• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

UJI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA MOTOR BAKAR BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN CAMPURAN

PREMIUM-BIOETANOL (GASOHOL BE-35 DAN BE-40)

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

ANDRIKO D. HAHOLONGAN NIM. 05 0401 017

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

UJI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA MOTOR BAKAR BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN CAMPURAN

PREMIUM-BIOETANOL (GASOHOL BE-35 DAN BE-40)

ANDRIKO D. HAHOLONGAN NIM. 05 0401 017

Diketahui/Disyahkan : Disetujui oleh : Departemen Teknik Mesin Dosen Pembimbing, Fakultas Teknik USU

Ketua,

Dr. -Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri

NIP. 132 018 668 NIP. 130 679 096

(3)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

UJI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA MOTOR BAKAR BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN CAMPURAN

PREMIUM-BIOETANOL (GASOHOL BE-35 DAN BE-40)

ANDRIKO D. HAHOLONGAN NIM. 05 0401 017

Telah diperiksa dan disetujui dari hasil seminar Tugas Skripsi Periode ke-544 tanggal 13 Juli 2009

Disetujui oleh :

Dosen Pembanding I Dosen Pembanding II

Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc

NIP. 130 905 356 NIP. 132 282 136

(4)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

UJI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA MOTOR BAKAR BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN CAMPURAN

PREMIUM-BIOETANOL (GASOHOL BE-35 DAN BE-40)

ANDRIKO D. HAHOLONGAN NIM. 05 0401 017

Telah Diketahui Oleh Pembimbing/ Penguji

NIP. 130 679 096

Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, DEA

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc

NIP. 130 905 356 NIP. 132 282 136 Tulus B. Sitorus, ST. MT

Diketahui Oleh Departemen Teknik Mesin

Ketua,

(5)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR NOTASI... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Pengujian ... 3

1.3 Manfaat Pengujian ... 3

1.4 Ruang Lingkup Pengujian ... 3

1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Bioetanol ... 5

2.2 Pembuatan Bioetanol ... 7

2.3 Manfaat Bioetanol ... 12

2.4 Bioetanol Ramah Lingkungan ... 16

2.5 Motor Bensin ... 20

2.5.1 Cara Kerja Motor Bensin 4 Langkah ... 20

2.5.2 Performansi Motor Bensin ... 22

2.5.3 Teori Pembakaran ... 26

2.5.4 Nilai Kalor Bahan Bakar ... 26

2.6 Emisi Gas Buang ... 28

2.7 Harga Premium di Indonesia ... 31

BAB III METODOLOGI PENULISAN ... 33

3.1 Waktu dan Tempat ... 33

3.2 Bahan dan Alat ... 33

3.2.1 Bahan ... 33

3.2.2 Alat ... 33

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 33

3.4 Pengamatan dan Tahap Pengujian ... 34

(6)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

3.6 Prosedur Pengujian Performansi Motor Bensin ... 38

3.7 Prosedur Pengujian Emisi Gas Buang ... 43

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENGUJIAN ... 44

4.1 Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar ... 44

4.2 Pengujian Performansi Motor Bakar Bensin ... 48

4.2.1 Torsi ... 48

4.2.2 Daya ... 53

4.2.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik ... 57

4.2.4 Rasio Perbandingan Udara Bahan Bakar (AFR) ... 63

4.2.5 Effisiensi Volumetris ... 69

4.2.6 Effisiensi Thermal Brake ... 74

4.3 Pengujian Emisi Gas Buang ... 79

4.3.1 Kadar Carbon Monoksida (CO) Dalam Gas Buang ... 79

4.3.2 Kadar Carbon Dioksida (CO2) Dalam Gas Buang ... 82

4.3.3 Kadar Unburned Hidro Carbon (UHC) Dalam Gas Buang... 85

4.3.4 Kadar Sisa Oksigen (O2) Dalam Gas Buang ... 88

4.4 Analisa Perhitungan Harga Gasohol BE-35 dan BE-40... 91

4.5 Hasil Pengujian ... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

5.1 Kesimpulan ... 95

5.2 Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA

(7)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Konversi Bahan Baku Tanaman yang Mengandung Pati atau

Karbohidrat dan Tetes Menjadi Bioetanol ... 7

Tabel 2.2 Sifat-sifat bahan bakar dari Bioetanol, Gasoline, dan Butil Eter ... 14

Tabel 2.3 Perbandingan emisi bahan pencemar dari campuran Bioetanol dan Premium ... 18

Tabel 2.3 Perbandingan harga premium di AS dengan Indonesia ... 32

Tabel 3.1 Spesifikasi Mesin Bensin TD4A 024 4-langkah ... 39

Tabel 3.2 Spesifikasi TD4A 241 Instrumen Unit ... 40

Tabel 4.1 Data hasil pengujian dan perhitungan bom kalorimeter ... 46

Tabel 4.2 Data hasil pembacaan langsung unit instrumentasi untuk bahan bakar premium pada putaran yang bervariasi ... 48

Tabel 4.3 Data hasil pembacaan langsung unit instrumentasi untuk bahan bakar Gasohol BE-35 pada putaran yang bervariasi ... 49

Tabel 4.4 Data hasil pembacaan langsung unit instrumentasi untuk bahan bakar Gasohol BE-40 pada putaran yang bervariasi ... 49

Tabel 4.5 Hasil perhitungan daya untuk bahan bakar premium ... 53

Tabel 4.6 Hasil perhitungan daya untuk bahan bakar Gasohol BE-35 ... 54

Tabel 4.7 Hasil perhitungan daya untuk bahan bakar Gasohol BE-40 ... 54

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc) untuk bahan bakar premium... 59

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc) untuk bahan bakar Gasohol BE-35 ... 59

Tabel 4.10 Hasil Perhitungan konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc) untuk bahan bakar Gasohol BE-40 ... 60

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Perbandingan Udara dan Bahan Bakar (AFR) untuk bahan bakar premium ... 65

Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Perbandingan Udara dan Bahan Bakar (AFR) untuk bahan bakar Gasohol BE-35 ... 65

(8)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Efisiensi Volumetris untuk bahan

bakar premium... 70

Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Efisiensi Volumetris untuk bahan bakar Gasohol BE-35 ... 70

Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Efisiensi Volumetris untuk bahan bakar Gasohol BE-40 ... 71

Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Efisiensi Thermal Brake untuk bahan bakar premium... 75

Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Efisiensi Thermal Brake untuk bahan bakar Gasohol BE-35 ... 75

Tabel 4.19 Hasil Perhitungan Efisiensi Thermal Brake untuk bahan bakar Gasohol BE-40 ... 76

Tabel 4.20 Kadar CO dalam emisi gas buang ... 79

Tabel 4.21 Kadar CO2 dalam gas buang ... 82

Tabel 4.22 Kadar UHC dalam gas buang ... 85

Tabel 4.23 Kadar Sisa Oksigen O2 dalam gas buang ... 88

Tabel 4.24 Harga nilai kalor bahan bakar ... 92

Tabel 4.25 Performansi untuk beban 10 kg... 92

Tabel 4.26 Performansi untuk beban 25 kg... 92

Tabel 4.27 Perbandingan kondisi performansi ... 93

Tabel 4.28 Hasil uji emisi untuk beban 10 kg ... 93

Tabel 4.29 Hasil uji emisi untuk beban 25 kg ... 94

(9)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

DAFTAR GAMBAR

Deskripsi Hal

Gambar 2.1 Reaksi pengubahan piruvat menjadi alkohol ... 10

Gambar 2.2 Proses Produksi Bioetanol dari bahan berpati ... 12

Gambar 2.3 Diagram alir proses pembuatan Bioetanol dari ubi kayu ... 12

Gambar 2.4 Posisi TMA dan TMB ... 16

Gambar 2.5 Daur ulang karbondioksida pada siklus Bioetanol ... 19

Gambar 2.6 Siklus Otto Ideal ... 20

Gambar 2.7 Cara Kerja Motor Bensin 4-Langkah ... 22

Gambar 3.1 Bom Kalorimeter ... 35

Gambar 3.2 Diagram alir pengujian nilai kalor bahan bakar ... 37

Gambar 3.3 Mesin Uji TD4A 024 ... 38

Gambar 3.4 TD4A 024 4-Stroke Bensin Engine ... 38

Gambar 3.5 TD4A 024 Instrumen Unit ... 39

Gambar 3.6 Diagram alir pengujian performansi motor bakar bensin ... 42

Gambar 3.7 Autologic gas analyzer ... 43

Gambar 3.8 Diagram alir pengujian emisi gas buang motor bakar bensin ... 44

Gambar 4.1 Grafik hasil pengujian bom kalorimeter ... 47

Gambar 4.2 Grafik Torsi vs Putaran untuk beban 10 kg ... 51

Gambar 4.3 Grafik Torsi vs Putaran untuk beban 25 kg ... 52

Gambar 4.4 Grafik Daya vs Putaran untuk beban 10 kg ... 55

Gambar 4.5 Grafik Daya vs Putaran untuk beban 25 kg ... 56

Gambar 4.6 Grafik Sfc vs Putaran untuk beban 10 kg ... 61

Gambar 4.7 Grafik Sfc vs Putaran untuk beban 25 kg ... 62

Gambar 4.8 Kurva Viscous Flow Meter Calibration ... 64

Gambar 4.9 Grafik AFR vs Putaran untuk beban 10 kg ... 67

Gambar 4.10 Grafik AFR vs Putaran untuk beban 25 kg ... 68

Gambar 4.11 Grafik Efisiensi Volumetris vs Putaran untuk beban 10 kg ... 72

Gambar 4.12 Grafik Efisiensi Volumetris vs Putaran untuk beban 25 kg ... 73

Gambar 4.13 Grafik Efisiensi Thermal Brake vs Putaran untuk beban 10 kg .... 77

(10)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Gambar 4.15 Grafik Kadar CO vs Putaran untuk beban 10 kg ... 80

Gambar 4.16 Grafik Kadar CO vs Putaran untuk beban 25 kg ... 81

Gambar 4.17 Grafik Kadar CO2 vs Putaran untuk beban 10 kg ... 83

Gambar 4.18 Grafik Kadar CO2 vs Putaran untuk beban 25 kg ... 84

Gambar 4.19 Grafik Kadar UHC vs Putaran untuk beban 10 kg ... 86

Gambar 4.20 Grafik Kadar UHC vs Putaran untuk beban 25 kg ... 87

Gambar 4.21 Grafik Kadar O2 vs Putaran untuk beban 10 kg ... 89

(11)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

DAFTAR NOTASI

Simbol Arti Satuan

AFR Air Fuel Ratio

Cv Panas jenis bom kalorimeter kJ/kg 0C

HHV Nilai kalor atas kJ/kg

LHV Nilai kalor bawah bahan bakar kJ/kg M Persentase kandungan air dalam bahan

bakar (moisture) % .

f

m Laju aliran bahan bakar kg/jam

ma Laju aliran masa udara kg/jam

n Putaran mesin rpm

G

P Daya keluaran Watt

Qin Kalor masuk ke ruang bakar J/kg

Qout Kalor yg dibuang pada proses exhaust. J/kg

R konstanta gas J/ kg.K

Sfc konsumsi bahan bakar spesifik g/kW.h

f

sg Spesific gravity

T Torsi N.m

Ta Temperatur udara K

Tkp Kenaikan temperatur akibat kawat penyala 0C

T1 Temperatur air pendingin sebelum penyalaan 0C

T2 Temperatur air pendingin sesudah penyalaan 0C f

t Waktu untuk menghabiskan bahan

bakar sebanyak volume uji s

Pa Tekanan udara Pa

Vs Volume langkah torak m3

(12)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Simbol Yunani

Simbol Arti Satuan

a

ρ kerapatan udara kg/m3

v

η Efisiensi volumetrik %

(13)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak bumi merupakan salah satu bahan bakar fosil yang ditambang dari perut bumi dan mengingat bahwa bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbarui (unrenewable). Hal ini membuktikan bahwa cadangan minyak bumi sudah semakin menipis dan suatu saat akan habis. Penggunaan bahan bakar fosil juga telah menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Perubahan suhu yang semakin meningkat merupakan permasalahan yang sangat mengkhawatirkan bagi dunia pada saat ini. Hal ini disebut dengan pemanasan global (global warming) yaitu adanya proses peningkatan Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0,74 ± 0,18°C (1,33 ± 0,32°F) selama seratus tahun terakhir. Pemanasan global juga disebabkan peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer. Dimana yang termasuk dalam kelompok gas rumah kaca adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitro

oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), dan sulfur

heksafluorida (SF6). Jenis gas rumah kaca yang memberikan sumbangan paling besar

bagi emisi gas rumah kaca adalah karbondioksida (CO2). Sementara, untuk gas

rumah kaca lainnya (HFC, PFC, dan SF6) hanya menyumbang kurang dari 1%. Salah

satu sumber penyumbang karbondioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak abad ke-18. Pada saat itu, digantikan ole

(14)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Bioetanol adalah alkohol yang diproduksi dari tumbuh-tumbuhan dengan menggunakan mikroorganisme melalui proses fermentasi. Pengenalan energi alternatif ini juga merupakan upaya untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak di Indonesia. Bioetanol merupakan bentuk sumber energi alternatif yang menarik untuk dikembangkan karena kelimpahannya di Indonesia dan sifatnya yang dapat diperbarui. Ada 3 kelompok bahan penghasil bioetanol yaitu nira bergula, pati, dan bahan serat alias lignoselulosa. Semua bahan baku bioetanol itu mudah didapatkan dan dikembangkan di Indonesia yang memiliki lahan luas dan subur [2].

Di Indonesia saat ini, penggunaan etanol sudah digunakan secara luas. Selain digunakan sebagai campuran premium, etanol juga digunakan dalam dunia industri sebagai pelarut (solven) dan juga sebagai bahan baku industri kimia yang lain seperti pembuatan etil asetat [28].

Hampir semua indus tri memerlukan etanol antara lain industri makanan dan minuman, bidang kedokteran, farmasi, dan lain-lain. Data perkembangan konsumsi etanol dunia dari tahun 1975, menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi terbesar diakibatkan penggunaan etanol sebagai bahan bakar. Saat ini konsumsi etanol sebagai bahan bakar terutama di Brazil, Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa dan Australia berkisar 63-67% dari total penggunaan bahan bakar di dunia. Perlu pula dicatat bahwa 95% dari etanol yang diproduksi di dunia sekarang ini adalah bioetanol [6].

Penggunaan premium telah menimbulkan emisi berbagai gas-gas yang menjadi polutan berbahaya di udara. Disamping itu, bahan aditif timbal yang selama ini digunakan sebagai peningkat angka oktan (octane enhancer) pada premium ikut berkontribusi terhadap pencemaran udara tersebut. Penggunaan MTBE (Methyl

Tertiary Buthyl Ether) sebagai pengganti TEL (Tetra Ethyl Lead) merupakan upaya

untuk mengurangi pencemaran lingkungan, namun bahan tersebut harus diimpor, dan penggunaannya sudah mulai dilarang di berbagai negara. Bioetanol dapat menggantikan fungsi dari TEL (Tetra Ethyl Lead) dan MTBE (Methyl Tertiary

Buthyl Ether) sebagai campuran pada premium. Bioetanol memiliki angka oktan 117

(15)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

1.2 Tujuan Pengujian

Tujuan dari pengujian ini adalah :

1. Untuk memperoleh perbandingan nilai kalor pembakaran bahan bakar premium dengan nilai kalor pembakaran bahan bakar campuran premium-bioetanol (Gasohol BE-35 dan BE-40).

2. Untuk memperoleh perbandingan unjuk kerja motor bakar berbahan bakar premium dengan campuran premium-bioetanol (Gasohol BE-35 dan BE-40). 3. Untuk memperoleh konsentrasi dari beberapa senyawa emisi gas buang motor

bakar berbahan bakar premium dengan campuran premium-bioetanol (Gasohol

BE-35 dan BE-40).

1.3 Manfaat Pengujian

Manfaat dari pengujian ini adalah :

1. Untuk memperoleh campuran yang paling baik dari premium-bioetanol dengan pertimbangan ekonomis dan ramah lingkungan.

2. Memotivasi masyarakat, para petani pada khususnya, dalam memanfaatkan lahan kosong untuk areal penanaman bahan baku bioetanol.

3. Sebagai pertimbangan terhadap pemerintah untuk menghemat devisa negara terhadap anggaran subsidi bahan bakar premium mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil khususnya premium.

1.4 Ruang lingkup Pengujian

1. Premium dan campuran premium-bioetanol dengan kadar : • BE-35 (65% Premium + 35% Bioetanol dalam campuran). • BE-40 (60% Premium + 40% Bioetanol dalam campuran).

2. Alat uji yang digunakan untuk dan menghitung nilai kalor pembakaran bahan bakar adalah ”Bom Kalorimeter”.

(16)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

4. Unjuk kerja mesin diesel yang dihitung adalah : - Daya (Brake Power)

- Rasio perbandingan udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio) - Konsumsi bahan bakar spesifik (Specific Fuel Consumtion) - Efisiensi Volumetris (Volumetric Effeciency)

- Efisiensi termal brake (Brake Thermal Effeciency)

5. Pada pengujian unjuk kerja motor bakar bensin, dilakukan variasi putaran dan beban yang meliputi :

- Variasi putaran : 2000-rpm, 2500-rpm, 3000-rpm, 3500-rpm , 4000-rpm - Variasi beban : 10 kg dan 25 kg.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan tugas skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. BAB I : Pendahuluan, berisikan latar belakang, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup pengujian.

2. BAB II : Tinjauan Pustaka, berisikan landasan teori yang diperoleh dari literatur untuk mendukung pengujian.

3. BAB III : Metodologi Pengujian, berisikan metode pengujian, peralatan dan perlengkapan yang digunakan serta prosedur kerja dari pengujian yang dilakukan.

4. BAB IV : Hasil dan Analisa Pengujian, berisikan data hasil pengujian, perhitungan dan analisa terhadap data hasil pengujian.

(17)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioetanol

Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Etanol merupakan kependekan dari etil alkohol (C2H5OH); sering pula disebut grain alcohol atau alkohol. Wujud dari etanol berupa

cairan yang tidak berwarna, mudah menguap dan mempunyai bau yang khas. Sifat lainnya adalah larut dalam air dan eter, berat jenisnya adalah sebesar 0,7939 g/mL, dan titik didihnya 78,320oC pada tekanan 766 mmHg, serta mempunyai panas pembakaran 7093.72 kkal. Etanol digunakan dalam beragam industri seperti sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk minuman keras seperti sake atau gin, bahan baku farmasi dan kosmetik, dan campuran bahan bakar kendaraan, peningkat oktan, dan bensin alkohol [34].

Pemakaian etanol sebagai sumber energi dalam industri dan kendaraan akan sangat mengurangi pembuangan gas CO2 yang mengakibatkan pemanasan global.

Cepat atau lambat sumber minyak (fuel source) akan habis karena depositnya terbatas. Minyak bumi merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Keterbatasan itu mendorong negara industri melirik etanol (biofuel) sebagai sumber energi altenatif. Selain terus-menerus dapat diproduksi oleh mikroorganisme, etanol juga ramah lingkungan [3].

Beberapa keunggulan dari penggunaan etanol sebagai bahan bakar [44] yaitu : 1. Diproduksi dari tanaman yang dapat diperbarui (renewable).

2. Mengandung kadar oksigen sekitar 35% sehingga dapat terbakar lebih sempurna. 3. Penggunaan gasohol dapat menurunkan emisi gas rumah kaca.

Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya

(18)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahuna jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya. Untuk mengurangi emisi rumah kaca yaitu dengan mangganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar nabati yaitu gasohol.

4. Pembakaran tidak menghasilkan partikel timbal dan benzena yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker).

Timbal ditambahkan sebagai bahan aditif pada bensin dalam bentuk timbal organik (tetraetil-Pb atau tetrametil-Pb). Pada pembakaran bensin, timbal organik ini berubah bentuk menjadi timbal anorganik. Timbal yang dikeluarkan sebagai gas buang kendaraan bermotor merupakan partikel-partikel yang berukuran sekitar 0,01 µ m. Partikel-partikel timbal ini akan bergabung satu sama lain membentuk ukuran yang lebih besar, dan keluar sebagai gas buang atau mengendap pada kenalpot. Pengaruh Pb pada kesehatan yang terutama adalah pada sintesa haemoglobin dan sistem pada syaraf pusat maupun syaraf tepi. Pengaruh pada sistem pembentukkan Hb darah yang dapat menyebabkan anemia, ditemukan pada kadar Pb-darah kelompok dewasa 60-80µg/100 ml dan kelompok anak > 40 µg/100 ml. Pada kadar Pb-darah kelompok dewasa sekitar 40 µg/100 ml diamati telah ada gangguan terhadap sintesa Hb, seperti meningkatnya ekskresi asam aminolevulinat. Oleh karena itu gasohol merupakan cara terbaik untuk mencegah hal tersebut.

5. Mengurangi emisi fine-particulates yang membahayakan kesehatan manusia. Pembakaran didalam mesin menghasilkan berbagai bahan pencemar dalam

bentuk gas dan partikulat yang umumnya berukuran lebih kecil dari 2 µ m.

Beberapa dari bahan-bahan pencemar ini merupakan senyawa-senyawa yang

bersifat karsinogenik dan mutagenik, seperti etilen, formaldehid, benzena, metil

nitrit dan hidrokarbon poliaromatik (PAH). Mesin solar akan menghasilkan

partikulat dan senyawa-senyawa yang dapat terikat dalam partikulat seperti PAH,

10 kali lebih besar dibandingkan dengan mesin bensin yang mengandung timbel.

Untuk beberapa senyawa lain seperti benzena, etilen, formaldehid,

benzo(a)pyrene dan metil nitrit, kadar di dalam emisi mesin bensin akan sama

(19)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

senyawa karsinogenik diperkirakan dapat menimbulkan tumor pada organ lain

selain paru. Untuk itu Bahan Bakar Nabati (BBN) merupakan cara untuk

mengurangi emisi fine-particulates.

6. Mudah larut dalam air dan tidak mencemari air permukaan dan air tanah.

Proses destilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95%, untuk digunakan sebagai bahan bakar perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99,5% yang sering disebut Fuel Grade Ethanol (FGE). Mengingat pemanfaatan etanol yang beraneka ragam, maka kadar etanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Etanol yang mempunyai kadar 90-96,5% dapat digunakan pada industri, sedangkan etanol yang mempunyai kadar 96-99,5% dapat digunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Etanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan yang harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak korosif, sehingga etanol harus mempunyai kadar sebesar 99,5-100%. Perbedaan besarnya kadar akan berpengaruh terhadap proses pengolahan karbohidrat menjadi glukosa larut air [4].

2.2 Pembuatan Bioetanol

Pembuatan bioetanol yang menggunakan bahan baku tanaman yang mengandung pati, dilakukan dengan cara mengubah pati menjadi gula (glukosa) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat dan tetes menjadi bioetanol ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat dan tetes menjadi bioetanol.

Bahan Baku Kandungan Gula dalam Jenis Konsumsi (kg)

(20)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Pengubahan pati menjadi gula dapat dilakukan dengan dua metode yaitu hidrolisa asam dan hidrolisa enzim. Namun, pada saat ini metode yang lebih banyak digunakan adalah dengan hidrolisa enzim. Pada proses pengubahan pati menjadi gula larut air yang menggunakan metode hidrolisa enzim dilakukan dengan penambahan air dan enzim, selanjutnya dilakukan proses fermentasi gula menjadi etanol dengan menambahkan ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi bioetanol secara sederhana ditunjukkan pada reaksi 1 dan 2 [30] dibawah ini :

(C6H10O5)n + H2O N C6H12O6 (1)

(pati) enzim (glukosa)

(C6H12O6)n 2 C2H5OH + 2 CO2 (2)

(glukosa) ragi (etanol)

Secara sederhana teknologi proses produksi bioetanol yang menggunakan bahan baku ubi kayu dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu gelatinasi, sakharifikasi, dan fermentasi. Pada proses gelatinasi ubi kayu dihancurkan kemudian ditambahkan air sehingga akan diperoleh bubur ubi kayu, dimana pati yang dihasilkan diperkirakan mencapai 27-30 %. Kemudian pati yang telah diperoleh dari bubur ubi kayu tersebut dipanaskan selama 2 jam sehingga berbentuk gel. Pada umumnya, proses gelatinasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

1. Bubur pati dipanaskan sampai 130oC selama 30 menit, kemudian didinginkan sampai mencapai temperatur 95oC yang diperkirakan memerlukan waktu sekitar 15 menit. Kemudian selama sekitar 75 menit, kondisi temperatur 95oC tersebut dipertahankan, sehingga total waktu yang dibutuhkan mencapai 2 jam.

2. Pati langsung ditambah enzim termamyl, kemudian dipanaskan sampai mencapai temperatur 130oC selama 2 jam.

(21)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

terjadi kontak dengan air dan enzim serta dapat berfungsi untuk sterilisasi bahan, sehingga bahan tersebut tidak mudah terkontaminasi. Gelatinasi cara kedua, yaitu cara pemanasan langsung (gelatinasi dengan enzim termamyl) pada temperature 130oC menghasilkan hasil yang kurang baik, karena mengurangi dapat mengurangi aktifitas dari ragi. Hal tersebut disebabkan gelatinasi dengan enzim pada suhu 130oC akan terbentuk tri-phenyl-furane yang mempunyai sifat racun terhadap ragi. Gelatinasi pada suhu tinggi tersebut juga akan berpengaruh terhadap penurunan aktifitas termamyl, karena aktifitas termamyl akan semakin menurun setelah melewati suhu 95oC. Selain itu, tingginya temperature tersebut juga akan mengakibatkan half life dari termamyl semakin pendek, sebagai contoh pada temperature 93oC, half life dari termamyl adalah 1500 menit, sedangkan pada temperature 107oC, half life termamyl tersebut adalah 40 menit. Hasil gelatinasi dari ke dua cara tersebut didinginkan sampai mencapai temperatur 55oC, kemudian ditambah SAN untuk proses sakharifikasi dan selanjutnya difermentasikan dengan menggunakan ragi. Ragi yang sering digunakan dalam fermentasi alkohol adalah

Saccharomyces cerevisiae, karena jenis ini dapat berproduksi tinggi, toleran terhadap

alkohol yang cukup tinggi (12-18%), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32oC [31].

Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi bioetanol. Mekanisme reaksi pada proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 2.1. Pada saat keadaan aerob asam piruvat diubah menjadi asetil-koenzimA. Tetapi karena ragi

Saccharomyzes ceraviseze dalam keadaan anaerob, asam piruvat diubah menjadi

(22)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

C

Gambar 2.1 Reaksi pengubahan piruvat menjadi alkohol.

Bioetanol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya masih mengandung gas-gas antara lain CO2 dan aldehyde. Gas CO2 pada hasil fermentasi

tersebut biasanya mencapai 35 %, sehingga untuk memperoleh bioetanol yang berkualitas baik, maka bioetanol tersebut harus dibersihkan dari gas tersebut. Proses pembersihan CO2 dilakukan dengan menyaring bioetanol yang terikat oleh CO2,

sehingga dapat diperoleh bioetanol yang bersih dari gas CO2. Pada umumnya

bioetanol atau alkohol yang dihasilkan dari proses fermntasi yang mempunyai kemurnian sekitar 30 – 40%, sehingga harus dimurnikan lagi. Agar mendapatkan kadar bioetanol lebih dari 95% dan dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkohol hasil fermentasi yang mempunyai kemurnian sekitar 30 – 40% tersebut harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air [32].

(23)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

dengan cara destilasi biasa, oleh karena itu untuk mendapatkan Fuel Grade Etanol dilaksanakan pemurnian lebih lanjut dengan cara azeotropic destilasi.

Untuk menghasilkan anhydrous alcohol, kondisi azeotrope harus dipecahkan dengan bahan pelarut lain. Bahan pelarut yang biasa digunakan adalah benzene atau n-hexane. Cara lain yang umum dipakai adalah desiccants process dan molecular

sieves. Pada proses desiccant, untuk mendapatkan anhydrous alcohol digunakan

bahan kimia yang sifatnya stabil yang bereaksi hanya dengan air, dan tidak bereaksi dengan alkohol. Contohnya adalah kalsium oksida. Reaksi antara CaO dengan air mengeluarkan panas, sehingga perlu rancangan khusus pada kolomnya. Selain itu berbagai macam pati juga dapat dipakai sebagai dessicant. Molecular sieves adalah kristal aluminosilikat, merupakan bahan penyaring yang tidak mengalami hidrasi maupun dehidrasi pada struktur kristalnya. Molekul penyaring ini secara selektif menyerap air, karena lubang kristalnya mempunyai ukuran lebih kecil dibanding ukuran molekul alkohol, dan lebih besar dibandingkan molekul air. Alkohol yang berbentuk cair maupun uap dilewatkan kolom yang berisi bahan penyaring, air akan tertahan dalam bahan tersebut dan akan diperoleh alkohol murni. Biasanya proses ini menggunakan dua kolom, kolom kedua untuk aliran uap alkohol sedangkan pada kolom pertama setelah proses dialirkan udara atau gas panas untuk menguapkan air [40].

(24)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Sumber : www.agribisnis.deptan.go.id

Gambar 2.2 Proses Produksi Bioetanol dari bahan berpati.

Sumber

Gambar 2.3 Diagram alir proses pembuatan Bioetanol dari ubi kayu.

2.3 Manfaat Bioetanol

(25)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

keperluan. Bioetanol banyak digunakan dalam industri minuman, kosmetik dan industri farmasi seperti deterjen, desinfektan dan lain-lain. Alkohol dari produk petroleum atau dikenal sebagai alkohol sintetis banyak dipakai untuk bahan baku pada industri acetaldehyde, derivat acetyl dan lain-lain. Selain bioetanol dikenal pula gasohol, yang merupakan campuran bioetanol dengan premium yang digunakan sebagai bahan bakar. Brazil, Amerika Serikat, Argentina, Australia, Kuba, Jepang, Selandia Baru, Afrika Selatan, Swiss dan lain-lain telah mengunakan bahan bakar alternatif ini untuk digunakan pada kendaraan bermotor [14].

Campuran bioetanol dan premium dapat divariasikan kadarnya. Misalnya

Gasohol BE-10, yang mengandung 10% bioetanol, sisanya premium. Kualitas etanol

yang digunakan tergolong fuel grade etanol yang kadar etanolnya 99%. Etanol yang mengandung 35% oksigen dapat meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Rendahnya biaya produksi bioetanol karena sumber bahan bakunya merupakan limbah pertanian yang tidak bernilai ekonomis dan berasal dari hasil pertanian budidaya yang dapat diambil dengan mudah. Dilihat dari proses produksinya juga relatif sederhana dan murah [15].

(26)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Tabel 2.2 Sifat-sifat bahan bakar dari bioetanol, gasoline dan butil eter.

Sumber : McCormick, Technical Barriers to the Use of Ethanol in Diesel Fuel, Hal 27.

Konsep ini pada awalnya berasal dari keinginan beberapa ahli untuk mengganti octan booster (zat yang yang dapat menaikkan nilai oktan) dimana pada awalnya octan booster yang digunakan tersebut adalah dari senyawa timbal, yang kita kenal dengan TEL (Tetra Ethyl Lead), kemudian mengingat timbal yang digunakan tidak begitu aman bahkan membahayakan bagi kesehatan manusia, maka muncullah apa yang kita kenal dengan sebutan MTBE (Methyl Terthier Buthyl

Ethylen), dan ada beberapa senyawa octan booster lainnya yang berasal dari turunan

(27)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

diharapkan akan menaikkan nilai oktan dari bensin dan diharapkan efisiensi mesin juga akan lebih baik [27].

Perhitungan berikut menunjukkan bahwa kenaikan angka oktan saja belum tentu menjamin bahwa efisiensi mesin akan lebih baik, berikut analisisnya.

Nilai kalor : Energi yg dilepaskan pada proses pembakaran bahan bakar per-satuan volume atau per-satuan massanya.

Efisiensi thermal Engine = 1 - (Qout / Qin)

Qout = Kalor yg dibuang pada proses exhaust.

Qin = Kalor masuk ke ruang bakar (terjadi pada proses pembakaran bahan bakar).

Semakin besar nilai Qin , maka nilai efisiensi thermal semakin tinggi. Nilai

kalor semakin besar maka nilai Qin semakin besar sehingga semakin tinggi tekanan

pendorong piston di dalam ruang bakar. (Nilai kalor untuk etanol = 29,7 MJ/Kg, nilai kalor untuk bensin = 47,3 MJ/Kg). Jadi secara teoritis efisiensi thermal engine etanol bensin (91-98).

Hasil perhitungan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pada bahan bakar dengan nilai oktan rendah, proses penyalaan terjadi ketika posisi piston masih agak jauh dari Titik Mati Atas (TMA) sehingga arah gerak piston sempat beberapa saat berlawanan dengan arah tekanan gas pembakaran. Setelah melewati TMA, maka arah gerak keduanya menjadi searah dan melakukan kerja positif. Jadi sempat terjadi losses. Proses penyalaan ini terjadi dengan sendirinya karena tekanan yang tinggi di ruang bakar, dikenal dengan istilah self ignition/knocking.

(28)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Gambar 2.4 . Posisi TMA dan TMB.

Dengan demikian untuk etanol yang mempunyai nilai oktan tinggi, tekanan hasil pembakarannya benar-benar digunakan untuk mendorong piston melakukan kerja positif. Bioetanol dapat langsung dicampur dengan bensin pada berbagai komposisi untuk meningkatkan efisiensi dan emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan [1].

2.4 Bioetanol Ramah Lingkungan

(29)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Angka oktan pada bahan bakar mesin Otto menunjukkan kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara-bahan bakar sebelum waktunya (self-ignition). Terbakarnya campuran udara-bahan bakar di dalam mesin Otto sebelum waktunya akan menimbulkan fenomena ketuk (knocking) yang berpotensi menurunkan daya mesin, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen mesin. Selama ini, fenomena ketuk membatasi penggunaan rasio kompresi (perbandingan antara volume silinder terhadap volume sisa) yang tinggi pada mesin bensin. Tingginya angka oktan pada etanol memungkinkan penggunaan rasio kompresi yang tinggi pada mesin Otto. Korelasi antara efisiensi dengan rasio kompresi berimplikasi pada fakta bahwa mesin Otto berbahan bakar etanol (sebagian atau seluruhnya) memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar gasoline. Untuk rasio campuran etanol:gasoline mencapai 60:40 tercatat peningkatan efisiensi hingga 10 [12].

Etanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen yang inheren di dalam molekul etanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran antara campuran udara-bahan bakar di dalam silinder. Ditambah dengan rentang keterbakaran (flammability) yang lebar, yakni 4,3 – 19 vol dibandingkan dengan bensin yang memiliki rentang keterbakaran 1,4 – 7,6 vol pembakaran campuran udara-bahan bakar etanol menjadi lebih baik ini dipercaya sebagai faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan dengan pembakaran udara-gasolin, yakni sekitar 4%. Etanol juga memiliki panas penguapan (heat of vaporization) yang tinggi, yakni 842 kJ/kg. Tingginya panas penguapan ini menyebabkan energi yang dipergunakan untuk menguapkan etanol lebih besar dibandingkan gasolin. Konsekuensi lanjut dari hal tersebut adalah temperatur puncak di dalam silinder akan lebih rendah pada pembakaran etanol dibandingkan dengan gasolin. Rendahnya emisi NO, yang dalam kondisi atmosfer akan membentuk NO2 yang bersifat racun,

dipercaya sebagai akibat relatif rendahnya temperatur puncak pembakaran etanol di dalam silinder. Pada rasio kompresi 7, penurunan emisi NOx tersebut bisa mencapai 33 dibandingkan terhadap emisi NOx yang dihasilkan pembakaran gasolin pada rasio kompresi yang sama. Dari susunan molekulnya, etanol memiliki rantai karbon yang lebih pendek dibandingkan bensin, rumus molekul etanol adalah C2H5OH, sedangkan

(30)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Pendeknya rantai atom karbon pada etanol menyebabkan emisi UHC pada pembakaran etanol relatif lebih rendah dibandingkan dengan gasolin, yakni berselisih hingga 130 ppm. Penggunaan etanol pada mesin Otto, positif menyebabkan kenaikan efisiensi mesin dan turunnya emisi CO, NOx, dan UHC dibandingkan dengan penggunaan gasolin [17].

Namun perlu dicatat bahwa emisi aldehida lebih tinggi pada penggunaan etanol, sepeti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3. Meskipun demikian bahaya emisi aldehida terhadap lingkungan lebih rendah daripada berbagai bahaya emisi yang ditimbulkan dari pembakaran premium.

Tabel 2.3 Perbandingan emisi bahan pencemar dari campuran bioetanol dan premium.

Emisi E10 E85

Carbon Monoxide (CO) Berkurang 25-30 % Berkurang 40% Carbo Dioxide (CO2) Berkurang 10% Berkurang 14-102 % Nitrogen Oxides Berkurang 5% Berkurang 30% Voltile Organic Compound

(VOCs)

Berkurang 7% Berkurang 30% lebih Sulfur Dioxides Beberapa pengurangan Berkurang sampai 80% Particulates Beberapa pengurangan Berkurang 20%

Aldehydes Meningkat 30-50% Tidak cukup data Aromatic (benzene dan

butadiene)

Beberapa pengurangan Berkurang lebih 50% Sumber:

Selain itu, pada prinsipnya emisi CO2 yang dihasilkan pada pembakaran

(31)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Gambar 2.5 Daur ulang karbondioksida pada siklus bioetanol.

(32)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

2.5 Motor Bensin

Motor bensin yang mengerakkan mobil penumpang, truk, sepeda motor, skuter, dan jenis kendaraan lain saat ini merupakan perkembangan dan perbaikan mesin yang sejak semula dikenal dengan motor Otto. Motor bensin dilengkapi dengan busi dan karburator. Busi berfungsi sebagai penghasil loncatan api yang akan menyalakan campuran udara dengan bahan bakar, karena hal ini maka motor bensin disebut juga sebagai Spark Ignition Engine. Sedangkan karburator merupakan tempat pencampuran udara dan bahan bakar [5].

Pada motor bensin, campuran udara dan bahan bakar yang dihisap ke dalam silinder dimampatkan dengan torak kemudian dibakar untuk memperoleh tenaga panas. Gas-gas yang terbakar akan meningkatkan suhu dan tekanan di dalam silinder, sehingga torak yang berada di dalam silinder akan bergerak turun-naik (bertranslasi) akibat menerima tekanan yang tinggi.

2.5.1 Cara Kerja Motor Bensin 4 Langkah

Motor bensin dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu motor bensin 2-langkah dan motor bensin 4-langkah. Pada motor bensin 2-langkah, siklus terjadi dalam dua gerakan torak atau dalam satu putaran poros engkol. Sedangkan motor bensin 4-langkah, pada satu siklus tejadi dalam 4-langkah. Langkah langkah yang terjadi pada motor bensin 4 langkah dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini :

Gambar 2.6 Siklus Otto Ideal. 4

TM

0 1

2

V P

3

TM

(33)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Langkah-langkah yang terjadi pada motor bensin 4 langkah adalah : 1. Langkah Isap

Pada langkah isap (0 – 1), campuran udara yang telah bercampur pada karburator dihisap ke dalam silinder (ruang bakar). Hal ini akan disebabkan tekanan di dalam silinder lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada saat yang sama, torak akan bergerak turun dari titik mati atas (TMA) ke titik mati bawah (TMB) yang akan menyebabkan kehampaan (vacum) di dalam silinder, maka dengan demikian campuran udara dan bahan bakar (bensin) akan dihisap ke dalam silinder. Selama langkah isap ini, katup isap akan membuka dan katup buang akan menutup.

2. Langkah Kompresi

Pada langkah kompresi (1 – 2), campuran udara dan bahan bakar yang berada di dalam silinder dimampatkan oleh torak, dimana torak akan bergerak dari TMB ke TMA dan kedua katup isap dan buang akan menutup, sedangkan busi akan memercikan bunga api dan bahan bakar mulai terbakar akibatnya terjadi proses pemasukan panas pada langkah 2-3.

3. Langkah Ekspansi

Pada langkah ekspansi (3 – 4), campuran udara dan bahan bakar yang dihisap telah terbakar. Selama pembakaran, sejumlah energi dibebaskan, sehingga suhu dan tekanan dalam silinder naik dengan cepat. Setelah mencapai TMA, piston akan didorong oleh gas bertekanan tinggi menuju TMB. Tenaga mekanis ini diteruskan ke poros engkol. Saat sebelum mencapai TMB, katup buang terbuka, gas hasil pembakaran mengalir keluar dan tekanan dalam silinder turun dengan cepat.

4. Langkah Pembuangan

Pada langkah pembuangan (4 – 1), torak terdorong ke bawah menuju TMB dan naik kembali ke TMA untuk mendorong ke luar gas-gas yang telah terbakar di dalam silinder. Selama langkah ini, katup buang membuka sedangkan katup isap menutup.

(34)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Gambar 2.7 . Cara kerja motor bensin 4 langkah.

2.5.2 Performansi Motor Bensin

Ada beberapa hal yang mempengaruhi performansi motor bensin, antara lain besarnya perbandingan kompresi, tingkat homogenitas campuran bahan bakar dengan udara, angka oktan bensin sebagai bahan bakar, tekanan udara masuk ruang bakar. Semakin besar perbandingan udara motor akan semakin efisien, akan tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada motor yang berpotensi menurunkan daya motor, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen motor. Untuk mengatasi hal ini maka harus dipergunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi. Angka oktan pada bahan bakar motor Otto menunjukkan kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara bahan bakar sebelum waktunya (self ignition) yang menimbulkan knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas campuran akan lebih baik.

1. Torsi dan Daya

Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan

torquemeter yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat torquemeter

(35)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

B

2. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (specific fuel consumption, sfc)

Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu.

Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam satuan kg/jam [25], maka : dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h).

.

f

m = laju aliran bahan bakar (kg/jam).

Besarnya laju aliran massa bahan bakar ( .

f

m ) dihitung dengan persamaan [24]

berikut :

t = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji

(detik).

3. Perbandingan Udara Bahan Bakar (AFR)

(36)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

AFR = .

Besarnya laju aliran massa udara (ma) juga dapat diketahui dengan

membandingkan hasil pembacaan manometer terhadap kurva viscous flow meter

calibration. Kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara

1013 mbar dan temperatur 20 0C, oleh karena itu besarnya laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi (Cf) [22] berikut :

f

Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari perhitungan teoritisnya. Penyebabnya antara lain tekanan yang hilang (losses) pada sistem induksi dan efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika memasuki silinder mesin.

Efisiensi volumetrik (ηv) dirumuskan dengan persamaan [23] berikut :

v

Berat udara segar yang terisap =

n

(37)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

v

Diasumsikan udara sebagai gas ideal, sehingga massa jenis udara dapat diperoleh dari persamaan berikut :

a

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi–rugi mekanis

(mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang

dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi termal brake (brake thermal efficiency, ηb) [26].

b

Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut : Q =

.

f

m . LHV ...(2.12)

dimana, LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (kJ/kg)

Jika daya keluaran (P ) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar B

(38)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

2.5.3 Teori Pembakaran

Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar setelah dinyalakan dan digabung dengan oksigen akan menimbulkan panas sehingga menaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustable) yang utama adalah karbon (C) dan hidrogen (H), elemen mampu bakar yang lain namun umumnya hanya sedikit terkandung dalam bahan bakar adalah sulfur (S). Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan campuran dari oksigen dan nitrogen. Nitrogen adalah gas lembam dan tidak berpartisipasi dalam pembakaran. Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi elemen komponennya yaitu hidrogen dan karbon dan masing-masing bergabung dengan oksigen dari udara secara terpisah. Hidrogen bergabung dengan oksigen untuk membentuk air dan karbon bergabung dengan oksigen menjadi karbon dioksida. Jika oksigen yang tersedia tidak cukup, maka sebagian dari karbon akan bergabung dengan oksigen dalam bentuk karbon monoksida. Pembentukan karbon monoksida hanya menghasilkan 30 % panas dibandingkan panas yang timbul oleh pembentukan karbon dioksida [8].

2.5.4 Nilai Kalor Bahan Bakar

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.

Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Data yang diperoleh dari hasil pengujian bom kalorimeter adalah temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan. Selanjutnya untuk menghitung nilai kalor atas, dapat dihitung dengan persamaan [35] berikut :

(39)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

dimana:

HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan (0C)

T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan (0C)

Cv = Panas jenis bom kalorimeter (73529.6 kJ/kg 0C)

Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (0.05 0C)

Sedangkan nilai kalor bawah dihitung dengan persamaan [36] berikut:

LHV = HHV – 3240 ...(2.15)

Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan Dulong [9]:

HHV = 33950 C + 144200 

HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

C = Persentase karbon dalam bahan bakar H2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar

O2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar

S = Persentase sulfur dalam bahan bakar

Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya

kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya.

(40)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)...(2.17)

LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)

M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)

Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American Society of Mechanical

Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan

SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV) [11].

2.6 Emisi Gas Buang

Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari kendaraan bermotor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori [33] sebagai berikut :

1. Sumber

Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan yang

terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi. 2. Komposisi Kimia

Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya.

3. Bahan Penyusun

(41)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.

a.) Partikulat

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan.

Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir–butir berkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon–karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam.

b.) Unburned Hidrocarbon (UHC)

Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan.

(42)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar.

c.) Carbon Monoksida (CO)

Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa

yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.

d.) Nitrogen Oksida (NOx)

Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok pembahasan dalam masalah polusi udara adalah NO dan NO2. Kedua senyawa ini terbuang langsung ke

udara bebas dari hasil pembakaran bahan bakar. Nitrogen monoksida (NO) merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. NO merupakan gas yang

berbahaya karena mengganggu saraf pusat. NO terjadi karena adanya reaksi antara N2 dan O2 pada temperatur tinggi diatas 1210 0C. Persamaan reaksinya adalah

sebagai berikut :

O2 2O

N2 + O NO + N

(43)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

2.7 Harga Premium di Indonesia

Harga premium di Indonesia saat ini Rp. 4.500,- . Harga premium tersebut sudah dengan adanya subsidi dari pemerintah. Pada saat ini harga BBM industri non subsidi terus turun hingga mendekati harga BBM bersubsidi. Di sebagian lokasi pemasaran Pertamina, harga Premium non subsidi dijual seharga Rp 6.043 per liter (1/11/2008).

Pada table berikut menampilkan perbandingan harga premiun yang dijual di SPBU Amerika Serikat dengan Indonesia sepanjang tahun 2008. Adapun asumsi yang digunakan adalah:

1. Harga rata-rata premium di AS diambil dari harga mingguan yang dirilis di

2. Harga premium di konversikan dengan rupiah dengan asumsi rata-rata kurs rupiah terhadap dollar adalah sebagai berikut:

a. Kurs Januari – September = Rp 9.250 per dollar b. Kurs Oktober – Desember = Rp 10.800 per dollar

(44)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Tabel 2.4 Perbandingan harga premium di AS dengan Indonesia.

Sumber : www.nusantara_news.com

Jika harga minyak mentah di luar negeri US$ 120 / barel = Rp.6.943 / liter, jadi harga bensin di luar negeri Rp.6.943 + Rp.1.389 = Rp.8.332 per liter. Selisih harga bensin di luar negeri Rp.8.332 per liter dengan harga bensin di Indonesia yang Rp.4.500 per liter ini, atau Rp.3.832 per liternya, disebut subsidi.

(45)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Pengujian dilakukan di laboratorium motor bakar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara selama kurang lebih 2 bulan.

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan

Bahan yang menjadi objek pengujian ini adalah bahan bakar premium dan campuran premium-bioetanol dengan kadar :

1. BE-35 (65% Premium + 35% Bioetanol dalam campuran). 2. BE-40 (60% Premium + 40% Bioetanol dalam campuran).

3.2.2 Alat

Alat yang dipakai dalam eksperimental ini terdiri dari :

1. Mesin bensin 4-langkah 4-silinder ( TecQuipment type. TD4A 024 ), untuk menentukan performansi motor bakar tersebut.

2. Bom kalorimeter, untuk mengukur nilai kalor bahan bakar. 3. Auto gas analizer, untuk menguji emisi gas buang motor bakar.

4. Alat bantu perbengkelan, seperti : kunci pas, kunci Inggris, kunci ring, kunci L, obeng, tang, palu, kertas amplas dan lain sebagainya.

5. Stop watch, untuk menentukan waktu yang dibutuhkan mesin uji untuk

menghabiskan bahan bakar dengan volume sebanyak 50 ml.

6. Termometer, untuk menghitung perubahan suhu yang terjadi antara sebelum masuk dan setelah keluar air cooler.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi :

(46)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian karakteristik bahan bakar bioetanol yang dilakukan oleh PT Medco Etanol Lampung dan data mengenai karakteristik bahan bakar premium dari PT Pertamina.

Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder diolah ke dalam rumus empiris, kemudian data dari perhitungan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik.

3.4 Pengamatan dan Tahap Pengujian

Pada penelitian yang akan diamati adalah : 1. Parameter torsi (T) dan parameter daya (PB).

2. Parameter konsumsi bahan bakar spesifik (sfc). 3. Rasio perbandingan udara bahan bakar (AFR). 4. Efisiensi volumetris (ηv).

5. Effisiensi thermal brake (ηb). 6. Parameter komposisi gas buang.

Prosedur pengujian dapat dibagi beberapa tahap, yaitu : 1. Pengujian nilai kalor bahan bakar.

2. Pengujian motor bensin dengan bahan bakar premium murni.

3. Pengujian motor bensin dengan bahan bakar campuran premium-bioetanol (Gasohol BE-35 – BE-40).

3.5 Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar

(47)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

s

Gambar 3.1 Bom kalorimeter. Peralatan yang digunakan meliputi :

- Kalorimeter, sebagai tempat air pendingin dan tabung bom. - Tabung bom, sebagai tempat pembakaran bahan bakar yang diuji. - Tabung gas oksigen.

- Alat ukur tekanan gas oksigen, untuk mengukur jumlah oksigen yang dimasukkan ke dalam tabung bom.

- Termometer, dengan akurasi pembacaan skala 0.01 0C.

- Elektromotor yang dilengkapi pengaduk untuk mengaduk air pendingin. - Spit, untuk menentukan jumlah volume bahan bakar.

- Pengatur penyalaan (saklar), untuk menghubungkan arus listrik ke tangkai penyala pada tabung bom.

- Kawat penyala (busur nyala), untuk menyalakan bahan bakar yang diuji. - Cawan, untuk tempat bahan bakar di dalam tabung bom.

- Pinset untuk memasang busur nyala pada tangkai penyala, dan cawan pada dudukannya.

1

2

3

4

5

Keterangan :

1. Tabung gas oksigen 2. Termometer

(48)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Adapun tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mengisi cawan bahan bakar dengan bahan bakar yang akan diuji.

2. Menggulung dan memasang kawat penyala pada tangkai penyala yang ada pada penutup bom.

3. Menempatkan cawan yang berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala, serta mengatur posisi kawat penyala agar berada tepat diatas permukaan bahan bakar yang berada didalam cawan dengan menggunakan pinset.

4. Meletakkan tutup bom yang telah dipasangi kawat penyala dan cawan berisi bahan bakar pada tabungnya serta dikunci dengan ring “O”sampai rapat.

5. Mengisi bom dengan oksigen (30 bar).

6. Mengisi tabung kalorimeter dengan air pendingin sebanyak 1250 ml. 7. Menempatkan bom yang telah terpasang kedalam tabung kalorimeter. 8. Menghubungkan tangkai penyala penutup bom ke kabel sumber arus listrik. 9. Menutup kalorimeter dengan penutupnya yang dilengkapi dengan pengaduk. 10.Menghubungkan dan mengatur posisi pengaduk pada elektromotor.

11.Menempatkan termometer melalui lubang pada tutup kalorimeter.

12.Menghidupkan elektromotor selama 5 (lima) menit kemudian membaca dan mencatat temperatur air pendingin pada termometer.

13.Menyalakan kawat penyala dengan menekan saklar.

14.Memastikan kawat penyala telah menyala dan putus dengan memperhatikan lampu indikator selama elektromotor terus bekerja .

15.Membaca dan mencatat kembali temperatur air pendingin setelah 5 (lima) menit dari penyalaan berlangsung.

16.Mematikan elektromotor pengaduk dan mempersiapkan peralatan untuk pengujian berikutnya.

(49)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Diagram alir pengujian nilai kalor bahan bakar yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.2

Gambar 3.2 Diagram alir Pengujian nilai kalor bahan bakar.

Mulai

b Berat sampel bahan

bakar 0,20 gram Volume air

pendingin: 1250 ml Tekanan oksigen 30

Bar

air pendingin selama 5 menit

Mencatat temperatur air pendingin T1 (OC)

Menyalakan bahan bakar

Selesai

Melanjutkan pengadukan terhadap air pendingin selama 5 menit

Mencatat kembali temperatur air pendingin T2 (OC)

Menghitung HHV bahan bakar : HHV = (T2 – T1 – Tkp) x Cv x 1000

a

b

(50)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

3.6 Prosedur Pengujian Performansi Motor Bensin

Disini dilakukan pengujian dengan menggunakan mesin diesel 4-langkah 4-silinder (TecQuipment type. TD4A 024).

Gambar 3.3 Mesin uji (TD4A 024).

(51)

Andriko D. Haholongan : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-35 Dan Be-40), 2009.

Tabel 3.1 Spesifikasi Mesin Bensin TD4A 024 4-langkah. TD4A 024 4-Stroke Bensin Engine

Tahun Pembuatan 1989

Type TecQuipment TD4A 024

Langkah dan diameter 3,125 inch-nominal dan 3,5 inch

Kompresi ratio 10 : 1

Kapasitas 107 inch3 (1,76 liter)

Valve type clearance 0,012 inch (0,30 mm) dingin

Firing order 1-3-4-2

Sumber : Panduan Praktikum Motor Bakar Bensin Laboratorium Motor Bakar

Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

Mesin ini juga dilengkapi dengan TD4A 024 Instrumentation Unit dengan spesifikasi sebagai berikut :

Gambar

Gambar 2.5  Daur ulang karbondioksida pada siklus bioetanol.
Gambar 2.6 Siklus Otto Ideal.
Tabel 2.4  Perbandingan harga premium di AS dengan Indonesia.
grafik.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Second-order canal postsynaptic components of field potentials evoked by neurons were searched systematically in depth tracks that stimulation of a particular semicircular canal

Results from our laboratory have provided compelling evidence that human fibroblasts, a nonneuronal tissue, provide a relevant model of signal transduction in affective disorders:

peningkatan rata-rata yang dicapai siswa dan jumlah siswa yang mencapai KKM dari pelaksanaan pra siklus sampai dengan pelaksanaan siklus kedua, dapat disimpulkan

[r]

Perumahan nasional merupakan suatu pemukiman yang perencanaannya dibangun oleh negara dimana dengan adanya pemukiman tersebut dapat berguna membantu masyarakat mendapatkan

pembelajaran berbasis media komputer di SMPN 2 wonogiri memainkan peranan penting dalam meningkatkan kualitas pembelajaran terutama pembelajaran desain batik guna

[r]

2 Kepada Perusahaan yang dinyatakan sebagai pemenang, diharapkan menghubungi Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat Bina Kesertaan KB Jalur Swasta, Satuan Kerja