PENENTUAN RANGKING OPTIMALISASI FUNGSI DAN
KEBERADAAN PERUMNAS DI WILAYAH KOTA MEDAN DAN
SEKITARNYA DENGAN METODE
ANALYTIC HERARCHY PROCESS (AHP)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat
dalam menempuh Colloqium Doctum/Ujian Sarjana Teknik Sipil
Dikerjakan oleh:
05 0404 081
TANTI NOVRIYANTI SILALAHI
BIDANG STUDI TRANSPORTASI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat, kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir ini dengan judul:
“PENENTUAN RANGKING OPTIMALISASI FUNGSI DAN KEBERADAAN
PERUMNAS DI WILAYAH KOTA MEDAN DAN SEKITARNYA DENGAN
METODE ANALYTIC HERARCHY PROCESS (AHP)”
Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat dalam menempuh
ujian sarjana pada Fakultas Teknik, Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera
Utara.
Dalam kesempatan ini, dengan hati yang tulus penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Bapak Ir. Jeluddin Daud, M.Eng, sebagai Dosen Pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan
dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2.
Bapak Prof. DR. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik
Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3.
Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil,
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4.
Bapak dan Ibu Dosen Pembanding Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
5.
Dosen wali Bapak Medis S Surbakti, S.T., M.T., yang selaku mendukung
6.
Bapak dan Ibu Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Sipil, Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
7.
Kedua orang tua dan keluarga saya yang tercinta atas dukungan moral serta
materil dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
8.
Rekan-rekan Mahasiswa Teknik Sipil Angkatan 2005: Henny, Wida, Ica,
Rhini, Vika, Cahaya, Nisa, Ida, Ina, Enny, Nancy, Grace, Lady, Adrianto,
Afrizal, KC, Habibie, Jefri, Edo, Singgar, Muhardi, Andrisyam,Fachri, Rio,
Ibal, Andreas, Nanda, Nasrul, Pieter, Ganda, dkk); senior-senior stambuk
2002 khususnya abang Sofyan ,2003 dan 2004 serta sepupu saya (Tika) dll
yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas bantuan
dan dukungannnya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih
banyak kekurangan karena keterbatasan wawasan, pengalaman dan referensi yang
dimiliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita
semua.
Medan, Oktober 2009
Penulis
ABSTRAK
Perumahan nasional merupakan suatu pemukiman yang perencanaannya
dibangun oleh negara dimana dengan adanya pemukiman tersebut dapat berguna
membantu masyarakat mendapatkan fasilitas rumah tempat tinggal yang layak
dengan harga yang dapat dijangkau serta memiliki sistem pembayaran yang dapat
diangsur.
Secara umum, pengadaan perumahan bagi kelompok berpendapatan rendah
selalu tidak mencukupi. Kebutuhan akan perumahan selalu lebih tinggi dan dapat
disediakan oleh pemerintah Kota Medan sebagaimana kota besar di Indonesia juga
mengalami kesulitan dalam pengadaan rumah murah. Tercapainya optimalisasi
Perumnas sebagai salah tujuan daripada penataan ruang merupakan unsur penting
dalam mendorong pertumbuhan kota yang sehat dan dinamis. Usaha untuk
mengoptimalkan Perumnas bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, karena ia sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, yang ada kalanya faktor tersebut tidak dapat
dibuat atau diubah, khususnya yang menyangkut fisik lahan. Dengan alasan-alasan
tersebut penulis ingin meneliti untuk mengetahui bobot prioritas/rangking Perumnas
yang optimal fungsi dan keberadaaannya di wilayah kota Medan dan sekitarnya
berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode
analisis yang dipakai untuk mengukur atau mengetahui bobot prioritas/rangking
Perumnas yang optimal fungsi dan keberadaaannya di wilayah kota Medan dan
sekitarnya berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan melalui perbandingan
berpasangan yang diperoleh dari pengukuran aktual maupun pengukuran relatif dari
derajat kesukaan, kepentingan atau perasaan konsumen. Hasil perbandingan
berpasangan ini akan membentuk matrik dimana skala rasio diturunkan dalam bentuk
eigen vektor utama.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...
ABSTRAK ...
DAFTAR ISI ...
DAFTAR TABEL ...
DAFTAR GAMBAR ...
BAB I PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang Permasalahan ...
I.2.
Ruang Lingkup Pembatasan Masalah ...
I.3.
Tujuan Penelitian ...
I.4.
Manfaat Penelitian ...
I.5.
Metode Penulisan ...
I.6.
Tinjauan Penelitian Terdahulu ...
I.7.
AHP Cara Efektif dalam Pengambilan Keputusan ...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
Pengertian Perumahan dan Pemukiman ...
Menurut Undang-Undang
II.6.
Preferensi Bermukim ...
II.7.
Fungsi Pokok Rumah ...
II.8.
Rumah Sederhana ...
II.9.
Faktor-Faktor Penilaian Kepuasan Penghuni Rumah Sederhana ...
II.10.
Fasilitas Lingkungan Perumahan ...
II.10.1.
Jenis Fasilitas Lingkungan Perumahan ...
II.11.
Fungsi Transportasi ...
II.12.
Analytic Hierarchy Process (AHP) ...
II.12.1.
Manfaat, Kelebihan, Keuntungan ...
dan Kelemahan Metode AHP
II.12.2.
Aksioma-Aksioma AHP ...
II.12.3.
Prinsip Kerja AHP ...
II.12.4.
Prosedur AHP ...
II.13. Tahap-tahap Perhitungan AHP ...
II.14. Penilaian Perbandingan Multi Partisipan ...
BAB III DESKRIPSI WILAYAH
III.1.
Gambaran Umum Kota Medan ...
III.1.1.
Keadaan Geografi ...
III.1.2.
Kependudukan ...
III.2.
Sejarah Pertumbuhan Kota Medan ...
III.3.
Pembangunan Pemukiman ...
III.4.
Kebutuhan dan Ketersediaan Perumahan ...
III.5.
Sejarah Singkat Perum Perumnas ...
III.6.
Perumnas Helvetia ...
III.7.
Perumnas Mandala ...
III.8.
Perumnas Simalingkar ...
III.9.
Perumnas MartubungI ...
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
V.1.
Pelaksanaan Survei Pengumpulan Data ...
V.2.
Pengumpulan Data ...
V.3.
Langkah-langkah Mewancarai ...
V.4.
Pembuatan Daftar Quesioner untuk Pemukim ...
V.5.
Teknik Pengambilan Sampel ...
V.6.
Prosedur Penentuan Sampel untuk Pemukim ...
V.7.
Perhitungan Bobot Tiap Elemen ...
V.8.
Penentuan Bobot Tingkat Prioritas Masing-Masing Pihak ...
V.9.
Perhitungan Bobot Prioritas Masing-masing Kriteria ...
V.10.Perhitungan Rangking Prioritas Seluruh Kriteria ...
V.11.Hasil Tabulasi Data Berdasarkan Rangking Kriteria ...
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1. Kesimpulan ...
VI.2. Saran ...
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan ...
Tabel 2.2. Contoh matriks perbandingan berpasangan ...
Tabel 2.3. Nilai Indeks Random ...
Tabel 3.1. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan ...
Tabel 3.2. Jumlah Laju Pertumbuhan dan ...
Kepadatan Penduduk di Kota Medan Tahun 2005 – 2007
Tabel 3.3. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2007 ...
Tabel 3.4. Data Pembagian Wilayah dan Pembangunan dengan ...
Jumlah Penduduk dan Kegiatan Utamanya
Tabel 3.5. Jumlah Rumah yang Disediakan oleh Pemerintah ...
dan Swasta Sampai tahun 2010
Tabel 3.6. Kumulatif Pembangunan Rumah olek Pengembang ...
di Sumatera Utara Tahun 2006-2008 (Unit)
Tabel 3.7. Kumulatif Pembangunan Perumahan RsH di Medan ...
Tahun 2004-2008
Tabel 3.8. Type Rumah dan Jumlah Rumah yang Telah Terjual ...
Tabel 3.9. Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan Penduduk per Ha ...
Dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2007
Tabel 3.10.Type Rumah dan Jumlah Rumah yang Telah Terjual ...
di Perumnas Helvetia
Tabel 3.11.Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan Penduduk per Ha ...
Dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan
Tahun 2007
Tabel 3.12.Type Rumah dan Jumlah Rumah yang Telah Terjual ...
di Perumnas Simalingkar
Tabel 3.13.Type Rumah dan Jumlah Rumah yang Telah Terjual ...
di Perumnas MartubungI
Tabel 3.14. Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan Penduduk per Ha ...
Dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Labuhan
Tabel 4.1. Hasil kriteria yang Disepakati ...
Tabel 5.1. Jumlah Unit Rumah Berdasarkan Tipe Rumah ...
di Perumnas Simalingkar, Helvetia, Mandala dan Martubung
Sampai Tahun 2008
Table 5.2. Tabel Jumlah Sampel di Masing-masing Perumnas ...
Tabel 5.3. Persentase Bobot Prioritas Pihak ...
Tabel 5.4. Contoh Hasil Perhitungan Matiks Perbandingan antar Kriteria ...
dari Responden 1
Tabel 5.5. Hasil Perhitungan Rata-rata Bobot Prioritas ...
dari Keseluruhan Responden
Tabel 5.6. Rangking Prioritas Kriteria ...
Tabel 5.7. Urutan Rangking Prioritas Kriteria ...
Tabel 5.8. Tabulasi Perbandingan Daftar Harga Per Tipe Rumah ...
Tabel 5.9. Tabulasi Penghasilan Masyarakat Perumnas ...
Tabel 5.10. Urutan Rangking Perumnas Berdasarkan Penghasilan Masyarakat ...
Tabel 5.11. Jarak Titik Tengah Kawasan Perumnas ke Fasilitas ...
Tabel 5.12. Urutan Rangking Perumnas Berdasarkan Jarak ke Fasilitas...
Tabel 5.13. Kondisi Jalan Perumnas Ditinjau dari 5 Jalan Utama ...
Tabel 5.14. Urutan Rangking Perumnas Berdasarkan Kondisi Jalan ...
Tabel 5.15. Tabel Jumlah Armada Angkutan Umum per Trayek ...
yang Melewati Masing-Masing Perumnas
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1.Bagan Alir Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ...
Gambar 2.1. Struktur Hierarki ...
Gambar 2.2. Struktur Analytic Hierarchy Process (AHP) ...
Gambar 3.1. Peta Wilayah Pengembangan Pembangunan ...
dan Wilayah Administrasi Kecamatan
ABSTRAK
Perumahan nasional merupakan suatu pemukiman yang perencanaannya
dibangun oleh negara dimana dengan adanya pemukiman tersebut dapat berguna
membantu masyarakat mendapatkan fasilitas rumah tempat tinggal yang layak
dengan harga yang dapat dijangkau serta memiliki sistem pembayaran yang dapat
diangsur.
Secara umum, pengadaan perumahan bagi kelompok berpendapatan rendah
selalu tidak mencukupi. Kebutuhan akan perumahan selalu lebih tinggi dan dapat
disediakan oleh pemerintah Kota Medan sebagaimana kota besar di Indonesia juga
mengalami kesulitan dalam pengadaan rumah murah. Tercapainya optimalisasi
Perumnas sebagai salah tujuan daripada penataan ruang merupakan unsur penting
dalam mendorong pertumbuhan kota yang sehat dan dinamis. Usaha untuk
mengoptimalkan Perumnas bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, karena ia sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, yang ada kalanya faktor tersebut tidak dapat
dibuat atau diubah, khususnya yang menyangkut fisik lahan. Dengan alasan-alasan
tersebut penulis ingin meneliti untuk mengetahui bobot prioritas/rangking Perumnas
yang optimal fungsi dan keberadaaannya di wilayah kota Medan dan sekitarnya
berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode
analisis yang dipakai untuk mengukur atau mengetahui bobot prioritas/rangking
Perumnas yang optimal fungsi dan keberadaaannya di wilayah kota Medan dan
sekitarnya berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan melalui perbandingan
berpasangan yang diperoleh dari pengukuran aktual maupun pengukuran relatif dari
derajat kesukaan, kepentingan atau perasaan konsumen. Hasil perbandingan
berpasangan ini akan membentuk matrik dimana skala rasio diturunkan dalam bentuk
eigen vektor utama.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang Permasalahan
’Sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan perumahan dan
pemukiman adalah agar seluruh rakyat Indonesia dapat menghuni rumah yang layak
dalam lingkungan yang sehat dan teratur’.(Rumah untuk Seluruh Rakyat, 1991)
Perumahan dan permukiman memiliki fungsi dan peranan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Hal inipun tidak terlepas pada masyarakat
Indonesia khususnya. Bagi masyarakat Indonesia, rumah merupakan cerminan dari
pribadi manusianya, baik itu secara perorangan maupun dalam suatu kesatuan dan
kebersamaan dengan lingkungan alamnya.
Setiap kota selalu memiliki daya tarik tersendiri untuk didatangi oleh
masyarakat yang biasa hidup di luarnya, mimpi akan jaminan pekerjaan, pendidikan
serta hiburan merupakan salah satu alasan bahwa kota selalu menarik untuk
didatangi.
Salah satu hal yang selalu menjadi kendala dalam penanggulangan
permasalahan perumahan dan permukiman ini adalah rendahnya kemampuan
masyarakat untuk menjangkau harga rumah yang ditawarkan melalui pasar formal
penyediaan perumahan. Hal ini karena kenaikan harga rumah dan lahan yang tidak
seimbang dengan kemampuan beli masyarakat atau bahkan relatif turun tiap
tahunnya.
Di wilayah kota Medan dan sekitarnya, masalah Perumnas hampir sama
menyebabkan semakin tergesernya pembangunan perumahan sederhana ke pinggiran
kota. Kedua, masalah kurangnya prasarana lingkungan perumahan dan ketiga adalah
sarana transportasi umum yang kurang memadai dan merata, sehingga menimbulkan
masalah biaya transportasi yang mahal bagi penghuni perumahan sederhana yang
tinggal relatif jauh dari pusat kota.
Yang dimaksud dengan optimalisasi penggunaan lahan di kawasan
pemukiman apabila kawasan tersebut dibangun sesuai dengan tujuan UU No.4 tahun
1992 tentang Perumahan dan Pemukiman pada Bab-II Psl. 4 yaitu : (a) dapat
memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam
rangka peningkatan kesejahteraan rakyat dan (b) mewujudkan perumahan dan
pemukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur serta
lokasi pemukiman tersebut benar-benar dibangun pada lokasi yang sesuai dengan
peruntukannya menurut RUTRK.
Ukuran optimal lainnya adalah pengelolaan lahan dalam upaya pembangunan
rumah-rumah serta kawasannya dilakukan dengan cara lebih hemat. Oleh karena itu
maka membangun beberapa rumah sekaligus akan lebih murah biayanya
dibandingkan dengan membangun satu per satu. Kebijaksanaan pembangunan rumah
secara kolektif oleh Pemerintah melalui apa yang dikenal dengan Proyek Prumnas.
Dengan demikian maka calon penghuni akan dapat memperoleh rumah dengan biaya
yang lebih murah atau dengan cara pembayaran yang lebih ringan.
Namun, disisi lain pembangunan Proyek Perumnas tersebut belum terwujud
secara optimal, khususnya mengenai kriteria rumah sehat. Hal ini dapat dimaklumi
karena mengingat terbatasnya anggaran yang dimiliki oleh Perumnas maka tujuan
Tidak jarang terjadi (bahkan sebagian besar) rumah-rumah tersebut diperbaiki atau
dibangun kembali oleh pemiliknya.
Keinginan masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah
sederhana sehat selalu dikalahkan ketersediaan rumah. Sederhana sehat yang
disediakan Perum Perumnas belum memadai. Secara umum, pengadaan perumahan
bagi kelompok berpenghasilan rendah selalu tidak mencukupi. Kebutuhan akan
perumahan selalu lebih tinggi dan dapat disediakan oleh pemerintah Kota Medan
sebagaimana kota besar di Indonesia juga mengalami kesulitan dalam pengadaan
rumah murah.
Tercapainya optimalisasi Perumnas sebagai salah tujuan daripada penataan
ruang merupakan unsur penting dalam mendorong pertumbuhan kota yang sehat dan
dinamis. Hal ini dapat terwujud karena lahan perkotaan yang sangat terbatas tersebut
dapat difungsikan secara optimal.
Usaha untuk mengoptimalkan Perumnas bukanlah suatu pekerjaan yang
mudah, karena ia sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, yang ada kalanya
faktor tersebut tidak dapat dibuat atau diubah, khususnya yang menyangkut fisik
lahan.
Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi tercapainya optimalisasi
Perumnas, antara lain yaitu:
1.
Kondisi pemukiman
Kondisi pemukiman yang dimaksud harus memenuhi persyaratan minimum
bagi perumahan dan pemukiman yang layak, sehat, aman dan serasi. Contoh:
mempengaruhi nilai utility dari suatu daerah perumahan sehingga sangat
berpengaruh terhadap usaha optimalisasi daerah Perumnas tersebut.
2.
Faktor ekonomi
Faktor ini misalnya ditinjau dari harga rumah apakah kondisi rumah dan
fasilitas umum yang tersedia telah sesuai dengan harga rumah yang
ditetapkan.
3.
Faktor penduduk
Dari faktor penduduknya yakni dari penghasilan pemukimnya dapat kita teliti
apakah pembangunan Perumnas tersebut telah sepenuhnya ditujukan untuk
kalangan menengah dan menengah ke bawah. Selain itu, dari lama bermukim
dan alasan bermukim kita dapat mengetahui optimal atau tidakkah
penggunaan Perumnas tersebut.
4.
Faktor transportasi
Keinginan bermukim sangat dipengaruhi oleh kemudahan (aksesibilitas)
transportasi pada kawasan pemukiman tersebut. Dengan adanya aksesibilitas
transportasi dalam wilayah atau kota, maka masyarakat dalam wilayah atau
kota tersebut akan mudah dan cepat dalam melakukan aktivitas.
Transportasi selalu dikaitkan dengan tujuan misalnya perjalanan dari rumah
ke tempat bekerja, ke pasar, tempat rekreasi dan kota inti. Perjalanan terjadi karena
manusia melakukan aktivitas di tempat yang berbeda dengan daerah tempat mereka
tinggal.
Menurut Cooley (1894) dan Weber (1895), jalur transportasi dan titik simpul
(pertemuan beberapa jalur transportasi) dalam suatu sistem transportasi mempunyai
Dari pernyataan dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa transportasi
berkaitan erat dengan keinginan bermukim di suatu kawasan pemukiman.
Pemerintah Kota Medan dalam 5 tahun ini telah memberikan perhatian besar
untuk membangun Rumah Sangat Sederhana (RSS) untuk masyarakat kelas rendah,
yang dilaksanakan bekerjasasama dengan Real Estate Indonesia (REI), Bank BTN,
PT. Jamsostek dan Perum Perumnas.
Perum Perumnas optimis pada tahun 2009 mampu menjadi market leader
(pemimpin pasar) dalam penjualan perumahan bagi rakyat. Dalam tahun ini, Perum
Perumnas secara nasional menargetkan mampu menjual sebanyak 13.000 unit rumah.
Target tersebut dilandasi keberhasilan BUMN di bidang perumahan ini yang mampu
menjual 8.668 unit rumah pada 2008.
Hasil wawancara dengan Bapak Basri Nazar S.E salah satu pegawai di Perum
Perumnas Regional I menyatakan bahwa 60% luas daerah Perumnas untuk
pemukiman sedangkan 40% untuk fasilitas. Pada tahun 1982 Perum Perumnas
Helvetia menyerahkan tanah-tanah serta fasilitas sosial yang terdapat di lokasi
kawasan Perumnas Helvetia kepada Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II
Medan, jadi segala fasilitas baik sarana maupun prasarana tidak menjadi tanggung
jawab pihak Perum Perumnas lagi. Para konsumen yang telah membeli rumah
Perumnas 100% telah menjadi hak milik konsumen atau sering disebut HPL (Hak
Pengguna Lahan), jadi apabila rumah dipindahtangankan atau dikembangkan tidak
perlu ada izin lagi dari pihak Perum Perumnas tetapi apabila ada permintaan dari
pihak Bank yang terkait sebagai persyaratan memperjualbelikan rumah maka Perum
Dalam tugas akhir ini, dilakukan studi kasus pada Perumnas yang ada di
wilayah kota Medan dan sekitarnya yaitu: Perumnas Helvetia, Perumnas Mandala,
Perumnas Simalingkar dan Perumnas MartubungI. Hasil analisis dikuantifikasikan
dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) menggunakan program Excel
berdasarkan data-data quesioner yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan.
Dengan demikian kita dapat mengetahui Perumnas mana yang paling optimal
keberadaan dan fungsinya.
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode
analisis yang dipakai untuk mengukur atau mengetahui bobot prioritas/rangking
Perumnas yang optimal fungsi dan keberadaaannya di wilayah kota Medan dan
sekitarnya berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan melalui perbandingan
berpasangan yang diperoleh dari pengukuran aktual maupun pengukuran relatif dari
derajat kesukaan, kepentingan atau perasaan konsumen. Hasil perbandingan
berpasangan ini akan membentuk matrik dimana skala rasio diturunkan dalam bentuk
eigen vektor utama.
Matrik tersebut berciri positif dan berbalikan, yakni a
ij= 1/a
ij. Matriks
perbandingan tersebut dapat disajikan sebagai berikut :
A1 A2 A3
... ... A
n1 ... ... ...
... ... ... ... ... ...
... ... ... ... ... ...
... ... 1
... ... 1
... ... 1
... ...
1
3 32
31
2 23
21
1 13
12
3 2 1
n
n n n
n a a
a a
a
a a
a
a a
a
A A A A
n
Dengan alasan-alasan tersebut penulis ingin meneliti untuk mengetahui bobot
Mendefinisikan
Tahapan hierarki
Tujuan
penanganan
Matriks perbandingan berpasangan
pada setiap level hierarki
•
Komponen-komponen eigen vektor utama setiap baris
Perhitungan :
Wi
=
na
1j×
a
2j×
a
3j×
....
×
a
nj•
Eigen vektor (Bobot Prioritas)
Xi
=
Wi
Wi
∑
•
Eigen value maks (λ
maks)
λ
maks= (
∑
a .
ijX
i) / X
in
•
Indeks konsistensi (CI)
CI
=
1
−
−
n
n
maks
λ
•
Rasio konsistensi (CR)
CR
=
RI
CI
Tidak
CR
≤ 0,
1
Ya = Konsisten
Bobot Prioritas (Rangking) Kriteria
Alternatif optimum terpilih
I.2.
Ruang Lingkup Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka pembahasan
penelitian ini dibatasi pada :
a.
Penelitian hanya dilakukan pada kawasan Perumnas di wilayah kota Medan
dan sekitarnya.
b.
Kriteria yang disepakati untuk diteliti adalah :
1.
Jarak titik tengah Perumnas ke fasilitas terdekat
Fasilitas yang diteliti yakni:
A.
Fasilitas Kesehatan
a)
Puskesmas
B.
Fasilitas Perbelanjaan
a)
Pasar
C.
Fasilitas Peribadatan
a)
Mesjid
b)
Gereja
D. Fasilitas Pendidikan
a)
SD
b)
SLTP
c)
SLTP
E.
Fasilitas Olah Raga
a)
Lapangan Sepak Bola
2.
Jumlah armada angkutan umum yang melewati kawasan Perumnas
Merupakan salah satu bagian dari aksesibilitas atau kemudahan untuk
3.
Kondisi perkerasan
Keadaan jalan utama yang ada di Perumnas yakni diambil 5 sampel jalan
utama.
4.
Jarak Perumnas ke pusat inti kota Medan
Faktor yang mempengaruhi konsumen atau pemukim dari sisi jarak
tempat kerja yang biasanya di sekitar pusat kota dengan lokasi Perumnas
dan tempat-tempat penting lainnya.
5.
Harga rumah
Konsumen atau pemukim lebih memilih harga rumah yang sesuai dengan
budget yang mereka sediakan.
6.
Penghasilan pemukim
Faktor penghasilan dapat dijadikan acuan tentang fungsi Perumnas
apakah benar-benar diperuntukkan untuk kalangan masyarakat menengah
dan ke bawah.
c. Data dari kuesioner yang berisikan pemilihan kriteria untuk menentukan
optimalnya suatu Perumnas diolah dengan bantuan program Microsoft Excel,
sedangkan penentuan rangking alternatif Perumnas yang optimal fungsi dan
keberadaannya berdasarkan bobot prioritas/rangking kriteria dilakukan
dengan metode perangkingan yang ditinjau melalui observasi lapangan. Hal
ini disebabkan karena responden yang berasal dari masing-masing Perumnas
tidak mengetahui bagaimana keadaan di Perumnas yang lain, jadi apabila
ditanya kuesioner yang isinya tentang Perumnas lain maka hasil dari
I.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Mengetahui rangking Perumnas di wilayah kota Medan dan sekitarnya yang
optimal fungsi dan keberadaannya berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
b.
Mengetahui bobot prioritas/rangking kriteria-kriteria yang telah ditetapkan
untuk menentukan optimalnya fungsi dan keberadaannya suatu Perumnas.
I.4.
Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
a.
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat kebijaksanaan
yang berkaitan dengan perencanaan wilayah perkotaan khususnya
pemukiman di wilayah pinggiran kota Medan yakni : kawasan Perumnas di
kota Medan.
b.
Bagi pengembang sebagai masukan dalam meningkatkan kualitas Perumnas
yang akan dikembangkan.
c.
Bagi pemerintah, sebagai masukan untuk mengetahui upaya-upaya yang
harus dilakukan dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas
Perumnas di wilayah kota Medan dan sekitarnya.
d.
Bagi konsumen, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang
kondisi Perumnas di wilayah kota Medan dan sekitarnya agar nantinya
I.5.
Metode Penulisan
Penelitian ini akan menggunakan metode penulisan sebagai berikut :
a.
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan tentang latar belakang penelitian ini dibuat, masalah, tujuan dan
manfaat.
b.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Memberikan literatur yang mendukung penelitian ini, memberikan
pemahaman singkat melalui penjelasan umu, uraiuan pengertian dan teori
yang berkaitan dengan penelitian.
c.
BAB III DESKRIPSI WILAYAH STUDI
Berisikan tentang wilayah penelitian yang masih dalam ruang lingkup
pembahasan.
d.
BAB IV METODE PENELITIAN
Berisikan tentang langkah-langkah kerja yang akan dilakukan dan cara
memperoleh data yang relevan dengan penelitian ini.
e.
BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Berisikan tentang pelaksanaan dan pengumpulan serta perhitungan dari hasil
kuesioner yang diperoleh dengan menggunakan program Excel.
f.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
I.6.
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Rasudyn Ginting (1999) dalam penelitiannya yang berjudul “Optimalisasi
Kepuasan Pemukim Penghasilan Pemerintah dan Pengembang dari Sektor Usaha
Perumahan Tertata serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Kasus : Kotamadya
Medan) bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana dan sejauh mana
tingkat optimalisasi yang diperoleh Pemukim, Pemerintah dan Developer di kawasan
perumahan tertata; type rumah yang bagaimanakah yang memberikan tingkat
optimalisasi paling tinggi dan faktor-faktor apa pula yang mempengaruhi tingkat
optimalisasi tersebut.
Syawaluddin (2007), “Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan
Moda ke Kampus dengan Metode Analytic Hierarchy Process”, yang berhasil
menentukan urutan prioritas/rating faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan
moda ke kampus.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Iryanto (2008) berjudul “Penentuan
Rating Kabupaten-Kota dengan Metode AHP untuk Mendukung Pengembangan
Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara”. Disertasi ini
menunjukkan pengembangan metode AHP sehingga preferensi seluruh lapisan
masyarakat baik itu Pemerintah, stakeholder, LSM, DPRD, calon responden, ahli
dari Perguruan Tinggi dan lain-lainnya diperoleh melalui Focused Group
Discussion(FGD) dapat diikutsertakan dan hasilnya memberikan peringkat (rating)
I.7.
AHP Cara Efektif dalam Pengambilan Keputusan
Metode AHP adalah prosedur pengambilan keputusan, yang dirancang untuk
menangkap persepsi orang atau sekelompok orang yang berhubungan erat dengan
permasalahan tertentu melalui prosedur yang dibuat untuk sampai kepada suatu skala
preferensi. Metode ini memungkinkan penyusunan permasalahan yang tidak
tersttruktur kedalam sebuah urutan hirarki, kemudian diberikan nilai dalam bentuk
angka skala preferensi yang menunjukkan relatif pentingnya satu elemen terhadap
elemen yang lain. Untuk sampai pada hasil akhir, penilaian tersebut kemudian
disintesiskan guna menentukan elemen/variabel mana yang mempunyai prioritas
tinggi.
Pada hakekatnya AHP merupakan suatu model pengambil keputusan yang
komprehensif dengan memperhitungkan hal-hal yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Dalam model pengambilan keputusan dengan AHP pada dasarnya
berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya.
Adapun kelebihan dan kekurangan AHP dibandingkan dengan metode Stated
Preference dan metode Simple Additive Weighting Method (SAW), yaitu:
•
Kelebihan:
Metode AHP
-
Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan
input utamanya adalah persepsi manusia
-
AHP memberikan suatu skala pengukuran dan memberikan metode untuk
menetapkan prioritas.
-
Hasil yang didapat lebih rinci, karena dapat dilihat pembobotan untuk tiap
-
AHP memberikan penilaian terhadap konsistensi logis dari
pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.
-
Dapat melihat perbandingan tiap kriteria untuk masing-masing alternatif
-
Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil
keputusan.
-
Digunakan pada pembobotan global.
Kekurangan:
-
Pengisisan kuesioner sulit, karena responden diminta untuk
membandingkan satu per satu tiap kriteria dengan range penilaian yang
sangat luas atau memerlukan ketelitian dalam mengisi kuesioner.
-
Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara
statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang
terbentuk.
-
Bila kriteria atau alternatif yang dibandingkan jumlahnya banyak,
sebaiknya tidak menggunakan metode ini karena akan membutuhkan
waktu yang sangat lama serta tingkat kekonsistenan yang tinggi dalam
proses pengolahan.
-
Untuk melakukan perbaikan keputusan, harus dimulai lagi dari tahap awal
•
Kelebihan:
Metode Stated Preference
-
Dapat menggunakan data terbatas.
-
Berisikan pilihan pelayanan dengan kondisi baik dan buruk serta tingkat
-
Tidak menggunakan asumsi dan prediksi yang terlalu banyak atau yang
bersifat substansial.
Kekurangan:
-
Hasil perhitungan sering tidak tepat/akurat.
-
Tidak mampu menangkap pengaruh aspek-aspeknya.
-
Mengukur probabilitas tingkat kepuasan.
-
Perlu dilakukan analisa faktor dan regresi dan uji sensitivitas model.
-
Outputnya adalah fungsi probabilitas.
•
Kelebihan:
Metode Simple Additive Weighting Method (SAW)
-
Menentukan nilai bobot untuk setiap atribut, kemudian dilanjutkan
dengan proses perankingan yang akan menyeleksi alternative terbaik dari
sejumlah alternative.
-
Penilaian akan lebih tepat karena didasarkan pada nilai kriteria dan bobot
preferensi yang sudah ditentukan.
Kekurangan:
-
Digunakan pada pembobotan lokal.
-
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan bilangan crisp maupun
fuzzy.
-
Adanya perbedaan perhitungan normalisasi matriks sesuai dengan nilai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
Pengertian Perumahan dan Pemukiman Menurut Undang-Undang
Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, pasal 1 :
dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian
dan sarana pembinaan keluarga.
2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan.
3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
4. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai
bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana
lingkungan yang terstruktur.
5. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana
mestinya.
6. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.
II.2.
Pengertian Optimalisasi
Menurut Tim Penyusun kamus bahasa (1994:705) Optimalisasi merupakan
proses, cara atau perbuatan mengoptimalkan. Mengoptimalkan berarti menjadikan
paling baik, paling tinggi atau paling menguntungkan.
II.3.
Gambaran Umum Perumahan dan Pemukiman
Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan
mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa,
dan perlu dibina dan dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan
dan penghidupan masyarakat. Perumahan dan pemukiman tidak dapat dilihat sebagai
sarana kebutuhan kehidupan semata-mata, akan tetapi lebih dari itu merupakan
proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk
memasyarakatkan dirinya dan menampakan jati diri.
Untuk menjamin kepastian hukum dan ketertiban umum dalam
pembangunan dan kepemilikan, maka setiap pembangunan rumah harus dilakukan di
atas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta sistem penyediaan tanah untuk
perumahan dan pemukiman harus ditangani secara nasional, karena tanah merupakan
sumber daya alam yang tidak dapat bertambah. Maka harus digunakan dan
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat, agar penggunaan dan
pemanfaatannya dapat dirasakan oleh masyarakat secara adil dan merata tanpa
menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial dalam proses bermukimnya
Permasalahan pemukiman dan perumahan (papan) yang menjadi salah satu
parameter (tolak ukur) tingkat kesejahteraan dan kemakmuran suatu masyarakat,
yang memenuhi standar kesehatan (cukup sirkulasi udara, cahaya, dan terjaga
sanitasinya) dan bangunan yang secara teknis memenuhi persyaratan teknis
perumahan yang layak, masih sangat memprihatinkan. Masih banyak kita jumpai
pemandangan pemukiman kumuh dibantaran kali dan di tanah-tanah tak bertuan dan
atau tanah-tanah negara yang belum difungsikan. Selain persediaan lahan yang
terbatas, hal ini disebabkan juga oleh tidak adanya pemerataan pembangunan di
daerah-daerah, menyebabkan kaum urban berdatangan ke kota-kota besar berusaha
mencari kerja untuk memperbaiki nasib hidupnya.
Oleh karenanya, pembangunan perumahan dan pemukiman harus diarahkan
untuk meningkatkan kualitas hunian, lingkungan kehidupan, pertumbuhan wilayah
dengan memperhatikan keseimbangan antara pengembangan daerah pedesaan dan
daerah perkotaan, memperluas lapangan kerja serta menggerakan kegiatan ekonomi
dalam rangka mewujudkan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan seluruh
rakyat Indonesia.
Dalam pembangunan perumahan dan pemukiman, perlu ditingkatkan kerja
sama secara terpadu antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, koperasi, usaha
Negara (BUMN/BUMD), usaha swasta, dan masyarakat dengan mengindahkan
persyaratan minimum bagi perumahan dan pemukiman yang layak, sehat, aman, dan
serasi dengan lingkungan, serta terjangkau oleh daya beli masyarakat luas, dengan
memberikan perhatian khusus kepada masyarakat yang berpenghasilan menengah
dan rendah (Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1993). Pengadaan rumah
berpenduduk padat, haruslah dilakukan sesuai dengan peningkatan daya guna dan
hasil guna lahan bagi pembangunan perumahan dan untuk lebih meningkatkan
kualitas lingkungan pemukiman.
Perumahan nasional merupakan suatu pemukiman yang perencanaannya
dibangun oleh negara dimana dengan adanya pemukiman tersebut dapat berguna
membantu masyarakat mendapatkan fasilitas rumah tempat tinggal yang layak
dengan harga yang dapat dijangkau serta memiliki sistem pembayaran yang dapat
diangsur.
Dengan keterbatasan luas tanah yang tersedia, dirasakan perlu untuk
membangun perumahan dengan sistem satu lantai yang disebut Rumah Susun
(Rusun), dengan tetap memperhatikan faktor sosial budaya yang hidup dalam
masyarakat. Rumah Susun sebagai solusi pengadaan perumahan di daerah perkotaan,
dapat berfungsi sebagai tempat hunian, kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan,
maupun bangunan pemerintahan.
II.3.1. Persyaratan Suatu Perumahan dan Pemukiman
A. Persyaratan dasar perumahan
Kawasan perumahan harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut :
a.
Aksesibilitas
Yaitu kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan.Aksesibilitas dalam
kenyataannya berwujud jalan dan transportasi.
b.
Kompatibilitas
Yaitu keserasian dan keterpaduan antar kawasan yang menjadi
c. Fleksibilitas
Yaitu kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran kawasan perumahan
dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana.
d. Ekologi
Yaitu keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang mewadahinya.
B.
Persyaratan dasar pemukiman
Suatu bentuk permukiman yang ideal di kota merupakan pertanyaan yang
menghendaki jawaban yang bersifat komprehensif, sebab Perumahan dan
Permukiman menyangkut kehidupan manusia termasuk kebutuhan manusia yang
terdiri dari berbagai aspek.
Sehingga dapat dirumuskan secara sederhana tentang ketentuan yang baik
untuk suatu permukiman yaitu harus memenuhi sebagai berikut:
a.
Lokasinya sedemikian rupa sehingga tidak terganggu oleh kegiatan lain
seperti pabrik, yang umumnya dapat memberikan dampak pada pencemaran
udara atau pencemaran lingkungan lainnya.
b.
Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan seperti pelayanan
pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan lain-lain.
c.
Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat
dan tidak sampai menimbulkan genangan air walaupun hujan yang lebat
sekalipun.
d.
Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang
e.
Dilengkapi dengan fasilitas air kotor / tinja yang dapat dibuat dengan sistem
individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik
komunal.
f.
Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur
agar lingkungan permukiman tetap nyaman.
g.
Dilengkapi dengan fasilitas umum seperti taman bermain bagi anak-anak,
lapangan atau taman, tempat beribadat, pendidikan dan kesehatan sesuai
dengan skala besarnya permukiman itu.
h.
Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.
II.3.2. Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Ada berbagai cara untuk pembangunan pemukiman, antara lain pembangunan
secara individual dan tidak terorganisir, pembangunan oleh pengembang
pembangunan dan pembangunan permukiman oleh Perum Perumnas.
(1). Pembangunan Perumahan Secara Individual yang Tidak Terorganisasi.
Apabila seseorang memiliki sebuah lahan di kota, maka ia akan membangun
rumah. Peminat pembangunan rumah ini akan mengajukan permohonan ijin
mendirikan bangunan kepada Pemkot, yang harus dilengkapi dengan advis planning.
Pada advis planning itu akan tergambar letak bangunan dan letak rencana jalan yang
ada di depan bangunan. Dalam hal ini, yang sering terjadi adalah jalan tersebut
belum dibuka oleh pemerintah, sehingga pemilik bangunan menggunakan jalan kecil
yang ada di lapangan yang tidak sesuai dengan rencana kota. Lambat laun jalan yang
ada tadi akan dikembangkan oleh penduduk sekitar atau oleh lurah melalui proyek
Dan kemudian akan terus bertambah bangunan-bangunan lain pada jalan
yang tidak mengikuti rencana kota itu sehingga pada akhirnya rencana kota yang
akan menyesuaikan dengan keadaan yang sudah terjadi. Kemungkinan jangkauan
pengawasan pembangunan kota belum sampai ke seluruh penjuru kota sehingga
banyak menimbulkan munculnya bangunan yang tidak memiliki izin dan tidak sesuai
dengan rencana kota. Selain itu biasanya para pemilik tanah tidak mau menyisihkan
sebagian dari tanahnya untuk rencana jalan. Lambat laun kawasan kota yang
dibangun secara individual akan menjadi kawasan kota yang tidak teratur
perencanaannya.
(2). Pembangunan oleh Pengembang
Istilah lainnya adalah real estate yang dilaksanakan dengan cara membeli
sejumlah lahan dan direncanakan untuk pembangunan pemukiman dan setelah
selesai dibangun lalu dijual kepada masyarakat.
Pembangunan seperti ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
a.
Rencana tapak disesuaikan dengan rencana kota dan standar yang ada karena
rencana ini telah dibuat secara keseluruhan dan diperiksa serta diarahkan
terlebih dahulu oleh aparat pemerintah dan setelah memperoleh persetujuan
baru dilaksanakan.
b.
Lahan untuk fasilitas umum dan sosial dapat sekaligus disediakan oleh
pengembang.
c.
Lingkungan pemukiman ini di samping tertata baik juga memperhatikan
estetika lingkungan dan bangunan.
Tapi pembangunan seperti ini juga memiliki faktor negatif seperti:
a.
Harga rumah lebih mahal karena pengembang mengejar keuntungan.
b.
Kualitas rumah tidak sesuai dengan apa yang ditawarkan karena pelaksanaan
pembangunan rumah dalam jumlah besar maka pengawasannya menjadi
berkurang.
c.
Para pengembang hanya memfokuskan prasarana pada lokasi pemukiman,
padahal prasarana seperti drainase berkaitan dengan sistem pemukiman.
Sekeliling kawasan pemukiman yang baru dibangun sering terkena genangan
air karena pengembang tidak membangun drainase pembuang air keluar dari
kawasan pemukiman, melainkan menaikkan elevasi kawasan yang
dibangunnya. Hasilnya adalah kawasan pembangunan itu tidak terjadi banjir,
melainkan memindahkan banjirnya ke kawasan sekelilingnya yang
sebelumnya tidak terjadi banjir.
Karena hanya mengejar keuntungan maka para pengembang cenderung hanya
membangun rumah menengah dan rumah mewah, dan enggan membangun
rumah sederhana dan sangat sederhana
(3). Pembangunan Permukiman oleh Perum Perumnas
Perum perumnas juga bersifat pengembang tapi perusahaan ini lebih
memfokuskan kegiatannya pada pemukiman dan rumah-rumah tingkat menengah ke
bawah. Agar dapat bersaing maka prasarana ke lokasi Perum Perumnas sering kali
dibangun oleh pemerintah.
PT. Perumahan Nasional (Persero) yang sering disingkat Perumnas,
merupakan pengembang (developer) yang dibentuk oleh pemerintah dalam
perkotaan. Dalam pelaksanaannya, Perumnas menerapkan beberapa cara, antara lain
dengan membangun: kapling siap bangun, rumah inti, rumah sederhana dan rumah
susun.
II.3.3 Maksud dan Tujuan Pembangunan Pemukiman
Secara umum :
•
Memperbaiki keadaan pemukiman dan lingkungannya untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.
•
Mengembangkan dan meningkatkan sarana, prasarana dan fasilitas
lingkungan.
•
Meningkatkan dan memanfaatkan kembali fungsi-fungsi perkotaan
dengan lebih mengutamakan tata guna tanah.
Secara lebih khusus, menurut Undang-undang No.4 tahun 1992 tentang
Perumahan dan Pemukiman dijelaskan bahwa penataan perumahan dan
pemukiman bertujuan untuk :
•
Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia
dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.
•
Mewujudkan pemukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman,
serasi dan teratur.
•
Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan penyebaran penduduk yang
rasional.
•
Menunjukkan pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan
II.3.4. Tantangan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman
Secara umum tantangan yang dihadapi dalam pengadaan dan pembangunan
perumahan dan pemukiman, PJP I dan PJP II, dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1.
Pemenuhan kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama bagi masyarakat
yang berpenghasilan rendah.
2.
Mengurangi kesenjangan pelayanan prasarana dan sarana tingkat golongan
masyarakat.
3.
Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha.
4.
Penyediaan prasarana dan sarana perumahan dan pemukiman yang serasi dan
berkelanjutan.
5.
Pengelolaan pembangunan perumhan dan pemukiman secara efektif dan
efisien.
Hal mendasar yang memacu timbulnya berbagai tantangan dalam
pembangunan perumahan dan pemukiman seperti tersebut di atas adalah adanya
fenomena pertumbuhan penduduk yang sangat pesat disertai dengan laju
pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan yang mengakibatkan bertambahnya
kebutuhan akan perumahan dan pemukiman.
Meskipun pembangunan perumahan dan pemukimna yang layak sudah
diarahkan agar terjangkau oleh masyarakat yng berpenghasilan rendah, akan tetapi
sasaran ini masih belum dapat tercapai secara menyeluruh.
Lambannya upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan
iklim yang memadai serta terbatasnya kemampuan Pemerintah Daerah untuk
membiayai pembangunan perumahan dan pemukiman tersebut.
II.3.5. Kendala Pembangunan Perumahan dan Pemukiman
Pelaksanaan pembangunan perumahan dan pemukiman tentu tidak lepas dari
berbagi kendala, yang antara lain berupa:
1.
Terbatasnya lahan yang tersedia
Terbatasnya lahan, baik diperkotaan maupun di pedesaan , yang dibarengi
dengan meningkatnya pembangunan serta perkembangan jumlah penduduk yang
pesat, telah mengakibatkan adanya ketimpangan antara jumlah permintaan dengan
penawaran. Ketimpangan ini memacu meningkatnya nilai lahan yang digunakan
untuk mengembangkan perumahan dan pemukiman sehingga untuk mendaptkan
lahan, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah semakin sulit.
2.
Rendahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat
Kondisis sosial ekonomi masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah,
juga merupakan kendala bagi pembangunan perumahan dan pemukiman yang sehat
dan layak. Kondisi perumahan dan pemukiman yang kurang layak huni merupakan
dampak langsung dari kemiskinan, disamping juga karena kekurangpahaman
masyarakat akan pentingnya pemeliharaan lingkunganyang bersih bagi kesehatan
mereka.
3.
Terbatasnya informasi
Faktor lain yang menajdi kendala dalam pembangunan perumahan dan
pengadaan dan teknologi pembangunan perumahan dan pemukiman terutama bagi
masyarakat yang berpenghasilan rendah dan berdaya beli rendah.
4.
Terbatasnya kemampuan Pemerintah Daerah
Kendala yang berkaitan dengan kemampuan Pemerintah Daerah adalah
terbatasnya kemampuan Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan perumahan
dan pemukiman itu, disamping keterbatasan dalam penyediaan sarana dan
prasarananya.
Dalam buku Perencanaan dan Pengembangan Perumahan yang ditulis oleh
Suparno Sastra M dan Endy Marlina, disana juga dipaparkan beberapa kendala yang
dihadapi mengenai permasalahan perumahan dan permukiman ini, yaitu:
1.
Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman terutama bagi
masyarakat yang berpenghasilan rendah.
2.
Mengurangi kesenjangan pelayanan prasarana dan sarana antar tingkat
golongan masyarakat.
3.
Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha
4.
Penyediaan prasana dan sarana perumahan dan permukiman yang serasi dan
berkelanjutan.
5.
Pengelolaan pembangunan perumahan dan permukiman secara efektif dan
II.3.6. Permasalahan Perumahan dan Permukiman
Permasalahan secara umum pada saat ini adalah:
1)
Belum melembaganya sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman
a. Secara umum sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman masih
belum mantap, baik di tingkat pusat, wilayah, maupun lokal, ditinjau dari segi
SDM, organisasi, tata laksana, dan dukungan prasarana serta sarananya.
b.
Belum mantapnya pelayanan dan akses terhadap hak atas tanah untuk
perumahan, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan berpendapatan
rendah.
c. Belum efisiennya pasar perumahan, karena adanya intervensi yang
mengganggu penyediaan dan menyebabkan distorsi permintaan akan
perumahan.
2) Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dan
terjangkau.
a. Tingginya kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau masih belum
diimbangi kemampuan penyediaan, baik oleh masyarakat, dunia usaha dan
pemerintah.
b. Ketidakmampuan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah untuk
mendapatkan rumah yang layak dan terjangkau serta memenuhi standar
lingkungan permukiman yang responsif (sehat, aman, harmonis dan
berkelanjutan), karena terbatasnya akses informasi, terutama yang berkaitan
dengan pertanahan dan pembiayaan perumahan.
c. Belum tersedianya dana jangka panjang bagi pembiayaan perumahan yang
Di samping itu, sistem dan mekanisme subsidi perumahan bagi kelompok
masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah masih perlu dimantapkan, baik
melalui mekanisme pasar formal maupun melalui mekanisme perumahan
yang bertumpu pada keswadayaan masyarakat.
3) Menurunnya kualitas lingkungan permukiman
a. Secara fungsional, sebagian besar kualitas perumahan dan permukiman
masih belum memenuhi standar pelayanan yang memadai sesuai skala
kawasan yang ditetapkan, baik sebagai kawasan perumahan maupun kawasan
permukiman yang berkelanjutan, seperti terbatasnya ruang terbuka hijau,
lapangan olah raga, tempat usaha dan perdagangan di samping prasarana
dasar perumahan dan permukiman, seperti air bersih, sanitasi, dan
pengelolaan limbah.
b. Secara fisik lingkungan, masih banyak ditemui kawasan perumahan dan
permukiman yang telah melebihi daya tampung dan daya dukung lingkungan.
Dampak semakin menurunnya daya dukung lingkungan di antaranya adalah
dengan meningkatnya lingkungan permukiman kumuh pertahunnya, sehingga
luas lingkungan permukiman kumuh seperti pada tahun 2000 telah mencapai
sekitar 47.500 ha yang tersebar tidak kurang dari sekitar 10.000 lokasi.
c. Secara visual wujud lingkungan, juga terdapat kecenderungan yang kurang
positif bahwa sebagian kawasan perumahan dan permukiman telah mulai
bergeser menjadi lebih tidak teratur, kurang berjati diri, dan kurang
memperhatikan nilai-nilai kontekstual sesuai sosial budaya setempat serta
nilai-nilai arsitektural yang baik. Selain itu, kawasan yang baru dibangun juga
menjadi kawasan kumuh yang baru. Perumahan dan pemukiman yang
spesifik,
unik, tradisional, dan bersejarah juga semakin
rawan
keberlanjutannya, padahal merupakan aset budaya bangsa yang perlu dijaga
kelestariannya.
II.3.7. Strategi Pembangunan Perumahan dan Pemukiman
Adapun rincian strategi pembangunan perumahan serta sarana pendukungnya
di perkotaan dan pedesaan hendaknya mengacu pada hal-hal sebagai berikut :
1.
Dalam upaya penyelenggaraan pembangunan perkotaan perlu segera
diciptakan iklim pengelolaan yang mempu mendorong masyarakat dan dunia
usaha untuk ikut berperan serta secara aktif.
2.
Salah satu faktor penyebab kemiskinan di kota adalah
tertutupnya/terhambatnya akses masyarakat miskin terhadap prasarana dan
sarana perkotaan. Oleh karena itu perlu segera diwujudkan perluasan
jangkauan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan ini di kawasan
tertinggal (padat penduduk miskin).
3.
Penggunaan teknologi tepat guna yang mampu mendorong terbangunnya
prasarana dan sarana perkotaan yang layak dan memadai serta mampu
menjangkau masyarakat secara luas.
4.
Dalam upaya mengembangkan prasarana dan sarana perkotaan perlu
dilakukan optimalisasi potinsi dan sumber daya lokal demi terciptanya
II.3.8. Kualitas Perumahan dan Pemukiman
Dari hasil statistik perumahan yang merupakan hasil pendaftaran bangunan
sensus, agaknya tidak mudah untuk mendapatkan gambaran tentang kualitas
perumahan dan pemukiman di Indonesia. Pemukiman yang tertata baik atau kumuh,
rumah yang layak atau tidak layak tidak dapat dibaca dari hasil sensus. Ini dapat kita
mengerti karena memang belum ada standar baku untuk menentukan apakah suatu
rumah atau suatu unit lingkungan layak huni atau tidak.
Dalam rangka program dan proyek peningkatan kualitas lingkungan,
khususnya pemukiman kumuh di perkotaan, memang perlu dilakukan telaah
(assessment) dan penilaian atas kondisi pemukiman.
Ukuran atau penilaian yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas
pemukiman antara lain :
• Kepadatan penduduk
• Kerapatan Bangunan
• Kondisi jalan
• Sanitasi dan pasokan air bersih
II.4.
Perum Perumnas
Perum Perumnas didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 29/1974
tertanggal 18 Juli 1974 yang disempurnakan dengan PP No.12/1988 dan terakhir PP
No.15/2004 diundangkan 10 Mei 2004 mengacu pada UU No.19/2003 dan PP
No.13/1998. Perumnas adalah sebuah BUMN yang tugasnya mengemban misi
pelaksanaan kebijakan dan program Pemerintah di bidang pembangunan perumahan
rakyat menengah kebawah beserta sarana dan prasarananya, yang mampu
mewujudkan lingkungan permukiman sesuai rencana pengembangan wilayah
perkotan.
Tugas Perum Perumnas adalah menyediakan perumahan dan permukiman
bagi masyarakat luas yang layak dan terjangkau, meliputi perumahan sederhana bagi
Golongan Masyarakat Berpenghasilan Menengah Bawah dengan sasaran Pegawai
Negeri Sipil (PNS), TNI/POLRI dan karyawan swasta beserta sarana prasarana
lingkungan dan perumahan susun sederhana, baik untuk dijual maupun disewakan
untuk buruh karyawan industri, mahasiswa, masyarakat umum dari lingkungan
kumuh.
Garis pedoman dalam penjualan perumahan oleh Perum Perumnas kepada
masyarakat adalah sebagai berikut :
1.
75 % dari perumahan sederhana disewakan/dijual kepada pegawai negeri
atau TNI-Polri golongan II dan yang telah mempunyai masa kerja
sekurang-kurangnya 10 tahun.
2.
15 % dari perumahan sederhana disewakan/dijual kepada karyawan
perusahaan negara/swasta yang berpenghasilan setaraf dengan golongan I
3.
10 % dari perumahan sederhana disediakan untuk masyarakat yang
tempat tinggalnya terkena penggusuran karena pengembangan proyek
pemerintah.
Perum Perumnas juga bersifat pengembang tapi perusahaan ini lebih
memfokuskan kegiatannya pada pemukiman dan rumah-rumah tingkat menengah ke
bawah. Agar dapat bersaing maka prasarana ke lokasi Perumnas sering kali dibangun
oleh Pemerintah.
Selain tugas utama tersebut, Perumnas juga melakukan kegiatan bisnis
komersil dalam rangka mencari dana untuk subsidi silang dan meningkatkan
pertumbuhan perusahaan dengan sasaran perumahan untuk golongan berpenghasilan
menengah atas dan pengembangan fasilitas komersial dengan pola kerjasama
operasi.
Selama Periode 1974-1982, Perumnas telah membangun ribuan rumah
berikut sarana dan prasarana lingkungannya di daerah Depok, Klender, Bekasi,
Cirebon, Semarang, Surabaya, Medan, Padang dan Makasar. Pada Periode
1982-1991, penyertaan modal negara untuk pembangunan RS/RSS dikurangi atau mulai
distop, pelbagai proteksi tidak lagi diperoleh Perumnas. Iklim deregulasi dan
debirokratisasi yang diluncurkan oleh Pemerintah tahun 1983 dan baru efektif setelah
tahun 1988 menciptakan sistem perekonomian yang lebih berorientasi pada pasar.
Fasilitas KPR-BTN mulai dibatasi. Perumnas beralih ke orientasi pasar, menuntut
hasil pemasaran jangka pendek karena dalam situasi keuangan yang sulit. Pada
Periode 1992-2003, Perumnas melakukan kegiatan usahanya bermodalkan dana
dipadukan dan pemasaran serta penjualan sediaan (stock) terpaksa dilakukan untuk
mempertahankan pangsa pasar.
II.5.
Pandangan Masyarakat Berpenghasilan Rendah terhadap Hunian
Untuk menangani kawasan kumuh, maka perlu didasarkan pada pandangan
masyarakat berpenghasilan rendah terhadap rumah. Dalam Sistem Perumahan Sosial,
maka Jo Santoso (Jo Santoso; 2002) mengungkapkan bahwa rumah bagi masyarakat
berpenghasilan rendah adalah:
1.
Dekat dengan tempat kerja atau di tempat yang berpeluang untuk
mendapatkan pekerjaan, minimal pekerjaan di sektor informal.
2. Kualitas fisik hunian dan lingkungan tidak penting sejauh mereka masih bisa
menyelenggarakan kehidupan mereka.
3. Hak-hak penguasaan atas tanah dan bangunan khususnya hak milik tidak
penting. Yang penting bagi mereka adalah mereka tidak diusir atau digusur,
sesuai dengan cara berpikir mereka bahwa rumah adalah sebuah fasilitas.
II.6.
Preferensi Bermukim
Preferensi bermukim adalah keinginan atau kecenderungan seseorang untuk
bermukim atau tidak bermukim di suatu tempat, yang dipengaruhi oleh
variable-variabel sebagai berikut :
1.
Kondisi pemukim
Untuk mencapai kepuasan tertentu, suatu rumah tangga akan mengkonsumsi
pelayanan perumahan dan biaya transportasi ke tempat pekerjaaan. Untuk
atau unit rumah yang lebih besar dan tanah lebih luas. Selanjutnya pertambahan unit
bangunan dan luas tanah tentu saja mempunyai batas tertentu, sehingga peningkatan
konsumsi pelayanan perumahan dapat juga diartikan sebagai kenaikan kualitas
rumah dan kondisi lingkungan yang lebih menyenangkan.
Kenyataannya dalam kehidupan di perkotaan, ada perumahan yang dianggap
kelas atas, menengah dan bawah. Klasifikasi ini tergantung dari kondisi fisik
perumahan dan status sosial lingkungan, sehingga walaupun jaraknya terhadap pusat
kota sama, tapi harganya akan berbeda.
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa kondisi pemukiman
mempengaruhi preferensi bermukim seseorang. Artinya, semakin baik kualitas
perumahan, maka semakin tinggi pula kepuasan seseorang untuk bermukim di
kawasan tersebut.
2.
Transportasi
Salah satu fungsi perkotaan adalah memberikan fasilitas untuk pertukaran
barang dan jasa, dari dan antar lokasi kegiatan ekonomi yang tersebar sehingga
mengakibatkan terjadinya pergerakan barang dan orang. Oleh karena itu, ukuran dan
bentuk struktur serta efisiensi dari daerah perkotaan dipengaruhi oleh sistem
transportasi.
Transportasi menyangkut hampir seluruh kegiatan rumah tangga, sehingga
menjadi hal yang sanagt penting dan menentukan. Dengan kata lain, preferensi
bermukim sangat dipengaruhi oleh kemudahan transportasi daerah tersebut.
3.
Lapangan Pekerjaan
Dalam sistem kota metropolitan, kota-kota satelit juga mulai menubuhkan
tumbuhnya lapangan kerja tersebut maka hubungan antara kota satelit dengan daerah
sekeliling menjadi berubah. Jadi pertumbuhan lapangan kerja dapat menarik pekerja
dari luar kawasan metropolitan atau para migran.
Penduduk kota memerlukan semua variable di atas, tetapi ada kemungkinan
para penduduk cenderung menyukai satu saja, karena para penduduk ini dapat
memenuhi kebutuhan akan variable lainnya dari kota inti atau kota besar. Dalam hal
ini, faktor jarak ke kota inti dan kemudahan transportasi akan sangat mempengaruhi.
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa daya tarik suatu kota akan makin
tinggi apabila di kota tersebut seseorang dapat menekan biaya pengeluaran berarti
meningkatkan kepuasan seseorang untuk bermukim. Dalam hal ini, yang perlu
diperhatikan bahwa faktor-faktor tersebut bervariasi sesuai dengan lokasi adalah
biaya transporatsi dan pelayanan perumahan. Hal ini menjadi cirri dari sistem kota
metropolitan.
Dari seluruh uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hal-hal yang
dapat meningkatkan daya tarik dari suatu kawasan adalah :
Harga atau sewa rumah yang relatif murah, meskipun kondisi perumahan
secara umum sama dengan lokasi lain.
Biaya transportasi ke tempat pekerjaan lebih murah, karena jaraknya
relatif dekat dengan perumahan.
Adanya lapangan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian penduduk yang
II.7.
Fungsi Pokok Rumah
Secara garis besar, rumah memiliki empat fungsi pokok sebagai tempat
tinggal yang layak dan sehat bagi setiap manusia, yaitu:
Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok jasmani manusia.
Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok rohani manusi.
Rumah harus melindungi manusia dari penularan penyakit.
Rumah harus melindungi manusia dari gangguan luar.
II.8.
Rumah Sederhana
Yang dimaksud dengan rumah sederhana adalah rumah yang tidak bersusun
dengan luas lantai bangunan tidak lebih dari 70 m
2, yang dibangun di atas tanah
dengan luas kaveling 54 m
2sampai dengan 200 m
2, dan biaya pembangunan per m
2tidak melebihi dari harga satuan per m
2tertinggi untuk pembangunan rumah dinas.
Tipe rumah sederhana meliputi rumah sederhana tipe besar, rumah sederhana
tipe kecil, rumah sangat sederhana dan kaveling siap bangun.
Yang dimaksud dengan rumah tipe kecil adalah rumah dengan luas lantai
bangunan 21 m
2sampai dengan 36 m
2dan sekurang-kurangnya memiliki kamar
II.9. Faktor-Faktor Penilaian Kepuasan Penghuni Rumah Sederhana
A.
Faktor Lokasi
1). Kondisi lokasi perumahan memenuhi kriteria :
a. Tersedia lahan yang cukup bagi pembangunan lingkungan perumahan
baru minimum 50 unit rumah yang dilengkapi dengan prasarana
lingkungan dan sarana lingkungan.
b. Bebas dari polusi udara, polusi suara, polusi air, dan bebas banjir.
c. Mempunyai aksesibilitas yang baik dan mudah serta aman mencapai
tempat kerja.
2). Faktor penting dalam pengembangan perumahan adalah jarak dan waktu
tempuh ke sarana lingkungan dan tempat kerja.
B.
Faktor Kualitas Bangunan
Memiliki persyaratan teknik, yaitu sebagai berikut :
1). Kelengkapan bangunan, seperti plambing, air bersih, air limbah, dan
listrik
2). Struktur, kompo