• Tidak ada hasil yang ditemukan

I.6. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Rasudyn Ginting (1999) dalam penelitiannya yang berjudul “Optimalisasi

Kepuasan Pemukim Penghasilan Pemerintah dan Pengembang dari Sektor Usaha

Perumahan Tertata serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Kasus : Kotamadya

Medan) bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana dan sejauh mana

tingkat optimalisasi yang diperoleh Pemukim, Pemerintah dan Developer di kawasan

perumahan tertata; type rumah yang bagaimanakah yang memberikan tingkat

optimalisasi paling tinggi dan faktor-faktor apa pula yang mempengaruhi tingkat

optimalisasi tersebut.

Syawaluddin (2007), “Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan

Moda ke Kampus dengan Metode Analytic Hierarchy Process”, yang berhasil

menentukan urutan prioritas/rating faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan

moda ke kampus.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Iryanto (2008) berjudul “Penentuan

Rating Kabupaten-Kota dengan Metode AHP untuk Mendukung Pengembangan

Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara”. Disertasi ini

menunjukkan pengembangan metode AHP sehingga preferensi seluruh lapisan

masyarakat baik itu Pemerintah, stakeholder, LSM, DPRD, calon responden, ahli

dari Perguruan Tinggi dan lain-lainnya diperoleh melalui Focused Group

Discussion(FGD) dapat diikutsertakan dan hasilnya memberikan peringkat (rating)

I.7. AHP Cara Efektif dalam Pengambilan Keputusan

Metode AHP adalah prosedur pengambilan keputusan, yang dirancang untuk

menangkap persepsi orang atau sekelompok orang yang berhubungan erat dengan

permasalahan tertentu melalui prosedur yang dibuat untuk sampai kepada suatu skala

preferensi. Metode ini memungkinkan penyusunan permasalahan yang tidak

tersttruktur kedalam sebuah urutan hirarki, kemudian diberikan nilai dalam bentuk

angka skala preferensi yang menunjukkan relatif pentingnya satu elemen terhadap

elemen yang lain. Untuk sampai pada hasil akhir, penilaian tersebut kemudian

disintesiskan guna menentukan elemen/variabel mana yang mempunyai prioritas

tinggi.

Pada hakekatnya AHP merupakan suatu model pengambil keputusan yang

komprehensif dengan memperhitungkan hal-hal yang bersifat kualitatif dan

kuantitatif. Dalam model pengambilan keputusan dengan AHP pada dasarnya

berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya.

Adapun kelebihan dan kekurangan AHP dibandingkan dengan metode Stated

Preference dan metode Simple Additive Weighting Method (SAW), yaitu:

 Kelebihan:

Metode AHP

- Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan

input utamanya adalah persepsi manusia

- AHP memberikan suatu skala pengukuran dan memberikan metode untuk

menetapkan prioritas.

- Hasil yang didapat lebih rinci, karena dapat dilihat pembobotan untuk tiap

alternative.

- AHP memberikan penilaian terhadap konsistensi logis dari

pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.

- Dapat melihat perbandingan tiap kriteria untuk masing-masing alternatif

- Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi

berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil

keputusan.

- Digunakan pada pembobotan global.

 Kekurangan:

- Pengisisan kuesioner sulit, karena responden diminta untuk

membandingkan satu per satu tiap kriteria dengan range penilaian yang

sangat luas atau memerlukan ketelitian dalam mengisi kuesioner.

- Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara

statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang

terbentuk.

- Bila kriteria atau alternatif yang dibandingkan jumlahnya banyak,

sebaiknya tidak menggunakan metode ini karena akan membutuhkan

waktu yang sangat lama serta tingkat kekonsistenan yang tinggi dalam

proses pengolahan.

- Untuk melakukan perbaikan keputusan, harus dimulai lagi dari tahap awal

 Kelebihan:

Metode Stated Preference

- Dapat menggunakan data terbatas.

- Berisikan pilihan pelayanan dengan kondisi baik dan buruk serta tingkat

kepuasan dibuat dengan perangkingan dalam skala ordinal.

- Tidak menggunakan asumsi dan prediksi yang terlalu banyak atau yang

bersifat substansial.

 Kekurangan:

- Hasil perhitungan sering tidak tepat/akurat.

- Tidak mampu menangkap pengaruh aspek-aspeknya.

- Mengukur probabilitas tingkat kepuasan.

- Perlu dilakukan analisa faktor dan regresi dan uji sensitivitas model.

- Outputnya adalah fungsi probabilitas.

 Kelebihan:

Metode Simple Additive Weighting Method (SAW)

- Menentukan nilai bobot untuk setiap atribut, kemudian dilanjutkan

dengan proses perankingan yang akan menyeleksi alternative terbaik dari

sejumlah alternative.

- Penilaian akan lebih tepat karena didasarkan pada nilai kriteria dan bobot

preferensi yang sudah ditentukan.

 Kekurangan:

- Digunakan pada pembobotan lokal.

- Perhitungan dilakukan dengan menggunakan bilangan crisp maupun

fuzzy.

- Adanya perbedaan perhitungan normalisasi matriks sesuai dengan nilai

atribut (antara nilai benefit dan cost).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Perumahan dan Pemukiman Menurut Undang-Undang

Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, pasal 1 :

dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian

dan sarana pembinaan keluarga.

2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan

tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan

sarana lingkungan.

3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,

baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi

sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat

kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

4. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai

bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana

lingkungan yang terstruktur.

5. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang

memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana

mestinya.

6. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk

penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

7. Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan.

II.2. Pengertian Optimalisasi

Menurut Tim Penyusun kamus bahasa (1994:705) Optimalisasi merupakan

proses, cara atau perbuatan mengoptimalkan. Mengoptimalkan berarti menjadikan

paling baik, paling tinggi atau paling menguntungkan.

II.3. Gambaran Umum Perumahan dan Pemukiman

Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan

mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa,

dan perlu dibina dan dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan

dan penghidupan masyarakat. Perumahan dan pemukiman tidak dapat dilihat sebagai

sarana kebutuhan kehidupan semata-mata, akan tetapi lebih dari itu merupakan

proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk

memasyarakatkan dirinya dan menampakan jati diri.

Untuk menjamin kepastian hukum dan ketertiban umum dalam

pembangunan dan kepemilikan, maka setiap pembangunan rumah harus dilakukan di

atas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah yang sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta sistem penyediaan tanah untuk

perumahan dan pemukiman harus ditangani secara nasional, karena tanah merupakan

sumber daya alam yang tidak dapat bertambah. Maka harus digunakan dan

dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat, agar penggunaan dan

pemanfaatannya dapat dirasakan oleh masyarakat secara adil dan merata tanpa

menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial dalam proses bermukimnya

masyarakat.

Permasalahan pemukiman dan perumahan (papan) yang menjadi salah satu

parameter (tolak ukur) tingkat kesejahteraan dan kemakmuran suatu masyarakat,

yang memenuhi standar kesehatan (cukup sirkulasi udara, cahaya, dan terjaga

sanitasinya) dan bangunan yang secara teknis memenuhi persyaratan teknis

perumahan yang layak, masih sangat memprihatinkan. Masih banyak kita jumpai

pemandangan pemukiman kumuh dibantaran kali dan di tanah-tanah tak bertuan dan

atau tanah-tanah negara yang belum difungsikan. Selain persediaan lahan yang

terbatas, hal ini disebabkan juga oleh tidak adanya pemerataan pembangunan di

daerah-daerah, menyebabkan kaum urban berdatangan ke kota-kota besar berusaha

mencari kerja untuk memperbaiki nasib hidupnya.

Oleh karenanya, pembangunan perumahan dan pemukiman harus diarahkan

untuk meningkatkan kualitas hunian, lingkungan kehidupan, pertumbuhan wilayah

dengan memperhatikan keseimbangan antara pengembangan daerah pedesaan dan

daerah perkotaan, memperluas lapangan kerja serta menggerakan kegiatan ekonomi

dalam rangka mewujudkan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan seluruh

rakyat Indonesia.

Dalam pembangunan perumahan dan pemukiman, perlu ditingkatkan kerja

sama secara terpadu antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, koperasi, usaha

Negara (BUMN/BUMD), usaha swasta, dan masyarakat dengan mengindahkan

persyaratan minimum bagi perumahan dan pemukiman yang layak, sehat, aman, dan

serasi dengan lingkungan, serta terjangkau oleh daya beli masyarakat luas, dengan

memberikan perhatian khusus kepada masyarakat yang berpenghasilan menengah

dan rendah (Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1993). Pengadaan rumah

sederhana serta peremajaan pemukiman kumuh di daerah perkotaan dan terutama

berpenduduk padat, haruslah dilakukan sesuai dengan peningkatan daya guna dan

hasil guna lahan bagi pembangunan perumahan dan untuk lebih meningkatkan

kualitas lingkungan pemukiman.

Perumahan nasional merupakan suatu pemukiman yang perencanaannya

dibangun oleh negara dimana dengan adanya pemukiman tersebut dapat berguna

membantu masyarakat mendapatkan fasilitas rumah tempat tinggal yang layak

dengan harga yang dapat dijangkau serta memiliki sistem pembayaran yang dapat

diangsur.

Dengan keterbatasan luas tanah yang tersedia, dirasakan perlu untuk

membangun perumahan dengan sistem satu lantai yang disebut Rumah Susun

(Rusun), dengan tetap memperhatikan faktor sosial budaya yang hidup dalam

masyarakat. Rumah Susun sebagai solusi pengadaan perumahan di daerah perkotaan,

dapat berfungsi sebagai tempat hunian, kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan,

maupun bangunan pemerintahan.

II.3.1. Persyaratan Suatu Perumahan dan Pemukiman

A. Persyaratan dasar perumahan

Kawasan perumahan harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut :

a. Aksesibilitas

Yaitu kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan.Aksesibilitas dalam

kenyataannya berwujud jalan dan transportasi.

b. Kompatibilitas

Yaitu keserasian dan keterpaduan antar kawasan yang menjadi

lingkungannya.

c. Fleksibilitas

Yaitu kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran kawasan perumahan

dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana.

d. Ekologi

Yaitu keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang mewadahinya.

B. Persyaratan dasar pemukiman

Suatu bentuk permukiman yang ideal di kota merupakan pertanyaan yang

menghendaki jawaban yang bersifat komprehensif, sebab Perumahan dan

Permukiman menyangkut kehidupan manusia termasuk kebutuhan manusia yang

terdiri dari berbagai aspek.

Sehingga dapat dirumuskan secara sederhana tentang ketentuan yang baik

untuk suatu permukiman yaitu harus memenuhi sebagai berikut:

a. Lokasinya sedemikian rupa sehingga tidak terganggu oleh kegiatan lain

seperti pabrik, yang umumnya dapat memberikan dampak pada pencemaran

udara atau pencemaran lingkungan lainnya.

b. Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan seperti pelayanan

pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan lain-lain.

c. Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat

dan tidak sampai menimbulkan genangan air walaupun hujan yang lebat

sekalipun.

d. Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang

siap untuk disalurkan ke masing-masing rumah.

e. Dilengkapi dengan fasilitas air kotor / tinja yang dapat dibuat dengan sistem

individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik

komunal.

f. Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur

agar lingkungan permukiman tetap nyaman.

g. Dilengkapi dengan fasilitas umum seperti taman bermain bagi anak-anak,

lapangan atau taman, tempat beribadat, pendidikan dan kesehatan sesuai

dengan skala besarnya permukiman itu.

h. Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.

II.3.2. Pembangunan Perumahan dan Permukiman

Ada berbagai cara untuk pembangunan pemukiman, antara lain pembangunan

secara individual dan tidak terorganisir, pembangunan oleh pengembang

pembangunan dan pembangunan permukiman oleh Perum Perumnas.

(1). Pembangunan Perumahan Secara Individual yang Tidak Terorganisasi.

Apabila seseorang memiliki sebuah lahan di kota, maka ia akan membangun

rumah. Peminat pembangunan rumah ini akan mengajukan permohonan ijin

mendirikan bangunan kepada Pemkot, yang harus dilengkapi dengan advis planning.

Pada advis planning itu akan tergambar letak bangunan dan letak rencana jalan yang

ada di depan bangunan. Dalam hal ini, yang sering terjadi adalah jalan tersebut

belum dibuka oleh pemerintah, sehingga pemilik bangunan menggunakan jalan kecil

yang ada di lapangan yang tidak sesuai dengan rencana kota. Lambat laun jalan yang

ada tadi akan dikembangkan oleh penduduk sekitar atau oleh lurah melalui proyek

bantuan pembangunan desa.

Dan kemudian akan terus bertambah bangunan-bangunan lain pada jalan

yang tidak mengikuti rencana kota itu sehingga pada akhirnya rencana kota yang

akan menyesuaikan dengan keadaan yang sudah terjadi. Kemungkinan jangkauan

pengawasan pembangunan kota belum sampai ke seluruh penjuru kota sehingga

banyak menimbulkan munculnya bangunan yang tidak memiliki izin dan tidak sesuai

dengan rencana kota. Selain itu biasanya para pemilik tanah tidak mau menyisihkan

sebagian dari tanahnya untuk rencana jalan. Lambat laun kawasan kota yang

dibangun secara individual akan menjadi kawasan kota yang tidak teratur

perencanaannya.

(2). Pembangunan oleh Pengembang

Istilah lainnya adalah real estate yang dilaksanakan dengan cara membeli

sejumlah lahan dan direncanakan untuk pembangunan pemukiman dan setelah

selesai dibangun lalu dijual kepada masyarakat.

 Pembangunan seperti ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu:

a. Rencana tapak disesuaikan dengan rencana kota dan standar yang ada karena

rencana ini telah dibuat secara keseluruhan dan diperiksa serta diarahkan

terlebih dahulu oleh aparat pemerintah dan setelah memperoleh persetujuan

baru dilaksanakan.

b. Lahan untuk fasilitas umum dan sosial dapat sekaligus disediakan oleh

pengembang.

c. Lingkungan pemukiman ini di samping tertata baik juga memperhatikan

estetika lingkungan dan bangunan.

 Tapi pembangunan seperti ini juga memiliki faktor negatif seperti:

a. Harga rumah lebih mahal karena pengembang mengejar keuntungan.

b. Kualitas rumah tidak sesuai dengan apa yang ditawarkan karena pelaksanaan

pembangunan rumah dalam jumlah besar maka pengawasannya menjadi

berkurang.

c. Para pengembang hanya memfokuskan prasarana pada lokasi pemukiman,

padahal prasarana seperti drainase berkaitan dengan sistem pemukiman.

Sekeliling kawasan pemukiman yang baru dibangun sering terkena genangan

air karena pengembang tidak membangun drainase pembuang air keluar dari

kawasan pemukiman, melainkan menaikkan elevasi kawasan yang

dibangunnya. Hasilnya adalah kawasan pembangunan itu tidak terjadi banjir,

melainkan memindahkan banjirnya ke kawasan sekelilingnya yang

sebelumnya tidak terjadi banjir.

Karena hanya mengejar keuntungan maka para pengembang cenderung hanya

membangun rumah menengah dan rumah mewah, dan enggan membangun

rumah sederhana dan sangat sederhana

(3). Pembangunan Permukiman oleh Perum Perumnas

Perum perumnas juga bersifat pengembang tapi perusahaan ini lebih

memfokuskan kegiatannya pada pemukiman dan rumah-rumah tingkat menengah ke

bawah. Agar dapat bersaing maka prasarana ke lokasi Perum Perumnas sering kali

dibangun oleh pemerintah.

PT. Perumahan Nasional (Persero) yang sering disingkat Perumnas,

merupakan pengembang (developer) yang dibentuk oleh pemerintah dalam

melaksanakan pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di

perkotaan. Dalam pelaksanaannya, Perumnas menerapkan beberapa cara, antara lain

dengan membangun: kapling siap bangun, rumah inti, rumah sederhana dan rumah

susun.

II.3.3 Maksud dan Tujuan Pembangunan Pemukiman

 Secara umum :

• Memperbaiki keadaan pemukiman dan lingkungannya untuk

meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.

• Mengembangkan dan meningkatkan sarana, prasarana dan fasilitas

lingkungan.

• Meningkatkan dan memanfaatkan kembali fungsi-fungsi perkotaan

dengan lebih mengutamakan tata guna tanah.

 Secara lebih khusus, menurut Undang-undang No.4 tahun 1992 tentang

Perumahan dan Pemukiman dijelaskan bahwa penataan perumahan dan

pemukiman bertujuan untuk :

• Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia

dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.

• Mewujudkan pemukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman,

serasi dan teratur.

• Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan penyebaran penduduk yang

rasional.

• Menunjukkan pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan

bidang lainnya.

II.3.4. Tantangan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman

Secara umum tantangan yang dihadapi dalam pengadaan dan pembangunan

perumahan dan pemukiman, PJP I dan PJP II, dapat disimpulkan beberapa hal

sebagai berikut:

1. Pemenuhan kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama bagi masyarakat

yang berpenghasilan rendah.

2. Mengurangi kesenjangan pelayanan prasarana dan sarana tingkat golongan

masyarakat.

3. Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha.

4. Penyediaan prasarana dan sarana perumahan dan pemukiman yang serasi dan

berkelanjutan.

5. Pengelolaan pembangunan perumhan dan pemukiman secara efektif dan

efisien.

Hal mendasar yang memacu timbulnya berbagai tantangan dalam

pembangunan perumahan dan pemukiman seperti tersebut di atas adalah adanya

fenomena pertumbuhan penduduk yang sangat pesat disertai dengan laju

pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan yang mengakibatkan bertambahnya

kebutuhan akan perumahan dan pemukiman.

Meskipun pembangunan perumahan dan pemukimna yang layak sudah

diarahkan agar terjangkau oleh masyarakat yng berpenghasilan rendah, akan tetapi

sasaran ini masih belum dapat tercapai secara menyeluruh.

Lambannya upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan

dan pemukiman yang sehat dan layak antara lain disebabkan oleh belum terciptanya

iklim yang memadai serta terbatasnya kemampuan Pemerintah Daerah untuk

membiayai pembangunan perumahan dan pemukiman tersebut.

II.3.5. Kendala Pembangunan Perumahan dan Pemukiman

Pelaksanaan pembangunan perumahan dan pemukiman tentu tidak lepas dari

berbagi kendala, yang antara lain berupa:

1. Terbatasnya lahan yang tersedia

Terbatasnya lahan, baik diperkotaan maupun di pedesaan , yang dibarengi

dengan meningkatnya pembangunan serta perkembangan jumlah penduduk yang

pesat, telah mengakibatkan adanya ketimpangan antara jumlah permintaan dengan

penawaran. Ketimpangan ini memacu meningkatnya nilai lahan yang digunakan

untuk mengembangkan perumahan dan pemukiman sehingga untuk mendaptkan

lahan, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah semakin sulit.

2. Rendahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat

Kondisis sosial ekonomi masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah,

juga merupakan kendala bagi pembangunan perumahan dan pemukiman yang sehat

dan layak. Kondisi perumahan dan pemukiman yang kurang layak huni merupakan

dampak langsung dari kemiskinan, disamping juga karena kekurangpahaman

masyarakat akan pentingnya pemeliharaan lingkunganyang bersih bagi kesehatan

mereka.

3. Terbatasnya informasi

Faktor lain yang menajdi kendala dalam pembangunan perumahan dan

pemukiman adalah keterbatasan informasi tentang segala hal yang berkaitan dengan

pengadaan dan teknologi pembangunan perumahan dan pemukiman terutama bagi

masyarakat yang berpenghasilan rendah dan berdaya beli rendah.

4. Terbatasnya kemampuan Pemerintah Daerah

Kendala yang berkaitan dengan kemampuan Pemerintah Daerah adalah

terbatasnya kemampuan Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan perumahan

dan pemukiman itu, disamping keterbatasan dalam penyediaan sarana dan

prasarananya.

Dalam buku Perencanaan dan Pengembangan Perumahan yang ditulis oleh

Suparno Sastra M dan Endy Marlina, disana juga dipaparkan beberapa kendala yang

dihadapi mengenai permasalahan perumahan dan permukiman ini, yaitu:

1. Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman terutama bagi

masyarakat yang berpenghasilan rendah.

2. Mengurangi kesenjangan pelayanan prasarana dan sarana antar tingkat

golongan masyarakat.

3. Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha

4. Penyediaan prasana dan sarana perumahan dan permukiman yang serasi dan

berkelanjutan.

5. Pengelolaan pembangunan perumahan dan permukiman secara efektif dan

efisien.

II.3.6. Permasalahan Perumahan dan Permukiman

Permasalahan secara umum pada saat ini adalah:

1) Belum melembaganya sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman

a. Secara umum sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman masih

belum mantap, baik di tingkat pusat, wilayah, maupun lokal, ditinjau dari segi

SDM, organisasi, tata laksana, dan dukungan prasarana serta sarananya.

b. Belum mantapnya pelayanan dan akses terhadap hak atas tanah untuk

perumahan, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan berpendapatan

rendah.

c. Belum efisiennya pasar perumahan, karena adanya intervensi yang

mengganggu penyediaan dan menyebabkan distorsi permintaan akan

perumahan.

2) Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dan

terjangkau.

a. Tingginya kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau masih belum

diimbangi kemampuan penyediaan, baik oleh masyarakat, dunia usaha dan

pemerintah.

b. Ketidakmampuan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah untuk

mendapatkan rumah yang layak dan terjangkau serta memenuhi standar

lingkungan permukiman yang responsif (sehat, aman, harmonis dan

berkelanjutan), karena terbatasnya akses informasi, terutama yang berkaitan

dengan pertanahan dan pembiayaan perumahan.

c. Belum tersedianya dana jangka panjang bagi pembiayaan perumahan yang

menyebabkan terjadinya mismatch pendanaan dalam pengadaan perumahan.

Di samping itu, sistem dan mekanisme subsidi perumahan bagi kelompok

masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah masih perlu dimantapkan, baik

melalui mekanisme pasar formal maupun melalui mekanisme perumahan

yang bertumpu pada keswadayaan masyarakat.

3) Menurunnya kualitas lingkungan permukiman

a. Secara fungsional, sebagian besar kualitas perumahan dan permukiman

masih belum memenuhi standar pelayanan yang memadai sesuai skala

kawasan yang ditetapkan, baik sebagai kawasan perumahan maupun kawasan

permukiman yang berkelanjutan, seperti terbatasnya ruang terbuka hijau,

lapangan olah raga, tempat usaha dan perdagangan di samping prasarana

dasar perumahan dan permukiman, seperti air bersih, sanitasi, dan

pengelolaan limbah.

b. Secara fisik lingkungan, masih banyak ditemui kawasan perumahan dan

permukiman yang telah melebihi daya tampung dan daya dukung lingkungan.

Dampak semakin menurunnya daya dukung lingkungan di antaranya adalah

dengan meningkatnya lingkungan permukiman kumuh pertahunnya, sehingga

luas lingkungan permukiman kumuh seperti pada tahun 2000 telah mencapai

sekitar 47.500 ha yang tersebar tidak kurang dari sekitar 10.000 lokasi.

c. Secara visual wujud lingkungan, juga terdapat kecenderungan yang kurang

positif bahwa sebagian kawasan perumahan dan permukiman telah mulai

bergeser menjadi lebih tidak teratur, kurang berjati diri, dan kurang

memperhatikan nilai-nilai kontekstual sesuai sosial budaya setempat serta

nilai-nilai arsitektural yang baik. Selain itu, kawasan yang baru dibangun juga

tidak secara berlanjut dijaga penataannya sehingga secara potensial dapat

menjadi kawasan kumuh yang baru. Perumahan dan pemukiman yang

spesifik, unik, tradisional, dan bersejarah juga semakin rawan

keberlanjutannya, padahal merupakan aset budaya bangsa yang perlu dijaga

kelestariannya.

II.3.7. Strategi Pembangunan Perumahan dan Pemukiman

Adapun rincian strategi pembangunan perumahan serta sarana pendukungnya

Dokumen terkait