• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAUT, PESISIR DAN PANTAI

1. Sungai Batang Hari

2.6. LAUT, PESISIR DAN PANTAI

Sumatera Barat merupakan provinsi yang memiliki wilayah laut dan pesisir cukup luas. Luas wilayah laut tersebut seluas 186.500 km2 atau 4 (empat) kali lipat dibandingkan luas daratan yang ada. Panjang garis pantai 1.973.24 Km serta mempunyai 185 buah pulau pulau kecil, terdiri dari 57.880.00 km2 laut teritorial dan perairan ZEE 128,700,00 km2. Wilayah laut Sumatera Barat terletak pada 7 (tujuh) kabupaten/kota yaitu : Kota Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Ketujuh kabupaten/kota tersebut berhadapan langsung dengan Samudera Hindia (Samudera Indonesia).

Dilihat dari luasnya wilayah laut dan perairan yang ada, potensi kelautan dan

perikanan di Sumatera Barat cukup besar. Potensi kelautan yang mungkin dikembangkan perikanan tangkap (ikan tuna, cakalang, tongkol, ikan kerapu, , ikan, kepiting, udang, cumi-cumi dll), budidaya rumput laut, wisata bahari dan sumber energi gelombang. Potensi kelautan dan perikanan yang ada hingga sejauh ini belum sebanding dengan pemanfaatannya. Pemanfaatan yang belum optimal ini diakibatkan karena masih minimnya sumberdaya manusia dalam mengelola potensi yang ada. Selain potensi yang dimiliki, laut juga rentan terhadap ancaman baik yang berasal dari alam (gelombang pasang, gempa bumi dan gelombang tsunami) maupun akibat aktifitas manusia dalam menangkap ikan (berupa penangkapan ikan illegal, overfishing) sehingga menyebabkan kerusakan terumbu karang dan berkurangnya hasil tangkapan didaerah tertentu. Pencemaran juga telah menyebabkan rusaknya terumbu karang dan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-58 padang lamun di Sumatera Barat.

Berkurangnya luasan mangrove disebabkan oleh pengalihan fungsi hutan mangrove menjadi areal perkebunan, pemukiman, dan pemanfaatan kayu untuk bahan bangunan. Hal ini disebabkan tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya ekosistim pesisir dan laut masih rendah dan penegakan hukum belum dilakukan secara optimal

Potensi perikanan dan kelautan yang sangat besar kalau tidak dikelola dengan baik akan berdampak pada kerusakan lingkungan. Isu lingkungan kritis pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pantai Tahun 2011 adalah :

- Kekeruhan kualitas air laut di Sumatera Barat umumnya diatas baku mutu.

- Kerusakan Terumbu Karang terjadi sangat berat pada lokasi-lokasi tertentu. Persentase kerusakan tertinggi berada di Kabupaten Agam, sedangkan kerusakan terluas terjadi di Kab. Kepulauan Mentawai.

- Terjadi kerusakan padang lamun terberat berada di daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai;

- Umumnya tutupan mangrove di Sumatera Barat relatif kecil, terutama di Kota Padang.

- Perkembangan laju kerusakan terumbu karang, padang lamun dan mangrove sulit dianalsiis karena tidak adanya pemantauan/pengukuran yang rutin dan pengukuran laju kerusakan terumbu

karang dan padang lamun perlu penyelaman, sehingga muncul data yang sangat menyolok antara tahun 2010 dan 2011

Untuk menganalisis status dalam kajian status, pressure dan respons (SPR), maka dilakukan pendekatan :

a. Analisis dibagi dalam dua kondisi yaitu kondisi umum dan kecenderungan perubahan kualitas lingkungan pesisir dan laut.

b. Analisis untuk mengambarkan kondisi umum dilakukan dengan analisis statistik yang menunjukkan kondisi ekstrim (terjelek) dan kondisi rata-rata kualitas lingkungan pesisir dan laut yang dibandingkan dengan baku mutu dan kriteria kerusakan lingkungan. Analisis dilakukan secara integrasi dengan perbandingan antar lokasi.

c. Analisis baku kerusakan berdasarkan kriteria umum yang berlaku pada sektor kerusakan daerah pesisir dan laut, sedangkan analisis baku mutu pencemaran adalah Keputusan Menteri LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Lampiran II.

d. Analisis untuk menggambarkan kecendrungan perubahan kualitas lingkungan pesisir dan laut dilakukan dengan perbandingan antar waktu terhadap isu di atas.

2. 6.1. Kondisi Umum

Terdapat 4 (empat) indikator untuk melihat status kerusakan lingkungan pesisir

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-59 dan laut yaitu kualitas air laut, penutupan

dan kondisi terumbu karang, kerapatan hutan mangrove. Berikut ini ulasan mengenai kondisi pesisir dan laut di 7 (tujuh) kabupten dan kota di Sumatera Barat yaitu Kota Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Kepulauan Mentawai.

2.6.1.1. Kualitas Air Laut

Umumnya kualitas air laut di Sumatera Barat sudah tercemar. Parameter yang berada diatas baku mutu adalah kekeruhan, DO, BOD5, Amonia Total, NO3-N, Phospat dan Coliform. Parameter Kualitas Air Laut yang berada di atas ambang batas di Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel 2.27. berikut.

Tabel. 2.27. Parameter Kualitas Air Laut yang Berada di Atas Ambang Batas Di Sumatera Barat Tahun 2011

No Parameter Baku mutu Satuan Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Lokasi 4 Lokasi 5 1 Kekeruhan <5 NTU 5,7 6 5,56 2 DO >5 Mg/l 3,19 3 BOD5 10 Mg/l 15,4 15,4

4 Amonia total Nihil Mg/l <0,05 12 0,216 5 NO3-N 0,008 Mg/l <0,1

6 Pospat 0,015 Mg/l 0,031

7 Coliform 1000 MPN/100ml >24000 Sumber : Olahan Tabel SD 18 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2011

Catatan : Lokasi 1 = Muaro Padang Lokasi 4 = Katiagan Pasaman Barat

Lokasi 2 =Pantai Kata Kota Pariaman Lokasi 5 : Tempat Pelelangan Ikan Tiku Kab. Agam Lokasi 3 =Bt. Kapas

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa lokasi pesisir dan laut yang paling tercemar adalan Muaro Padang. Bila dilihat dari parameter yang frekwensi pencemaran paling mencemari diberbagai lokasi adalah parameter kekeruhan dan amonia total

2.6.1.2. Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan ekosistem yang mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis, dimana terdapatnya berbagai jenis ikan yang bernilai ekonomis penting.

Total terumbu karang yang ada di Sumatera Barat seluas 53.515,3 Ha, dengan kondisi 66,58 % dari luas wilayah terumbu karang telah mengalami kerusakan. Dari persentase kerusakan, persentase kerusakan terbesar terjadi pada Kabupaten Agam yaitu 100% (33Ha), sedangkan kerusakan terluas terjadi di Kabupaten Kepulauan Mentawai sebesar 60 % (21.130,8Ha). Rusak/berkurangnya luas tutupan terumbu karang di wilayah laut Sumatera Barat terjadi akibat dampak bencana gempa bumi serta penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-60 Untuk lebih jauh mengetahui terberat

kerusakan terumbu karang dapat dilihat pada Tabel 2.28 dan Tabel 2.29 dibawah ini,

kecamatan yang memiliki lokasi dengan persentasi terberat

Dokumen terkait