• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Eksperimental Terhadap Performansi Mesin Diesel Menggunakan Campuran Pertamina - DEX Dengan Biodiesel Biji Karet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Eksperimental Terhadap Performansi Mesin Diesel Menggunakan Campuran Pertamina - DEX Dengan Biodiesel Biji Karet"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bio Diesel

Masalah energi telah menjadi masalah semua negara. Hampir semua negara terus berupaya meningkatkan produksi biodiesel diantaranya dengan menetapkan beberapa kebijakan sehingga target-target produksi biodiesel dapat dicapai. Target penggunaan biofuel dari berbagai negara disajikan pada Tabel 2.1

(2)

Biodiesel merupakan salah satu energi terbarukan jenis Bahan Bakar Nabati (BBN) yang dapat menggantikan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Minyak Solar tanpa memerlukan modifikasi pada mesin dan menghasilkan emisi yang lebih bersih. Seiring dengan semakin meningkatnya konsumsi Bahan Bakar Minyak jenis minyak Solar dalam negeri dengan laju rata-rata mencapai 5% per tahun, dengan produksi dalam negeri yang hanya 75% dari total kebutuhan dan cadangannya yang semakin menipis, maka penggunaan Biodiesel produksi dalam negeri yang potensinya melimpah di Indonesia sebagai bahan bakar pengganti minyak solar, merupakan salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi defisit anggaran dan ketergantungan pada bahan bakar minyak. Peningkatan penggunaan Biodiesel produksi dalam negeri sebagai bahan bakar untuk sektor transportasi, industri dan pembangkit listrik, dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional (pro-growth), penciptaan lapangan kerja (projob), pemerataan pembangunan dengan orientasi pengentasan kemiskinan (propoor), dan kepedulian terhadap lingkungan (pro-environment).

(3)

Disamping sifatnya yang menyerupai solar, biodiesel memiliki kelebihan antara lain :

1. Bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (bebas sulfur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu global, asap buangan biodiesel tidak hitam, asap gas buang berkurang 75% dibanding solar biasa, cetane number lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak solar. 2. Biodegradable (dapat terurai), lebih dari 90% biodiesel dapat terurai dalam

21 hari.

3. Renewable Energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbarui. 4. Mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik dibanding solar sehingga

mesin dapat bertahan lebih lama.

5. Titik bakar lebih tinggi dibandingkan solar sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan penanganan.

6. Biodiesel dapat dicampur dengan solar dengan berbagai perbandingan. 7. Secara relatif, bau dari gas buang biodiesel lebih baik dibanding solar. 8. Motor diesel tidak membutuhkan modifikasi khusus untuk menggunakan

biodiesel.

(4)

10.Biodiesel mengandung sulfur yang lebih rendah dibanding solar sehingga tidak terlalu banyak mengeluarkan zat toksik.

11.Keuntungan komparatif dalam penggunaan biodiesel dapat menyeimbangkan antara pertanian, pengembangan ekonomi, dan lingkungan.

(5)
(6)

2.2 Biji karet

Gambar 2.1 Biji Karet

(7)

Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jumlah biji berkisar tiga dan enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang.

Lebih lengkapnya, struktur botani tanaman karet ialah tersusun sebagai berikut (APP, 2008):

 Divisi : Spermatophyta  Subdivisi : Angiospermae  Kelas : Dicotyledonae

 Ordo : Euphorbiales

 Famili : Euphorbiaceae

 Genus : Hevea

(8)

2.3 proses Pembuatan Biodiesel Biji karet

Gambar 2.2 Alur Pembuatan Biodisel Biji Karet

2.31 Ekstraksi

(9)

diperlukannya proses pemisahan yang membutuhkan energi untuk memisahkan minyak dari pelarutnya.

2.3.2 Degumming

(10)

2.3.3 Esterifikasi

Ester merupakan salah satu gugus dari fungsi dari senyawa karbon. Ester adalah senyawa dengan gugus fungsi – COO – dengan struktur R – COO – R, dimana R merupakan suatu rantai karbon atau atom H, sedangkan R merupakan rantai karbon. Ester mempunyai rumus umum CnH2nO2. Pemberian nama ester terdiri dari dua kata yaitu gugus alkil (berasal dari alkoksi) diikuti dengan nama asam karboksilatnya dengan menghilangkan kata asam. Gugus atom yang terikat pada atom O (Gugus R) diberi nama alkil dan gugus R – COO – H diberi nama alkanoat.

Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas (FFA) menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan asam lemak dengan alcohol. Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan, jadi memerlukan katalis untuk mempercepat tercapainya keadaan setimbang. Katalis-katalis yang cocok adalah zat yang berkarakter asam kuat, dan karena ini asam sulfat, asam sulfonat organic atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis terpilih dalam praktek industrial.

2.3.4 Transesterifikasi

(11)

Transesterifikasi adalah pertukaran alcohol dengan suatu ester untuk membentuk ester yang baru. Reaksi ini bersifat reversible dan berjalan lambat tanpa adanya katalis. Penggunaan alcohol atau mengambil alih salah satu produk adalah langkah untuk mendorong reaksi kearah kanan atau produk.

Tahapan proses transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh air dan asam lemak bebas

Minyak nabati yang akan di transesterifikasi hasrus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5%. Selain itu, semua bahan yang akan digunakanharus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.

2. Perbandingan pengaruh molar alkohol dengan bahan mentah

(12)

didapat akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah satu jam konversi yang dihasilkan adalah 98 – 99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74 – 89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena menghasilkan

konversi yang maksimum.

3. Pengaruh jenis alkohol

Pada rasio 6:1, methanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.

4. Pengaruh jenis katalis

Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling popular untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalahion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0.5 – 1.5% berat minyak nabati.

5. Metanolisis Crude dan Refined minyak nabati

(13)

2.4 Mesin diesel

Mesin diesel juga disebut “Motor Penyalaan Kompresi” oleh karena

penyalaannya dilakukan dengan menyemprotkan bahan bakar ke dalam udara yang telah bertekanan dan bertemperatur ringgi sebagai akibat dari proses kompresi di dalam ruang bakar. Agar bahan bakar diesel dapat terbakar dengan sendirinya, maka perbandingan kompresi mesin diesel harus berkisar antara 15 – 22, sedangkan tekanan kompresinya mencapai 20 – 40 bar dengan suhu 500 – 700 0C. Aplikasi dari motor diesel banyak pada industri-industri sebagai motor stasioner ataupun untuk kendaraan-kendaraan dan kapal laut dengan ukuran yang besar. Hal ini dikarenakan motor diesel mengkonsumsi bahan bakar ± 25% lebih rendah dari motor bensin, lebih murah dan perawatannya lebih sederhana.

Mesin diesel menghasilkan tekanan kerja yang tinggi, itu sebabnya konstruksi motor diesel lebih kokoh dan lebih besar. Disamping itu, mesin diesel menghasilkan bunyi yang lebih keras, warna dan bau gas yang kurang menyenangkan. Namun dipandang dari segi ekonomi, bahan bakar serta polusi udara, motor diesel masih lebih disukai.

(14)

Gambar 2.3 Diagram P-V dan T-S Pada Siklus Diesel (Cengel dan Michael, 2004)

2.4.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel

Prinsip kerja mesin diesel 4 tak sebenarnya sama dengan prinsip kerja mesin otto, yang membedakan adalah cara memasukkan bahan bakarnya. Pada mesin diesel bahan bakar di semprotkan langsung ke ruang bakar dengan menggunakan injector. Dibawah ini adalah langkah dalam proses mesin diesel 4 langkah :

 Langkah Isap

(15)

dari tekanan atmosfer ,sehingga udara murni langsung masuk ke ruang silinder melalui filter udara.

 Langkah kompresi

Pada langkah ini piston bergerak dari TMB menuju TMA dan kedua katup tertutup. Karena udara yang berada di dalam silinder didesak terus oleh piston,menyebabkan terjadi kenaikan tekanan dan temperatur,sehingga udara di dalam silinder menjadi sangat panas. Beberapa derajat sebelum piston mencapai TMA, bahan bakar di semprotkan ke ruang bakar oleh injector yang berbentuk kabut.

 Langkah Usaha

Pada langkah ini kedua katup masih tertutup, akibat semprotan bahan bakar di ruang bakar akan menyebabkan terjadi ledakan pembakaran yang akan meningkatkan suhu dan tekanan di ruang bakar. Tekanan yang besar tersebut akan mendorong piston ke bawah yang menyebkan terjadi gaya aksial. Gaya aksial ini dirubah dan diteruskan oleh poros engkol menjadi gaya radial (putar).

 Langkah Buang

(16)

terbuka sehingga udara sisa pembakaran akan di dorong keluar dari ruang silinder menuju exhaust manifold dan langsung menuju knalpot

2.4.2 Performansi Mesin Diesel

1. Nilai Kalor Bahan Bakar.

Nilai pembakaran merupakan jumlah energi kimia yang terdapat dalam satu massa atau volume bahan bakar. Ada dua macam nilai pembakaran, yaitu nilai pembakaran tinggi (High Heating Value) atau bruto dan nilai pembakaran rendah (Low Heating Value) (Laboratorium Motor Bakar, Tanpa Tahun). Nilai kalor bahan bakar pada masing-masing spesimen didapat melalui percobaan bom kalorimeter. Analisa percobaan dilakukan dengan menggunakan rumus :

HHV = (T2-T1-Tkp) x Cv (KJ/Kg)

Nilai pembakaran rendah atau LHV didapat menggunakan rumus :

LHV = HHV – 3240 (KJ/Kg)

(17)

karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).

2. Torsi

Torsi merupakan sebuah ukuran dari kemampuan mesin untuk melakukan kerja. Torsi mesin biasanya diukur dengan menggunakan Dynamometer. Mesin direkatkan pada meja uji dan poros dihubungkan dengan rotor pada dynamometer.

(18)

Rotor dikopel secara elektromagnetik, hidrolik, maupun dengan gesekan mekanis terhadap stator, yang di topang dengan bantalan gesekan rendah. Stator diseimbangkan dengan rotor secara stasioner. Torsi yang terjadi pada stator ketika rotor berputar diukur dengan menyeimbangkan stator dengan beban statis, pegas, dan sebagainya (Pulkrabek, 1997). Berdasarkan gambar diatas, jika torsi disimbolkan dengan T, maka :

T = F.b

3. Daya

(19)

Dengan demikian besar daya poros itu adalah :

Pb

4. Ai r/Fuel Ratio (AFR)

(20)

5. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)

Pada pengujian performansi mesin, konsumsi bahan bakar diukur sebagai laju aliran massa bahan bakar. Parameter yang lebih berguna adalah konsumsi bahan bakar spesifik atau biasa disebut SFC (Specific Fuel Consumption). SFC merupakan laju aliran massa per daya keluaran. Konsumsi bahan bakar spesifik mengukur seberapa efisien mesin menggunakan bahan bakar untuk menghasilkan daya. Untuk mesin berpenyalaan kompresi, nilai terbaik SFC didapat dibawah 200 g/kWh atau 0,2 Kg/kWh.

6. Efisiensi Volumetris

(21)

7. Efisiensi Termal

Efisiensi thermal efektif merupakan daya poros dibagi oleh hasil kali jumlah bahan bakar terpakai per satuan waktu dan nilai kalor bawah bahan bakar tersebut (Arismunandar dan Koichi, 1979). Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini disebut juga sebagai efisiensi termal brake.

8. Heat Loss Exhaust

(22)

9. Emisi Gas Buang

Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari kendaraan bermotor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut :

Sumber

Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi.

Komposisi Kimia

Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya.

Bahan Penyusun

(23)

1) Partikulat

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan.

(24)

2) Unburned Hidrocarbon (UHC)

Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan.

Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar.

3) Carbon Monoksida (CO)

(25)

berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen.

Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.

4) Oksigen (O2)

Gambar

Table 2.1 Target Penggunaan Biofuel Dari Berbagai Negara (International
Table 2.2 Daftar spesifikasi Mutu Biodisel Dalam Berbagai Standar
Gambar 2.1 Biji Karet
Gambar 2.2 Alur Pembuatan Biodisel Biji Karet
+3

Referensi

Dokumen terkait

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran