• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Jumlah Kotoran Sapi Terhadap Kualitas PLT Biogas 60 Watt Melalui Penerangan dan Pemanfaataannya Sebagai Media Pembelajaran | Shamdas | EJIP BIOL 9351 30541 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Jumlah Kotoran Sapi Terhadap Kualitas PLT Biogas 60 Watt Melalui Penerangan dan Pemanfaataannya Sebagai Media Pembelajaran | Shamdas | EJIP BIOL 9351 30541 1 SM"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

e

Pengaruh Jumlah Kotoran Sapi Terhadap Kualitas PLT Biogas 60 Watt Melalui lama

Penerangan dan Pemanfaataannya Sebagai Media Pembelajaran

The Effect of a Mount of Cow Manure to the Quality of Biogas Power Plants 60 Watt

Through the Long Lighting and Its Use as a Medium of Learning.

Hj. Gamar B.N .Shamdas

1

, Isnainar

1

, Nurhayati

2

1Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Tadulako 2Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Tadulako

Abstrak

Krisis energi yang disebabkan oleh banyaknya permintaan dan kurangnya persediaan bahan

bakar ditandai oleh seringnya lampu padam, minyak tanah yang mengalami kelangkaan dan

gas yang semakin berkurang, menjadi penting untuk dicarikan solusi yang dapat dijadikan

sumber alternatif. Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh jumlah kotoran

ternak sapi terhadap kualitas PLT biogas melalui lama penerangan dan pemanfaatannya

sebagai media pembelajaran. Metode yang digunakan adalah eksperimen. Penelitian

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan untuk 3 kali ulangan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata lama penerangan untuk 100 kg kotoran sapi

adalah 4 jam 9 menit, 75 kg kotoran sapi adalah 4 jam 1 menit, 50 kg kotoran sapi adalah 3

jam 1 menit dan 25 kg kotoran sapi adalah 2 jam 1 menit. Hasil penelitian dituangkan dalam

bentuk media belajar berupa poster dan telah divalidasi oleh tim ahli yaitu ahli isi, ahli desain

dan ahli media. Hasil penilaian diperoleh dari ahli isi adalah 78%, ahli desain adalah 100%

dan ahli media adalah 82,85%. Hasil ujicoba pada mahasiswa Program Studi Pendidikan

Biologi sebanyak 29 orang memperoleh hasil rata-rata 76,89%. Seluruh hasil persentase

diperoleh merujuk pada katergori bahwa poster layak digunakan sebagai media pembelajaran.

Kata kunci: Kotoran Sapi; Kualitas PLT Biogas 60 Watt Melalui Lama Penerangan

Abstract

The energy crisis that caused the demand and lack of fuel supply lamp marked by frequent

outages, facing scarcity of keroseri and gas are dwindling, it becomes important to look for

solution that can be used as an alternative power source. This research purpose to describe the

effect of a mount of cow manure to the quality of biogas power plants 60 watt through the

long lighting and its use as a medium of learning. The method used is experiment method.

This research use a completely randomized design pattern (RAL) which 5 treatment and 3

replications. The result showed that the average long time lights on for 100 kg of cow manure

is 4 hours 9 minutes, to 75 kg of cow manure is 4 hours 1 minute, to 50 kg of cow manure is

3 hours 1 minute, and 25 kg of cow manure is 2 hours 1 minute. The result of research made

the form of posters and have been validated by an expert team of contents is 70%, design

experts 100% and media experts 82,85%. The test result on the students of biology education

as many as 29 peoples earned average 79,89%. Total percentage obtained showed poster fit

use as a medium of learning.

(2)

Pendahuluan

Krisis energi menjadi permasalahan penting di Indonesia bahkan di dunia. Pertumbuhan penduduk yang cepat dan maraknya industri menyebabkan peningkatan kebutuhan energi yang berakibat pada persediaan energi menjadi berkurang. Hal ini dibuktikan dengan listrik yang selalu padam, minyak tanah yang mengalami kelangkaan diberbagai tempat seperti pasar, gas yang semakin berkurang dan susah didapatkan. Tingginya permintaan energi ini menyebabkan harga minyak naik dan berdampak pada biaya produksi barang dan jasa meningkat serta beban hidup masyarakat menjadi semakin sulit, yang pada akhirnya memperlemah pertumbuhan ekonomi.

Berbagai upaya untuk mengatasi krisis energi telah dikembangkan antara lain memberdayakan energi alternatif Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan biogas. Biogas dapat dikategorikan sebagai bioenergi, karena energi yang dihasilkan berasal dari biomassa. Biomassa adalah materi organik berusia relatif muda yang berasal dari mahkluk hidup dan limbah industri budidaya (peternakan, pertanian, kehutanan dan perikanan). Menurut Teguh dan Asori (2009), bahwa biogas adalah campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenikyang terjadi pada material-material yang dapat terurai secara alami dalam kondisi anaerobik.

Cara memperoleh biogas yakni menggunakan bantuan alat sederhana yang disebut biodigester. Alat ini berperan dalam memisahkan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi. Limbah dari campuran kotoran sapi dan air disimpan dalam tempat tertutup (anaerob) pada bagian dalam biodigester dilanjutkan dengan proses fermentasi. Kotoran ini akan diubah menjadi gas oleh bakteri metanogenik yang selanjutnya akan menghasilkan gas dengan kandungan gas metana yang cukup tinggi. Gas yang dihasilkan kemudian dapat digunakan sebagai bahan bakar penerangan (Bayuseno, 2009).

Kotoran sapi memiliki kandungan selulosa yang tinggi dan mudah diuraikan oleh bakteri. Selain itu, kotoran ini mudah didapatkan karena menjadi limbah yang tidak termanfaatkan. Menurut Widodo (2006), kotoran sapi mengandung nitrogen, fosfor dan kalium yang merupakan kandungan nutrien utama untuk bahan pengisi biogas karena jenis dari kotoran

sangat mempengaruhi biogas yang dihasilkan. Dengan demikian kotoran merupakan salah satu pilihan yang tepat sebagai bahan baku pembuatan biogas, karena di dalam kotoran telah mengandung bakteri metanogenik yang dapat menghasilkan gas metan. Menurut Omed, dkk (2000), bahwa gas metan yang dihasilkan dari kotoran bersumber dari dua sumber gas emisi yaitu pencernaan dan feses. Bahan pakan yang diberikan selain mempengaruhi produksi gas metan dari pencernaan juga akan mempengaruhi kualitas kotoran yang nantinya akan mempengaruhi produksi gas metan.

Desa Oloboju, Kec Biromaru, Kab. Sigi merupakan salah satu wilayah di Sulawesi Tengah yang memiliki usaha peternakan yang dikelola oleh masyarakat desa itu sendiri. Masyarakat setempat mengembangkan peternakan sapi namun belum optimal pemanfaatanya terutama dalam hal mengelola kotoran sapi sebagai limbah ternak. Biasanya kotoran sapi hanya digunakan sebagai pupuk kandang bahkan hanya ditimbun sebagai limbah kotoran atau sampah yang tidak berguna, sehingga dapat menimbulkan bau tak sedap yang menjadi masalah bagi lingkungan. Namun adanya kemajuan dalam bidang teknologi, maka salah seorang masyarakat di desa ini, menggunakan limbah dari kotoran sapi tersebut sebagai biogas. Selain dimanfaatkan sebagai biogas ternyata kotoran sapi ini juga dijadikan sebagai pupuk dalam bentuk padat dan cair.Berdasarkan hal tersebut, maka menarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh jumlah kotoran sapi terhadap kualitas PLT biogas 60 watt melalui lama penerangan yang dilaksanakan di Desa Oloboju .

(3)

belajar mengajar dan dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan sumber daya energi listrik.

Metode Penelitian Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Penelitian jenis eksperimen adalah penelitian yang digunakan untuk pengujian hipotesa dalam bentuk hubungan sebab akibat diantara variabel yang diteliti.

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang dipakai adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) digunakan untuk percobaan yang mempunyai media atau tempat percobaan yang seragam atau homogen, sehingga RAL banyak digunakan untuk percobaan laboratorium, rumah kaca dan peternakan. Dalam penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan dan 3 kali ulangan menggunakan simbol rancangan (P.0, P.1, P.2, P.3, P.4), sehingga terdapat 15 satuan percobaan.

Prosedur Kerja

1) Mencampurkan bahan berupa kotoran sapi dan air sesuai perlakuan.

2) Melakukan langkah untuk perlakuan 0 (kontrol 20 liter air), perlakuan 1 (kotoran sapi 25 kg + 20 liter air), perlakuan 2 (kotoran sapi 50 kg + 20 liter air), perlakuan 3 (kotoran sapi 75 kg + 20 liter air), perlakuan 4 (kotoran sapi 100 kg + 20 liter air) setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

3) Memasukan adonan ke dalam bak penampungan sementara. Mengaduk

dan memutar-mutar

adonanmenggunakan kayu sampai terasa berat (kental).

4) Mengalirkan adonan ke dalam digester, melalui lubang pengisian (intlet). 5) Kurang lebih satu minggu biogas di

dalam digester sudah terbentuk.

6) Gas yang sudah terbentuk dikeluarkan melalui lubang pengeluaran (outlet) yang berbentuk kran menggunakan pipa T sehingga mudah untuk dibuka dan ditutup.

7) Proses terakhir mengalirkan gas langsung kepenerangan dengan bantuan pipa transisi secara kontinyu (terus menerus), kabel listrik dan generator. 8) Melakukan uji coba (mengetes) pada

lampu penerangan 60 watt.

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis varian (ANAVA) (Gomez dan Gomez, 1995).

Hasil Penelitian

Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah organik melalui proses fermentasi secara anaerob. Gas dari hasil fermentasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi. Biogas dapat menghasilkan energi karena mengandung gas metan (CH4). Gas yang dihasilkan dapat

langsung digunakan untuk penerangan.

Pada perlakuan 0 sebagai kontrol menggunakan 20 liter air tanpa penambahan kotoran sapi tidak menghasilkan penerangan pada setiap ulangan.Hal ini disebabkan karena air tidak mengandung gas dan tidak adanya bakteri pengurai sehingga proses fermentasi tidak terjadi didalam digester.

Pada perlakuan 1 dengan jumlah kotoran sapi 25 kg diperoleh lama penerangan yang berbeda-beda untuk tiga kali ulangan. Ulangan I diperoleh penerangan adalah 2 jam, pada saat pengamatan berlangsung 1 jam 58 menit keadaan lampu masih menyala terang setelah kurang 2 menit lampu mulai redup dan langsung mati sedangkan pada ulangan II dan III diperoleh hasil penerangan dengan jumlah yang sama adalah 2 jam 10 menit, pada saat pengamatan berlangsung keduanya memiliki waktu penerangan 2 jam 6 menit lampu masih menyala terang setelah kurang dari 4 menit keadaan lampu mulai redup dan langsung mati.

Pada perlakuan 2 dengan jumlah kotoran sapi 50 kg diperoleh lama penerangan yang berbeda-beda untuk tiga kali ulangan. Untuk ulangan I dan II dengan diperoleh hasil penerangan adalah 3 jam, pada saat pengamatan berlangsung 2 jam 57 menit keadaan lampu masih menyala terang setelah kurang dari 3 menit lampu mulai redup dan langsung mati, untuk ulangan III diperoleh hasil penerangan yang sama adalah 3 jam 20 menit, pada saat pengamatan berlangsung 3 jam 17 menit lampu menyala terang setelah 3 menit keadaan lampu mulai redup dan langsung mati.

(4)

mati, untuk ulangan II dan III diperoleh hasil penerangan 4 jam 10 menit, pada saat pengamatan berlangsung 4 jam 8 menit lampu masih menyala terang setelah kurang 2 menit lampu mulai redup dan mati.

Pada perlakuan 4 dengan jumlah kotoran sapi 100 kg diperoleh lama penerangan yang berbeda-beda untuk tiga kali ulangan. pada ulangan I diperoleh hasil penerangan 4 jam 50 menit, pada saat pengamatan berlangsung 4 jam 48 menit keadaan lampu masih menyala terang setelah kurang 2 menit lampu mulai redup dan langsung mati, untuk ulangan II diperoleh hasil penerangan 5 jam 10 menit, pada saat pengamatan 5 jam 8 menit keadaan lampu masih terang setelah kurang dari 2 menit lampu redup dan langsung mati, untuk ulangan III diperoleh hasil penerangan 5 jam 10 menit, pada saat pengamatan berlangsung 5 jam 7 menit keadaan lampu masih menyala terang setelah kurang 3 menit lampu mulai redup dan mati. Secara keseluruhan, rata-rata lama penerangan yang dihasilkan oleh energi biogas melalui jumlah kotoran sapi yang berbeda ditunjukan Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Rata-rata Lama Penerangan Pada Lampu 60 Watt

Rata-rata penerangan pada lampu 60 watt sebagai akibat energi biogas adalah berbeda-beda pada 5 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Setiap perlakuan memperoleh hasil berupa rata-rata lama penerangan yaitu untuk 100 kg kotoran sapi diperoleh rata-rata 4 jam 9 menit, 75 kg kotoran sapi diperoleh rata-rata 4 jam, 50 kg kotoran sapi diperoleh rata-rata 3 jam dan 25 kg kotoran sapi diperoleh rata-rata 2 jam dan sebagai perbandingan yaitu kontrol tidak menghasilkan penerangan. Lama penerangan mengikuti banyaknya jumlah kotoran sapi yang diberikan meskipun jumlah kotoran sapi 75 kg dan 100 kg tidak terjadi perbedaan yang mencolok terhadap lama penerangan lampu 60 watt.

Uji statistika terhadap kualitas PLT biogas 60 watt melalui lama penerangan dilakukan melalui analisis sidik ragam. Hasil analisis sidik

ragam memperoleh hasil sebagaimana ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1 Sidik Ragam Terhadap Kualitas PLT Biogas 60 Watt Melalui Lama Penerangan.

Sumber

Galat 11 1,65 0,15 Total 14 15,76

917

Hasil analisis sidik ragam terhadap kotoran sapi yang digunakan sebagai sumber biogas untuk penerangan lampu 60 watt, pada Tabel 2 menunjukan bahwa nilai F hitung ≥ F tabel (α = 0,05) dengan dB galat 11 maka diperoleh hasil F hitung 31,3759 lebih besar dari F tabel 5% yaitu 3,59. Hasil analisis statistik dimaknai bahwa, menerima H1 yaitu terdapat pengaruh nyata dari perlakuan menggunakan kotoran sapi dengan jumlah bervariasi terhadap kualitas PLT biogas melalui lama penerangan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh yaitu terdapat perbedaan nyata antara perlakuan 100 kg kotoran sapi, 75 kg kotoran sapi, 50 kg kotoran sapi dan 25 kg kotoran sapi pada setiap ulangan. Untuk memperoleh waktu yang terbaik dari setiap perlakuan terhadap lama penerangan maka analisis dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). Sebagaimana ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil Uji BNT Terhadap Pengaruh Jumlah Kotoran Sapi Terhadap PLT Biogas 60 Watt Melalui Lama peneragan.

Bera

(5)

rol 9* 1* 1* 1* Ket * = berbeda nyata pada taraf 5%

Hasil uji beda nyata terkecil yang diperoleh menunjukan bahwa selisih rata-rata antara semua perlakuan memiliki nilai yang lebih besar dari taraf BNT 5%. Namun hasil yang terbaik diperoleh dari jumlah kotoran sapi yang bervariasi untuk penerangan lama waktu 4 jam 9 menit yang dihasilkan oleh 100 kg kotoran sapi. Hal ini disebabkan nilai yang diperoleh dari selisih antara beda rata-rata dan nilai BNT 5% adalah lebih besar ditandai oleh bintang yang berarti pengaruh tersebut nyata atau signifikan

Pembahasan

1) Biogas Sebagai Energi Alternatif Untuk Penerangan

Desa Oloboju merupakan salah satu wilayah yang berada di Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Mayoritas penduduk desa tersebut memiliki pencaharian sebagai petani dan peternak. Pada tahun 2015 Desa Oloboju mendapatkan bantuan 1 unit instalasi biogas berskala rumah tangga dari balai pengkajian teknologi pertanian (BPTP) Provinsi Sulawesi Tengah diberikan kepada salah seorang masyarakat yang memiliki potensi sebagai peternak sapi dan kotoran ternak sapinya diusahakan sebagai bahan utama dalam pembuatan biogas. Pemilihan masyarakat didasarkan pada kepemilikan ternak, kepemilikan lahan dan kemauan masyarakat untuk memanfaatkan potensi limbah ternak menjadi biogas sebagai sumber energi.

Proses pencampuran kotoran sapi dan air dapat memberikan hasil akhir berupa biogas yang dapat langsung diaplikasikan sebagai energi listrik. Selain itu, usaha mempertahankan suhu 33oc dan pH 7 pada bahan atau substrat

sangat membantumempercepatproses fermentasi sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan biogas hanya berkisar antara satu hari satu malam didalam digester. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyuni (2011) bahwa pH harus dijaga pada kondisi optimum yaitu antara 6,5–7, pH tidak boleh di bawah 6,2. Hal ini disebabkan apabila pH turun akanmenyebabkan pengubahan substrat menjadi biogas terhambat sehinggamengakibatkan penurunan kuantitas biogas. Selain itu, suhu yang baik untuk proses pembentukan biogas dengan bahan baku adalah kotoran sapi berkisar antara 20-40oc dan suhu

optimum antara 28-30oc.

Hasil analisa dataterhadap kualitas PLT biogasmelalui lama penggunaaan biogas yang langsung digunakan untukpenerangan pada lampu daya 60 watt menunjukan hasil penerangan yang diperoleh berbeda-beda, dari hasil tertinggi diperoleh rata-rata 4 jam 9 menit dengan jumlah kotoran sapi 100 kg dan yang terendah diperoleh rata-rata 2 jam 1 menit dengan jumlah kotoran sapi 25 kg. Namun pada setiap ulangan dari masing-masing perlakuan memiliki perbedaan lama waktu. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya proses pengadukan yang kurang bagus dan tidak sempurna. Hal ini disebabkan saat pembuatan adonan tidak dilakukan serentak karena alat yang digunakan hanya satu buah, dan setiap perlakuan menghasilkan hasil yang tidak seragam. Selain itu alat (biodigester) yang digunakan sebagai media atau tempat proses fermentasi ada keretakan diduga menjadi penyebab masuknya mikroba pengganggu, dan udara turut masuk sehingga kualitas gas yang diperoleh akan menurun , kosentrasi pH dan suhu secara keseluruhan akan berubah. Hal lain yang turut mempengaruhi perbedaan hasil yang diperoleh adalah lama pengadukan tidak ada batas waktu keadaan tersebut turut mempengaruhi kekuatan atau energi peneliti untuk mengaduk sulit distabilkan dalam waktu yang lama, waktu pengamatan yang tak terbatas yaitu dimulai pagi hari sampai lampu padam. Hal ini menyebabkan pengamatan menjadi kurang cermat karena kestabilan kondisi peneliti sulit dipertahankan dalam waktu lama.

Pada perlakuan kontrol menggunakan 20 liter air tanpa penambahan kotoran sapi tidak menghasilkan penerangan, hal ini disebabkan karena air tidak mengandung gas dan tidak adanya bakteri pengurai sehingga proses fermentasi tidak terjadi didalam digester. Karena syarat untuk menghasilkan biogas adalah bahan baku yang digunakan harus banyak mengandung selulosa, komponen dan komposisi biogas sehingga akan lebih mudah dicerna oleh bakteri anaerob.

(6)

mempunyai kekuatan energi setara dengan PLTN.

Penemuan pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Waskito (2011), tentang analisis pembangkit listrik tenaga biogas dengan pemanfaatan kotoran sapi dikawasan usaha peternakan sapi, diperoleh hasilbahwamelalui proses digestifikasi anaerobik, kotoran ternak sapi dikawasan usaha peternakan dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku produksi biogas, selanjutkan biogas tersebut dimanfaatkan sebagai energi primer untuk menjadi tenaga listrik. Selain itu penelitian Saputri (2014), tentang pemanfaatan kotoran sapi untuk bahan bakar PLT biogas 80 KW di Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang, diperoleh hasil bahwapemanfaatan biogas dengan menggunakan kotoran sapi sangat potensial, yang dibuktikan oleh satu ekor sapi mencapai 10-25 kg kotoran, mengasilkan energi sebesar 4,7 kWh, digunakan sebagai penerangan 60–100 watt selama 6 jam.

Penemuan pada penelitian ini diperkuat dengan hasil analisis statistika melalui analisis sidik ragam terhadap kotoran sapi yang digunakan sebagai sumber biogas untuk penerangan lampu 60 watt. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa nilai F hitung ≥ F tabel (α = 0,05) dengan dB galat 11 maka diperoleh hasil F hitung 31,3759 lebih besar dari F tabel 5% yaitu 3,59. Hal ini sesuai dengan hasil analisis maka dapat disimpulkan bahwa menerima H1 yaitu terdapat pengaruh nyata dari perlakuan menggunakan kotoran sapi dengan jumlah bervarias terhadap kualitas PLT biogas melalui lama penerangan.

Diperoleh persentase rata-rata penerangan adalah jumlah kotoran sapi 100 kg dengan lama penerangan 4 jam 9 menit, jumlah kotoran sapi 75 kg lama penerangan adalah 4 jam 1 menit, jumlah kotoran sapi 50 lama penerangan adalah 3 jam 1 menit dan jumlah kotoran sapi 25 adalah lama penerangan 2 jam 1 menit. Hasil uji beda nyata terkecil yang diperoleh sebagaimana tertera pada tabel 4.3 bahwa selisih rata-rata antara semua perlakuan memiliki nilai yang lebih besar dari taraf BNT 5%. Namun demikian hasil yang terbaik diantara jumlah kotoran sapi yang bervariasi untuk penerangan 60 watt yaitu menggunakan lama waktu 4 jam 9 menit yang dihasilkan oleh 100 kg kotoran sapi. Hal ini didukung oleh hasil uji BNT yaitu dari selisih antara beda rata-rata dan nilai BNT 5% adalah lebih besar dan

ditandai oleh bintang yang berarti pengaruh tersebut nyata atau signifikan.

2) Implementasi Hasil Penelitian Kedalam Bentuk Media Belajar

Media belajar tercetak berupa poster memuat informasi mengenai pengaruh jumlah kotoran sapi terhadap kualitas PLT biogas 60 watt melalui lama penerangan. Pembuatan poster tersebut melalui serangkaian tahapan yaitu proses perancangan, pembuatan dan validasi. Setelah media belajar berupa poster selesai dibuat dilanjutkan dengan validasi oleh tim ahli, yaitu ahli isi, ahli desain dan ahli media untuk mengetahui kelemahan–kelemahan dari poster tersebut dan selanjutnya diperbaiki. Penilaian yang diperoleh dari tim ahli isi dengan persentase rata-rata adalah 78% dengan komentar layak digunakan sebagai media pembelajaran, ahli desain dengan persentase rata-rata adalah 100% dengan komentar sudah bagus setelah dikoreksi dan ahli media dengan persentase rata-rata adalah 82,85% dengan komentar gambar rancangan penelitian dihilangkan. Komentar yang diberikan oleh ahli media sudah diperbaiki yaitu gambar rancangan penelitian sudah dihilangkan sehingga poster sudah tampak lebih bagus dan menarik. Desain media pembelajaran yang telah diperbaiki kemudian diujicobakan kepada mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi sebanyak 29 orang. Berdasarkan hasil penilaian poster yang dilakukan oleh mahasiswa yang menyatakan bahwa media belajar berupa poster tersebut layak digunakan sebagai media belajar dan dapat menunjang proses pembelajaran dengan persentase rata-rata 76,89%.

Secara keseluruhan media pembelajaran yang dibuat berupa poster telah layak digunakan sebagai media pemebelajaran. Layak artinya bahwa poster tersebut sudah baik tampilannya yaitu dapat dibaca dengan jelas, warna sudah menarik, maknanya mudah dipahami, muatannya jelas dan bersifat ilmiah.

(7)

sesuai dengan kemampuannya, (2) memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pengajaran dengan cara perencanaan secara lebih sistematik dan pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi penelitian berdasarkan fakta yang ada di lingkungan, (3) lebih memantapkan pengajaran dengan cara meningkatkan kemampuan dengan fasilitas berbagai media komunikasi, penyajian informasi dan data lebih konkrit dan mengurangi sifat verbalistik dan abstrak dengan kenyataan yang nyata.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa :

1) Terdapat pengaruh penggunaan jumlah kotoran sapi terhadap kualitas PLT biogas 60 watt melalui lama penerangan.

2) Waktu yang diperoleh untuk 100 kg kotoran sapi adalah 4 jam 9 menit, 75 kg kotoran sapi adalah 4 jam 1 menit, 50 kg kotoran sapi adalah 3 jam 1 menit dan 25 kg kotoran sapi adalah 2 jam 1 menit. 3) Hasil penelitian dalam bentuk poster

layak digunakan sebagai media pembelajaran.

Perlu dilakukan penelitian selanjutnya tentang pengaruh penambahan air dengan jumlah yang berbeda terhadap lama penerangan.

Daftar Pustaka

Bayuseno, A., P. (2009). Penerapan Dan Pengujian Model Teknologi AnaerobDigester Untuk Pengolahan Sampah Buah-Buahan Dari Pasar Tradisional. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang.

Gomes, K. A dan Gomes, A. A (1995). Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Jakarta: Universitas Indonesia.

Omed, H., D. K Lovett, & R. F. E. Axford. (2000). Faeces a Source of Microbial Enzymes For Estimating Digestibility Makalah. School of Agricultural And Forest Sciences, University of Wales: Gwynedd LL57 2 UW,UK Bangor.

Saputri. Y, S. (2014). Pemanfaatan Kotoran Sapi untuk Bahan Bakar PLT Biogas 80 KW di Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang.Jurnal Teknik Pomits 1 (1) : 1-6.

Suhardi. (2012). Pengembangan Sumber Belajar Biologi. Yogyakarta: UNY Press.

Teguh, WW. & Asori, A. (2009). “Balai Besar Pengembangan Makanisasi Pertanian”. Serpong: Departemen Pertanian.

Waskito. D. (2011). Analisis Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Dengan Pemanfaatan Kotoran Sapi Di Kawasan Peternakan Sapi. Tesis. Program Magiter Teknik Manajemen Energi Dan Ketenagalistrikan Salem. Jakarta: Universitas Indonesia.

Gambar

Tabel 2 Hasil Uji BNT Terhadap PengaruhJumlah Kotoran Sapi Terhadap PLT Biogas 60Watt Melalui Lama peneragan.

Referensi

Dokumen terkait

Sinta Hardiyanthi. Penerapan Studi Kasus Konseling Behavioristik Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Belajar Siswa Kelas V MIN Kaliwungu Kudus. Bimbingan dan Konseling

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penelitian ini telah mencapai tujuannya yaitu concurrency control dapat mengatur operasi-operasi di dalam semua transaksi yang

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah aplikasi android yang dapat menampilkan objek Benteng Marlborough bebasis 3D menggunakan Augmented Reality

Pengukuran Volume Data pada Sistem Informasi Sekolah (Muhammad Ramadhani Kurniawan) | 244 Hasil perhitungan transaksi dan ukuran diperoleh dari pertumbuhan data seperti pada

Dari uraian materi diatas dapat disimpulkan bahwa. Jenis penelitian relatif sangat beragam dan tergantung dari aspek mana penelitian tersebut

Pengujian oleh peneliti, menunjukan H 2 yang menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh parsial terhadap penerimaan pajak diterima.Hasil ini mendukung penelitian

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan karunia yang diberikan-Nya serta Sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW

Pertamanya, kajian literatur dilaksanakan bagi mendapatkan maklumat-maklumat penting yang berkaitan dengan senario yang berlaku dalam BPHTPBT dan perkhidmatan yang