencanaan Sumatera Barat. Disamping itu faktor non alami juga berkontribusi terhadap kebencanaan di Sumatera Barat, terutama aktifitas perusakan pada lahan dan hutan.

Analisis upaya pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan isu lingkungan prioritas menunjukkan bahwa telah dilakukan upaya untuk mengendalikan kerusakan dan pencemaran melalui penghijauan, reboisasi, perbaikan fisik kehutanan, pembinaan dan pengawasan AMDAL, UKL UPL serta penyelesaian kasus pengaduan terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Agenda pengelolaan lingkungan hidup Sumatera Barat ke depannya akan diwujudkan melalui program-program yang tujuan utamanya untuk memulihkan kualitas lingkungan dan mengurangi tekanan terhadap lingkungan. Program-program tersebut antara lain pemantapan kawasan, pengendalian hutan dan mitigasi bencana, rehabilitasi hutan dan lahan. Disamping itu program pengendalian pencemaran limbah cair perkotaan dan industri, pengendalian kerusakan pertambangan dan perkebunan serta penguatan kapasitas kelembagaan.

(4)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat iii

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK Ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang I-1

1.2. Tujuan dan Sasaran I-2

1.3. Isu Prioritas Lingkungan dan Alasan Penetapan Isu Prioritas I-2

1.4. Analisis S-P-R I-4

BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGAN

2.1. Lahan & Hutan II-1

2.2. Keanekaragaman Hayati II-10

2.3. Air II-17

2.4. Udara II-41

2.5. Iklim II-51

2.6. Laut, Pesisir dan Pantai II-58

2.7. Bencana Alam II-66

BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

3.1. Kependudukan III-1 3.2. Permukiman III-6 3.3 Kesehatan III-15 3.4 Pertanian III-24 3.5 Industri III-32 3.6 Pertambangan III-41 3.7 Energi III-45 3.8 Transportasi III-50 3.9 Pariwisata III-58 3.10 Limbah B3 III-66

(5)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat ix

BAB I BAB II Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 2.17 Gambar 2.18 Gambar 2.19 Gambar 2.20 Gambar 2.21 Gambar 2.22 Gambar 2.23 Gambar 2.24 Gambar 2.25 PENDAHULUAN

KONDISI LINGKUNGAN DAN KECENDRUNGANNYA

Persentase Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan Sumatera Barat 2011

Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Statusnya Perbandingan Lahan Kritis di Sumatera Barat Tahun 2010 dan 2011 di Lima Kabupaten

Flora yang Dilindungi Fauna yang Dilindungi

Lima Sungai dengan Debit Maksimum Terbesar menurut Segmen Kabupaten/Kota Lima Sungai dengan Debit Minimum Terbesar menurut Segmen Kabupaten/Kota Rasio Debit Maks/Min Beberapa Sungai di Sumbar Menurut Segmen Kab/Kota Rasio Debit Maks/Min Beberapa Sungai di Sumbar menurut segmen kab/kota Tahun 2009-2011

Gambar Danau Singkarak Elevasi Danau Singkarak

Lokasi Empat Danau Terbesar di Sumbar Embung di Sumbar

Parameter TDS Sungai Batang Hari Tahun 2011 Parameter BOD Sungai Batang Hari Tahun 2011

Parameter Total Phospat Sungai Batang Hari Tahun 2011 Parameter Raksa (Hg) Sungai Batang Hari Tahun 2011 Parameter Klorin (Cl2) Sungai Batang Hari Tahun 2011 Parameter Total Coliform Sungai Batang Hari Tahun 2011 Parameter BOD Sungai Batang Lembang Tahun 2011 Parameter COD Sungai Batang Lembang Tahun 2011 Parameter Phospat Sungai Batang Lembang Tahun 2011 Parameter Amonia Sungai Batang Lembang Tahun 2011 Parameter Sulfida Sungai Batang Lembang Tahun 2011 Parameter Coliform Sungai Batang Lembang Tahun 2011

II-3 II-4 II-6 II-12 II-15 II-21 II-21 II-22 II-22 II-23 II-23 II-26 II-26 II-26 II-28 II-28 II-29 II-30 II-30 II-31 II-32 II-32 II-33 II-33 II-34

(6)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat x Gambar 2.26 Gambar 2.27 Gambar 2.28 Gambar 2.29 Gambar 2.30 Gambar 2.31 Gambar 2.32 Gambar 2.33 Gambar 2.34 Gambar 2.35 Gambar 2.36 Gambar 2.37 Gambar 2.38 Gambar 2.39 Gambar 2.40 Gambar 2.41 Gambar 2.42 Gambar 2.43 Gambar 2.44 Gambar 2.45 Gambar 2.46 Gambar 2.47 Gambar 2.48 Gambar 2.49 Gambar 2.50 Gambar 2.51 Gambar 2.52 Gambar 2.53 Gambar 2.54 Gambar 2.55

Kandungan BOD Danau Maninjau Tahun 2011 Kandungan COD Danau Maninjau Tahun 2011 Kandungan DO Danau Maninjau Tahun 2011

Kandungan BOD Danau Maninjau Antara Tahun 2010 dan 2011 Kandungan COD Danau Maninjau Antara Tahun 2010 dan 2011 Kandungan DO Danau Maninjau Antara Tahun 2010 dan 2011 Kualitas Udara Berdasarkan Parameter PM10

Kualitas Udara Berdasarkan Parameter TSP Kualitas Udara Berdasarkan Parameter CO Kualitas Udara Berdasarkan Parameter Ozon (O3)

Kualitas Udara Berdasarkan Parameter Sulfur Dioksida (SO2)

Perbandingan Kualitas Udara Tahun 2010 dan 2011 Untuk Parameter PM10 Perbandingan Kualitas Udara Tahun 2010 dan 2011 Untuk Parameter TSP Perbandingan Kualitas Udara Tahun 2010 dan 2011 Untuk Parameter CO Perbandingan Kualitas Udara Tahun 2010 dan 2011 Untuk Parameter O3 Perbandingan Kualitas Udara Tahun 2010 dan 2011 Untuk Parameter CO Curah Hujan Rata-Rata di Prov. Sumatera Barat

Suhu Rata-Rata di Prov. Sumatera Barat

Perbandingan Curah Hujan Tahun 2010 dan 2011 di Kota Padang Perbandingan Curah Hujan Tahun 2010 dan 2011 di Kab. Agam Perbandingan Curah Hujan Tahun 2010 dan 2011 di Kab.Solok Selatan dan Pasaman Barat

Kabupaten yang Mengalami Bencana Dikorelasikan Tingkat Lahan Kritis, Kerusakan Hutan dan Alih Fungsi Lahan

5 (Lima) Kabupaten yang Mengalami Gagal Panen Padi Akibat Bencana Kekeringan 5 (Lima) Kabupaten yang Mengalami Kerugian Finansial Akibat Bencana Kekeringan 8 (Delapan) Kab/Kota yang Mengalami Kerugian Akibat Bencana Tanah Longsor 8 (Delapan) Kab/Kota yang Mengalami Kerugian Akibat Kebakaran Hutan Perbandingan Bencana Banjir antara Tahun 2010 dan 2011

Perbandingan Bencana Kekeringan antara Tahun 2010 dan 2011 Perbandingan Bencana Tanah Longsor antara Tahun 2010 dan 2011 Perbandingan Bencana Kebakaran antara Tahun 2010 dan 2011

II-35 II-36 II-36 II-36 II-37 II-40 II-43 II-44 II-44 II-45 II-45 II-47 II-48 II-49 II-50 II-50 II-53 II-53 II-54 II-55 II-56 II-68 II-68 II-69 II-69 II-70 II-71 II-72 II-73 II-73

(7)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat xi BAB III Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 3.11 Gambar 3.12 Gambar 3.13 Gambar 3.14 Gambar 3.15 Gambar 3.16 Gambar 3.17 Gambar 3.18 Gambar 3.19 Gambar 3.20 Gambar 3.21 Gambar 3.22 Gambar 3.23

TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Barat Tahun 2011 Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Lokasi Pemukiman

Fasilitas Buang Air Besar

Jumlah Anak Lahir Hidup dan Jumlah Anak Masih Hidup

Jumlah Kematian dalam Setahun Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Limapuluh Kota

Jumlah Kematian dalam Setahun Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Solok

Jumlah Kematian dalam Setahun Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Kota Padang

Jumlah Kematian dalam Setahun Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Pasaman Barat

Jumlah Kematian dalam Setahun Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Kota Payakumbuh

Perbandingan Volume Limbah Padat dan Limbah Cair di Beberapa Rumah Sakit Perbandingan Jenis Penyakit Utama di Kota Padang

Perbandingan Luas Sawah dan Frekuensi Penanaman Daerah Kabupaten/Kota dengan Areal Sawah Terluas

Perbandingan Dominan Perubahan Luas Lahan Pertanian ke Non Pertanian

Perkembangan Industri Kecil, Menengah dan Besar di Prov. Sumbar Tahun 2008-2010 Jenis dan Jumlah Industri Kecil di Prov. Sumbar Tahun 2011

Perkiraan Beban Pencemaran Limbah Cair dari Industri Skala Menengah dan Besar di Kota Padang

Kadar Maksimum Limbah Cair, Debit dan Produk Industri Beberapa Industri di Kota Padang

Rekapitulasi Realisasi Penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk Stasiun Pompa Bensin Umum (SPBU) Wilayah Sumbar dan Emisi CO2 yang Dihasilkan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum di Salah Satu Daerah

Perbandingan Pemakaian Bahan Bakar Minyak Tahun 2010 dan 2011 Transportasi Menggunakan Kereta Api dan Bendi di Sumbar

Jumlah Objek dan Kunjungan Wisatawan di Sumatera Barat Tahun 2011

III-8 III-10 III-13 III-16 III-17 III-17 III-17 III-18 III-18 III-21 III-23 III-25 III-25 III-29 III-32 III-36 III-37 III-38 III-47 III-48 III-50 III-54 III-59

(8)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat xii Gambar 3.24 Gambar 3.25 Gambar 3.26 Gambar 3.27 Gambar 3.28 Gambar 3.29 Gambar 3.30 Gambar 3.31 BAB IV Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8

Banyaknya Hotel dan Persentase Tingkat Hunian di 6 Kabupaten/Kota Tahun 2011 Volume Limbah Padat dari Beberapa Objek Wisata di 4 Kabupaten/Kota Tahun 2011 Beban Pencemaran untuk Parameter BOD dan CODdi 5 Kabupaten/Kota

Perbandingan Jumlah Kunjungan Wisata di 4 Kabupaten/Kota Perkembangan Kunjungan Wisatawan Asing selama 5 Tahun

Perbandingan Pertumbuhan Tingkat Hunian Hotel Tahun 2010 dan 2011 Perbandingan Jumlah Limbah Padat yang Dihasilkan dari Objek Wisata Tahun 2010 dan 2011

Perkembangan Jumlah Perizinan dari Tahun 2005-2011

UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Gerakan Menanam Pohon di Bantaran Sungai yang Dilakukan oleh Perusahaan Klasifikasi Jenis dan Jumlah Pengaduan Masyarakat yang Difasilitasi oleh Bapedalda Prov. Sumbar

Jumlah Pengaduan Kasus Lingkungan pada Beberapa Kabupaten/Kota di Sumbar Produk Hukum yang Dikeluarkan di Sumatera Barat Tahun 2011

Anggaran Bapedalda Prov. Sumbar Tahun 2010-2011

Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2011

Jumlah Personil Institusi Lingkungan Hidup di Sumatera Barat Tahun 2011 Jumlah Personil Institusi Lingkungan Hidup Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Sumatera Barat Tahun 2011

III-61 III-62 III-63 III-64 III-64 III-65 III-66 III-70 IV-3 IV-22 V-23 IV-33 IV-36 IV-36 IV-37 IV-38

(9)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat v BAB I BAB II Tabel Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 2.8 Tabel 2.9 Tabel 2.10 Tabel 2.11 Tabel 2.12 Tabel 2.13 Tabel 2.14 Tabel 2.15 Tabel 2.16 Tabel 2.17 Tabel 2.18 Tabel 2.19 Tabel 2.20 Tabel 2.21 Tabel 2.22 PENDAHULUAN

KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDRUNGANNYA

Judul

Perbandingan Luas Penutupan Lahan Dalam dan Luar Kawasan Pada Beberapa Kabupaten

Perbandingan Luas Lahan Kritis Tahun 2010 dan 2011

Perbandingan Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air Perbandingan Luas Kerusakan Hutan pada 5 (Lima) Kabupaten

Perbandingan Konversi Hutan dan Lahan Perbandingan Luas Hutan Tanaman Industri

Perubahan Luasan Hutan Sumatera Barat Berdasarkan RTRW Sumatera Barat 2009-2029

Perubahan Luasan Hutan Sumatera Barat Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 304/Menhut-II/2011

Jumlah Spesies Flora dan Fauna Dilindungi per Kabupaten/Kota Kawasan Lindung Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Peruntukan Areal Hutan Kab. Solok Selatan

Jumlah Sungai/Danau/Embung/Telaga dan Kewenangan Pengelola Danau di Sumatera Barat

Beberapa Embung di Sumatera Barat

Lokasi Pemantauan Kualitas Air Sungai Batang Hari 2011

Lokasi Sampling Pemantauan Kualitas Air Sungai Batang Lembang Parameter yang Melebihi Baku Mutu Kualitas Air Sungai

Parameter Kualitas Air Danau yang Melebihi/Di atas Baku Mutu Parameter Kualitas Sumur di Kota Padang

Parameter Kualitas Air Sumur yang Melebihi/Di atas Baku Mutu Kecenderungan/Trend Perubahan Debit Beberapa Sungai Kecenderungan/Trend Perubahan Kualitas Air Sungai

Hal II-5 II-6 II-7 II-8 II-9 II-10 II-10 II-10 II-14 II-15 II-16 II-19 II-24 II-26 II-28 II-31 II-34 II-37 II-38 II-39 II-39 II-40

(10)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat vi Tabel 2.23 Tabel 2.24 Tabel 2.25 Tabel 2.26 Tabel 2.27 Tabel 2.28 Tabel 2.29 Tabel 2.30 Tabel 2.31 Tabel 2.32 Tabel 2.33 Tabel 2.34 Tabel 2.35 BAB III Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 3.12 Tabel 3.13 Tabel 3.14

Kecenderungan Perubahan Kualitas Air Sungai

Kualitas Air Hujan di Kota Padang dan Payakumbuh Tahun 2011 Perbandingan Kualitas Air Hujan Tahun 2010 dan 2011

Data Kegiatan Penggunaan Refrigerant di Prov. Sumbar Tahun 2011

Parameter Kualitas Air Laut yang Berada di Atas Ambang Batas di Sumatera Barat Tahun 2011

Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang di Provinsi Sumatera Barat Lokasi Terberat Kerusakan Terumbu Karang Pada Tiap Kabupaten/Kota Lokasi Terberat Kerusakan Padang Lamun di Provinsi Sumatera Barat Luas dan Kerapatan Hutan Mangrove Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011 Jenis Vegetasi Mangrove di Sumatera Barat

Trend Perubahan Kualitas Air laut antara Tahun 2010-2011 Perbandingan Kerusakan Terumbu Karang pada Tahun 2010-2011 Perbandingan Luas Mangrove di Sumatera Barat Tahun 2010-2011

TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

Migrasi Penduduk Selama Tahun 2011 di Beberapa Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Bertempat Tinggal di Pesisir Laut Tahun 2011 Penduduk Miskin di Sumatera Barat Tahun 2011

Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Kawasan Permukiman Tahun 2011 Di Sumatera Barat

Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Lokasi Tempat Tinggal Tahun 2011 Sumber Air Minum di Provinsi Sumatera Barat

Kabupaten/Kota dengan Jumlah Rumah Tangga Tanpa Fasilitas Buang Air Besar Terbanyak

Jumlah Rumah Tangga dan Perkiraan Timbulan Sampah Terbanyak perhari Jenis Penyakit Utama yang Diderita Penduduk

Beban Pencemaran Limbah Padat dan Limbah Cair dari Rumah Sakit Perbandingan Jumlah Anak LAhir Hidup dan Jumlah Anak Masih Hidup Menurut Golongan Umur Ibu

Perbandingan Jumlah Kematian Menurut Golongan Umur Daerah Penghasil Produksi Padi perHektar Tertinggi Sentra Produksi sawit dan Coklat di Sumatera Barat

II-40 II-46 II-51 II-57 II-60 II-61 II-61 II-62 II-63 II-63 II-64 II-65 II-66 III-3 III-4 III-7 III-8 III-9 III-11 III-12 III-14 III-19 III-19 III-22 III-22 III-26 III-27

(11)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat vii Tabel 3.15 Tabel 3.16 Tabel 3.17 Tabel 3.18 Tabel 3.19 Tabel 3.20 Tabel 3.21 Tabel 3.22 Tabel 3.23 Tabel 3.24 Tabel 3.25 Tabel 3.26 Tabel 3.27 Tabel 3.28 Tabel 3.29 BAB IV Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9

Jumlah Total Pemakaian Pupuk pada Tanaman Padi dan Palawwija di Sumbar Luas Perubahan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Non Pertanian’

Jumlah Industri/Kegiatan Usaha Menengah dan Besar di Sumatera Barat Tahun 2011 Perkiraan Beban Pencemaran Emisi dari Industri Skala Menengah dan Besar Jumlah Perusahaan yang Bergerak di Bidang Pertambangan

Perusahaan Pertambangan dengan Peningkatan Produksi di Tahun 2010

Rekapitulasi Realisasi Penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk Stasiun Pompa Bensin Umum (SPBU) Wilayah Sumatera Barat dan Emisi CO2 yang DIhasilkan Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk Sektor Industri Menurut Jenis Bahan Bakar pada Beberapa Kabupaten/Kota

Jumlah Rumah Tangga dan Penggunaan bahan Bakar untuk Memasak Perbandingan Panjang Jalan Menurut Kewenangan Tahun 2010 dan 2011 di Sumatera Barat

Jumlah dan Tipe Terminal di Sumatera Barat Tahun 2011

Sarana Pelabuhan Laut, Sungai dan Danau Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011 Pelabuhan Udara di Prov. Sumatera Barat Tahun 2011

Kabupaten/Kota dengan Tingkat Kunjungan Wisata Tertinggi Tahun 2011 Jenis, Jumlah dan Sumber Limbah B3 yang Dikelola di Sumatera Barat

UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Rencana dan Realisasi Kegiatan Penghijauan di Sumatera Barat Tahun 2011 Rencana dan Relialisasi Kegiatan Reboisasi di Sumatera Barat Tahun 2011 Kegiatan Fisik Kehutanan Lainnya Tahun 2011

Dokumen Lingkungan yang DIbahas pada Komisi Penilai AMDAL Daerah Provinsi Sumatera Barat

Jumlah dan Jenis Dokumen Lingkungan yang Dibahas di Beberapa Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

Hasil Pengawasan RKL/RPL Hasil Pengawasan UKL/UPL Pengaduan Masalah Lingkungan

Status Pengaduan Masyarakat yang Difasilitasi Bapedalda Prov. Sumbar Selama Tahun 2011 III-28 III-31 III-35 III-39 III-43 III-44 III-47 III-48 III-49 III-53 III-53 III-55 III-57 III-60 III-68 IV-1 IV-2 IV-4 IV-10 IV-11 IV-17 IV-18 IV-29 IV-24

(12)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat viii Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 BAB V Tabel 5.1. Tabel 5.2. Tabel 5.3.

Perbandingan Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Di Beberapa Kabupaten/Kota

Penerima Penghargaan Lingkungan

Tingkat Perkembangan Perolehan Penghargaan Lingkungan

Produk Hukum Bidang Pengelolaan Lingkungan Sumatera Barat Tahun 2011 Jumlah Jabatan Fungsional di Sumatera Barat Tahun 2011

AGENDA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Status Komponen Lingkungan , Isu dan Lokasi Terkritis

Rekapitulasi Sumber dan Bentuk Tekanan dan Daerah Yang Menerima Beban Bentuk, Sasara Upaya serta Kab/kota yang Melaksanakan

IV-29 IV-30 IV-32 IV-33 IV-38 V-2 V-6 V-11

(13)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat iv

BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

4.1. Rehabilitasi Lingkungan IV-1

4.2. Pengawasan AMDAL IV-7

4.3. Penegakan Hukum IV-20

4.4. Peran Serta Masyarakat IV-28

4.5. Kelembagan IV-32

BAB V ANALISIS KEBIJAKAN DAN AGENDA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

5.1 Analisis Kebijakan V.1

(14)

Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,

Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota, maka urusan lingkungan hidup menjadi urusan

wajib yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.

Terdapat minimal 3 (tiga) hak masyarakat yang harus diberikan

dan dilayani oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan Standar

Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup. Hak tersebut

adalah hak mendapatkan air yang bersih, udara yang bersih dan

mendapatkan pelayanan penyelesaian kasus-kasus lingkungan

hidup serta informasi mengenai kualitas lingkungan hidup

(15)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat I -1

1.1.

Latar Belakang

Provinsi Sumatera Barat yang luasnya 42.297,30 Km² dengan wilayah tersebar dalam 19 kabupaten/kota, memiliki sumber air yang melimpah. Terdapat 606 sungai besar dan kecil, 27 sungai lintas provinsi, 81 sungai lintas kabupaten/kota dan 238 danau/embung dan telaga. Satu sisi sumber air yang banyak merupakan potensi yang besar untuk dikembangkan, disisi lain mengandung tanggung jawab yang besar pula bagi daerah untuk melestarikannya. Apalagi sebagian sungai di Sumatera Barat merupakan hulu dari sungai provinsi tetangga.

Keberadaan hutan sebagai penyedia jasa lingkungan terutama dalam kaitannya dengan fungsi hidrologi, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan. Hutan Sumatera Barat yang luasnya + 53.54 % dari luas wilayah Sumatera Barat, diharapkan dapat tetap lestari dari ancaman kerusakan. Tidak hanya dalam kaitannya dengan air, hutan harus dijaga karena daerah ini adalah daerah rawan longsor dan banjir . Topografi wilayah yang 39,08% lahannya berada pada kemiringan lebih dari 40% dan geomorfologi yang berada pada pertemuan 2 (dua) lempengan yakni Euroasia dan Australia serta patahan Semangka, membutuhkan hutan untuk menjaga kestabilan lahan.

Pada kabupaten/kota tertentu, luas kawasan budidaya sangat terbatas. Keterbatasan tersebut menyebabkan munculnya

kasus-kasus alih fungsi hutan dan tumpang tindih pemanfaatan lahan. Hal ini telah menyebabkan kerusakan hutan dan konflik sosial cukup tinggi di daerah bersangkutan. Menyadari hal tersebut dan agar tidak mengabaikan aspek lingkungan hidup, telah dilakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam penyusunan RTRW Sumatera Barat 2009 s/d 2029.

Pada tahun 2011, seluas 96.904 Ha kawasan hutan telah ditetapkan perubahan peruntukkannya menjadi Areal Penggunaan Lain (APL). Kawasan hutan tersebut merupakan kawasan tidak “berdampak penting cakupan luas dan bernilai strategis (DPCLS)”. Penetapannya diterbitkan melalui Keputusan Menteri No.304/Menhut-11/2011. Selain itu seluas 147.213 Ha kawasan beralih fungsi baik dari Hutan Lindung (HL) menjadi Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi Konversi (HPK) maupun sebaliknya. Terdapat 9.906 Ha areal bukan kawasan hutan ditunjuk menjadi kawasan hutan (HL. HP, HPT, HPK). Diluar penetapan tersebut seluas 29.382 Ha kawasan hutan dengan kategori DPCLS telah disetujui DPR RI untuk perubahan peruntukkannya menjadi Areal Penggunaan Lain (APL). Untuk selanjutnya perubahan penunjukkan kawasan hutan DPCLS menjadi APL ini akan diproses penetapannya dengan keputusan Menteri Kehutanan.

(16)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat I -2

Akibat belum finalnya proses penetapan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan maka mempengaruhi prose penetapan RTRW 2009 – 2029. Sampai saat ini RTRW tersebut belum disyahkan Diperlukan kehati-hatian dalam menentukan kebijakan yang sifatnya strategis dalam jangka panjang. Diperlukan juga sinkronisasi antara RTRW

Provinsi dan Kab/kota. Disamping itu diperlukan

evaluasi terhadap kebijakan penataan ruang dan wilayah .

Buku Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) 2011 ini dapat dijadikan salah satu bahan untuk mengevaluasi ketepatan kebijakan pembangunan dan pemanfaatan ruang dan wilayah Sumatera Barat. Apalagi pada buku SLHD tahun ini ditambahkan informasi agenda pengelolaan lingkungan ke depannya yang didasari dari kondisi lingkungan hidup Sumatera Barat saat ini, bentuk dan sumber tekanan serta upaya yang telah dilakukan baik oleh Pemerintah, Swasta maupun masyarakat. Oleh karena itu tujuan dan sasaran penulisan SLHD tahun 2011 ini dapat dilihat di bawah ini

1.2.

Tujuan dan Sasaran

1.2.1. Tujuan

Penulisan buku SLHD Sumatera Barat tahun 2011 bertujuan sebagai berikut :

a. Mengumpulkan data, menganalisis dan

merumuskan isu prioritas 2011, status

kualitas lingkungan hidup kritis dan kecendrungan perubahan yang terjadi terhadap kondisi lingkungan Sumatera Barat

b. Mengumpulkan data, menganalisis,

merumuskan sumber dan bentuk tekanan terhadap kualitas lingkungan hidup serta kecendrungan perkembangan sumber dan tekanan

c. Mengumpulkan data, menganalisis dan

merumuskan bentuk upaya pengelolaan

lingkungan serta peningkatan upaya yang dilakukan guna perbaikan lingkungan hidup dan pengurangan beban tekanan dari sumber pencemaran/kerusakan lingkungan.

d. Menganalisis kebijakan dan merumuskan

rekomendasi guna agenda pengelolaan lingkungan ke depannya.

1.2.2. Sasaran

Sasaran dalam penyusunan Buku Status Lingkungan Hidup (Daerah SLHD) Propinsi Sumatera Barat tahun 2011 ini adalah :

a. Menjadi salah satu dasar dalam

perencanaan program dan kegiatan pembangunan oleh berbagai sektor di Sumatera Barat tahun 2012 dan tahun– tahun kedepannya.

b. Menjadi bahan evaluasi untuk revisi RTRW

Provinsi Sumatera Barat 2009–2029 dan bahan masukan dalam penataan dan pemanfaatan ruang serta wilayah kedepannya.

(17)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat I -3

1.3. Isu Prioritas dan Alasan

Penetapan Isu Prioritas

1.3.1. Isu Prioritas

Isu Prioritas Sumatera Barat ada 3 (tiga) yaitu isu pertama terkait masalah hutan dan lahan; isu kedua terkait masalah air; isu ketiga terkait masalah kebencanaan. Detail masing-masing isu dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Lahan dan Hutan

Berdasarkan kondisi yang berkembang dan data yang ada, isu terkait dengan lahan dan hutan dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Terjadi Alih fungsi lahan (okupasi)/

pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan

non kehutanan yang cendrung meningkat.

b. Terdapat lahan kritis yang cukup luas di

beberapa daerah (> 50.000 Ha).

c. Terjadinya kerusakan hutan pada

kabupaten/kota yang sedang diusulkan untuk perubahan fungsi kawasan hutan ke Menteri Kehutanan. Usulan perubahan Kawasan hutan dalam revisi RTRW Sumatera Barat umumnya dilatarbelakangi oleh keberadaan perkampungan/ pemukiman masyarakat serta areal pertanian yang berada di kawasan hutan. 2. Air

Isu lingkungan hidup terkait dengan permasalahan sumber air di Sumatera Barat dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Permasalahan kuantitas sumber air, yaitu

perbedaan debit yang signifikan antara musim kemarau dan musim hujan, yang menunjukkan telah terjadi degradasi pada sempadan, Daerah Aliran Sungai DAS) dan Daerah Tangkapan Air (DTA). Permasalahan ini terjadi pada sungai-sungai dan danau-danau di Sumatera Barat.

b. Permasalahan kualitas sumber air, yaitu :

1) Air Permukaan

Penurunan kualitas air permukaan sebagai dampak dari aktifitas pertanian, dan perikanan serta pertambangan. Khusus untuk daerah perkotaan cenderung disebabkan akibat aktifitas domestik dan industri, baik dari industri skala besar maupun dari usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

2) Air tanah (air sumur)

Telah terjadinya intrusi air laut pada daerah pinggir pantai dan tercemarnya beberapa sumur oleh E-coli dan coliform. 3. Kebencanaan

isu yang diangkat dalam masalah kebencanaan adalah

a. Peningkatan sebaran daerah yang

mengalami bencana banjir dan kebakaran hutan dan lahan.

b. Peningkatan kerugian akibat bencana banjir,

kekeringan dan kebakaran hutan

c. Kejadian banjir secara rutin dengan areal

(18)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat I -4

yang mengamali kerusakan hutan dan lahan kritis serta perubahan fungsi hutan yang juga cukup luas.

1.3.2. Alasan Penetapan Isu Prioritas

Ketiga isu prioritas tersebut, yaitu lahan dan hutan, air dan kebencanaan juga merupakan isu prioritas dalam penyusunan RPJMD 2010-2015 dan RTRW 2009 -2029 Sumatera Barat. Dasar penetapan isu tersebut sebagai isu prioritas adalah sebagai berikut :

1. Lahan dan hutan serta air merupakan

adalah aset terbesar Sumatera Barat yang perlu dijaga kelestariannya.

2. Dari data SLHD tahun 2007 sampai saat ini

menunjukkan tekanan terhadap hutan dan air cendrung semakin meningkat

3. Tekanan terhadap hutan meningkat sejalan

dengan kebutuhan akan lahan budidaya, untuk perkembangan sektor perkebunan dan pertambangan. Disamping itu masih cukup maraknya tindakan-tindakan illegal logging . Tekanan terhadap hutan akan semakin meningkat dengan kebijakan revisi RTRW Sumatera Barat 2009- 2029 dengan mengusulkan 126.286 Ha kawasan hutan beralih fungsi menjadi Areal Penggunaan Lain (APL)

4. Tekanan terhadap sumber air meningkat

sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk yang menghasilkan limbah cair domestik. Sampai saat ini pola penanganan

limbah cair domestik baru pada tingkatan pengelolaan tinja dan belum masuk pada pengelolaan limbah cair terpadu yang berasal dari limbah perkotaan.

5. Kebencanaan juga merupakan isu prioritas,

selain karena geomorfologi Sumatera Barat yang secara alami memang sudah rawan terhadap bencana, juga dikarenakan data menunjukkan bahwa sebaran dan frekwensi terjadinya bencana juga meningkat.

Ketiga isu prioritas tersebut setiap tahunnya akan muncul dalam pembahasan buku SLHD. Isu tersebut juga menjadi dasar dalam setiap Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dari Kebijakan/ Rencana/ Program (K/R/P) Pembangunan di Sumatera Barat. Isu tersebut tidak akan berubah kecuali terjadi perubahan yang signifikan terhadap kualitas lingkungan hidup di Sumatera. Walaupun isu tersebut akan muncul setiap tahun namun penekanannya dan lokasinya akan berbeda sesuai dengan perkembangan data yang ada. Berikut ini akan digambarkan Status, Tekanan dan Upaya Pengelolaan Lingkungan sebagai hasil dari analisis dari isu prioritas.

1.4. Analisis S-P-R

Analisis isu prioritas menggunakan analisis S-P-R (Statue/Status, Pressure/Tekanan, Response/Upaya Pengelolaan Lingkungan). Analisis menggunakan pendekatan seperti analisis

(19)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat I -5

statisitik, analisis perbandingan antar lokasi, analisis perbadingan antar waktu dan analisis perbandingan dengan bakumutu pencemaran/kriteria kerusakan. Disamping itu juga dlakukan pendekatan-pendekatan dalam mengambil sampel/parameter/ lokasi yang akan dibahas secara detail. Dengan demikian diharapkan dapat menggambarkan kondisi lingkungan hidup dan kecendrungannya, tekanan serta upaya pengelolaan secara benar, mudah dimengerti, ringkas dan padat.

Berikut ini ringkasan analisis status, tekanan dan upaya pengelolaan lingkungan yang didasarkan analisi SPR.

1.4.1. Status

Bahasan status diutamakan untuk menunjukkan kondisi lingkungan hidup terjelek dari isu prioritas, dengan langsung menunjukkan lokasi atau daerahnya. Idealnya kita juga harusnya dapat menunjukkan kondisi lingkungan hidup yang paling baik, sehingga dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan lingkungan. Pada sebagian bahasan hal ini telah dilakukan, tetapi untuk kepentingan perbaikan dan pemulihan lingkungan maka status terkritis inilah yang lebih menjadi titik perhatian.

1. Lahan dan Hutan

• Daerah dimana terjadinya konversi

lahan pertanian produktif (sawah) menjadi kawasan terbangun/non pertanian, terluas adalah Kab. Pesisir

Selatan, Kab. Solok Selatan dan Kab. Pasaman

• Daerah dengan lahan kritis yang cukup

luas adalah. Kab. Limapuluh Kota, Kab. Sijunjung dan Kab Kep. Mentawai.

• Daerah dengan kerusakan hutan

terluas berada pada daerah-daerah yang sedang diusulkan untuk perubahan fungsi kawasan hutan ke Menteri Kehutanan seperti Kab. Pasaman Barat, Kab. Padang Pariaman dan Kab. Pasaman

2.

Air

• Sungai dengan rasio debit

maksimum/debit minimum melebih batas normal 120 adalah Sungai Batang Arau yaitu 128,57 . Hal ini menunjukkan DAS Batang Arau telah rusak.

• Beberapa sumur di Kota Padang airnya

mengandung logam berat Disamping itu beberapa sumur di Kota Padang Panjang airnya mengandung E-coli dan Coliform.

• Sungai di pedesaan dengan kualitas air

tercemar cukup tinggi adalah Sungai Batanghari, Batang Lembang dan Batang Agam.

Hampir seluruh sungai di daerah perkotaan mengalami kecendrungan penurunan kualitas dengan tingkatan pencemaran yang

(20)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat I -6

berbeda. Sungai-sungai tersebut antara lain Batang Arau, Batang Kandis, Batang Lembang pada segmen Kota Solok, dan Batang Agam pada segmen Kota Bukittinggi dan Payakumbuh

• Danau yang kondisi tercemar adalah

Danau Maninjau. Dalam kondisi normal kualitas air Danau Maninjau sudah tercemar 27,08 %. Dalam kondisi up willing kualitas air danau lebih jelek lagi sehingga menyebabkan banyak ikan di keramba jaring apung mati.

3. Kebencanaan 

• Bencana banjir hampir terjadi di seluruh

wilayah Sumatera Barat. Kasus terbesar di tahun 2011 yang menelan kerugian besar dan korban terjadi di Kabupaten Pesisir Selatan.

• Frekwensi dan sebaran bencana

semakin meluas di wilayah Sumatera Barat. Kabupaten Limapuluh Kota. adalah daerah yang mengalami hampir seluruh jenis bencana yang terjadi di Sumatera Barat

1.4.2. Tekanan 

       Seluruh tekanan bermula dari masalah kependudukan. Penduduk yang banyak dengan lahan terbatas akan memberikan permasalahan terkait dengan limbah perkotaan seperti sampah dan limbah cair. Namun penduduk yang jarang

dengan luasan willayah yang besar juga memberikan persoalan tersendiri pula pada perusakan hutan dan lahan. Berikut ini gambaran tekanan yang dikaitkan dengan isu prioritas.

1. Lahan dan hutan

Tekanan berupa alih fungsi lahan dan hutan utamanya berasal dari sektor perkebunan. Beberapa daerah mengalami begitu pesat perkembangan sektor perkebunan dibandingkan daerah lain. seperti Kabupaten Pasaman Barat ,Kabupaten Solok Selatan dan Pesisir Selatan. Sektor lain yang menyebabkan tekanan yang cukup intens kepada lahan dan hutan adalah sektor pertambangan. Beberapa daerah cukup pesat pertumbuhan tambang skala menengah dan kecil adalah Kabupaten Pasaman, Pesisir Selatan dan Solok Selatan serta Dharmasraya.

Kerusakan hutan juga disebabkan oleh aktifitas illegal logging. Kontribusi tingkat kerusakan hutan dari aktifitas illegal ini belum dapat diidentifikasi karena datanya tidak tersedia lengkap di seluruh Kabupaten/kota Sumatera Barat.

2. Air

Tekanan terhadap pencemaran air utamanya dari sektor permukiman. Beberapa bentuk tekanan yang menjadi penyebab dari pencemaran air adalah penggunaan sempadan

(21)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat I -7

sungai untuk pemukiman, tidak dilengkapinya sanitasi pemukiman berupa WC dengan septic tank. Terlebih lagi belum adanya pola pengembangan Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) terpadu untuk mengelola limbah perkotaan. Hal ini dapat dilihat dari kualitas air sungai. Walaupun di kota-kota besar masyarakat yang menggunakan jamban/ WC persentasinya besar, ternyata sungainya tetap tercemar. Sumber pencemaran air sungai perkotaan juga disebabkan oleh perkembangan industri kecil yang rata-rata tidak mempunyai IPAL.

Tekanan terhadap pencemaran air sungai/danau di perdesaan utamanya

disebabkan oleh pemakaian pupuk buatan.

Ternyata pemakaian pupuk buatan untuk sawah merupakan jumlah terbesar dibandingkan dengan perkebunan dan palawija. Disisi lain sektor perikanan juga dominan terutama pada kasus-kasus tertentu seperti kasus Danau Maninjau.

Tekanan terkait kuantitas air yaitu fluktuasi debit yang segnifikan antara musim kemarau dan hujan, sangat erat kaitannya dengan kondisi DAS dan cathment area. Hal ini juga sangat terkait dengan kerusak hutan dan lahan yang sudah di bahas di atas.

3. Kebencanaan

Bencana berupa banjir utamanya disebabkan pembukaan dan alih fungsi lahan dan hutan. Sektor perkebunan dan pertambangan merupakan sektor yang paling

banyak membuka lahan dan hutan. Untuk bencana longsor selain juga terkait dengan pembukaan hutan, tetapi yang sering terjadi adalah akibat pemotongan tebing untuk keperluan pembuatan jalan. Kegiatan di Sektor Prasarana Jalan dan Pemukiman cukup berkontribusi dalam kejadian longsor di titik-titik longsor pada tebing tepi jalan.

1.4.3. Respon

Berbagai upaya telah dilakukan. Upaya yang bersifat non fisik tujuannya untuk

mengatasi segala persoalanyang muncul akibat

status lingkungan yang buruk dan tekanan lingkungan hidup yng besar. Upaya tersebut seperti peningkatan kapasitas kelembagaan, penegakan hukum dan pengawasan AMDAL/UKL/UPL. Selain kegiatan non fisik, upaya kegiatan fisik juga dilakukan untuk mengatasi ketiga isu tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

1. Lahan dan hutan

a. Kegiatan penghijauan di Sumatera

Barat seluas 1.360 ha dengan jumlah bibit sebanyak 544.000 pohon dan rencana ini terealisasikan seluruhnya (100 %)

b. Kegiatan reboisasi yang direncanakan

seluas 3.922 Ha dengan jumlah bibit sebanyak 1.568.800 pohon. Namun yang dapat direalisasikan hanya seluas 3.687 Ha ( 94 % )

(22)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat I -8

c. Kegiatan penyediaan sarana prasarana

seperti penyediaan tong sampah, mesin pencacah sampah, tong taman kota, TPA dan lain-lain

d. Kegiatan konservasi lahan lainnya.

2. Air

a. Kegiatan kontruksi berupa normalisasi

sungai, pembuatan tanggul banjir.

b. Pengawasan terhadap pelaksanaan

RKL/RPL dan UKL/UPL usaha/kegiatan.

c. Penyelesaian terhadap kasus-kasus

Lingkungan Hidup

d. Pembuatan sumur resapan.

3. Kebencanaan

Upaya pengelolaan kebencanaan saat ini yang terlihat baru pada orientasinya terhadap peningkatan jalan evakuasi dan melanjutkan upaya rehabilitasi Mentawai pasca gempa serta penguatan kelembagaan masyarakat, Upaya fisik lainnya melekat pada upaya dan kebijakan sektoral.

(23)

Gambaran kondisi lingkungan hidup dan kecendrungannya

bertujuan untuk mengetahui kondisi umum dan status

kualitas lingkungan hidup untuk masing-masing komponen

lingkungan. Bahasan ini juga diharapkan dapat

merumuskan isu prioritas lingkungan hidup Sumatera Barat

dan menunjukkan lokasi terkritis yang mengalami

kerusakan dan pencemaran lingkungan. Disamping itu

juga diharapkan dapat menggambarkan kecendrungan

perubahan kualitas lingkungan yang terjadi guna melihat

ketepatan kebijakan pembangunan selama ini dan guna

memberikan arahan pada kebijakan kedepannya.

(24)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-1

2.1.

LAHAN DAN HUTAN

Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman. Sebagai fungsi ekosistem, hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna dan peran penyeimbang lingkungan serta mencegah pemanasan global.

Hutan Sumatera Barat merupakan kelompok hutan tropis yang memiliki fungsi utama sebagai paru-paru dunia serta dianggap signifikan mempengaruhi iklim. Selain itu, hutan tropis juga berfungsi sebagai sumber keanekaragaman hayati. Berdasarkan kenyataan tersebut, lahan dan hutan dijadikan isu utama dalam penyusunan revisi RPJMD dan RTRW Sumatera Barat yang saat ini masih dalam proses pengesahan/penetapan.

Isu utama terkait dengan lahan dan hutan Sumatera Barat pada tahun 2011 tidak berbeda jauh dengan tahun 2010 yaitu :

1. Alih fungsi lahan (okupasi)/

pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan.

2. Terdapatnya lahan kritis yang cukup

luas di beberapa daerah yaitu Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Limapuluh Kota, Kab. Pasaman dan

Kabupaten Kepulauan Mentawai (> 50.000 Ha)

3. Terjadinya kerusakan hutan pada

kabupaten/kota yang sedang diusulkan untuk perubahan fungsi kawasan hutan ke Menteri Kehutanan.

Isu ini akan dianalisis melalui pendekatan – pendekatan sebagai berikut:

1. Pada bagian ”Gambaran Umum” menggunakan analisis statistik untuk menentukan kondisi maksimum, minimum dan rata-rata. Analisis dilakukan secara terintegrasi dengan analisis perbandingan antar waktu dan antar lokasi untuk seluruh parameter yang menunjukkan pemanfaatan lahan, penggunaan dan tutupan lahan, fungsi hutan serta kawasan lindung,.

2. Analisis terhadap obyek dan lokasi dilakukan dengan melihat keterwakilan masalah, bukan keseluruhan daerah kabupaten/kota

3. Pada bagian ”Kecendrungan Perubahan Kualitas Lahan dan Hutan” analisis dilakukan untuk semua parameter yang menunjukkan kerusakan lahan dan mililiki data series guna melihat trend terhadap perubahan kualitas lahan dan hutan dibandingkan tahun sebelumnya. Bahasan ini meliputi lahan kritis, kerusakan tanah, kerusakan hutan, konversi hutan dan pengembangan HTI.

4. Analisis perbandingan dengan baku mutu hanya diterapkan terhadap

(25)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-2 bahasan kerusakan tanah. Baku mutu

mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa.

5. Disamping kedua bagian tersebut di atas (Gambaran Umum dan Kecendrungan Perubahan Kualitas Hutan dan Lahan), terdapat bahasan ”Catatan Khusus” tentang perubahan lahan berdasarkan RTRW, fungsi dan statusnya.

Berikut akan digambarkan ”Kondisi Umum Lahan dan Hutan” yang analisisnya berdasarkan tabel SD 1 s/d SD 4 Buku Data SLHD 2011. Adapun ”Status dan

Kecenderungannya”, analisisnya berdasarkan tabel SD 5 s/d SD 8 buku data

SLHD 2011.

2. 1.1 Kondisi Umum

a. Luas Wilayah Menurut

Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan Sumatera Barat memiliki kawasan hutan relatif cukup luas dibandingkan dengan total luas provinsi. Dari luas provinsi 4.229.730 Ha, tercatat 2,6 juta Ha telah ditunjuk sebagai kawasan hutan, sedangkan sisanya digunakan untuk kegiatan lainnya dalam bentuk Areal Pengguaan Lain (APL) seluas 1,6 juta Ha (Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 422/Kpts-II/1999).

Setelah terbitnya Peraturan Menteri Kehutanan No. 304/Menhut-II/2011 tanggal 9

Juni 2011, maka terjadi perubahan peruntukkan kawasan hutan menjadi kawasan bukan kawasan hutan seluas + 96.904 Ha. Perubahan antar fungsi kawasan hutan 147.213 Ha. Penunjukan bukan kawasan hutan (APL) menjadi kawasan hutan 9.906 Ha. Disamping itu terdapat + 29.382 Ha Kawasan hutan berdampak penting cakupan luas dan bernilai strategis (DPCLS) yang telah disetujui DPR. RI pada tanggal 23 November 2011, untuk seterusnya melalui keputusan Menteri Kehutanan akan ditetapkan perubahan peruntukkannya menjadi Areal Penggunaan Lain (APL).

Topografi daerah Sumatera Barat yang didominasi oleh perbukitan mengakibatkan sebagian besar kawasan hutan di Sumatera Barat berstatus kawasan lindung, baik fungsi hutan lindung maupun hutan konservasi. Hutan terluas berada di Kabupaten Kepulauan Mentawaiseluas454.317,47Ha. Kotayang tidak mempunyai kawasan hutan adalah Kota Pariaman dan Kota Bukittinggi.

Distribusi penggunaan/pemanfaatan lahan lainnya di Sumatera Barat dapat digambarkan sebagai berikut : pemanfaatan lahan kedua paling luas adalah pertanian. Areal pertanian terbesar berada di Kabupaten Pasaman Barat yaitu 164.373 Ha dan terkecil di Kota Bukittinggi 598 Ha. (sumber : RTRW Sumatera Barat 2009-2029).

Khusus untuk pemanfaatan sawah, terluas berada di Kota Solok yaitu seluas

(26)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-3 88.948,00 Ha, sedangkan lahan sawah

terkecil berada di Kabupaten Pesisir Selatan (sumber :Tabel SD-1, SLHD 2011). Badan Pertanahan Nasional (BPN) mencatat bahwa penggunaan lahan sawah kedepannya akan dikonversi secara terencana melalui rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota untuk pemukiman, pusat usaha/ perdagangan, perkantoran, infrastruktur jalan dan keperluan lainnya.

Untuk kawasan perkebunan, terluas berada di Kabupaten Pasaman Barat yaitu 99.188,66 Ha, lahan perkebunan terkecil

berada di Kota Sawahlunto 1,33 Ha. Sedangkan daerah yang tidak memiliki kawasan perkebunan adalah Kota Bukittinggi dan Kota Padang Panjang.

Secara presentase, penggunaan lahan terluas di Sumatera Barat adalah kawasan hutan yang berjumlah + 54 %. Sedangkan sisanya adalah penggunaan untuk lahan kering± 10 %,perkebunan± 11 %,sawah 11 %; dan penggunaan lainnya ± 14 %. Berikut ini. distribusi penggunaan lahan di Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar 2.1. berikut

:

Sumber : Olahan Tabel SD.1, Buku Data SLHD Prov. Sumbar 2011 b. Luas Kawasan Hutan Menurut

Fungsi/Statusnya

Berdasarkan data sementara hasil analisis GIS tahun 2011, hutan Sumatera Barat + 2.437.532 Ha . Kawasan Konservasi, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Wisata, Taman Buru, Taman Nasional dan Taman Hutan Raya merupakan kawasan suaka alam atau pelestarian alam dengan

luasan 806.879 Ha. Selanjutnya Hutan Lindung seluas 792.114 Ha, Hutan Produksi (HP) seluas 360.383 Ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) 233.157 Ha dan Hutan Produksi Konservasi (HPK) 188.258 Ha (sumber : Tabel SD-2, Buku Data SLHD 2011). Luas kawasan hutan menurut fungsi/statusnya dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(27)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-4 Sumber : Tabel SD.2 Buku Data SLHD Prov. Sumbar, 2011

c. Luas Kawasan Lindung

berdasarkan RTRW dan Tutupan Lahannya

Dalam dokumen RTRW Provinsi Sumatera Barat Tahun 2009-2029, disampaikan bahwa luas lahan budidaya yang dapat dimaksimalkan penggunaannya hanya 55,2% atau seluas 2.463.358,62 Ha, sisanya adalah kawasan lindung. Data mengenai masing-masing kategori kawasan lindung dan tutupannya sangat terbatas (sumber : tabel SD-3, Buku Data SLHD 2011). Terdapat 6 kategori kawasan lindung, yaitu 1) kawasan perlindungan terhadap kawasan bawahannya 2) kawasan perlindungan setempat 3) kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya 4) Kawasan rawan bencana 5) kawasan lindung geologi dan 6) kawasan lindung lainnya

Dari total kawasan lindung terdapat hutan lindung dengan luasan 23,68% , hutan suaka alam dan pelestarian alam 57,56 %, dan 16,39% kawasan lindung berada di

hutan produksi, hutan produksi terbatas dan hutan konversi serta 0,52% kawasan lindung berada diluar hutan. (Sumber : RTRW Sumatera Barat 2009-2029)

Kawasan lindung terluas berada di Kabupaten Limapuluh Kota yaitu 290.392,9 Ha. Diikuti Kabupaten Pesisir Selatan seluas 271.523,4 Ha berupa Taman Nasional (Taman Nasional Kerinci Seblat) dan Suaka Alam. Taman Nasional Kerinci Seblat merupakan taman nasional lintas provinsi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jambi, Provinsi Bengkulu dan Provinsi Sumatera Barat. Untuk segmen Sumatera Barat meliputi Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Solok dan Kabupaten Sijunjung. (Sumber : RTRW Sumatera Barat 2009-2029 ).

d. Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan

Perbandingan luas penutupan lahan dalam dan non kawasan hutan dinyatakan dengan luas kawasan hutan tetap (HT =

(28)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-5 KSA-KPA + HL + HPT + HP) dan kawasan

Hutan Produksi Konversi (HPK) serta Areal Penggunaan Lain (APL). Tabel 2.1 memperlihatkan kabupaten di Sumatera Barat yang memiliki luas penutupan lahan berupa hutan tetap terluas adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai yaitu

439.382 Ha. Hutan Produksi Konservasi (HPK) terluas juga di Kabupaten Kepulauan

Mentawai yaitu 53.582 Ha, sedangkan Areal

Penggunaan Lain (APL) terluas berada di Kabupaten Pasaman Barat yaitu 266.855 Ha.

Tabel 2.1. Perbandingan Luas Penutupan Lahan Dalam dan Luar Kawasan Pada Beberapa Kabupaten

No. Kabupaten Hutan Tetap (Ha) HPK (Ha) APL (Ha)

1. Pasaman 267.329 8.664 115.947 2. Pasaman Barat 99.843 6.956 266.855 3. Limapuluh Kota 166.176 11.364 143.565 4. Agam 64.838 9.039 135.230 5. Tanah Datar 49.152 97,000 82.322 6. Solok 188.131 9.809 124.691 7. Solok Selatan 213.718 19.753 123.229 8. Sijunjung 169.046 15.539 120.160 9. Dharmasraya 74.258 16.340 200.962 10. Pesisir Selatan 305.119 31.278 215.071 11. Kepulauan Mentawai 439.382 53.582 104.959 12. Padang Pariaman 23.277 0 102.006

Sumber : Olahan Tabel SD.4 Buku Data SLHD Prov. Sumbar 2011 2.1.2. Kecendrungan Perubahan Kualitas

Lahan dan Hutan 2.2.1. Lahan Kritis

Jumlah lahan kritis pada tahun 2011 adalah seluas 387.835,86 Ha. Lahan kritis terluas terdapat di Kabupaten Limapuluh Kota seluas 105.591 Ha, Kabupaten Sijunjung seluas 73.923 Ha dan Kabupaten Kep. Mentawai seluas 55.246,1 Ha. Sedangkan untuk tingkat kota lahan kritis terluas adalah Kota Sawahlunto yaitu 14.966 Ha.

Lahan kritis terkecil berada dan Kabupaten Agam seluas 1.224,50 Ha. Untuk tingkat kota lahan kritis terkecil berada di Kota Pariaman yaitu seluas 11,40 ha dan Kota Bukittinggi seluas 104 Ha.

Secara umum, terjadi penurunan luas lahan kritis pada tahun 2011 dibandingkan tahun 2010 dimana pada tahun 2010 luas lahan kritis sebesar 429.025,3 Ha. Hal ini karena saat ini, di Sumatera Barat sangat gencar dilaksanakan Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi berupa Gerakan Menanam Pohon yang dilakukan oleh beberapa instansi pemerintah dan unsur perusahaan dalam bentuk Coorporate Social Responsibility (CSR) bidang lingkungan di provinsi maupun beberapa kabupaten/kota. Adapun perbandingan luas lahan kritis pada tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan Gambar 2.3. Perbandingan lahan kritis di 5 (lima ) kabupaten yang memilki lahan terkritis

(29)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-6 Tabel 2.2. Perbandingan Luas Lahan Kritis Tahun 2010 dan 2011

No. Kabupaten/Kota 2010 Luas (Ha) 2011 A. KOTA 1 Padang 68,80 193,3 2 Bukittinggi 505,58 104 3 Padang Panjang 659,94 326 4 Payakumbuh 467,19 586 5 Sawahlunto 11.271,00 14.966 6 Pariaman 11,14 11,40 7 Solok 2.550,42 1829 B. KABUPATEN 8 Kepulauan Mentawai - 55.246,1 9 Solok Selatan 124.276,41 15.652,66 10 Padang Pariaman 30.562,20 1.741,50 11 Tanah Datar 55.447,36 27.216,30 12 Pesisir Selatan 32.978,20 4.023,10 13 Sijunjung 103.972,58 73.923,00 14 Solok 47.058,6 28.719,00 15 Dhamasraya 20.150,00 1.589,00 16 Pasaman Barat 99.092,72 2.220,10 17 Pasaman 74.786,38 52.685,50 18 Agam 87.314,00 1.224,30 19 Limapuluh Kota 167.812,02 105.591,00 Total 429.025,3 387.835,86

Sumber : Tabel SD 5.1, Buku Data SLHD Prov. Sumbar 2011

Gambar 2.3. Perbandingan Lahan Kritis di Sumatera Barat Tahun 2010 dan 2011

0,00 20.000,00 40.000,00 60.000,00 80.000,00 100.000,00 120.000,00 140.000,00 160.000,00 180.000,00 Limapuluh Kota

Pasaman Solok Sijunjung

2010 2011

Sumber : Olahan Tabel SD.5.1, Buku Data SLHD Prov.Sumbar 2011

2.2.2. Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air

Kerusakatan tanah akibat erosi air, pada umumnya terjadi pada ketebalan tanah kurang dari 20 cm dan tebal tanah antara 20

(30)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-7 s/d 50 cm. Kerusakan tanah di 3 (tiga)

kabupaten dapat digambarkan sebagai berikut : Kab.Solok Selatan yaitu ±1,5 mm/10 tahun untuk tebal tanah kurang dari 20 cm dan 4,4 m/10 untuk tebal tanah antara 20 s/d 50 cm. Kerusakan yang sama juga terjadi di daerah Pesisir Selatan, Kota Padang Panjang ±1,5 mm/10 tahun untuk tebal tanah kurang dari 20 cm dan 4,2 m/10 untuk tebal tanah antara 20 s/d 50 cm.

Kecenderungan kerusakan tanah akibat erosi air meningkat di tahun 2011 ini. Untuk Kabupaten Pesisir Selatan dan Kota Padang Panjang, di tahun 2010 belum terjadi kerusakan sama sekali, namun di tahun 2011 sudah menunjukkan tanda kerusakan tanah akibat erosi. Hal ini terjadi karena pembukaan hutan yang cukup luas menjadi daerah pemukiman dan perkebunan. Tabel 2.3. memperlihatkan perbandingan kerusakan tanah di 3 (tiga) kabupaten/kota. Tabel 2.3. Perbandingan Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air

No. Tebal Tanah

Besaran Erosi (mm/10 Tahun) Tahun 2010 Tahun 2011

1. Kab. Solok Selatan

< 20 cm 1,5 ± 1,6

20 – < 50 cm 4,2 ± 4,4

2. Kab. Pesisir Selatan

< 20 cm 1,2 (di bawah Baku Mutu) ± 1,6 20 – < 50 cm 3,3 (di bawah Baku Mutu) ± 1,4 3. Kota Padang Panjang

< 20 cm -- ± 1,5

20 – < 50 cm -- ± 4,2

Sumber : Olahan Tabel SD.5-A Buku Data SLHD Prov. Sumbar 2011

2.2.3. Kerusakan Tanah di Lahan Kering

Dari 3 (tiga) kabupaten/kota, Kabupaten Solok Selatan, Kota Padang Panjang dan Kabupaten Pesisir Selatan, tidak terjadi kerusakan tanah pada lahan kering. Hal ini dapat dilihat dari nilai kualitas tanahnya masih dibawah baku mutu PP 150 Tahun 2000. Kemasaman (pH) tanah yang melebihi baku mutu, terjadi di Kabupaten Pesisir Selatan yaitu 4,63, namun sifatnya sangat spesifik tergantung jenis tanah, sehingga belum dapat dikatakan telah terjadi kerusakan tanah. Curah hujan yang cukup tinggi mengakibatkan tidak ada tanah yang

benar-benar mengalami kekeringan di Sumatera Barat. Kecenderungan kerusakan tanah di lahan kering dapat digambarkan bahwa tidak terjadi perbedaan antara tahun 2010 dan tahun 2011. (Sumber : Tabel SD.5B, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2011)

2.2.4 Kerusakan Tanah di Lahan Basah Pada lahan basah, juga tidak terjadi kerusakan tanah karena kualitas tanahnya yang masih memenuhi baku mutu PP 150 Tahun 2000. Kerusakan yang terjadi selama ini adalah alih fungsi lahan basah menjadi daerah. Kecenderungan Kecenderungan

(31)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-8 kerusakan tanah di lahan basah dapat

digambarkan bahwa tidak terjadi perbedaan antara tahun 2010 dan tahun 2011 (Sumber : Tabel SD.5C, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2011)

2.2.5. Kerusakan Hutan

Pada tahun 2011 ini, kerusakan hutan terbesar berasal dari perambahan hutan 8562,06 Ha. Selanjutnya kebakaran hutan 642,79 Ha dan terakhir akibat penebangan liar 150 Ha. Berdasarkan luas kerusakan hutan antar daerah, maka kerusakan hutan terbesar terdapat di Kabupaten Pasaman Barat (66.700 Ha)dan Kabupaten Padang Pariaman (40.690 Ha) yang disebabkan oleh perambahan hutan termasuk dan telah dimanfaatkannya

kawasan hutan untuk perkampungan dan pertanian

Kecenderungan kerusakan hutan dapat digambarkan bahwa pada tahun 2011 terjadi kerusakan hutan yang lebih berat dibandingkan tahun 2010. Salah satu isu pada lahan dan hutan sebagaimana yang telah disampaikan di awal adalah terjadinya kerusakan hutan pada daerah-daerah yang sedang diusulkan untuk perubahan fungsi kawasan hutan ke Menteri Kehutanan. Dengan adanya perubahan fungsi kawasan hutan tersebut, memungkinkan bagi daerah untuk mengembangan kawasan hutan tersebut menjadi kawasan budidaya (APL). Beberapa fakta ditemui bahwa keberadaan perkampungan dan pertanian yang sudah ada sejak lama pada lokasi tersebut.

Tabel 2.4. Perbandingan Luas Kerusakan Hutan pada 5 (Lima) Kabupaten

No. Kabupaten Luas Kerusakan ( Ha )

1. Solok Selatan 435

2. Padang Pariaman 40.690

3. Tanah Datar 6.700

4. Pasaman Barat 66.700

5. Pasaman 12.600

Sumber : Olahan Tabel SD6.1 Buku Data SLHD Prov. Sumbar 2011 2.2.6. Konversi Hutan

Salah satu permasalahan krusial pada hutan dan lahan adalah terjadinya kawasan budidaya. Konversi hutan terbesar terjadi di Kabupaten Pesisir Selatan yaitu seluas 150.618 Ha. Selanjutnya Solok Selatan seluas 51.221,83 Ha dan di Pasaman seluas 61839,92 Ha. Konversi hutan yang paling banyak adalah untuk

kegiatan perkebunan (20%) dan pertanian (18,67 %). Kecenderungan konversi hutan pada tahun 2011 berbeda dengan tahun 2010 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.5. Pada tahun 2011, terjadi konversi lahan untuk kegiatan pertanian dan pertambangan dimana pada tahun 2010 tidak tergambar untuk kedua kegiatan tersebut.

(32)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-9 Tabel 2.5. Perbandingan Konversi Hutan dan Lahan

No. Peruntukan 2010 Luas ( Ha) 2011

1 Permukiman 8.737,39 56.317,23 2 Pertanian - 99.774,32 3 Perkebunan 295.672,27 107.638,10 4 Industri 18.249,64 202,70 5 Pertambangan - 42.149,88 6 Lainnya 426,71 102.481,70 Total 323.122,01 534.336,90 Sumber : Tabel SD.7 Buku Data SLHD Prov. Sumbar 2010 dan 2011

2.2.7. Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI dan IUPHHK-HPH)

Pemanfaatan hutan dalam bentuk IUPHHK-HTI berada di Kabupaten Pasaman Barat, yaitu PT Rimba Swasembada Semesta seluas 6.675 ha dengan SK Menhut No.129/Kpts-II/2008. Sedangkan di Kabupaten Dharmasraya ada dua yaitu PT Bukit Raya Mudisa seluas 28.617 ha dengan SK Menhut No.257/Kpts-II/2000, dan PT Dhara Silva Lestari seluas 15.357 ha dengan SK Menhut No.621/Kpts-II/2009.

Sedangkan dalam bentuk IUPHHK-HPH dikelola oleh tiga perusahaan, yaitu PT. Andalas Merapi Timber seluas 28.840 ha dengan SK Menhut No.82/Kpts-II/2000, PT. Salaki Summa Sejahtera 48.420 ha dengan SK Menhut No.41/Menhut-II/2004 di Kab. Solok Selatan dan PT. Minas Pagai Lumbert 83.330 ha dengan SK Menhut No.550/Kpts-II/1995 di Kab. Kepulauan Mentawai. Perbandingan luas Hutan Tanaman Industri dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 . Perbandingan Luas Hutan Tanaman Industri

No. Kabupaten/Kota

Luas (Ha) 2010 2011

1 Pasaman Barat 6.675 6.675

2 Dharmasraya dan Solok Selatan 63.072 28.617

3 Dharmasraya 23.900 15.357

4 Pesisir Selatan 2.000 7.000

Total 94.747 57.649

Ket :Data HTI 2011 minus HTI di Kab. Sijunjung seluas 4.717 Ha Sumber : Olahan Tabel SD.8 Buku Data SLHD Prov. Sumbar 2011 2.3. Catatan Khusus

Dalam arahan RTRW Sumatera Barat tahun 2009-2029, luasan hutan lindung Sumatera Barat akan berkurang menjadi 17,02%. Pengurangan hutan lindung paling

besar terdapat pada Kabupaten Pasaman seluas 158.455 Ha dari 237.044 Ha atau 17,40% berkurangnya dari luasan hutan lindung total Sumatera Barat dan 66,85% dari hutan lindung Kabupaten Pasaman. Pengurangan luasan hutan lindung yang

(33)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-10 terbesar selanjutnya akan terjadi pada

kabupaten Solok seluas 118.603 Ha, kabupaten Limapuluh Kota seluas 99.022 Ha dan Kabupaten Solok Selatan seluas 80.040 Ha. Luasan hutan lindung yang berkurang itu, terutama memiliki potensi pertambangan batu bara, emas, dan biji besi, dan lain-lain. Sehingga, apabila rencana pengurangan lahan hutan lindung ini dapat direalisir, maka potensi sumberdaya alam wilayah Sumatera Barat dapat diharapkan memacu pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat ke

depan, dengan tetap tidak mengabaikan pelestarian lingkungan dan ekosistem yang ada (sumber : Laporan RAD-MDGs Sumatera Barat, 2011)

Tabel 2.7. memperlihatkan perubahan luasan hutan Sumatera Barat berdasarkan RTRW Sumatera Barat 2009 – 2029. Adapun rincian perubahan peruntukan dan fungsi hutan Sumatera Barat berdasarkan Permen. Kehutanan No. 304/Menhut-II/2011 dapat dilihat pada tabel 2.8

Tabel 2.7. Perubahan Luasan Hutan Sumatera Barat Berdasarkan RTRW 2009-2029

No Kawasan Fungsi SK. No 422 tahun 1999 (Ha) SK No.304/Menhut-II/2011 (Ha) RTRW(2009-2029) Usulan (Ha) 1 HSAW 846.175 757.993 798.631 2 HL 910.533 910.530 719.989 3 HPT 246.383 246.384 224.729 4 HP 407.849 407.849 287.563 5 HPK 189.346 189.348 239.123 7 APL 1.629.44 1.717.626 1.959.698 JUMLAH 4.229.730 4.229.730 4.229.730

Sumber : Tabel SD-2.3 Buku Data SLHD Prov. Sumbar, 2011

Tabel 2.8. Perubahan Luasan Hutan Sumatera Barat Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 304/MENHUT-II/2011

No Kawasan Fungsi Perubahan Peruntukan Menjadi APL (Ha) Penunjukan APL Menjadi Kawasan Hutan (Ha) Perubahan Fungsi Hutan

1 HSAW - - HL ke HPT = + 52, 987 2 HL + 22.575 3.412 HL ke HP = + 5.035 3 HPT + 21.293 6.090 HL ke HPK = + 29.434 4 HP + 36.230 253 HP ke HL = + 1.358 5 HPK + 22.575 143 HP ke HPT = + 674 HP ke HPK = + 31.589 HPT ke HL = + 64 HPT ke HPK = + 21.437 HPT ke HL = + 64 HPT ke HPK = + 21.437 JUMLAH + 96.904 9.906

Sumber : Tabel SD-2.3 Buku Data SLHD Prov. Sumbar, 2011

2.2

.

KEANEKARAGAMAN

HAYATI

Pesatnya laju pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan bahan hayati dan lahan untuk

pengembangan pertanian serta kegiatan pembangunan lainnya. Apabila hal tersebut tidak disertai dengan upaya konservasi yang memadai, maka menyebabkan kemerosotan keanekaragaman hayati. Faktor-faktor yang yang menyebabkan kemerosotan

Gambar

Tabel 2.1. Perbandingan Luas Penutupan Lahan Dalam dan Luar Kawasan Pada Beberapa Kabupaten
Tabel 2.6 . Perbandingan Luas Hutan Tanaman Industri
Tabel 2.9 dibawah merupakan  gambaran jumlah  flora dan fauna dilindungi  di Sumatera Barat secara umum
Tabel 2.11. Peruntukan Areal Hutan Kab. Solok Selatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Badan Lingkungan Hidup Temanggung, 2008, Invetarisasi Penggunaan Lahan pada Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan yang Mempunyai Kriteria Fisiografi seperti Hutan Lindung. Jarisusi,

POLA PEMANFAATAN RUANG VERTIKAL DAN JELAJAH HARIAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI BLOK BARAT HUTAN BATANG TORU,..

30. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 903-936 Tahun 2012 tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat tentang Anggaran Pendapatan

Penetapan penunjukan kawasan hutan sebagai penetapan awal Kawasan hutan, dilandasi dengan kesepakatan dari berbagai pihak dan instansi yang berkaitan dengan pemanfaatan dan

Hasil penelitian mengenai inventarisasi jenis-jenis Zingiberaceae di kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara diperoleh

Prioritas Agenda RPJM yang terkait dengan Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat adalah “ Pengembangan Pertanian Berbasis Kawasan dan Komoditi Unggulan” antara lain

TFCA Sumatera menetapkan 13 kawasan konservasi sebagai lokasi prioritas, yaitu: (1) Bentang alam Kerumutan- Semenanjung Kampar-Senepis; (2) Kawasan Hutan Batang Toru dan Taman

Selain itu, bentuk penerapan konseplearning commons di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Sumatera Barat juga diterapkan terhadap pemanfaatan ruangan dan fasilitas perpustakaan