• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Kajian Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Bahan Bakar Premium dengan Bahan Bakar LPG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Kajian Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Bahan Bakar Premium dengan Bahan Bakar LPG"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Jika meninjau jenis-jenis mesin, pada umumnya adalah suatu pesawat yang dapat merubah bentuk energi tertentu menjadi kerja mekanik. Misalnya, mesin listrik merupakan sebuah mesin yang kerja mekaniknya diperoleh dari sumber listrik, sedangkan mesin LPG atau mesin bensin adalah mesin yang kerja mekaniknya diperoleh dari sumber pembakaran LPG atau bensin.

Selain daripada itu, ada cara lain peninjauan mesin misalnya mesin bensin yang dikategorikan sebagai mesin kalor. Yang dimaksud dengan mesin kalor disini adalah mesin yang menggunakan sumber energi termal untuk menghasilkan kerja mekanik, atau mesin yang dapat merubah energi termal menjadi kerja mekanik.

Selanjutnya, jika ditinjau dari cara memperoleh sumber energi termal, jenis mesin kalor dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Mesin pembakaran luar (external combustion mesin). Mesin pembakaran luar adalah mesin dimana proses pembakaran terjadi diluar mesin, energi termal dari hasil pembakaran dipindahkan kefluida kerja mesin melalui beberapa dinding pemisah. Contohnya adalah mesin uap.

2. Mesin pembakaran dalam (internal combustion mesin). Mesin pembakaran dalam adalah mesin dimana proses pembakaran berlangsung di dalam mesin itu sendiri, sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida kerja. Mesin pembakaran dalam ini umumnya dikenal dengan sebutan motor bakar. Contoh dari mesin kalor pembakaran dalam ini adalah motor bakar torak dan turbin gas.

Jenis motor bakar torak itu sendiri berdasarkan proses penyalaan bahan bakarnya terdiri dari dua bagian utama, yaitu :

(2)

percikan bunga api listrik dari antara ke dua elektroda busi. Oleh sebab itu,motor bensin dikenal juga dengan sebutan Spark Ignition Mesin (SIE). 2. Motor “Diesel”. Di dalam motor diesel, penyalaan bahan bakar terjadi dengan

sendirinya karena bahan bakar disemprotkan ke dalam silinder yang berisi udara yang bertekanan dan bersuhu tinggi. Motor diesel ini disebut juga dengan sebutan Compression Ignition Mesin (CIE),sistem penyalaan inilah yang menjadi perbedaan pokok antara motor bensin dengan motor diesel.

Sedangkan berdasarkan siklus langkah kerjanya, motor bakar dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Motor dua langkah. Pengertian dari motor dua langkah adalah motor yang pada dua langkah piston (satu putaran engkol) sempurna akan menghasilkan satu tenaga kerja (satu langkah kerja).

2. Motor empat langkah. Pengertian dari motor empat langkah adalah motor yang pada setiap empat langkah piston (dua putaran sudut engkol) sempurna menghasilkan satu tenaga kerja (satu langkah kerja).

2.2 Motor Bensin

Motor bensin atau mesin Otto dari

pembakaran, dirancang untuk menggunakan bahan bakar bensin. Motor bensin dilengkapi dengan busi dan karburator. Busi berfungsi sebagai penghasil loncatan api yang akan menyalakan campuran udara dengan bahan bakar, karena hal ini maka motor bensin disebut juga sebagai Spark Ignition Mesin. Sedangkan karburator merupakan tempat pencampuran udara dan bahan bakar.

(3)

2.2.1 Cara Kerja Motor Bensin 4 Langkah

Motor bensin dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu motor bensin 2-langkah dan motor bensin 4-langkah. Pada motor bensin 2-langkah, siklus terjadi dalam dua gerakan torak atau dalam satu putaran poros engkol. Sedangkan motor bensin 4-langkah, pada satu siklus tejadi dalam 4-langkah. Langkah langkah yang terjadi pada motor bensin 4 langkah dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini :

Gambar 2.1. Diagram P-V Siklus Otto Ideal [lit. 6] Langkah-langkah yang terjadi pada motor bensin 4 langkah adalah :

1. Langkah isap

(4)

2. Langkah Kompresi

Pada langkah kompresi (1–2), campuran udara dan bahan bakar yang berada di dalam silinder dimampatkan oleh torak, dimana torak akan bergerak dari TMB ke TMA dan kedua katup isap dan buang akan tertutup, sedangkan busi akan memercikan bunga api dan bahan bakar mulai terbakar akibatnya terjadi proses pemasukan panas pada langkah 2-3.

3. Langkah Ekspansi

Pada langkah ekspansi (3–4), campuran udara dan bahan bakar yang diisap telah terbakar.Selama pembakaran, sejumlah energi dibebaskan, sehingga suhu dan tekanan dalam silinder naik dengan cepat. Setelah mencapai TMA, piston akan didorong oleh LPG bertekanan tinggi menuju TMB. Tenaga mekanis ini diteruskan ke poros engkol.Saat sebelum mencapai TMB, katup buang terbuka, LPG hasil pembakaran mengalir keluar dan

tekanan dalam silinder turun dengan cepat.

4. Langkah Pembuangan

Pada langkah pembuangan (4–1-0), torak terdorong ke bawah menuju TMB dan naik kembali ke TMA untuk mendorong ke luar gas-gas yang telah terbakar di dalam silinder. Selama langkah ini, katup buang membuka sedangkan katup isap menutup.

(5)

Gambar 2.2 Cara kerja motor bensin 4 langkah (sumber : www.scribd.com)

2.2.2 Performansi Motor Bensin

Ada beberapa hal yang mempengaruhi performansi motor bensin, antara lain besarnya perbandingan kompresi, tingkat homogenitas campuran bahan bakar dengan udara, angka oktan bensin sebagai bahan bakar, tekanan udara masuk ruang bakar. Semakin besar perbandingan udara motor akan semakin efisien, akan tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada motor yang berpotensi menurunkan daya motor, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen motor. Untuk mengatasi hal ini maka harus dipergunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi. Angka oktan pada bahan bakar motor Otto menunjukkan kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara bahan bakar sebelum waktunya (self ignition) yang menimbulkan knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas campuran akan lebih baik.

1. Torsi dan Daya

Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan

(6)

PB = 2𝑥𝜋𝑥𝑛60 T………...(2.1)

Dimana :𝑃𝐵 = Daya keluaran (Watt) N = putaran mesin (rpm)

T = Torsi (N.m)

2. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (specific fuel consumption, sfc)

Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang

berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu.

Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka :

Sfc = 𝑚̇𝑓𝑥10

3

̇

𝑃𝐵 ………….………..……….(2.2)

dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h). 𝑚̇f = laju aliran bahan bakar (kg/jam)

Besarnya laju aliran massa bahan bakar (𝑚̇f) dihitung dengan persamaan

berikut :

𝑚̇f = 𝑠𝑔𝑓𝑥𝑉𝑓𝑥10

−3

𝑡𝑓 x 3600……….(2.3)

Dimana : sgf = spesific gravity

𝑉𝑓 = volume bahan bakar yang diuji

𝑡𝑓 = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji

(detik)

3. Effisiensi Thermal Brake

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang

dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi–rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja

(7)

Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi termal brake (brake thermal efficiency, 𝜂𝑏)

𝜂𝑏 = 𝐿𝑎𝑗𝑢𝐷𝑎𝑦𝑎𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛𝑦𝑎𝑛𝑔𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘………(2.4)

Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut :

Q = 𝑚̇𝑓 . LHV………..……….………….………(2.5)

Dimana, LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (kj/kg)

Jika daya keluaran (𝑃𝐵) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar 𝑚𝑓 dalam satuan kg/jam, maka:

𝜂𝑏= 𝑚̇𝑃𝐵 𝑓 .𝐿𝐻𝑉

. 3600………..(2.6)

2.2.3 Teori Pembakaran

Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar setelah dinyalakan dan digabung dengan oksigen akan menimbulkan panas sehingga menaikkan suhu dan tekanan LPG. Elemen mampu bakar (combustable)

yang utama adalah karbon (C) dan hidrogen (H), elemen mampu bakar yang lain namun umumnya hanya sedikit terkandung dalam bahan bakar adalah sulfur (S). Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan campuran dari oksigen dan nitrogen.

(8)

2.2.4 Nilai Kalor Bahan Bakar

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nili kalor bawah.

Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan

Dulong :

HHV = 33950 + 144200 (H2-𝑂82) + 9400 S………...(2.7)[Lit. 1]

Dimana: HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

C = Persentase karbon dalam bahan bakar H2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar

O2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar

S = Persentase sulfur dalam bahan bakar

Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya.

(9)

sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)………(2.8)[Lit. 1]

Dimana: LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)

M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)

Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).

2.3 Premium

Premium adal jernih. Premium merupakan BBM untuk di relatif murah karena memperoleh subsidi dari

Research Octane Number

(RON) terendah di antara BBM untuk kendaraan bermotor lainnya, yakni hanya bermesin Bahan bakar ini sering juga disebut motor Gasoline at

Kelemahan premium

• Dari sisi

• Dari sisi

(10)

Premium di dalam mesin kendaraan akan terbakar dan meledak tidak sesuai dengan gerakan Knocking menyebabkan tenaga mesin berkurang, sehingga terjadi inefisiensi.

• Dari sisi finansial, knocking yang berkepanjangan menyebabkan kerusakan

piston. Sehingga kendaraan bermotor harus diganti pistonnya.

2.4 Liquified Petroleum Gas (LPG)

LPG (liquified petroleum gas), gas minyak bumi yang dicairkan atau yang sering disebut elpiji adalah campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang berasal dari berubah menjadi cair. Komponennya didominasi3H8) dan

4H10). Elpiji juga mengandung hidrokarbon ringan lain dalam jumlah

kecil, misalny2H6) da5H12).

LPG terdiri dari campuran utama propan dan butan dengan sedikit persentasi hidrokarbon tidak jenuh (propilen dan butilen dan beberapa fraksi C2

yang lebih ringan dan C5 yang lebih berat. Senyawa yang terdapat dalam LPG

adalah propan (C3H8), proilen (C3H6), normal dan iso-butan (C4H10) dan butilen

(C4H8). LPG merupakan campuran dari hidrokarbon tersebut yang berbentuk gas

pada tekanan atmosfer, namun dapat diembunkan menjadi bentuk cair pada suhu normal, dengan tekanan yang cukup besar.

Dalam kondisi atmosfer, elpiji akan berbentuk gas. Volume elpiji dalam bentuk cair lebih kecil dibandingkan dalam bentuk LPG untuk berat yang sama. Karena itu elpiji dipasarkan dalam bentuk cair dalam tabung-tabung logam bertekanan. Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal expansion) dari cairan yang dikandungnya, tabung elpiji tidak diisi secara penuh, hanya sekitar 80-85% dari kapasitasnya. Rasio antara volume gas bila menguap dengan gas dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan temperatur, tetapi biasaya sedir 250:1.

(11)

Menurut spesifikasinya, elpiji dibagi menjadi tiga jenis yaitu elpiji campuran, elpiji propana dan elpiji butana. Spesifikasi masing-masing elpiji tercantum dalam keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi Nomor: 25K/36/DDJM/1990. Elpiji yang dipasarka

2.4.1 Proses Pengolahan LPG

LPG dapat dihasilkan dari hasil pemprosesan crude di kilang minyak, serta pemisahan komponen C3 dan C4 dari gas alam maupun gas suar (Flare gas).

Perolehan gas LPG dari lapangan gas sangat bergantung dari komposisi gas alam yang dihasilkan sumur gas. Gas dengan karakteristik ringan atau mengandung sedikit hidrokarbon menengah dan berat umumnya kurang ekonomis untuk dijadikan umpan produksi LPG. Hal ini disebabkan proses produksi LPG dari metana memerlukan konversi energi yang tidak murah. Di lain pihak, gas alam yang mengandung banyak mengandung hidrokarbon menengah (C3 hingga C5),

umumnya sesuai dengan umpan produksi LPG.

Dampak pemisahan komponen C3 dan C4 secara umum adalah

menurunkan nilai panas atau kandungan energy dari gas alam.

Gambar 2.3 Skema Pengolahan LPG (sumbe

Proses pemisahan komponen C3 dan C4 dari gas alam dilakukan terhadap

(12)

CO2), sejumlah teknologi dasar pemisahan yang dikenal dalam rancangan LPG

plant yang terintegrasi dengan proses produksi di lapangan LPG sebagai berikut:

• Pemisahan dengan cara penyerapan komponen C3-C4 pleh hidrokarbon

cair ringan (light oil absorption), diikuti dengan pemisaham kembali C3-C4

dari hidrokarbon cair yang distaklasi;

• Pemisahan dengan cara mendinginkan gas-gas C3-C4 dengan siklus

refrijerasi hingga di bawah titik embunnya, sehingga gas-gas tersebut terpisah sebagai produk cair;

• Pemisahan dengan cara pendinginan gas alam, dengan memamfaatkan

peristiwa penurunan temperatur gas jika dikurangi tekanannya secara mendadak, sehingga komponen C3-C4 mengalami pengebunan;

• Pemisahan komponen C3-C4 dengan menggunakan membrane dengan

ukuran pori sedemikian sehingga komponen yang lebih ringan (C1-C2)

mampu menerobos membran, sedangkan komponen LPG tertinggal dalam aliran gas umpan.

2.4.2 Sifat LPG

LPG (liquified petroleum gas) atau sering disebut elpiji mempunyai sifat sebagai berikut:

• Cairan dan gasnya sangat mudah terbakar

• LPG tidak beracun, tidak berwarna dan biasanya berbau menyengat.

Dengan adanya bau, maka akan dapat terdeteksi kebocoran pada tabung penyimpang LPG.

• LPG dikirimkan sebagai cairan yang bertekanan di dalam tangki atau

silinder.

• Cairan dapat menguap jika dilepas dan menyebar dengan cepat.

• LPG ini lebih berat dibanding udara sehingga akan banyak menempati

daerah yang rendah.

2.5 Generator Set

(13)

pengertian adalah satu set peralatan gabungan dari dua perangkat berbeda yaitu mesin dan generator atau alternator. Mesin sebagai perangkat pemutar sedangkan generator atau alternator sebagai perangkat pembangkit listrik.

Mesin dapat berupa perangkat mesin diesel berbahan bakar solar atau mesin berbahan bakar bensin, sedangkan generator atau alternator merupakan kumparan atau gulungan tembaga yang terdiri dari stator (kumparan statis ) dan rotor (kumparan berputar).

Gambar 2.4 Generator Set

Dalam ilmu fisika yang sederhana dapat dijelaskan bahwa mesin memutar rotor pada generator sehingga timbul medan magnet pada kumparan stator generator, medan magnit yang timbul pada stator dan berinteraksi dengan rotor yang berputar akan menghasilkan arus listrik sesuai hukum Lorentz.

Arus listrik yang dihasilkan oleh generator akan memiliki perbedaan tegangan di antara kedua kutub generatornya sehingga apabila dihubungkan dengan beban akan menghasilkan daya listrik, atau dalam rumusan fisika sebagai P dapat diperoleh dengan:

P = V x I………...………..…………(2.9)

Rumusan fisika yang lebih kompleks dijelaskan bahwa P diperoleh dengan:

P = V x I x

φ

……….………(2.10)

(14)

V= Tegangan (Volt) I = Arus ( Ampere)

φ

= factor daya

2.5.1 Tipe Generator Set

Genset dapat dibedakan dari jenis mesin penggeraknya, dimana dikenal tipe-tipe mesin yaitu mesin diesel dan mesin non diesel /bensin. Mesin diesel dikenali dari bahan bakarnya berupa solar, sedangkan mesin non diesel berbahan bakar bensin premium.

Di pasaran, genset dengan mesin non diesel atau berbahan bakar premium biasa diaplikasikan pada genset berkapasitas kecil atau dalam kapasitas maksimum 10.000 VA atau 10 kVA, sedangkan genset diesel berbahan bakar solar diaplikasikan pada genset berkapasitas > 10 kVA. Hal terkait dengan tenaga

yang dihasilkan oleh diesel lebih besar daripada mesin non diesel, dimana cara kerja pembakaran diesel yang lebih sederhana yaitu tanpa busi, lebih hemat dalam

pemeliharaan, lebih responsif dan bertenaga. Selain itu untuk aplikasi industri dimana bahan bakar diesel (solar) lebih murah daripada bensin (gasoline).

Dalam aplikasi dijumpai bahwa genset terdiri dari genset 1 phasa atau 3 phasa. Pengertian 1 phasa atau 3 phasa adalah merujuk pada kapasitas tegangan yang dihasilkan oleh genset tersebut. Tegangan 1 phasa artinya tegangan yang dibentuk dari kutub L yang mengandung arus dengan kutub N yang tidak berarus, atau berarus No.l atau sering dikenal sebagai Arde atau Ground. Sedangkan tegangan 3 phase dibentuk dari dua kutub yang bertegangan. Genset tiga phase menghasilkan tiga kali kapasitas genset 1 phase. Pada sistem kelistrikan PLN, kapasitas 3 phase yang dihasilkan untuk aplikasi rumah tangga adalah 380 Volt, sedangkan kapasitas 1 phase adalah 220 Volt.

(15)

2.6 Emisi Gas Buang

Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam

1. Sumber

Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder.Polutan primer seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan

yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi.

2. Komposisi Kimia

Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen,

nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen

oksida, ozon dan lainnya.

3. Bahan Penyusun

Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.

a.) Partikulat

(16)

Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir–butir berkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon–karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada di dalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam.

b.) Unburned Hidrocarbon (UHC)

Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang

pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu

pemanasan.

Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by gasses (gas lalu).Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar.

c.) Karbon Monoksida (CO)

(17)

merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.

d.) Oksigen (O2)

Oksigen (O2) sangat berperan dalam proses pembakaran, dimana oksigen

tersebut akan diinjeksikan ke ruang bakar. Dengan tekanan yang sesuai akan mengakibatkan terjadinya pembakaran bahan bakar. Nitrogen monoksida (NO) merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. NO merupakan gas

yang berbahaya karena mengganggu saraf pusat. NO terjadi karena adanya reaksi antara N2 dan O2 pada temperature tinggi di atas 1210oC. Persamaan reaksinya

adalah sebagai berikut:

O2 → 2O

N2+O → NO+N

Gambar

Gambar 2.1. Diagram P-V Siklus Otto Ideal [lit. 6]
Gambar 2.2 Cara kerja motor bensin 4 langkah (sumber : www.scribd.com)
Gambar 2.3 Skema Pengolahan LPG (sumber :www.majari magazine.com)
Gambar 2.4 Generator Set

Referensi

Dokumen terkait

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermesin umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari