• Tidak ada hasil yang ditemukan

status lingkungan hidup daerah provinsi lampung tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "status lingkungan hidup daerah provinsi lampung tahun 2009"

Copied!
255
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

PROVINSI LAMPUNG

(2)

BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

PROVINSI LAMPUNG

Alamat

: Jl. Basuki Rahmat No. 10

Bandar

Lampung

Telp :

(0721)

486761

Fax :

(0721)

486761-

486559

Email :

---

(3)

KATA PENGANTAR

Dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup dan mewujudkan akuntabilitas publik

pemerintah Provinsi Lampung berkewajiban menyediakan informasi lingkungan hidup

dan menyebarluaskannya kepada masyarakat. Untuk itu pelaporan lingkungan menjadi

sangat penting sebagai sarana untuk memantau kualitas dan alat untuk menjamin

perlindungannya bagi generasi sekarang dan mendatang.

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Provinsi Lampung Tahun 2009 ini

merupakan salah satu pelaporan lingkungan yang memuat data dan informasi tentang

lingkungan hidup di Provinsi Lampung yang menggambarkan keadaan lingkungan hidup

secara transparan, penyebab dan dampak permasalahannya, serta respon pemerintah

dan masyarakat dalam menanggulangi masalah lingkungan hidup.

Penyusunan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009

ini merupakan hasil kerjasama antara BPLHD Provinsi Lampung dengan Kementerian

Negara Lingkungan Hidup. Dalam pelaksanaannya, keterlibatan berbagai instansi

pemerintah, perguruan tinggi, pihak swasta, maupun masyarakat dalam penyediaan

data-data dan informasi lainnya sangat menunjang terselesaikannya buku ini. Untuk itu

kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

penyusunan Laporan SLHD ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembangunan

lingkungan di Provinsi Lampung.

GUBERNUR LAMPUNG,

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………..……... i

DAFTAR ISI ……….…... ii

DAFTAR TABEL ………...…. ... v

DAFTAR GAMBAR ………...………... ix

BAB I PENDAHULUAN ... I - 1 A. LATAR BELAKANG DAN TUJUAN ... I - 1 1. Latar Belakang ... I - 1 2. Tujuan ... I - 1 B. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN DI PROVINSI LAMPUNG ... I - 2

1. Visi dan Misi Provinsi Lampung ... I - 2 2. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan ... I - 3 C. ISU LINGKUNGAN HIDUP ... I - 6 1. Penambangan Pasir llegal di Gunung Anak Krakatau ... I - 6 2. Banjir di Kota Bandar Lampung ... I - 9 3. Reklamasi Pantai ... I - 12 BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA ... II - 1 A. LAHAN DAN HUTAN ... II - 1 1. Kualitas Lahan ... II - 1 2. Tutupan Lahan ... II - 2 3. Hutan ... II - 4 4. Luas Lahan Kritis ... II - 8 B. KEANEKARAGAMAN HAYATI... II - 9 1. Gambaran Keanekaragaman Hayati ... II - 9 2. Fauna ... II - 10 3. Tumbuhan ... II - 15 C. AIR ... II - 17 1. Sungai ... II - 17 2. Rawa ... II - 21 3. Air Tanah ... II - 24 4. Kualitas Air ... II - 27 D. UDARA ... II - 35

(5)
(6)

F. PERTAMBANGAN ... III - 41 1. Potensi Sumberdaya Mineral dan Energi ... III - 41 2. Izin Usaha Pertambangan ... III - 49 G. ENERGI ... III - 77 1. Konsumsi Energi ... III - 77 2. Emisi CO2 dari Konsumsi BBM ... III - 80

H. TRANSPORTASI ... III - 81 1. Kondisi Jalan ... III - 81 2. Jumlah Kendaraan dan Kepadatan Lalu Lintas ... III - 82 I. PARIWISATA ... III - 86

1. Perkembangan Pariwisata ... III - 86 2. Lokasi-Lokasi Wisata ... III - 87 J. LIMBAH B3 ... III-100

1. Perusahaan Penghasil Limbah B3 ... III-100 2. Perusahaan Pengelola Limbah B3 ... III-102 BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP ... IV - 1

(7)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1 Luas penutupan lahan di dalam dan di luar kawasan hutan di Provinsi Lampung

tahun 2008 ... II- 3 2.2 Distribusi luas kawasan hutan berdasarkan fungsinya di Provinsi Lampung 2008 ... II- 4 2.3 Pengelompokan kawasan hutan lindung di Provinsi Lampung berdasarkan KPHL .... II- 5 2.4 Penyebaran dan luas hutan konservasi di Provinsi Lampung ... II- 6 2.5 Hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas di Provinsi Lampung ... II- 7 2.6 Luas lahan kritis d Provinsi Lampung tahun 2008 ... II- 8 2.7 Jumlah jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di Provinsi Lampung 2008 ... II- 9 2.8 Jumlah satwa yang dilindungi undang-undang menurut unit kerja ... II- 10 2.9 Jenis-jenis fauna/satwa liar yang dilindungi UU dalam kawasan hutan di Provinsi

Lampung ... II- 11 2.10 Jenis-jenis ikan air tawar lokal di Provinsi Lampung ... II- 13 2.11 Beberapa contoh flora di kawasan hutan di Provinsi Lampung ... II- 16 2.12 Potensi sumberdaya air permukaan di Provinsi Lampung ... II- 18 2.13 Luas daerah tangkapan dan debit air beberapa sungai utama di Provinsi Lampung ... II- 20 2.14 Debit air sungai pada beberapa stasiun pengukuran ... II- 21 2.15 Nama dan luas rawa-rawa di Provinsi Lampung ... II- 23 2.16 Perbandingan status mutu air sungai kelas II di daerah pengaliran sungai (DPS) Way

Sekampung tahun 2008 dan 2009 ... II- 27 2.17 Kualitas air Sungai Way Sekampung (SK-01) tahun 2009 ... II- 28 2.18 Kualitas air Sungai Way Kandis (SK-02) tahun 2009 ... II- 29 2.19 Kualitas air Sungai Way Galih (SK-03) tahun 2009 ... II- 30 2.20 Kualitas air Sungai Way Galih Lunik (SK-04) tahun 2009 ... II- 31 2.21 Kualitas air Sungai Way Sekampung (SK-05) tahun 2009 ... II- 32 2.22 Kualitas air Sungai Way Sekampung (SK-06) tahun 2009 ... II- 33 2.23 Kualitas air Sungai Way Sekampung (SK-07) tahun 2009 ... II- 34 2.24 Kandungan beberapa variabel kualitas udara di beberapa tempat di Kota Bandar

Lampung Oktober 2008 ... II- 36 2.25 Data pasif sampler SO2 dan NO2 di Bandar Lampung tahun 2008 ... II- 41

(8)

TABEL HALAMAN 2.33 Luas dan kondisi mangrove di Provinsi Lampung menurut kabupaten/kota 2007 ... II - 58 2.34 Data hasil pengukuran komunitas lamun di perairan sekitar Pulau Kubur (St. 1) ... II - 60 2.35 Data hasil pengukuran komunitas lamun di perairan sekitar Pulau Kubur (St. 2) ... II - 60 2.36 Data hasil pengukuran komunitas lamun di perairan Karang Maritim (St. 3) ... II - 61 2.37 Data hasil pengukuran komunitas lamun di perairan Karang Maritim (St. 4) ... II - 62 2.38 Data hasil pengukuran komunitas lamun di perairan Pulau Pasaran (St. 5) ... II - 62 2.39 Curah hujan di Provinsi Lampung tahun 2007 ... II - 65 2.40 Suhu udara di Provinsi Lampung tahun 2007 ... II - 67 2.41 Kejadian bencana banjir di Provinsi Lampung periode Januari 2008-Maret 2009... II - 69 2.42 Bencana tanah longsor di Provinsi Lampung selama 2008 ... II - 72 2.43 Luas lahan pertanian yang mengalami kekeringan dan puso di Provinsi Lampung

selama 2008 ... II - 75 2.44 Bencana angin puting beliung di Provinsi Lampung periode Januari 2008-Maret 2009 II - 76 2.45 Kebakaran hutan di Provinsi Lampung 2007-2009 ... II - 78 2.46 Beberapa kejadian gempa yang dirasakan di wilayah Lampung 2008-2009 ... II - 81 3.1 Jumlah penduduk Provinsi Lampung berdasarkan kabupaten tahun 1998-2008 ... III - 2 3.2 Kepadatan penduduk kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2008 ... III - 3 3.3 Pola migrasi netto menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Provinsi Lampung

tahun 2008 ... III - 4 3.4 Proporsi migrasi akibat adanya pengaruh ekonomi untuk tiga provinsi terbesar tujuan

migrasi dari Provinsi Lampung ... III - 5 3.5 Proyeksi nilai URGD di Provinsi Lampung 2000-2025 ... III - 6 3.6 Sex ratio penduduk di Provinsi Lampung menurut kabupaten/kota tahun 2007 ... III - 7 3.7 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Provinsi Lampung 2008 ... III - 9 3.8 Persentase pendidikan yang ditamatkan penduduk berumur 10 tahun ke atas

menurut jenis kelamin di Provinsi Lampung tahun 2006-2007 ... III - 10 3.9 Jumlah rumah dan KK di bantaran sungai, di bawah sutet, dan pemukiman kumuh di

Provinsi Lampung tahun 2008 ... III - 11 3.10 Persentase luas lantai rumah tangga per kabupaten/kota tahun 2005 ... III - 13 3.11 Persentase rumah tangga menurut penggunaan sumber air bersih di Provinsi

Lampung 2007 ... III - 14 3.12 Persentase rumah tangga menurut fasilitas tempat buang air besar tahun 2007... III - 14 3.13 Angka Harapan Hidup menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung 2002-2008 ... III - 16 3.14 Nilai IPM kabupaten/kota di Provinsi Lampung dan peringkatnya tahun 2008 ... III - 16 3.15 Nilai ASRF dan TFR di kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2000 ... III - 18 3.16 Indikator-indikator angka kematian di Provinsi Lampung tahun 2000, 2005, dan 2010 III - 19 3.17 Banyaknya penderita baru rawat jalan di puskesmas dan rumah sakit menurut jenis

penyakit di Propinsi Lampung tahun 2007 ... III - 20 3.18 Prediksi kebutuhan air untuk sawah di DI Way Rarem (UPTD BPSDA Wil. III) dengan

(9)

TABEL HALAMAN 3.19 Prediksi kebutuhan air untuk sawah berdasarkan daerah irigasi (DI) dengan dua

musim tanam di Provinsi Lampung 2009-2010 ... III - 24 3.20 Realisasi penyaluran pupuk bersubsidi di Provinsi Lampung per bulan tahun 2008 .... III - 25 3.21 Realisasi penyaluran pupuk bersubsidi di Provinsi Lampung menurut kabupaten/kota

tahun 2008 ... III - 26 3.22 Alih fungsi lahan pertanian di Provinsi Lampung tahun 2008 ... III - 28 3.23 Kisaran nilai BOD, COD, dan pH beberapa limbah industri di Lampung ... III - 30 3.24 Daftar perusahaan yang menjadi obyek pengawasan BPLHD Provinsi Lampung

tahun 2009 ... III - 31 3.25 Daftar perusahaan industri yang berpotensi mencemari udara di Provinsi Lampung

tahun 2009 ... III - 39 3.26 Data potensi sumberdaya mineral di Provinsi Lampung ... III - 42 3.27 Data potensi sumberdaya energi di Provinsi Lampung ... III - 46 3.28 Daftar pemegang surat izin usaha pertambangan di Provinsi Lampung 2009... III - 49 3.29 Daftar pemegang surat izin usaha pertambangan di Kota Bandar Lampung 2009... III - 50 3.30 Daftar pemegang surat izin usaha pertambangan di Kabupaten Pesawaran 2009... III - 53 3.31 Daftar pemegang surat izin usaha pertambangan di Lampung Selatan 2009... III - 56 3.32 Daftar pemegang surat izin usaha pertambangan di Kabupaten Lampung Barat 2009 III - 59 3.33 Daftar pemegang surat izin usaha pertambangan di Kabupaten Lampung Utara 2009 III - 62 3.34 Daftar pemegang surat izin usaha pertambangan di Kabupaten Way Kanan 2009... III - 64 3.35 Daftar pemegang surat izin usaha pertambangan di Lampung Timur 2009... III - 66 3.36 Daftar pemegang surat izin usaha pertambangan di Kabupaten Pringsewu 2009 ... III - 67 3.37 Daftar pemegang surat izin usaha pertambangan di Kabupaten Tulang Bawang 2009 III - 69 3.38 Daftar pemegang surat izin usaha pertambangan di Kab. Lampung Tengah 2009 ... III - 70 3.39 Daftar pemegang surat izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanggamus 2009... III - 71 3.40 Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Provinsi Lampung menurut jenis

penggu-naannya tahun 2007-2008 ... III - 78 3.41 Banyaknya pelanggan, daya tersambung, produksi listrik dan listrik terjual di Provinsi

Lampung tahun 2007 ... III - 79 3.42 Prediksi emisi CO2 per bulan yang berasal dari konsumsi BBM di Provinsi Lampung

tahun 2008 ... III - 80 3.43 Kondisi jalan negara dan jalan provinsi di Provinsi Lampung tahun 2007 ... III - 81 3.44 Panjang jalan menurut pemerintahan yang berwenang mengelolanya dan

(10)

TABEL HALAMAN 4.1 Realisasi reboisasi hutan rakyat di Provinsi Lampung melalui Gerhan thn 2003-2007 IV - 2 4.2 Realisasi reboisasi hutan lindung dan hutan konservasi di Provinsi Lampung melalui

kegiatan Gerhan tahun 2003-2007 ... IV - 2 4.3 Penghijauan di Provinsi Lampung antara November 2008-Desember 2009 ... IV - 5 4.4 Studi Amdal yang diajukan ke BPLHD Provinsi Lampung tahun 2008 dan 2009 ... IV - 9 4.5 Daftar perusahaan wajib Amdal di Provinsi Lampung ... IV - 11 4.6 Daftar perusahaan wajib UKL-UPL di Provinsi Lampung ... IV - 13 4.7 Pengaduan masalah lingkungan di Provinsi Lampung tahun 2009 ... IV - 18 4.8 Penerima penghargaan Kalpataru tingkat Provinsi Lampung tahun 2008 dan 2009... IV - 35 4.9 Penerima penghargaan Adiwiyata tingkat Provinsi Lampung tahun 2008 dan 2009 .... IV - 35 4.10 Anggaran pengelolaan lingkungan hidup BPLHD Provinsi Lampung tahun 2009 yang

berasal dari APBD Provinsi Lampung ... IV - 38 4.11 Komposisi pegawai di BPLHD Provinsi Lampung tahun 2009 ... IV - 39 4.12 Program Pendidikan Masyarakat yang dilakukan oleh BPLHD Provinsi Lampung

(11)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

1.1 Gunung Anak Krakatau ... I - 7 1.2 Sebuah tongkang parkir di pesisir Gunung Anak Krakatau untuk menampung pasir dari

sebuah mesin penyedot pada 18 Oktober 2009... I - 8 1.3 Banjir melanda Kota Bandar Lampung 12 Desember 2008 ... I - 10 1.4 Suasana pusat Kota Bandar Lampung saat banjir ... I - 11 1.5 Aktivitas reklamasi pantai oleh PT SAII di Pantai Mutun ... I - 14 2.1 Peta kawasan hutan di Provinsi Lampung ... II - 6 2.2 Sebaran satwa liar di kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Register 19 .. II - 12 2.3 Pembunuhan gajah di PLG TNWK untuk diambil gadingnya ... II - 14 2.4 Penyelundupan daging trenggiling yang digagalkan Polhut dan BKSDA Provinsi

Lampung pada 18 November 2008 ... II - 14 2.5 Peta DAS-DAS Utama di Provinsi Lampung ... II - 19 2.6 Rawa banjiran di Kabupaten Tulang Bawang yang banyak dimanfaatkan untuk aktivitas

penangkapan ikan ... II - 22 2.7 Cekungan air tanah di Provinsi Lampung ... II - 25 2.8 Distribusi potensi air tanah di Kota Bandar Lampung ... II - 26 2.9 Lokasi pengukuran kualitas udara di Bandar Lampung pada Oktober 2008 ... II - 37 2.10 Korelasi antara jumlah unit kendaraan (SMP) dengan Kebisingan (dBA) ... II - 37 2.11 Korelasi antara jumlah (unit) kendaraan angkot dengan kebisingan (dBA) ... II - 38 2.12 Kondisi terumbu karang di Teluk Lampung ... II - 50 2.13 Sebaran terumbu karang di sepanjang pesisir pantai Kabupaten Lampung Barat ... II - 52 2.14 Peta sebaran mangrove di Pesisir Lampung ... II - 55 2.15 Keberadaan mangrove di salah satu areal pertambakan di Kabupaten Pesawaran ... II - 56 2.16 Sebaran padang lamun di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung ... II - 63 2.17 Grafik rata-rata curah hujan di Provinsi Lampung (1992-2007) ... II - 65 2.18 Suhu udara rata-rata(°C) di Provinsi Lampung tahun 1992-2007 ... II - 66 2.19 Peta rawan banjir Provinsi Lampung ... II - 71 2.20 Kejadian tanah longsor di sekitar jalur lintas Krui-Liwa (15 Oktober 2008) ... II - 73 2.21 Ruas jalan di tanjakan Sedayu (Kabupaten Tanggamus) yang penuh material tanah

dan bebatuan akibat longsor setelah banjir bandang 3 Oktober 2009 ... II - 73 2.22 Lahan pertanian yang mengalami kekeringan di Natar (Lampung Selatan) ... II - 75 2.23 Kejadian gempa di sekitar Selat Sunda 1990-2008 ... II - 80

3.1 Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin menurut kabupaten/kota di Provinsi

(12)

GAMBAR HALAMAN 3.4 Grafik prediksi kebutuhan air untuk sawah di wilayah kerja UPTD BPSDA Wilayah II ... III - 24 3.5 Kondisi Sungai Way Garuntang yang mengalami pencemaran ... III - 36 3.6 PLTU Tarahan yang berpotensi mencemari udara ... III - 38 3.7 Peta sebaran mineral logam di Provinsi Lampung ... III - 43 3.8 Peta sebaran bahan galian industri di Provinsi Lampung ... III - 44 3.9 Peta sebaran bahan galian konstruksi di Provinsi Lampung ... III - 45 3.10 Peta sebaran bahan galian energi di Provinsi Lampung ... III - 47 3.11 Peta sebaran panas bumi di Provinsi Lampung ... III - 48 3.12 Foto satelit Bukit Kunyit yang tampak mengalami kerusakan di bagian selatan karena

aktivitas penambangan ... III - 51 3.13 Aktivitas penambangan di Bukit Kunyit, Bandar Lampung ... III - 52 3.14 Aktivitas di PT. PGE Ulu Belu, Tanggamus ... III - 76 3.15 Persentase konsumsi energi BBM di Provinsi Lampung menurut jenis penggunaan

tahun 2008 ... III - 77 3.16 Persentase jenis kendaraan di Provinsi Lampung tahun 2008 ... III - 83 3.17 Kemacetan lalu lintas di Kota Bandar Lampung ... III - 85 3.18 Lokasi obyek wisata di Provinsi Lampung tahun 2008 ... III - 88 3.19 Taman Nasional Way Kambas ... III - 90 3.20 Gunung Anak Krakatau ... III - 91 3.21 Ekowisata Teluk Kiluan, Tanggamus ... III - 92 3.22 Pantai Tanjung Setia, Krui, Lampung Barat ... III - 93 3.23 Menara Siger sebagai landmark Provinsi Lampung ... III - 94 3.24 Taman Wisata Lembah Hijau ... III - 95 3.25 Wisata naik gajah di Taman Wisata Bumi Kedaton ... III - 96 3.26 Sarana outbond di Kampoeng Wisata Tabek Indah ... III - 96 3.27 Obyek wisata bahari Pantai Pasir Putih ... III - 97 3.28 Bendungan Batu Tegi ... III - 97 3.29 Suasana di kawasan wisata Danau Ranau, Desa Lumbok. ... III - 98 3.30 Lembah Suoh ... III - 99 3.31 Pantai Kelapa Rapat, Pesawaran. ... III - 99 3.32 PT. Hanjung Indonesia yang terletak di Srengsem, Panjang, Bandar Lampung ... III -101

4.1 Pemasangan bronjong sebagai upaya mitigasi bencana tanah longsor di Kabupaten

(13)

GAMBAR HALAMAN 4.8 Foto udara kawasan mangrove di Desa Margasari ... IV - 27 4.9 Kawasan mangrove di Desa Margasari yang menghadap ke laut yang didominasi oleh

jenis api-api (Avicennia spp) ... IV - 29 4.10 Tambak wanamina yang ditanami bakau-bakau (Rhizopora spp) merupakan bentuk

budidaya perikanan yang ramah lingkungan yang diterapkan di Desa Margasari ... IV - 29 4.11 Komoditas perikanan yang berasal dari ekosistem mangrove di Desa Margasari ... IV - 31 4.12 Suasana lingkungan di SDN 04 Metro Timur yang meraih penghargaan Adiwiyata

(14)

BAB I

(15)

LATAR BELAKANG DAN TUJUAN

1) Latar Belakang

Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan (The United Nations Conference

and Development- UNCED) di Rio de Janeiro tahun 1992 telah menghasilkan strategi

pengelolaan lingkungan hidup yang dituangkan ke dalam Agenda 21. Dalam Agenda 21

Bab 40 disebutkan perlunya Pemerintah, baik Daerah maupun Nasional, untuk

mengumpulkan dan memanfaatkan data dan informasi multisektoral pada proses

pengambilan keputusan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan, sehingga

informasi bagi pengambil keputusan merupakan isu lintas sektor yang utama. Hal tersebut

menuntut ketersediaan data, keakuratan analisis, serta penyajian informasi lingkungan hidup

yang informatif.

Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan negara-negara Asia Pasifik dan amanat

undang-undang tersebut, sejak tahun 2002 pada tingkat nasional telah diterbitkan laporan Status

Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) dengan mengacu kepada Pedoman Umum Penyusunan

Laporan SLHD yang dikeluarkan KNLH. Laporan Status Lingkungan Hidup Provinsi

merupakan dokumen yang menggambarkan status dan kecenderungan lingkungan

(komponen biofisika, ekonomi, sosial dan demografi) dalam suatu wilayah provinsi (lintas

kabupaten/kota). Dalam melakukan analisisnya, pemerintah provinsi perlu mengangkat isu

lintas kabupaten/kota dan atau menggunakan isu prioritas yang perlu ditangani segera yang

terjadi di salah satu kabupaten/kota.

2) Tujuan Penulisan Laporan

Penulisan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Lampung ini bertujuan untuk:

1) Menyediakan data, informasi, dan dokumentasi untuk meningkatkan kualitas

pengambilan keputusan pada semua tingkat dengan memperhatikan aspek daya dukung

dan daya tampung lingkungan hidup di Provinsi Lampung.

2) Meningkatkan mutu informasi tentang lingkungan hidup sebagai bagian dari sistem

pelaporan publik serta sebagai bentuk dari akuntabilitas publik.

3) Menyediakan sumber informasi utama bagi Rencana Pembangunan Tahunan Daerah

(Repetada), Program Pembangunan Daerah (Propeda), dan kepentingan penanaman

modal (investor).

(16)

1) Visi dan Misi Provinsi Lampung

Visi

Visi Provinsi Lampung yang tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Lampung No.3 tahun

2004 tentang Rencana Stratejik (Renstra) Provinsi Lampung tahun 2004-2009 adalah

sebagai berikut: Terwujudnya masyarakat Lampung yang bertaqwa, sejahtera, aman, harmonis dan demokratis, serta menjadi provinsi unggulan dan berdayasaing di Indonesia. Visi tersebut merupakan semangat untuk mengangkat Provinsi Lampung menjadi provinsi

yang unggul dan berdayasaing dalam konstelasi regional Sumatera maupun dalam skala

nasional. Keunggulan ini akan dijadikan referensi dalam menilai keberhasilan pembangunan

provinsi dengan kondisi kehidupan masyarakatnya yang sejahtera, bertakwa, demokratis,

aman dan damai, terbuka, berdayasaing, berkarakter, berpendidikan dan diterapkannya

penegakan hukum yang berkeadilan serta prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance) dalam tata kehidupan bermasyarakat, dunia usaha, dan pemerintahan.

Misi

Untuk mewujudkan Visi Provinsi Lampung maka perlu diterjemahkan dalam berbagai misi.

Setidaknya terdapat delapan misi untuk mewujudkan visi tersebut, yaitu:

Misi-1: Mewujudkan sumberdaya manusia yang bertaqwa, sejahtera, berkualitas,

berakhlak mulia, profesional, unggul dan berdayasaing.

Misi-2: Membangunan dan mengoptimalkan potensi perekonomian daerah dengan

berbasis agribisnis dan ekonomi kerakyatan yang tangguh, unggul, dan

berdayasaing.

Misi-3: Membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur wilayah yang mampu

mendukung secara optimal pembangunan daerah dan nasional serta bersaing

secara global.

Misi-4: Mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan mendukung

mantapnya rasa kesatuan dan persatuan di daerah dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI).

(17)

Misi-5: Mengoptimalkan pengelolaan potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup

secara bijaksana yang bersinergi dengan kabupaten/kota menuju pembangunan

yang berkelanjutan.

Misi-6: Membangun demokrasi, menciptakan ketenteraman dan ketertiban, serta

mendukung penegakan supremasi hukum.

Misi- 7: Mengembangkan budaya daerah dan masyarakat yang berkarakter positif dan

kondusif bagi pembangunan.

Misi-8: Peningkatan kesinergian dan keterpaduan serta keharmonisan pembangunan,

pemerintahan, dan pelayanan kemasyarakatan pemerintahan provinsi dan

kabupaten/kota.

2) Kebijakan Pengelolaan Lingkungan

Sebagaimana tertuang dalam Perda Provinsi Lampung No. 3 tahun 2004 tentang Renstra

Provinsi Lampung Tahun 2004-2009, maka arah kebijakan pembangunan sumberdaya alam

dan lingkungan hidup adalah mengelola dan memelihara sumberdaya alam daratan,

perairan dan kelautan sesuai dengan daya dukungnya untuk kemanfaatan yang

berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat dari generasi ke generasi serta memulihkan/

merehabilitasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang rusak dengan lebih banyak

melibatkan peranserta aktif masyarakat.

Arah kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup Provinsi Lampung saat

ini tertuang dalam Misi-5 Renstra Provinsi Lampung 2004-2009. Misi ini ditujukan untuk

mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam (hutan, tanah, air, fauna dan flora)

secara bijaksana sehingga semua aktivitas pembangunan tidak merusak lingkungan,

yang pada akhirnya akan menurunkan daya dukung lingkungan untuk menopang hajat

hidup seluruh masyarakat dalam jangka panjang. Keberhasilan pelaksanaan misi ini

sangat tergantung dari komitmen politik (kebijakan) dan peran serta masyarakat. Oleh

karena itu, maka pendekatan yang dilakukan dimulai dari membangun kesadaran

(public awareness); membangun komitmen, kebijakan dan perencanaan tata ruang, serta keterpaduan program pelestarian lingkungan hidup.

Adapun tujuan dan sasaran Misi-5 adalah sebagai berikut:

A. Tujuan:

(1) Sinkronisasi dan sinergisitas penataan ruang daerah.

(2) Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara asri,

(18)

(4) Mengembangkan kelembagaan pengelolaan sumberdaya alam dan

lingkungan yang melibatkan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab.

(5) Terjalinnya kerjasama dengan dunia usaha dan meningkatnya peranserta

masyarakat dalam penataan ruang dan program pelestarian sumberdaya

alam dan lingkungan.

(6) Optimalisasi hasil hutan, perairan dan sumberdaya alam lainnya yang sesuai

dengan standar internasional.

(7) Optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan potensi pertambangan dan energi

B. Sasaran:

(1) Sinkronisasi dan sinerginya penataan ruang daerah dari tahap perencanaan,

pengelolaan, pemanfaatan, pengembangan dan pengendalian.

(2) Meminimalisasi tingkat kerusakan dan pencemaran.

(3) Meningkatnya upaya perlindungan kawasan konservasi (Taman Nasional,

Catchment Area; Greenbelt) dan kawasan hutan lindung

(4) Terkendalinya pencemaran tanah, air dan udara dalam rangka pembangunan

yang berwawasan lingkungan.

(5) Optimalnya kerjasama dengan lembaga donor dan organisasi yang mengadvokasi

pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.

(6) Terpenuhinya standar internasional dan kode etik pengelolaan sumberdaya alam

dan lingkungan.

(7) Pengembangan produksi energi listrik daerah

(8) Peningkatan usaha pertambangan daerah

Dalam rangka untuk pencapaian tujuan dan sasaran misi tersebut, maka diperlukan

strategi yang dijabarkan dalam kebijakan dan program prioritas. Adapun kebijakan dan

program prioritas Misi-5 adalah sebagai berikut:

A. Kebijakan

(1) Peningkatan koordinasi dengan pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota

dan antar Provinsi.

(2) Mengembangkan upaya-upaya perlindungan kawasan hutan dan konservasi

(Taman Nasional, Catchment Area, Greenbelt).

(3) Mengembangkan mekanisme insentif dan disinsentif dalam pengelolaan

sumberdaya alam dan lingkungan.

(4) Mendorong peran serta masyarakat dalam konservasi dan rehabilitasi

sumberdaya alam dan lingkungan melalui pendekatan community based development.

(5) Mengembangkan kerjasama dengan lembaga donor, organisasi internasional,

LSM, dan masyarakat setempat dalam mengkampanyekan program

(19)

(6) Mengembangkan upaya-upaya pengelolaan sumberdaya alam yang sesuai

dengan standar internasional.

B. Program Prioritas:

(1) Optimalisasi koordinasi penataan ruang daerah dengan pemerintah pusat,

pemerintah kabupaten/kota dan antar Provinsi.

(2) Peningkatan pengelolaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian

sumberdaya alam dan lingkungan.

(3) Pengendalian dan rehabilitasi kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan.

(4) Konservasi dan rehabilitasi sumberdaya alam dan lingkungan:

(5) Kerjasama pemda, masyarakat setempat, LSM, dan lembaga donor

internasional untuk pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan..

(6) Perencanaan dan pembinaan pengelolaan sumberdaya alam yang mengikuti

kaidah-kaidah pelestarian lingkungan sesuai standar internasional.

(7) Peningkatan pelayanan dan pemerataan penyediaan energi listrik

(8) Penataan sumber potensi dan pemanfaatan energi

(9) Peningkatan usaha pertambangan berorientasi pelestarian dan pemulihan

lingkungan hidup

Dalam upaya mensikapi isu-isu lingkungan yang ada di Provinsi Lampung, maka kebijakan

pengelolaan lingkungan yang ditetapkan dalam Renstra Badan Pengendalian Dampak

Lingkungan (Bapedalda) Provinsi Lampung tahun 2004-2009 adalah sebagai berikut:

A. Visi:

Terwujudnya pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, menjadikan

Provinsi Lampung yang unggul dan berdaya saing.

B. Misi:

(1) Mengoptimalkan upaya konservasi dan rehabilitasi sumberdaya alam dan

lingkungan hidup.

(2) Meningkatkan pengawasan, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan

hidup berbasis kerakyatan dan kelestarian lingkungan.

(3) Meningkatkan fungsi kelembagaan dan sumberdaya manusia yang berkualitas di

bidang lingkungan hidup, dengan peningkatan peranserta masyarakat dalam

pemahaman dan penaatan perundang-undangan tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

(4) Meningkatkan kerjasama dan koordinasi Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam

jaringan kerja yang efektif, efisien dan sinergis dengan kabupaten/kota, dalam

(20)

Isu lingkungan hidup utama yang dipilih dalam Buku SLHD Provinsi Lampung 2009 ini

adalah penambangan pasir di Gunung Anak Krakatau (GAK). Isu lingkungan hidup lainnya

adalah banjir yang melanda Kota Bandar Lampung pada Desember 2008 dan reklamasi

pantai oleh PT. SAII pada Agustus 2009.

Isu penambangan Pasir di GAK dipilih sebagai isu utama karena masalah tersebut telah

berkembang menjadi isu nasional dan sering muncul dalam pemberitaan di media massa,

baik lokal maupun nasional. Gunung Anak Krakatau sebagai salah satu cagar alam laut

merupakan kawasan konservasi yang telah dikenal luas di dunia internasional dan

keberadaannya terancam oleh rencana penambangan pasir yang dilakukan oleh salah satu

perusahaan swasta. Hal ini menimbulkan banyak kecaman, terutama dari kalangan

pemerintah, LSM pemerhati lingkungan, dan organisasi masyarakat lainnya. Bahkan

Menteri Kehutanan perlu mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa

penambangan pasir di kawasan GAK adalah illegal.

Isu kedua, yaitu masalah banjir yang melanda Kota Bandar Lampung pada 18 Desember

2008, dipilih sebagai isu dalam SLHD Provinsi Lampung 2009 karena isu ini cukup menyita

perhatian media massa, masyarakat, dan pemerintahan daerah. Banjir tersebut merupakan

banjir terbesar dalam 23 tahun terakhir ini dan merendam beberapa tempat dengan

ketinggian air yang cukup tinggi, berbeda dengan kejadian banjir pada musim hujan

sebelumnya. Sebagai salah satu kota besar, Bandar Lampung sudah seharusnya menata

sistem drainasenya yang dinilai oleh beberapa pakar masih belum mampu mengatasi

limpasan air jika curah hujan cukup tinggi.

Isu ketiga, yaitu reklamasi pantai yang dilakukan oleh PT. Sarana Agro Industri Indonesia

(PT. SAII) di Kabupaten Pesawaran sekitar Agustus 2009, dipilih sebagai isu dalam SLHD

Provinsi Lampung 2009 karena kegiatan ini menimbulkan keresahan masyarakat dan

keprihatinan aktivitas lingkungan terhadap kerusakan ekosistem pesisir. Berbagai

pemberitaan dalam media massa telah mendorong DPRD Pesawaran untuk mendesak

Pemkab Pesawaran menghentikan aktivitas ini.

1) Penambangan Pasir Ilegal di Gunung Anak Krakatau

Pasir Gunung Anak Krakatau terancam ditambang dengan dalih melakukan mitigasi

bencana gunung berapi. Kegiatan tersebut dilakukan setelah PT Ascho Unggul Pratama

(PT. AUP) mengantungi Surat Keputusan Bupati Lampung Selatan No.503/1728/III.09/2008

(21)

penjualan. Perusahaan diberi izin selama 25 tahun. Kegiatan tersebut kembali diperkuat

dengan SK Bupati Lampung Selatan saat ini Wendy Melfa tanggal 1 Oktober 2009. Surat

tersebut berisi tentang persetujuan survey dan pengujian alat dalam rangka mitigasi Gunung

Anak Krakatau.

Gambar 1.1 Gunung Anak Krakatau

Kepala Badan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (BPVMBG) Bandung

Surono mengatakan, kegiatan perusahaan tersebut hanya untuk mendapatkan pasir

Krakatau dengan dalih mitigasi. BPVMBG tidak pernah merekomendasikan cara mitigasi

dengan merekayasa sumber hingga mengubah bentang alam, seperti memitigasi gunung

berapi yang berada di kawasan cagar alam. Mitigasi dengan mengubah bentang alam di

kawasan cagar alam tidak pernah direkomendasikan. Sesuai Undang Undang No.24 tahun

2007 tentang Penanggulangan Bencana sudah jelas diatur, dalam penanggulangan

bencana yang diperhatikan adalah manusia. Dalam hal mitigasi gunung berapi, BPVMBG

adalah pihak yang berkepentingan melakukan mitigasi supaya bisa diberikan peringatan dini

atau potensi ancaman lain kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah adalah pihak

yang kemudian menindaklanjuti peringatan dalam bentuk pengungsian atau evakuasi.

Dalam pencegahan, pemerintah daerah pula yang berhak membuat jalur evakuasi serta

sosialisasi.

PT Ascho Unggul Pratama bersikukuh tidak melakukan penambangan, tetapi hanya

melakukan uji coba pemasangan peralatan mitigasi dengan izin Pemkab Lampung Selatan

tertanggal 1 Oktober 2009 dan BKSDA Lampung 29 September 2009. Peralatan mitigasi

(22)

masing memiliki lebar 200 dan 300 meter dengan panjang mengikuti panjang punggungan

gunung. Sebanyak dua saluran dibuat sebagai jalan keluar lava, seperti sudetan di Gunung

Merapi, DI Yogyakarta. Pembuatan saluran berarti akan mengakibatkan pasir Krakatau

terkeruk. Perusahaan mengakui belum tahu akan membawa ke mana pasir kerukan yang

dikatakan sebagai pasir limbah tersebut. Perusahaan juga belum memutuskan ke mana

akan mengangkut pasir-pasir tersebut

.

Menurut informasi berbagai sumber (Lampung Post 8 November 2009) pasir yang ada di pantai dan lereng bawah Gunung Anak Krakatau termasuk golongan sangat baik. Pasir

Krakatau ini memenuhi syarat untuk bahan campuran semen. Kandungan unsur besi (Fe)

mencapai 50 persen. Asumsi ini ditarik dari keterangan produsen semen PT. Semen

Baturaja yang membeli pasir luapan Krakatau yang dipungut dari pantai oleh warga sekitar

Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan. Soal harga, seorang pelaku industri pasir besi

mengatakan harga terendah pasir besi saat ini sekitar Rp. 300/kg. Ia memperkirakan pasir

besi yang diangkut dengan ponton pada Oktober lalu lebih dari 10 ribu ton. Jadi, bila dihitung

secara matematis, nilai pasir besi GAK yang diangkut PT. AUP ini mencapai sekitar

Rp. 3 miliar. Potensi besar itu tentu menarik pebisnis untuk mengeruk keuntungan besar.

Adalah PT. AUP yang kemudian diduga memperjualbelikan pasir di kawasan Gunung Anak

Krakatau tersebut. Menurut Walhi Lampung, ada upaya penyedotan pasir Gunung Anak

Krakatau dengan menggunakan kapal besar dan pipa panjang pada minggu ketiga Oktober

2009 oleh kapal milik PT. Ascho Unggul Pratama.

Gambar 1.2 Sebuah tongkang parkir di pesisir kawasan Gunung Anak Kratakau untuk menampung pasir dari sebuah mesin penyedot pada 18 Oktober 2009 (Sumber: LSM Samudera, dikutip dari Lampost, 29 Oktober 2009)

Indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan PT. AUP adalah apabila terbukti adanya

aktivitas pengangkutan pasir atau material apapun dari kawasan Gunung Anak Krakatau,

(23)

Pulau Sertung. Pengelolaan Kawasan Cagar Alam mengacu kepada Peraturan Pemerintah

Nomor 68 tahun 1998, yang merupakan turunan dari Undang-Undang nomor 5 Tahun 1990,

yang menyebutkan tidak dibolehkan adanya kegiatan mengubah bentang alam dan kegiatan

eksploitasi seperti penambangan pasir. Kegiatan penambangan ini juga bertentangan

dengan UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,

UU No. 23/1997 tentang Lingkungan Hidup yang diperbaharui menjadi UU No. 32/2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 41/1999 tentang

Kehutanan, dan UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil.

Menindaklanjuti temuan dugaan penambangan pasir besi di Gunung Anak Krakatau, Menteri

Kehutanan Zulkifli Hasan pada 31 Oktober 2009 menegaskan bahwa tim dari Departemen

Kehutanan segera memastikan dan menyelidiki aktivitas penambangan pasir di Gunung

Anak Krakatau. Zulkifli menegaskan bahwa kegiatan penambangan di kawasan cagar alam

dilarang dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang Nomor 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan. Tindakan yang sama juga diambil Kepolisian Daerah

Lampung. Direktur Reserse Kriminal (Direskrim) Polda Lampung memastikan, begitu berita

penambangan tersebut terungkap dan ramai diberitakan di media massa, Polda Lampung

melakukan penyelidikan atas kasus tersebut.

Selanjutnya Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan segera mencabut surat izin mitigasi

kawasan Gunung Anak Krakatau (GAK) yang diberikan kepada PT Ashco Unggul Pratama

(AUP). Sekretaris Kabupaten Lampung Selatan mengatakan surat pencabutan izin itu

secepatnya diberikan kepada PT AUP yang dinilai telah menyalahgunakan surat izin

mitigasi. Tindakan ini pun didukung oleh sejumlah elemen masyarakat, tokoh adat

Rajabasa, tokoh adat Keratuan Darah Putih, tokoh adat Marga Dantaran, LSM Samudera,

dan ormas Pemuda Pancasila (PP), yang meminta Bupati Lamsel Wendy Melfa segera

mencabut surat izin mitigasi PT AUP (Lampost, 3 November 2009).

2) Banjir di Kota Bandar Lampung

Banjir yang melanda Kota Bandar Lampung pada 18 Desember 2008 merupakan banjir

terbesar dalam 23 tahun terakhir ini. Banjir ini merendam permukiman dan rumah sakit,

serta melumpuhkan transportasi dalam kota. Luapan air merendam pemukiman di

Tanjungkarang Pusat, Tanjungkarang Timur, Telukbetung Selatan, Kotakarang, Panjang,

Telukbetung Barat, dan Kedaton.

Banjir terparah melanda Kampung Sawah, Palapa (belakang Mal Kartini), Jalan Kartini

(24)

Awi meluap karena tidak mampu menampung curah hujan. Akibatnya, ratusan rumah di

permukiman padat penduduk itu terendam air bercampur lumpur setinggi dua meter. Selain

merusak rumah, banjir menyeret perabotan rumah tangga. Puluhan rumah yang terbuat dari

kayu di bibir sungai juga terbawa arus.

Air bercampur lumpur menggenangi badan jalan protokol setinggi 1,5 meter. Puluhan mobil

dan sepeda motor mogok. Jalan Kartini hingga Teuku Umar macet sekitar enam kilometer.

Luapan Way Awi juga menjebol tembok pembatas kali dan Rumah Sakit Umum Abdul

Moeloek. Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Lampung banjir tersebut

menyebabkan 1 orang meninggal dunia, 82 rumah rusak berat, 127 rumah rusak sedang,

dan 1.025 rumah rusak ringan.

Gambar 1.3 Banjir melanda Kota Bandar Lampung 12 Desember 2008

(25)

Gambar 1.4 Suasana pusat Kota Bandar Lampung saat banjir (Sumber: Radar Lampung)

Fenomena banjir di Kota Bandar Lampung sebenarnya sudah diprediksi oleh para ahli akan

terjadi setiap tahun jika akar permasalahannya tidak segera diselesaikan. Setidaknya

terdapat tiga hal mendasar yang perlu segera dilakukan, yaitu: normalisasi fungsi sungai,

perbaikan drainase, dan mengembalikan fungsi daerah tangkapan air. Normalisasi harus

segera dilakukan untuk mengembalikan fungsi sungai sebagai satu-satunya saluran

pembuangan air hujan ke laut. Seperti diketahui, saat ini sungai-sungai yang bermuara ke

Teluk Lampung di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung kondisinya sangat memprihatinkan.

Selain mengalami pendangkalan, sungai-sungai tersebut juga mengalami penyempitan.

Apabila curah hujan tinggi dan pada saat yang sama air laut sedang mengalami pasang,

maka akan terjadi genangan air di beberapa tempat.

Banjir yang melanda Kota Bandar Lampung kali ini merupakan akibat dari penyempitan Way

(sungai) Awi dan Way Simpur. Kedua badan sungai tersebut mengalami penyempitan

hingga kurang dari 2 m, padahal lebar normal sungai di wilayah perkotaan adalah 3-4 m.

(26)

memperbaiki dan menormalisasi sistem drainase yang ada. Beberapa badan sungai di

bagian muara telah diperlebar untuk memudahkan air mengalir ke laut. Dinas PU juga

melakukan pembongkaran terhadap drainase yang ditutup pelat beton tanpa izin karena

menyusahkan pengerukan sedimen. Pemerintah Kota Bandar Lampung juga telah

mencanangkan beberapa kegiatan besar, yaitu pembuatan embung yang berfungsi sebagai

tampungan limpasan air di Kompleks IAIN Radin Intan dan Perum Ragom Gawi, penataan

jaringan drainase kota, revitalisasi sungai, dan normalisasi Way Awi, Way Kunyit, dan Way

Simpur. Selain itu, pemkot juga tak henti-hentinya menghimbau kepada warga masyarakat

untuk tidak membuang sampah ke sungai.

3) Reklamasi Pantai

Isu reklamasi pantai kembali mencuat di Provinsi Lampung pada tahun 2009.

Permasalahan ini muncul kembali seiiring dengan kebijakan pemerintah untuk menata

kembali wilayah pesisir Kota Bandar Lampung sebagai salah satu Water Front City. Kasus reklamasi pantai pada tahun 2009 yang menimbulkan keresahan masyarakat terjadi di

wilayah pesisir Kabupaten Pesawaran yang berbatasan langsung dengan wilayah pesisir

Kota Bandar Lampung.

Menurut Wiryawan dkk. (2002), reklamasi pantai yang dilakukan di Teluk Lampung

sebenarnya telah berlangsung sejak tahun 1983. Pada awalnya reklamasi pantai bertujuan

untuk merancang kembali kawasan pantai Teluk Lampung (Bandar Lampung dan Lampung

Selatan) dengan penimbunan laut sampai dengan kedalaman 3 m, sehingga terbentuk suatu

kawasan pantai yang mendukung sistem pengembangan kota pantai yang disebut dengan

Water Front City. Sejak tahun 1983 hingga 1990 telah diberikan ijin penimbunan pantai tidak kurang dari 18 perusahaan dan 7 perorangan, dengan luas 650 ha, yang sebagian

besar berada di wilayah Bandar Lampung (450 ha). Pada kenyataannya saat ini proses

penimbunan pantai tidak dilaksanakan seperti rencana awal, tidak ada lahan bebas

sepanjang pantai yang telah ditimbun, yang menurut rencana semula bahwa sepanjang

pantai dengan lebar 60 m harus bebas, berupa jalan 20 m, sempadan pantai 30 m, batas

jalan dan bangunan 10 m, dan semua bangunan harus menghadap ke pantai, serta setiap

masyarakat dapat menikmati keindahan pantai dan laut tanpa harus membayar ke penimbun

pantai. Para penimbun pantai dapat memanfaatkan areal timbunannya pada jarak 60 m dari

bibir pantai. Kondisi reklamasi pantai saat ini sangat menyedihkan karena bagian-bagian

yang telah direklamasi tidak menyatu atau terpotong-potong, muara-muara sungai banyak

yang menyempit, tidak ada sempadan sungai, saluran drainase terganggu sehingga dapat

menyebabkan banjir atau genangan pada saat hujan turun bersamaan dengan pasang naik

air laut

Kegiatan reklamasi pantai yang menimbulkan dampak berupa gejolak sosial (keresahan

(27)

Desa Sukajaya Lempasing, Padang Cermin sekitar Agustus 2009. Izin reklamasi diperoleh

PT SAII dari Pemkab Lampung Selatan (saat itu Kabupaten Pesawaran belum dimekarkan)

seluas 1,1 hektare. Selanjutnya PT SAII mengajukan perluasan area yang direklamasi

kepada Pemkab Pesawaran menjadi 5,5 ha. Namun, belakangan PT SAII justru

mereklamasi melebihi izin. Bahkan, temuan LSM Mitra Bentala berdasarkan hasil

pengukuran di lapangan menunjukkan jika luas lahan reklamasi yang dilakukan PT SAII

sudah mencapai 10 hektare.

Penggelembungan luas wilayah reklamasi ini berdasarkan hasil pengukuran LSM Mitra

Bentala dengan menggunakan pengukuran titik koordinat lahan yang telah direklamasi.

Pengukuran menggunakan GPS (Global Positioning System) menunjukkan penimbunan dari

pantai ke arah laut sudah mencapai 203 meter. Panjang pantai yang direklamasi mencapai

500 meter dengan ketinggian timbunan mencapai 2 meter, sehingga total luas reklamasi

mencapai 10 ha.

Proses reklamasi pantai yang dilakukan PT Sarana Agro Industri Indonesia (PT SAII) diduga

menimbulkan banyak kerusakan lingkungan di kawasan pesisir Pantai Mutun, Kabupaten

Pesawaran. Berbagai macam indikasi kerusakan ditemukan setelah LSM Mitra Bentala

melakukan investigasi terhadap proses reklamasi yang dilakukan perusahaan docking kapal tersebut. Sedikitnya terjadi pelanggaran serius dalam proses reklamasi itu seperti

kerusakan ekologis, ancaman terhadap potensi wisata bahari, serta penyimpangan

perizinan.

Menurut LSM Mitra Bentala, fakta di lapangan menunjukkan PT SAII tidak

mempertimbangkan aspek keseimbangan ekologis sehingga terjadi kerusakan terumbu

karang yang digunakan sebagai talut dan bahan timbunan. Selain itu, sebagian padang

lamun yang berada di sekitarnya ikut tertimbun dan terjadi kekeruhan di sekitar perairan

pantai.

Reklamasi juga mengancam potensi wisata bahari di Pantai Mutun yang selama ini dikenal

sebagai objek wisata dengan angka kunjungan cukup tinggi. Wilayah yang direklamasi

merupakan wilayah yang berdekatan dengan tempat wisata Pantai Mutun. Dampaknya,

terjadi erosi pada daerah-daerah sekitarnya sehingga air pantai menjadi keruh dan berwarna

cokelat. Akibatnya jumlah wisatawan yang mengunjungi Pantai Mutun akan menurun.

Sementara aktivitas wisata pantai merupakan bagian terpenting dalam meningkatkan

kunjungan wisatawan di Kabupaten Pesawaran.

Selain menimbulkan kerusakan lingkungan perairan, kegiatan reklamasi pantai oleh PT SAII

juga dikeluhkan warga masyarakat di sekitar areal reklamasi. Warga Desa Sukajaya,

Lempasing, Padang Cermin, mengeluhkan adanya debu dan kebisingan dari alat berat yang

(28)

nelayan juga harus kehilangan tempat untuk menyandarkan kapal mereka setelah aktivitas

reklamasi PT SAII dilakukan.

Menyikapi keresahan masyarakat dan aktivis lingkungan akibat reklamasi pantai oleh PT

SAII, DPRD Kabupaten Pesawaran memberikan dukungan dan meminta agar Pemkab

Pesawaran bersikap tegas terhadap PT SAII. Bahkan DPRD Pesawaran merekomendasikan

agar Pemkab mencabut izin reklamasi untuk PT Sarana Agro Industri Indonesia (PT SAII).

Menanggapi tuntutan masyarakat, aktivitas lingkungan dan desakan DPRD Kabupaten

Pesawaran, akhirnya Pemkab Pesawaran menghentikan aktivitas reklamasi pantai oleh PT

SAII. Penghentian reklamasi pantai ini dilakukan setelah Bupati Pesawaran mengeluarkan

Surat Bupati Pesawaran No.615/2729/IV.08/X/2009 tanggal 19 Oktober 2009.

A

C

B

Gambar 1.5 Aktivitas reklamasi pantai oleh PT SAII di Pantai Mutun

(Dokumentasi Mitra Bentala, 17 Agustus 2009)

Keterangan Gambar:

A. Kegiatan reklamasi B. Lahan yang telah direklamasi

(29)

BAB II

(30)

LAHAN DAN HUTAN

1) Kualitas Lahan

Secara umum, tanah di Provinsi Lampung termasuk tanah-tanah yang telah mengalami

pelapukan lanjut. Sebagian besar tanahnya terbentuk dari bahan induk tufa masam dan

intermedier, yang tersebar dari daerah dataran sampai daerah pegunungan. Proses

pembentukannya banyak dipengaruhi oleh curah hujan yang cukup tinggi dan hutan tropis.

Berdasarkan klasifikasi USDA (1975), jenis-jenis tanah yang mendominasi daerah Lampung

berturut-turut adalah Ultisols, Inceptisols, Entisols, dan Alfisols (PPT, 1989).

Di daerah pegunungan, jenis tanah didominasi oleh Dystropept, Dystrandept, Humitropept,

dan Kanhapludult. Tanah-tanah yang masih tergolong muda di dalam perkembangannya

mendominasi daerah ini, yaitu ordo Inceptisols seperti Dystropept, Humitropept, dan

Dystrandept. Umumnya tanah ini mempunyai kelas kesuburan yang cukup baik, tetapi peka

terhadap ancaman bahaya erosi. Selain itu, juga terdapat tanah-tanah yang sudah

mempunyai perkembangan lanjut (tanah tua), yaitu ordo Ultisols, seperti Kanhapludult.

Jenis tanah ini secara umum mempunyai kesuburan tanah yang rendah, sifat kemasaman

tanah yang tinggi, dan peka terhadap erosi.

Pada daerah volkan, jenis tanah yang dominan adalah dari ordo Inceptisols, yaitu

Dystropept dan Humitropept, diikuti oleh ordo Alfisols dan Ultisols, seperti Hapludalf dan

Kanhapludult. Ordo Inceptisols dan Alfisols tergolong pada tanah-tanah yang relatif muda

sehingga secara umum tanah di daerah ini cukup subur, tetapi peka terhadap erosi.

Daerah perbukitan didominasi oleh jenis tanah ordo Inceptisols, yaitu Dystropept dan diikuti

oleh ordo Ultisols, yaitu Kanhapludult. Umumnya tanah-tanah yang tergolong dalam ordo

Inceptisols memiliki kesu-buran tanah yang relatif baik, tetapi peka terhadap erosi.

Tanah-tanah Hapludulf tergolong Tanah-tanah yang sudah mempunyai perkembangan lanjut dan

mempunyai tingkat kesuburan rendah sampai sedang, serta peka terhadap erosi. Selain

itu, juga terdapat tanah-tanah yang masih tergolong muda yaitu dari ordo Inceptisols dengan

jenis tanah Dystropept dan Tropaquept. Tanah-tanah ini secara umum mempunyai tingkat

kesubur-an cukup baik, tetapi peka terhadap erosi.

Pada daerah Aluvial di dominasi oleh tanah-tanah muda yang baru berkembang dari ordo

Inceptisols, seperti Tropaquept, Eutropept, dan Dystropept. Tanah-tanah ini secara umum

mempunyai tingkat kesuburan yang relatif baik. Selain itu, juga terdapat tanah-tanah yang

belum berkembang dari ordo Entisols, seperti Sulfaquent dengan kesuburan yang tergolong

rendah. Jenis tanah ini ditemukan di daerah-daerah lembah atau daerah depresi yang

(31)

Daerah Marin didominasi oleh tanah-tanah yang belum berkembang, yaitu dari ordo

Entisols, seperti Tropopsamment, Hydraquent, dan sedikit Sulfaquent yang masih

berhubungan dengan air laut. Selanjutnya, diikuti oleh tanah-tanah yang baru berkembang

dari ordo Inceptisols, seperti Dystropept, Eutopept, dan Tropaquept. Tanah-tanah ini banyak

terdapat pada daerah Teras Marin. Tanah ini mempunyai kesuburan yang relatif lebih baik

dibandingkan dengan tanah-tanah dari ordo Entisols. Pada daerah-daerah yang masih

terjangkau pengaruh air laut, salinitas air tanah yang tinggi merupakan kendala yang serius

bagi pertumbuhan tanaman.

2) Tutupan Lahan

Keadaan penutupan lahan Provinsi Lampung tahun 2008 berdasarkan hasil penafsiran citra

yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan diketahui bahwa luas daratan yang masih

berupa hutan (berhutan) adalah sebesar 7,1% atau seluas 236,4 ribu ha dan daratan yang

bukan berupa hutan (nonhutan) sebesar 91,4% atau seluas 3.058,8 ribu ha. Penutupan

lahan yang berupa hutan didominasi oleh hutan lahan kering, sedangkan hutan rawa-rawa

dan hutan mangrove luasnya relatif lebih kecil. Penutupan lahan nonhutan adalah

penutupan lahan selain vegetasi hutan, yaitu berupa semak/belukar, belukar rawa, savana,

perkebunan, sawah, lahan pertanian, pemukiman, pemukiman, tambak, tanah terbuka, dan

lain-lain.

Penutupan lahan di Provinsi Lampung yang termasuk hutan primer hanya 2,5 ribu ha

(0,1%), hutan sekunder seluas 223,6 ribu ha (6,7%) yang terdiri dari hutan lahan kering dan

hutan rawa, serta hutan tanaman seluas 10,3 ribu ha (0,3%). Hutan mangrove diprediksi

hanya seluas 5,1 ribu ha dan itu pun merupakan hutan mangrove sekunder.

Penutupan lahan nonhutan lebih didominasi oleh pertanian lahan kering dan semak belukar

yang luas keseluruhannya mencapai 2.246,5 ribu ha atau sekitar 73,5%; sedangkan

penutupan lahan yang berupa perkebunan diprediksi seluas 132,9 ribu ha. Luas areal yang

(32)
(33)

3) Hutan

Luas kawasan hutan di Provinsi Lampung pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Sejak tahun 2002 fungsi hutan sebagai hutan yang dapat dikonversi ditiadakan, sehingga

luasnya hingga tahun 2008 adalah 1.004.735 ha. Bagi Provinsi Lampung setiap fungsi hutan

mempunyai peranan yang strategis. Berfungsinya masing-masing kawasan hutan secara

optimal sesuai dengan peruntukannya akan menciptakan prakondisi bagi kelangsungan

pembangunan di berbagai bidang.

Tabel 2.2 Distribusi luas kawasan hutan berdasarkan fungsinya di Provinsi Lampung 2008

Fungsi Kawasan Luas (Ha) Persen luas (%)

Kawasan Hutan Produksi ± 225.090 ha 22,40

- Hutan Produksi Terbatas (HPT) ± 33.358 ha 3,32

- Hutan Produksi Tetap (HP) ± 191.732 ha 19,08

Kawasan Hutan Lindung (HL) ± 317.615 ha 31,61

Kawasan Hutan Konservasi (HSAW) ± 462.030 ha 45,99

Luas Keseluruhan ± 1.004.735 ha 100.00

Sumber : BPS Provinsi Lampung (2009)

Kawasan Lindung di Provinsi Lampung terdiri dari Hutan Lindung dan Hutan Konservasi

yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 256/Kpts-II/2000

tanggal 23 Agustus 2000. Sampai dengan tahun 2008 luas kawasan lindung tersebut

adalah 317.615 ha untuk kawasan hutan lindung dan 462.030 ha kawasan hutan konservasi.

Hutan Lindung

Hutan Lindung di Provinsi Lampung terbagi ke dalam 25 Register Kawasan Hutan yang

merupakan hulu sungai-sungai utama yaitu : Way Sekampung, Way Seputih dan Way

Tulang Bawang. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan

Nomor : 256/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000. Kawasan Hutan Lindung di wilayah

Provinsi Lampung seluas 317.615,00 ha

Karena fungsinya sebagai pengatur tata air dan memelihara kesuburan tanah, maka

keberhasilan dan optimalisasi pembangunan pengairan yang menguasai hajat hidup orang

banyak, baik yang telah maupun akan dibangun sangatlah tergantung kepada kelestarian

Hutan Lindung. Dalam rangka menyiapkan prakondisi pengelolaan berdasarkan

pengelompokan kawasan hutan, bobot permasalahan dan aksesibilitas, kawasan hutan

lindung di Provinsi Lampung dibagi menjadi 4 (empat) wilayah pengelompokan Kesatuan

(34)

Terjadinya kerusakan hutan akibat perambahan hutan, penebangan liar, pencurian kayu dan

kebakaran hutan. Kerusakan hutan yang terjadi pada kawasan Hutan Lindung sekitar

83,7%.

Tabel 2.3 Pengelompokan kawasan hutan lindung di Provinsi Lampung berdasarkan KPHL

No. Register Nama Kawasan Hutan Kabupaten Luas (ha) Reg : 38 Gunung Balak Lampung Timur 19.680 Reg : 28 Bukit Neba Lampung Timur 13.220 Reg : 21 Perentian Batu Lampung Timur 6.381 Reg : 27 Pematang Sulah Lampung Timur 8.740 Reg : 26 Serkung Peji Lampung Timur 690 Reg : 25 Pematang Tanggang Lampung Timur 3.380 Reg : 20 Pegunungan Kuboato Lampung Timur 4.400 Reg : 17 Batu Serampok Lampung Selatan 7.200 Reg : 06 Way Buatan Lampung Selatan 1.050 KPHL I

Reg : 03 Gunung Rajabasa Lampung Selatan 4.900

Jumlah 69.641

Reg : 31 Pematang Arahan Tanggamus 1.505 Reg : 39 Kota Agung Utara Tanggamus 52.117 Reg : 30 Gunung Tanggamus Tanggamus 16.060 KPHL II

Reg : 33 Bukit Rendingan Tanggamus 6.960

Jumlah 76.642

Reg : 39 Kota Agung Utara Tanggamus 49.993

Reg : 22 Way Waya Tanggamus 8.515

KPHL III

Reg : 34 Tangkit Tebak Tanggamus 27.600

Jumlah 86.108

Reg : 45b Bukit Rigis Lampung Barat 8.295 Reg : 44b Way Tenong Kenali Lampung Barat 13.000 Reg : 43b Krui Utara Lampung Barat 14.030 Reg : 24 Bukit Punggur Lampung Barat 20.851 Reg : 17b Bukit Sararukuh Lampung Barat 1.596 Reg : 48b Palakiah Lampung Barat 1.800

Reg : 41 Saka Lampung Barat 1.200

KPHL IV

Reg : 9b Gunung Seminung Lampung Barat 470

Jumlah 61.242

Jumlah I+II+III+IV 293.633

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Lampung (2006)

Hutan Konservasi

Kawasan Konservasi terdiri dari Cagar Alam (CA), Suaka Margasatwa (SM), Taman

Nasional (TN), Taman Wisata Alam (TWA), Taman Hutan Raya (THR) dan Taman Buru

(TB). Hutan Konservasi adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi

pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Di Provinsi

Lampung, Hutan Konservasi yang telah ditunjuk dan ditetapkan adalah 1 unit Cagar Alam

(35)

Gambar 2.1 Peta kawasan hutan di Provinsi Lampung

Tabel 2.4 Penyebaran dan luas hutan konservasi di Provinsi Lampung

No Nama Kawasan Kabupaten Fungsi Luas (Ha) SK Penetapan

1 Pulau Anak Krakatau

Lampung Selatan CA 13.735,10 85/Kpts-II/90 tanggal 26 Februari1990 2 Wan Abdul

Rachman

Lampung Selatan THR 22.249,13 408/Kpts-II/93 tanggal 10 Agustus 1993

3 Way Kambas Lampung Tengah TN 125.621,30 670/Kpts-II/99 tanggal 25 Agustus 1999

4 Bukit Barisan Selatan

Tanggamus, Lampung Barat dan Bengkulu Selatan

TN 356.800,01 736/Mentan/X/82 tanggal 14 Oktober 1982

5 Taman Nasional BBS

- TWD 100,00 415/Kpts-II/1992 tanggal 30 April 1992

6 Zona

Pemanfaatan TN-BBS

- WA 100,00 1779/Kpts-II/1990 tanggal 6 Oktober 1990

(36)

Hutan Produksi

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 256/Kpts-II/2000

tanggal 23 Agustus 2000 kawasan Hutan Produksi di wilayah Provinsi Lampung ditetapkan

seluas 225.090 ha dengan rincian: Hutan Produksi Terbatas dengan luas 33.358 ha

(14,82%) dan Hutan Produksi Tetap seluas 191.732 ha (85,18%). Tetapi dengan adanya

beberapa perubahan atau pengurangan luas kawasan hutan untuk penggunaan areal lahan

lainnya di luar atau non kehutanan, maka luas kawasan hutan produksi di wilayah Provinsi

Lampung menjadi seluas 208.631,09 ha dengan rincian sebagai berikut: Hutan Produksi

Terbatas dengan luas 33.358 ha (16%) dan Hutan Produksi Tetap dengan luas 175.273,09

ha (84%).

Pengelolaan hutan dengan pihak ketiga, yaitu Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri

(HP HTI) yang masih berjalan saat ini di Provinsi Lampung adalah seluas 146.587 ha

dengan perincian sebagai berikut: PT. Inhutani V (57.779 ha), PT. Silva Inhutani Lampung

(42.762 ha), PT. Dharma Hutan Lestari (36.446 ha, tidak aktif/diusulkan dicabut hak

pengusahaannya), dan PT. Budi Lampung Sejahtera (9.600 ha)

Untuk lebih jelasnya pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Tetap (KHP) dan Kawasan

Hutan Produksi Terbatas (KHPT) di wilayah Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 2.5

berikut ini.

Tabel 2.5 Hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas di Provinsi Lampung

Kawasan Hutan (ha) Pengelolaan oleh (ha) Kabupaten

KHP Gedung Wani Ds

KHP Way Pisang

Reg.1 8.795,00 - - - 8.795,00

-Lampung Selatan

KHP Pematang

Taman Reg.2 906,00 - - - 906,00

KHP Tangkit Titi

Bungur 1 Reg.18 1.389,00 - - 1.389,00 -

-KHP Gedong Wani Ds. (Reg.5, 35, 37,

KHP Way Terusan

Reg. 47 12.500,00 - - - - 12.500,00

Total 196.131,09 42.762,09 9.600,00 57.779,00 36.446,00 62.044,00

(37)

4) Luas Lahan Kritis

Kerusakan lahan dapat diindikasikan dengan penurunan luas kawasan bervegetasi,

meningkatnya tingkat erosi dan sedimentasi, dapat terjadi di kawasan hutan dan di luar

kawasan hutan. Kerusakan lahan tersebut selanjutnya menyebabkan makin meluasnya

lahan kritis. Penetapan lahan kritis mengacu pada lahan yang telah sangat rusak karena

kehilangan penutupan vegetasinya, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sebagai

penahan air, pengendali erosi, siklus hara, pengatur iklim mikro dan retensi karbon.

Berdasarkan kondisi vegetasinya, kondisi lahan dapat diklasifikasikan sebagai : sangat kritis,

kritis, agak kritis, potensial kritis dan kondisi normal.

Luas lahan kritis di Provinsi Lampung pada tahun 2008 mencapai 3.332.028,30 ha yang

tersebar di 10 kabupaten/kota, TN Way Kambas, dan TN Bukit Barisan Selatan. Luas lahan

kritis ini meningkat 300,20 ha dibandingkan pada tahun 2007 yang luasnya 3.331.728,10 ha.

Kabupaten Tulang Bawang memiliki lahan kritis yang cukup luas dibandingkan

kabupaten/kota lainnya, yaitu 656.391,50 ha. Lampung Tengah menduduki urutan kedua

dengan luas lahan kritis mencapai 461.777,80 ha. Berdasarkan tingkat kekritisannya, 5,26%

lahan di Provinsi Lampung tergolong sangat kritis, 10,04% kritis, 35,29% agak kritis, 29,96%

kritis, dan hanya 19,45% tergolong tidak kritis.

Tabel 2.6 Luas lahan kritis di Provinsi Lampung tahun 2008

Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensi Kritis Tidak Kritis

1 Bandar Lampung 3.950,80 5.177,40 13.231,50 5.353,70 241,60 27.955,00 0,84 2 Metro - 0,20 2.448,30 349,50 3.977,90 6.775,90 0,20 3 Tulang Bawang 37.795,70 4.542,30 267.738,60 184.798,10 161.516,80 656.391,50 19,70 4 Way Kanan 13.706,90 45.457,40 157.413,20 58.362,80 73.908,00 348.848,30 10,47 5 Tanggamus 53.249,60 90.106,80 148.052,50 28.703,00 30.757,10 350.869,00 10,53 6 Lampung Selatan 25.470,90 45.625,30 88.409,10 134.212,00 30.690,70 324.408,00 9,74 7 Lampung Timur 965,80 1.462,70 50.100,10 113.991,00 102.230,10 268.749,70 8,07 8 Lampung Tengah 7.434,10 13.610,70 106.129,80 188.252,70 146.350,50 461.777,80 13,86 9 Lampung Utara 8.663,20 17.191,80 108.336,70 85.694,00 28.641,60 248.527,30 7,46 10 Lampung Barat 23.409,80 87.037,40 109.647,10 34.775,80 15.695,70 270.565,80 8,12 11 BTNWK 3,90 2.730,10 73.453,80 48.058,60 4.123,20 128.369,60 3,85 12 BBTNBBS 546,60 21.705,20 50.972,30 115.610,90 49.955,40 238.790,40 7,17

175.197,30

334.647,30 998.162,101.175.933,00 648.088,60 3.332.028,30 100,00 5,26

10,04 35,29 29,96 19,45 100,00

(%)

Jumlah (Ha) Persentase (%)

No Lokasi Luas Tingkat Kekritisan Lahan (Ha) Jumlah (Ha)

(38)

KEANEKARAGAMAN HAYATI

1) Gambaran Keanekaragaman Hayati

Propinsi Lampung dengan luas daratan 3,5 juta ha memiliki 1,237 juta ha kawasan hutan dan yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi seluas 422.500 ha (12,8%). Selain kawasan konservasi hutan, Lampung memiliki kawasan konservasi laut, kepulauan, dan beberapa lokasi yang diusulkan sebagai taman buru, suaka marga satwa, dan cagar alam rawa air tawar sebagai habitat berbagai jenis burung air. Berdasarkan letaknya, kawasan-kawasan konservasi tersebut, sebagian arealnya meliputi wilayah pesisir dan berbatasan langsung dengan laut seperti, Taman Nasional dan Cagar Alam Laut Bukit Barisan Selatan di Pantai Barat dan TN Way Kambas di Pantai Tirnur. Di Selat Sunda terdapat Cagar Alam Laut Gugus Kepulauan Krakatau.

Berdasarkan data BKSDA Provinsi Lampung (2009) diketahui jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi berdasarkan PP No.7/1999 pada tahun 2008 masing-masing berjumlah 43 untuk tumbuhan dan 74 untuk satwa liar. Jenis tumbuhan yang dilindungi sebagian besar merupakan kelas Orchidaceae, jenis lainnya adalah dari kelas Nephentaceae dan Dipterocarpaceae. Satwa liar yang dilindungi terdiri dari berbagai jenis satwa yang termasuk dalam kelas mamalia, aves, reptilia, pisces, insekta, crustacea, dan anthozoa.

Tabel 2.7 Jumlah jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di Provinsi Lampung 2008

No. Kelompok Kelas Jumlah Jenis

Orchidaceae 29

Nephentaceae 1

1. Tumbuhan

Dipterocarpaceae 13

Jumlah 43

Mamalia 18

Aves 6

Reptilia 20

Pisces 2

Amphibia 0

Insecta 13

Crustacea 14

2. Satwa liar

Anthozoa 1

Jumlah 74

(39)

2) Fauna

Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung (2006), jumlah satwa yang dilindungi menurut Undang-Undang pada tahun 2005 yang meliputi Unit Kerja BKSDA II, BTN BBS, BTN Way Kambas dan UPTD Tahura seluruhnya berjumlah 176 ekor seperti yang tertera pada Tabel 2.7. Adapun penyebaran satwa liar di sekitar Tahura Wan Abdul Rachman digambarkan pada Gambar 2.2.

Fauna/satwa liar yang terdapat di kawasan hutan di Provinsi Lampung tersebar di berbagai habitat yang merupakan wilayah TN Way Kambas, TNBBS, hutan lindung di Lampung Utara, Lampung Barat, Lampung Selatan, dan Tanggamus, hutan pantai, hutan rawa serta di perairan laut. Menurut Wiryawan dkk (2002) jenis-jenis fauna yang terdapat di kawasan konservasi di Provinsi Lampung meliputi berbagai mamalia, aves, reptilia, amfibi dan reptilia seperti yang tertera pada Tabel 2.9.

Tabel 2.8 Jumlah satwa yang dilindungi undang-undang menurut unit kerja

Satuan (ekor)

Jenis Satwa yang Dilindungi

No. Unit

Kerja Mamalia Aves Reptilia Amfibia Pisces Incasia Moluska Crustacea

1 BKSDA II 34 34 5 - 2 1 7 2

2 BTN BBS 21 20 5 - - - -

-3 BTN Way

Kambas

20 25 2 - - 1 -

-4 UPTD

Tahura

- - -

-Jumlah 75 79 12 - 2 2 7 2

Sumber:

Dinas Kehutanan Provinsi Lampung (2006)

(40)

Tabel 2.9 Jenis-jenis fauna/satwa liar yang dilindungi UU dalam kawasan hutan di Provinsi Lampung

(41)
(42)

Tabel 2.10. Jenis-jenis ikan air tawar lokal di Provinsi Lampung

Sumber : Noor dkk (1994)

Keterangan : --- tidak termasuk IUCN Red List

Berbagai jenis satwa liar yang dilindungi mengalami tekanan akibat diburu manusia maupun karena perubahan lingkungan/habitat hidupnya. Perburuan yang dilakukan oleh pemburu terhadap gajah, misalnya, disebabkan permintaan gading gajah di pasar gelap cukup tinggi. Pada 7 Agustus 2009 terjadi pembunuhan gajah jinak di Pusat Latihan Gajah (PLG) TN Way Kambas dengan tujuan untuk diambil gadingnya.

(43)

Gambar 2.3

Pembunuhan gajah di PLG TNWK untuk diambil gadingnya

(44)

3) Tumbuhan

Vegerasi yang terdapat di kawasan hutan di Provinsi Lampung cukup banyak jenisnya, baik di kawasan taman nasional, wisata, hutan lindung maupun hutan produksi. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung (2006) diketahui bahwa setidaknya terdapat ratusan jenis tumbuhan, mulai dari pohon, liana, vegetasi bawah, dan lain-lain. Beberapa contoh vegetasi yang ada disajikan pada Tabel 2.11.

Menurut Wiryawan dkk (2002), di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan terdapat berbagai jenis vegetasi hutan hujan tropika basah yang membentang di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Di dataran tinggi dan dataran rendah TNBBS ini umumnya vegetasi didominasi oleh tumbuhan marga Lauraceae, Dillentaceae, Dipterocapaceae, Myrtaceae dan Fagaceae. Di hutan pantai terdapat bunga bangkai (Amorphophalus sp) sebagai bunga bangkai tertinggi di dunia dan bunga raflesia (Rafflesia arnoldi) yang dikenal sebagai bunga terbesar di dunia. Di wilayah TNBBS bagian barat yang berbatasan dengan pemukiman penduduk terdapat zona penyangga berupa hutan damar (Shorea javanica) yang menghasilkan resin. Resin damar ini memberikan nilai ekonomi bagi mayarakat sekitarnya dan merupakan produk khas Kabupaten Lampung Barat. Berbeda dengan TN BBS, Taman Nasional Way Kambas memiliki berbagai tipe vegetasi rendah seperti hutan pantai, mangrove, hutan gambut dan rawa pasang surut, rawa air asin, serta hutan dataran rendah. Pada hutan pantai berpasir banyak ditumbuhi oleh cemara laut (Casuarina equisetifolia), waru (Hibiscus tiliaceus), ketapang (Terminalia catappa) dan pandan duri

(Pandanus spinosus). Vegetasi hutan mangrove yang terdapat di muara sungai didominasi oleh api-api (Avicennia sp), buta-buta (Bruguira sp), dan semakin ke hulu dijumpai formasi nipah (Nypa sp), nibung (Oncosperma tigilaria), palem merah (Cyrtostachys lakka), gelam (Malaleuca spp), dan rengas (Gluta renghas). Pada areal yang lebih tinggi dan relatif tidak berupa rawa terdapat jenis pohon perwakilan dari tipe vegetasi hutan hujan dataran rendah, seperti minyak (Dipterocarpus retutus), merawan (Hopea sp), meranti (Shorea sp), jabon (Anthocephalus chinensis), puspa (Schima wallichii) dan sempur (Dillenia excelsa) yang membentuk hutan

(45)

Tabel 2.11 Beberapa contoh flora di kawasan hutan di Provinsi Lampung

(46)

AIR

1) Sungai

Air permukaan di Provinsi Lampung tersebar pada berbagai tipe, seperti sungai, danau,

rawa, waduk, embung, dan lan-lain. Sumberdaya air ini tersebar di lima daerah river basin. Bagian terbesar dari hulu river basin ini berada di Kabupaten Lampung Barat, sebagian Lampung Utara, dan sebagian Tanggamus. Pada beberapa wilayah tertentu kondisinya

sudah cukup kritis, hutan sudah semakin terbuka, dan adanya kegiatan budidaya pertanian

tanpa konservasi, sehingga akan sangat besar pengaruhnya pada penyimpanan

sumberdaya air untuk irigasi di hilirnya. Daerah river basin ini merupakan daerah yang terbesar di sepanjang sungai besar yaitu:

1. Daerah River Basin Tulang Bawang terletak di utara hingga ke arah barat, melewati

wilayah Kabupaten Lampung Utara, Way Kanan, hingga Tulang Bawang, seluas

10.150 km2dengan panjang 753,5 km dengan 9 cabang anak sungai membentuk

pola aliran dendritic, yang merupakan ciri umum sungai-sungai di Lampung.

Kepadatan pola aliran sebesar 0,07 dan frekuensi pola aliran 0,0009.

2. Daerah River Basin Seputih terletak di bagian tengah wilayah bagian barat Lampung

Tengah ke arah Metro dan Lampung Timur. Luas river basin ini mencapai 7.550

km2. Jumlah cabang sungai sebanyak 14 buah dengan kepadatan pola aliran 0,13

dan frekuensi pola aliran 0,0019.

3. Daerah River Basin Sekampung terletak di sebagian besar wilayah Kabupaten

Tanggamus, Lampung Tengah, Lampung Selatan bagian Utara, hingga ke arah

Timur. Luas river basin ini mencapai 5.675 km2dengan panjang 6.223 km dari 12

cabang sungai. Pola aliran mencapai kepadatan 0,11 dan frekuensinya mencapai

0,021.

4. Daerah River Basin Semaka terletak di wilayah Kabupaten Tanggamus bagian

Selatan Barat ke arah Pantai Selat Sunda bagian barat. Luas River Basin ini 1.525

km2dengan panjang 189 km, density pola aliran 0,12 dan frekuensi pola aliran

0,0052.

5. Daerah River Basin Way Jepara terletak di Kabupaten Lampung Timur, dengan luas

800 km2 panjang seluruh sungai 108.5 km, jumlah cabang sungai 3 buah dan pola

aliran dengan kepadatan 0,14 serta frekuensinya 0,0038.

Daerah River Basin ini sebagian besar dimanfaatkan sebagai daerah pengembangan sawah

Gambar

Tabel 2.3 Pengelompokan kawasan hutan lindung di Provinsi Lampung berdasarkan KPHL
Gambar 2.1  Peta kawasan hutan di Provinsi Lampung
Tabel 2.5  Hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas di Provinsi Lampung
Tabel 2.9 Jenis-jenis fauna/satwa liar yang dilindungi UU dalam kawasan hutan di Provinsi Lampung
+7

Referensi

Dokumen terkait

II - 3 Kebijakan pembangunan lingkungan hidup yang tertuang dalam Misi Pembangunan Kabupaten Lampung Tengah adalah Meningkatkan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan

Kondisi Iklim.. Sumber Emisi Satuan Waktu Pemantauan.. Sumber Emisi Satuan Waktu Pemantauan.. Sumber Emisi Satuan Waktu Pemantauan.. Lampung Tengah,

Pengem bangan pembangunan di Bidang Industri di Kota Metro dituj ukan untuk. mencipt akan struktur ekonomi y ang lebih k okoh, meningk atkan nil ai

Upaya-upaya lain yang dilakukan adalah melaksanakan pengawasan terhadap sumber-sumber pencemaran secara berkala melalui kewajiban dari setiap pelaku usaha atau kegiatan

Isu lingkungan hidup di Sumatera Barat meliputi 3 (tiga) isu prioritas yaitu (1) Isu pertama berkaitan dengan hutan dan lahan, berupa alih fungsi lahan (okupasi) pemanfaatan

Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan Kota : Yogyakarta Tahun Data : 2013 NO Kabupaten/Kota KAWASAN HUTAN APL JUMLAH HUTAN TETAP HPK JUMLAH KSA-

6 | Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014 Alam Geologi Kawasan Lindung Kawasan Lindung Geologi Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi Kawasan

Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a seluas 7.887.848,14 ha tersebar Kabupaten Asmat, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Boven Digoel,