• Tidak ada hasil yang ditemukan

¾ Malampah ¾ Alahan Panjang ¾ Maninjau ¾ Air Putih ¾ Sago Malintang ¾ Singgalang Tandikat ¾ Merapi ¾ Barisan I ¾ Batang Pangian I ¾ Selasih Talang ¾ Air Terusan ¾ Arau Hilir Pasaman Pasaman Agam Limapuluh Kota Tanah Datar Tanah Datar Tanah Datar Tanah Datar Sijunjung Solok Pesisir Selatan Padang 14.555,00 17.664,00 17.304,00 23.467,00 2.203,00 4.180,00 6.574,00 10.310,00 37.295,00 6.150,00 25.177,00 5.377,00

Sumber : Tabel SD.9-2Buku Data SLHD Prov. Sumbar

5.2.2. Kecendrungan Perubahan Status

Keanekaragaman hayati

Kecendrungan perubahan status keanekaragaman akan terjadi pada daerah yang diusulkan perubahan fungsi hutan terbesar dalam penyusunan RTRW 2009 – 2029 diantaranya Kabupaten Pasaman, Solok Selatan . Di Kabupaten Pasaman kawasan hutan yang relatif masih sesuai dengan fungsi yang ditetapkan adalah kawasan cagar alam. Sedangkan fungsi kawasan lindung dalam kenyataannya banyak yang dirambah oleh masyarakat sehingga terjadi alih fungsi lahan dari hutan menjadi APL. Bahkan perambahan hutan terhadap kawasan hutan di wilayah Kab.

Pasaman sebagaimana yang ditetapkan melalui Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), tidak hanya dimanfaatkan untuk tujuan ekonomi semata, tetapi sudah bersifat permanen dalam bentuk pemukiman. Hal ini berdampak langsung terhadap ekosistem (sampai ke tingkat spesies) yang berada di kawasan Kabupaten Pasaman, misalnya status flora yang terancam punah akibat habitatnya yang mulai habis yaitu bunga bangkai raksasa (Amorphohalus titanium), dan tanaman anggrek tebu (Grammatohylum speciosum) yang statusnya sekarang menjadi langka. Sedangkan dari Fauna yang jelas sekali dapat terlihat yaitu Harimau Sumatera (Panthera tigris sumateraensis)

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-15 yang habitatnya semakin terdesak dan

seringkali masuk ke pemukiman sehingga

terjadi konflik satwa dan masyarakat.

Gambar 2.5. Flauna yang Dilindungi

Panthera tigris sumatraensis Kawasan konservasi (in-Situ) Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) sebagian wilayahnya di wilayah Kab. Solok Selatan seluas 69.118 Ha pada saa ini menghadapi beberapa kendala yaitu : 1) Perambahan disekitar/dalam kawasan, 2) Pembukaan jalan yang membelah kawasan, 3) Kegiatan illegal logging yang secara langsung/tidak langsung mengatasnamakan SKAU, 4) Perburuan satwa yang dilindungi dan pal batas banyak tidak dijumpai, sementara pal batas keberadaan banyak didalam ladang milik masyarakat. Kondisi ini diperburuk dengan kurangnya pengetahuan masyarakat

mengenai jenis tumbuhan langka yang dilindungi. Di Kab. Solok Selatan contohnya tanaman Andalas (Morus mocroura) yang menjadi mascot Sumatera Barat namun tidak banyak masyarakat yang mengenal tanaman ini karena jumlahnya yang terus menurun. Hal ini juga dialami oleh binturung (Arcticti binturong) juga babi rusa (Babyrousa babyrussa) dan burung kuau (Argusinus argus) yang pada saat ini statusnya semakin langka karena perburuan liar dan pembukaan lahan untuk perkebunan rakyat sehingga mengurangi habitat satwa tersebut. Tabel berikut merupakan peruntukan areal hutan yang ada di Kab. Solok Selatan.

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-16 Tabel 2.11. Peruntukan Areal Hutan Kab. Solok Selatan

No. Peruntukan areal hutan Luas (Ha) Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. Hutan PPA Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan produksi

Hutan produksi yang dapat dikonversikan

Areal penggunaan lain (APL)

67.579 90.515 42.994 25.783 8.572 99.177 20,20 27,05 12,85 7,71 2,56 29,64

Luas Total Hutan 334.620,00 100,00

Sumber : Laporan Menuju Indonesia Hijau (MIH), 2011. Permasalahan umum yang dihadapi

oleh kawasan hutan ini adalah : 1) tapal batas kawasan hutan banyak yang rusak, 2) tenaga polisi kehutanan belum mencukupi dibandingkan dengan wilayah hutan, 3) hasil hutan non kayu (HHNK) belum dimanfaatkan secara optimal, 4) penebangan liar (illegal logging) masih berlanjut dan 5) perambahan hutan untuk perladangan yang masih terus terjadi.

Kawasan Cagar Alam yang dilintasi jalan utama di Provinsi Sumatera Barat adalah Kawasan Cagar Alam/hutan konservasi Lembah Anai dengan luas 221 Ha dengan sumber daya hayati yang masih cukup beragam. Jenis flora yang terdapat di kawasan ini adalah Piper,sp.(Piperaceae), Musa, sp.(pisang-pisangan), Baccaaurea sumaterana , Myristica fragraus (pala) dan Aglaia elliptica (duku-dukuan).

Diperkirakan lebih dari 100 jenis pohon per 0,5 Ha dapat ditemukan pada ketinggian 400-850 mdpl. Kondisi flora masih cukup baik dan utuh, baik dilihat dari keanekaragaman jenis maupun berdasarkan

kepadatan populasi masing-masing habitatnya. Saat ini telah tercatat hampir 400 jenis tumbuhan khusus dari kelompok tumbuhan tingkat tinggi dengan jenis yang telah tercatat yaitu 157 jenis pohon-pohonan, 38 jenis perdu dan semak, 40 jenis liana termasuk tumbuhan merambat, 17 jenis epifit, 7 jenis parasit, 7 jenis pencekik (strengler) dan 121 jenis tumbuhan herba.

Di kawasan Cagar Alam Lembah Anai juga ditemukan jenis-jenis tumbuhan endemik seperti Amorphophalus titanium. Jenis-jenis tumbuhan langka lainnya seperti Rizanthes ziplii (bintang tanah). Beberapa jenis Balanophora (jahe-jahe hutan) ditemukan secara terpencar baik di kawasan timur maupun kawasan barat dan beberapa jenis anggrek alam yang sangat unik dan jumlahnya melimpah juga terdapat di kawasan ini.

Jenis fauna yang terdapat di kawasan Cagar Alam Lembah Anai antara lain kera ekor panjang (Macaca fascicularis) , beruk (Macaca nemestrena), dan siamang (Hylobates sindactylus). Ada juga hewan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-17 yang hampir punah diantaranya harimau

sumatera (Phantera tigris sumatraensis), rusa (Cervius timorensis), tapir (Tapirus indicus) dan biawak. Secara umum, fauna di cagar alam Lembah Anai beranekaragam, ditemukan ± 98 jenis fauna yang terdiri dari ikan (10 jenis), amfibia (11 jenis, reptilia (9 jenis), burung (55 jenis) dan mamalia (13 jenis) dan kupu-kupu (Lepidoptera).

Degradasi habitat dan ekosistem di wilayah ini sangat mungkin terjadi akibat dari pengembangan wilayah yang merupakan perlintasan jalan utama, untuk itu diperlukan analisis fisik dan lingkungan dalam penyusunan rencana dan tata ruang agar pengembangan atau pengelolaan wilayah atau kawasan dapat dilaksanakan sesuai dengan kaidah penataan ruang.

2.3. AIR

Sumber air di Sumatera Barat merupakan salah satu isu didalam pembahasan SLHD. Isu lingkungan hidup terkait dengan permasalahan sumber air di Sumatera Barat dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Permasalahan kuantitas sumber air, yaitu perbedaan debit yang signifikan antara musim kemarau dan musim hujan, yang menunjukkan telah terjadi degradasi pada sempadan, Daerah Aliran Sungai DAS) dan Daerah Tangkapan Air (DTA). Permasalahan ini terjadi pada sungai-sungai dan danau-danau di Sumatera Barat.

b. Permasalahan kualitas sumber air, yaitu:

1). Air Permukaan

Penurunan kualitas air permukaan sebagai dampak dari aktifitas pertanian, dan perikanan serta pertambangan. Khusus untuk daerah perkotaan cenderung disebabkan akibat aktifitas domestik dan industri, baik dari industri skala besar maupun dari usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

2). Air tanah (air sumur)

Telah terjadinya intrusi air laut pada daerah pinggir pantai dan tercemarnya beberapa sumur oleh E-coli dan coliform.

Dalam penyajian analisisnya dilakukan beberapa pendekatan-pendekatan. Hal ini dilakukan agar analisis lebih fokus dan untuk mengatasi keterbatasan data yang ada. Dengan pendekatan ini diharapkan informasi yang disajikan dapat mewakili kondisi sumber air di Sumatera Barat. Berikut ini pendekatan yang dimaksud:

a. Perbandingan dengan Baku Mutu

Data yang dibandingkan dengan baku mutu tidak semua parameter, hanya parameter kunci dan cendrung mengalami perubahan atau cendrung mengalami degradasi, serta parameter yang berada di atas Baku Mutu. Perbandingan dengan baku mutu ini hanya dapat dilakukan untuk analisis kualitas air, sedangkan untuk kuantitas air tidak dilakukan, karena tidak ada

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-18 batasan baku mutunya, tetapi dapat

dilakukan melalui perbandingan dengan literatur atau kondisi umum yang telah disepakati.

Perbandingan Baku Mutu dilakukan terhadap peraturan undang-undangan yang berlaku, yaitu :

1) PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 2) Pergub. No. 5 Tahun 2004 tentang

Penetapan Kriteria Mutu Air Sungai di Sumatera Barat. Didalam peraturan tersebut telah dimuat Kelas air Sungai Batang Lembang, yaitu dari hulu (Kab. Solok) hingga rentang (batas Kota Solok) termasuk kelas I. Kemudian dari rentang (batas Kota Solok) hingga hilir (inlet Danau Singkarak) termasuk Kelas II. b. Perbandingan Nilai Antar Waktu dan

Antar Lokasi

Perbandingan dilakukan untuk 3 series tahun terakhir untuk sungai-sungai strategis dan sungai-sungai yang dilakukan pemantauannya guna memenuhi SPM.

c. Analisis Statistik

Pembahasan dilakukan dengan penggunaan analisis statistik sederhana. Hal ini dilakukan untuk melihat kondisi kritis, kondisi terbaik dan kondisi rata-rata dari kuantitas dan kualitas melalui analisis frekuensi, nilai maksimum, minimum dan rata-rata.

Untuk analisis kecendrungan bertujuan untuk melihat kecendrungan perubahan kualitas dan kuantitas sumber ar melalui perbandingan antara waktu dan antara lokasi sehingga dapat ditarik kesimpulan mengenai kinerja pengelolaan air di Sumatera Barat.

2.3.1. Kondisi Umum Sumber Air

Sumatera Barat.

Sumatera Barat memiliki sumberdaya air yang melimpah dengan kualitas yang relatif cukup baik, yakni mencapai lebih kurang 50.950 juta m3/tahun yang terdiri dari 36.393 juta m3/tahun air permukaan dan 14.557 m3/tahun air tanah.

Sumatera Barat memiliki 606 sungai besar dan kecil, serta 238 danau/embung/telaga. Secara ekotopografi, sungai-sungai di Sumatera Barat terbagi atas beberapa Satuan Wilayah Sungai (SWS). Berdasarkan Permen PU No. 11A Tahun 2006, Provinsi Sumatera Barat terdiri dari 9 (sembilan) Wilayah Sungai (WS) yang terdiri dari:

1) 1 (satu) WS yang berada utuh dalam satu kabupaten, yaitu: WS Pulau Siberut-Pagai-Sipora (Kab. Kepulauan Mentawai).

2) 2 (dua) WS lintas kabupaten, yaitu: a. WS Silaut-Tarusan.

b. WS Masang-Pasaman.

3) 1 (satu) WS Strategis Nasional, yaitu: WS Anai-Kuranji-Arau-Mangau-Antokan (Akuaman).

Kewenangan pengelolaan WS ini berada di Pemerintah Pusat.

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-19 4) 5 (lima) WS lintas provinsi, yaitu:

a. WS Rokan (Sumatera Barat dan Riau);

b. WS Kampar (Sumatera Barat dan Riau);

c. WS Indragiri (Sumatera Barat dan Riau);

d. WS Batang Hari (Sumatera Barat dan Jambi); dan

e. WS Natal-Batahan (Sumatera Barat dan Sumatera Utara).

Dari 9 (sembilan) WS tersebut, WS Batang Hari merupakan WS terbesar di Sumatera Barat, dengan luas WS adalah 8.264,54 km2. WS terkecil adalah WS Rokan, dengan luas 2.189,98 km2.

Potensi sumberdaya air yang paling besar berada pada WS Silaut-Tarusan

sebesar 18.136,89 juta m3/tahun yang terletak di Kabupaten Pesisir Selatan dan Anai Sualang sebesar lebih kurang 16.499,42 juta m3/tahun.

Kewenangan pengelolaan sumber air di Sumatera Barat terdiri dari kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kab/Kota. Terhadap sungai-sungai lintas provinsi merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Sungai-sungai lintas kabupaten/kota merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi, sedangkan sungai-sungai yang berada dalam wilayah administrasi kabupaten/kota mejadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Kewenangan Pengelolaan sumber air tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.12.

Tabel 2.12. Jumlah Sungai/Danau/Embung/Telaga dan Kewenangan Pengelolaan

No Sumber Air Jumlah Keterangan 1 Sungai

a. Wilayah Sungai 9

b. Sungai Lintas Provinsi 27 Sungai besar dan kecil (meliputi Prov.

Sumbar, Sumut, Riau, dan Jambi)

c. Sungai Lintas Kab/Kota 81 Sungai besar dan kecil

d. Total Sungai 606 Sungai besar dan kecil

Dokumen terkait