UJI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA
MOTOR BAKAR BERBAHAN BAKAR SOLAR DENGAN
CAMPURAN ZAT ADITIF(1,2,4-trimethylbenzene)-SOLAR
(C1:80, C3:80, C1:16)
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
EDI S. TINAMBUNAN NIM. 05 0401 026
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UJI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA
MOTOR BAKAR BERBAHAN BAKAR SOLAR DENGAN
CAMPURAN ZAT ADITIF(1,2,4-trimethylbenzene)-SOLAR
(C1:80, C3:80, C1:16)
EDI S TINAMBUNAN
NIM. 05 0401 026
Diketahui / Disyahkan : Disetujui oleh
Departemen Teknik Mesin Dosen Pembimbing,
Fakultas Teknik USU
Dr.-Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri. Ir. Isril Amir
UJI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA
MOTOR BAKAR BERBAHAN BAKAR SOLAR DENGAN
CAMPURAN ZAT ADITIF(1,2,4-trimethylbenzene)-SOLAR
(C1:80, C3:80, C1:16)
EDI S TINAMBUNAN
NIM. 05 0401 026
Telah diperiksa dan disetujui dari hasil seminar Tugas Skripsi Periode Ke-551 tanggal 31 Oktober 2009
Disetujui Oleh:
Dosen Penguji I Dosen Penguji II
UJI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA
MOTOR BAKAR BERBAHAN BAKAR SOLAR DENGAN
CAMPURAN ZAT ADITIF(1,2,4-trimethylbenzene)-SOLAR
(C1:80, C3:80, C1:16)
EDI S TINAMBUNAN
NIM. 05 0401 026
Telah Diketahui Oleh: Pembimbing/Penguji
Ir. Isril Amir NIP.194510271974121001
Dosen Penguji I Dosen Penguji II
Tulus Burhanuddin S,ST.MT. Ir. A. Halim Nasution Msc NIP.197209232000121003 NIP.195403201981021001
Diketahui Oleh
Ketua Depertemen Teknik Mesin
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.
Tugas ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan mencapai gelar sarjana di Fakultas Teknik, Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul Skripsi ini yaitu “uji Eksperimental Perbandingan unjuk kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Solar Dengan Campuran Zat Aditif-solar"
Dalam menyelesaikan Skripsi ini, penulis banyak sekali mendapat dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ir. Isril Amir, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini. 2. Bapak Ir. A. Halim Nasution dan Bapak Tulus B. Sitorus, ST. MT, selaku
dosen pembanding.
3. Bapak DR.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.
4. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.
5. Orang tua penulis,Ibunda S br Hasugian. Yang selalu memberikan penulis nasehat-nasehat serta doa selama studi di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.
7. Rintahi Nami Sihombing sebagai kekasih yang selalu sabar dan tekun memotivasi penulis sehingga penulis mampu menjalani kesibukan baik dalam menyelesaikan skripsi maupun mengajar.
8. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Teknik Mesin, terkhusus stambuk 05, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, “Solidarity Forever”.
9. Staff Laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin yang telah membantu dan membimbing penulis selama pengujian di Laboratorium.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan dalam Skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan Skripsi ini. Sebelum dan sesudahnya penulis
ucapkan banyak terima kasih.
Medan, November 2009 Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... v
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... ... x
DAFTAR GAMBAR ... ...xi
DAFTAR NOTASI ... ...xii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Pengujian ... 2
1.3 Manfaat pengujian... 2
1.4 Ruang Lingkup Pengujian... 2
1.5 Sistematika Penulisan ... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Performansi Motor Diesel... 5
2.1.1 Torsi dan daya... 5
2.1.2 Konsumsi bahan bakar spesifik (sfc) ...6
2.1.3 Perbandingan udara bahan bakar (AFR)... 6
2.1.4 Efisiensi volumetris... 7
2.1.5 Efisiensi thermal brake ... 8
2.2 Teori Pembakaran... 9
2.2.1 Nilai Kalor Bahan Bakar... 9
2.4 Zat Aditif ... 12
2.4.1 Manfaat Zat Aditif ... 13
2.5 Emisi Gas Buang ... 15
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 18
3.2 Sampel Penelitian ... 18
3.3 Metode Pengumpulan Data... 18
3.4 Metode Pengolahan Data... 19
3.5 Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar ... 19
3.6 Prosedur Pengujian Performansi Motor Diesel ... 23
3.7 Prosedur Pengujian Emisi Gas Buang ... 27
BAB 4. HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN 4.1 Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar ... 29
4.2 Pengujian Performansi Motor Bakar Diesel ... 32
4.2.1 Torsi ... 33
4.2.2 Daya ... 34
4.2.3 Konsumsi bahan bakar spesifik ... 37
4.2.4 Rasio perbandingan udara bahan bakar ... 40
4.2.5 Efisiensi volumetris ... 44
4.2.6 Efisiensi termal brake ... 47
4.3 Pengujian Emisi Gas Buang ... 51
4.3.1 Kadar carbon monoksida (CO) dalam gas buang... 51
4.3.3 Kadar carbon dioksida (CO2) dalam gas buang ... 54
4.3.4 Kadar sisa oksigen (O2) dalam gas buang... 56
BAB 5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ... 59
5.2 Saran... 60
DAFTAR PUSTAKA...61
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik mutu solar... 12
Tabel 3.1 Spesifikasi Mesin Diesel TD4A 4-langkah... .... 23
Tabel 3.2 Spesifikasi TD4A 001 Instrumentation Unit ... 24
Tabel 4.1 Data hasil pengujian dan perhitungan bom kalorimeter ... 31
Tabel 4.2 Data hasil perhitungan untuk torsi ... 33
Tabel 4.3 Data hasil perhitungan untuk daya... 35
Tabel 4.4 Data hasil perhitungan untuk Sfc ... 39
Tabel 4.5 Data hasil perhitungan untuk AFR... 42
Tabel 4.6 Data hasil perhitungan untuk efisiensi volumetris... 45
Tabel 4.7 Data hasil perhitungan untuk efisiensi termal brake... 48
Tabel 4.8 Kadar CO dalam gas buang ... 51
Tabel 4.9 Kadar UHC dalam gas buang... 52
Tabel 4.10 Kadar CO2 dalam gas buang... 54
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Bom kalorimeter... 19
Gambar 3.2 Diagram alir Pengujian nilai kalor bahan bakar... 22
Gambar 3.3 Mesin uji (TD4 A 001)... .... 23
Gambar 3.4 TD4 A 001 4 –Stroke Diesel Engine... .... 24
Gambar 3.5 Diagram alir pengujian performansi motor bakar diesel... .... 26
Gambar 3.6 Auto logic gas analizer... .... 27
Gambar 3.7 Diagram alir pengujian emisi gas buang motor bakar diesel ... .... 28
Gambar 4.1 Grafik HHV vs jenis bahan bakar ... 32
Gambar 4.2 Grafik Torsi vs putaran pada beban 10 kg dan 25 kg... 34
Gambar 4.3 Grafik Daya vs putaran pada beban 10 kg dan 25 kg... 37
Gambar 4.4 Grafik Sfc vs putaran pada beban 10 kg dan 25 kg... 40
Gambar 4.5 Kurva Viscous Flow Meter Calibration ... 41
Gambar 4.6 Grafik AFR vs putaran pada beban 10 kg dan 25 kg ... 44
Gambar 4.7 Grafik Efisiensi volumetris vs putaran pada beban 10 kg dan 25 kg.... 46
Gambar 4.8 Grafik Efisiensi termal brake vs putaran pada beban 10 kg dan 25 kg. 50 Gambar 4.9 Grafik kadar CO vs putaran pada beban 10 kg dan 25 kg... 52
Gambar 4.10 Grafik kadar UHC vs putaran pada beban 10 kg dan 25 kg... 54
Gambar 4.11 Grafik kadar CO2 vs putaran pada beban 10 kg dan 25 kg ... 56
Gambar 4.12 Grafik kadar O2vs putaran pada beban 10 kg dan 25 kg ... 58
LAMBANG KETERANGAN SATUAN
AFR Air fuel ratio
f
C Faktor koreksi
v
C Panas jenis bom calorimeter j/gr.0C
HHV Nilai kalor atas bahan bakar kj/kg
LHV Nilai kalor bawah bahan bakar kj/kg
M Persentase kandungan air dalam bahan
a
m Laju aliran massa udara kg/jam
f
m Laju aliran bahan bakar kg/jam
n Putaran mesin rpm
b
Efisiensi termal brakev
Efisiensi volumetrica
Kerapatan udara kg/m3P B Daya keluaran Watt
Qlc Kalor laten kondensasi uap air kj/kg
Sfc Konsumsi bahan bakar spesifik g/kWh
Sgf Spesifik gravity
T Torsi N.m
f
t
Waktu untuk menghabiskan bahan bakar detikf
V
Volume bahan bakar yang diuji mls
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada saat ini, mutu bahan bakar solar semakin menurun diakibatkan oleh harga minyak yang semakin tinggi, persediaan bahan bakar yang semakin berkurang, dan persyaratan gas buang mesin diesel. Oleh karena itu, mutu penyalaan bahan bakar ketika dinjeksikan kurang baik.
Berkembangnya teknologi otomotif dewasa ini menjadikan teknologi kendaraan juga semakin berkembang, termasuk pada sistem pembakaran dimana sistem memiliki tingkat kompresi rasio yang tinggi sehingga memerlukan jenis bahan bakar yang sesuai agar pembakaran tersebut berjalan dengan sempurna. Pemilihan jenis bahan bakar yang tidak sesuai, akan mengakibatkan proses pembakaran yang tidak sempurna. Hal tersebut secara tidak langsung akan menghasilkan efek negatif berantai pada mesin, mulai dari timbulnya kerak pada ruang bakar, tenaga mesin yang tidak maksimal, meningkatnya emisi gas buang, borosnya konsumsi BBM, yang pada akhirnya akan berakibat pada naiknya biaya perawatan mesin. Dengan kondisi perekonomian Indonesia pada saat ini, pemakai BBM khususnya di Indonesia berusaha menekan konsumsi BBM mereka secara ekonomis dengan cara menggunakan jenis BBM dengan kualitas lebih rendah.
terjadinya knocking. Untuk menaikkan Cetane Number dari suatu bahan bakar biasa diperoleh dengan memberikan Zat aditif (Zat aditf penambah cetane).
Oleh karena itu dilakukan studi untuk mengetahui pengaruh perubahan konsentrasi Zat Aditif untuk mengetahui peningkatan unjuk kerja motor bakar mesin diesel yang optimum dan kadar polutan dari emisi gas buang motor yang rendah. Sehingga dari percobaan yang dilakukan dapat diperoleh data-data yang dapat memberikan kesimpulan mengenai kelebihan dan kekurangan dari setiap konsentrasi campuran solar dengan Zat Aditif.
1.2 TUJUAN PENGUJIAN
1. Untuk memperoleh perbandingan nilai kalor bahan bakar campuran solar dengan zat aditif terhadap solar murni.
2. Untuk memperoleh perbandingan performansi motor diesel yang menggunakan bahan bakar campuran solar dengan zat aditif terhadap solar. 3. Untuk memperoleh perbandingan emisi gas buang yang dihasilkan motor
diesel berbahan bakar campuran solar dengan zat aditif terhadap solar.
1.3 MANFAAT PENGUJIAN
1. Untuk memperoleh campuran yang paling optimal dari solar dengan zat aditif yang akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel.
2 Untuk memperoleh kelebihan dan kekurangan dari masing-masing bahan bakar yang diuji yaitu campuran bahan bakar solar dengan zat aditif.
1.4 RUANG LINGKUP PENGUJIAN
1. Zat aditif yang digunakan adalah zat aditif jenis 1,2,4-Trimethylbenzene tipe STP Fuel Treatment & Injector Cleaner.
Manfaat zat aditif jenis ini adalah :
- Menghemat bahan bakar dengan menjaga injecktor bersih dan memperbaiki emisi gas buang bahan bakar.
- Mempertahankan performa dengan mencegah pembentukan kerak, korosi dan karat.
2. Bahan bakar yang digunakan adalah solar dan bahan bakar yang merupakan campuran dari solar dan zat aditif dengan konsentrasi campuran; zat aditif berbanding solar, 50:4000 untuk selanjutnya disebut bahan bakar C 1:80, zat aditif berbanding solar 150:4000 untuk selanjutnya disebut dengan C 3:80, zat
aditif berbanding solar 250:4000 untuk selanjutnya disebut dengan C 1:16.
3. Alat uji yang digunakan untuk menghitung nilai kalor pembakaran bahan bakar campuran zat aditif dengan solar adalah ”Bom Kalorimeter”
4. Mesin uji yang digunakan untuk mendapatkan unjuk kerja motor bakar diesel adalah mesin diesel 4-langkah 4-silinder ( TecQuipment type. TD4A 001 ), pada laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin USU.
5. Unjuk kerja mesin diesel yang dihitung adalah : - Daya (Brake Power)
- Rasio perbandingan udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio) - Konsumsi bahan bakar spesifik (Specific Fuel Consumtion) - Efisiensi Volumetris (Volumetric Effeciency)
- Efisiensi termal brake (Brake Thermal Effeciency)
6. Pada pengujian unjuk kerja motor bakar diesel, selain variasi bahan bakar juga dilakukan variasi putaran mesin dan beban yang meliputi :
- Variasi putaran : 1000-rpm, 1400-rpm, 1800-rpm, 2200-rpm, 2600-rpm, dan 2800-rpm.
- Variasi beban : 10 kg, dan 25 kg.
7. Pengujian terhadap emisi gas buang dilakukan terhadap konsentrasi empat jenis gas meliputi CO2, CO, UHC, dan O2 yang terkandung dalam gas buang pada empat jenis bahan bakar yaitu campuran zat aditif dengan solar C 1:80, C 3:80, C 1:16 dan solar, dengan :
- Variasi putaran : 1000-rpm, 1400-rpm, 1800-rpm, 2200-rpm, 2600-rpm, dan 2800-rpm.
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PERFORMANSI MOTOR DIESEL
Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam. Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar yang lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Dalam mesin diesel bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi udara bertekanan tinggi. Selama proses pengkompresian udara dalam silinder mesin, suhu udara meningkat, sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala dengan sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alasan ini mesin diesel juga disebut mesin penyalaan kompresi (Compression Ignition Engines).
Motor diesel memiliki perbandingan kompresi sekitar 11:1 hingga 26:1, jauh lebih tinggi dibandingkan motor bakar bensin yang hanya berkisar 6:1 sampai 9:1. Konsumsi bahan bakar spesifik mesin diesel lebih rendah (kira-kira 25 %) dibanding mesin bensin namun perbandingan kompresinya yang lebih tinggi menjadikan tekanan kerjanya juga tinggi.
2.1.1 Torsi dan daya
Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat
dynamometer yang bertindak seolah–olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin, maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya rem (Brake Power).
B
P = n T 60
. . 2
... (2.1)
dimana :PB = Daya keluaran (Watt) n = Putaran mesin (rpm)
2.1.2 Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption, sfc)
Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu.
Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka :
Sfc = B f P x m 3 . 10
... (2.2)
dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h).
= laju aliran bahan bakar (kg/jam). .
f m
Besarnya laju aliran massa bahan bakar ( ) dihitung dengan persamaan berikut : . f m 3600 10 . . 3 x t V sg m f f f f
... (2.3)
dimana : sgf = spesific gravity
Vf = volume bahan bakar yang diuji (dalam hal ini 100 ml).
f
t = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji
(detik).
2.1.3 Perbandingan udara bahan bakar (AFR)
Untuk memperoleh pembakaran sempurna, bahan bakar harus dicampur dengan udara dengan perbandingan tertentu. Perbandingan udara bahan bakar ini disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR), yang dirumuskan sebagai berikut :
AFR = . .
f a
m m
... (2.4)
dengan : ma = laju aliran masa udara (kg/jam).
Besarnya laju aliran massa udara (ma) juga dapat diketahui dengan
calibration. Kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara
1013 millibar dan temperatur 20 0C, oleh karena itu besarnya laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi (Cf) berikut :
f
C = 3564 x Pa x ( 2114,5 ) a a
T T
…….. (2.5)
Dimana : Pa = tekanan udara (Pa) Ta = temperatur udara (K)
2.1.4 Efisiensi Volumetris
Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari perhitungan teoritisnya. Penyebabnya antara lain tekanan yang hilang (losses) pada sistem induksi dan efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika memasuki silinder mesin. Efisiensi volumetrik (v) dirumuskan dengan persamaan berikut :
v = rak langkah to olume sebanyak v udara Berat terisap yang segar udara Berat
... (2.6)
Berat udara segar yang terisap = n ma 2 . 60
.
... (2.7)
Berat udara sebanyak langkah torak = a. Vs... (2.8)
Dengan mensubstitusikan persamaan diatas, maka besarnya effisiensi volumetris : v = n ma . 60 . 2 . . s a.V
1
... (2.9) dengan : a = kerapatan udara (kg/m
3
)
s
V = volume langkah torak = 1,76 x 10-3 (m3). [spesifikasi mesin]
a = a a T R P
. ………...… (2.10)
Dimana : R = konstanta gas (untuk udara = 287 J/ kg.K)
2.1.5 Efisiensi Thermal Brake
Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi–rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi termal brake (brake thermal efficiency, b).
b = masuk yang panas Laju aktual keluaran Daya ...(2.11)
Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut :
Q = . LHV ...(2.12) .
f m
dimana, LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (kJ/kg) LHV dapat diperoleh dengan persamaan
LHV = HHV – Qlc ...(2.13) Lit. 16 Hal 12
Dimana, Qlc = Kalor laten kondensasi uap air bahan bakar.
Dengan mengasumsikan tekanan parsial yang terjadi pada knalpot mesin uji adalah sebesar 20 kN/m2 (tekanan parsial yang umumnya terjadi pada knalpot motor bakar), maka dari tabel uap diperoleh besarnya kalor laten kondensasi uap air yaitu sebesar 2400 kJ/kg. Bila diasumsikan pembakaran yang terjadi adalah pembakaran sempurna maka besarnya uap air yang terbentuk dari pembakaran bahan bakar dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
% Berat H dalam bahan bakar =
) ( . . Z Y
XH O
C MR
H AR y
x 100 % ...(2.14)
dimana :
x,y, dan z = konstanta (jumlah atom) AR H = Berat atom Hidrogen
) (CXHYOZ
Massa air yang terbentuk = ½ x y x (% berat H dalam bahan bakar) x massa bahan
bakar
Jika daya keluaran ( ) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka :
B P
. f m
b
=
LHV m
P
f B
.
. . 3600 ...(2.15)
2.2 TEORI PEMBAKARAN
Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar setelah dinyalakan dan digabung dengan oksigen akan menimbulkan panas sehingga menaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustable) yang utama adalah karbon (C) dan hidrogen (H), elemen mampu bakar yang lain namun umumnya hanya sedikit terkandung dalam bahan bakar adalah sulfur (S). Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan campuran dari oksigen dan nitrogen.
Nitrogen adalah gas lembam dan tidak berpartisipasi dalam pembakaran. Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi elemen komponennya yaitu hidrogen dan karbon dan masing-masing bergabung dengan oksigen dari udara secara terpisah. Hidrogen bergabung dengan oksigen untuk membentuk air dan karbon bergabung dengan oksigen menjadi karbon dioksida. Jika oksigen yang tersedia tidak cukup, maka sebagian dari karbon akan bergabung dengan oksigen dalam bentuk karbon monoksida. Pembentukan karbon monoksida hanya menghasilkan 30 % panas dibandingkan panas yang timbul oleh pembentukan karbon dioksida.
2.2.1 Nilai Kalor Bahan Bakar
asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.
Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya.
HHV = (T2 – T1 – Tkp) x Cv ( J/kg ) ...(2.16) Lit. 16 Hal 12 dimana:
HHV = Nilai kalor atas ( High Heating Value )
T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan ( 0C )
T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan ( 0C )
Cv = Panas jenis bom kalorimeter ( 73529,6 kj/kg 0C ) Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala ( 0,05 0C )
Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan Dulong :
HHV = 33950 C + 144200
8 2 2
O
H + 9400 S ...(2.17)
HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)
C = Persentase karbon dalam bahan bakar
H2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar
O2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar
S = Persentase sulfur dalam bahan bakar
satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya.
Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :
LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)...(2.18)
LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)
M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)
Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan
peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).
2.3 BAHAN BAKAR DIESEL
Penggolongan bahan bakar mesin diesel berdasarkan jenis putaran mesinnya, dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-mesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis ini disebut minyak diesel.
Di Indonesia, bahan bakar untuk kendaraan motor jenis diesel umumnya menggunakan solar yang diproduksi oleh PT. PERTAMINA dengan karakteristik seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik mutu solar
L I M I T S TEST METHODS
NO P R O P E R T I E S
Min Max I P A S T M
1. Specific Grafity 60/60 0C 0.82 0.87 D-1298
2. Color astm - 3.0 D-1500
3. Centane Number or
Alternatively calculated Centane Index 45 48
-
- D-613
4. Viscosity Kinematic at 100
0
C cST or Viscosity SSU at 100 0C secs
1.6 35
5.8
45 D-88
5. Pour Point 0C - 65 D-97
6. Sulphur strip % wt - 0.5 D-1551/1552
7. Copper strip (3 hr/100 0C) - No.1 D-130
8. Condradson Carbon Residue %wt - 0.1 D-189
9. Water Content % wt - 0.01 D-482
10. Sediment % wt - No.0.01 D-473
11. Ash Content % wt - 0.01 D-482
12.
Neutralization Value :
- Strong Acid Number mgKOH/gr -Total Acid Number mgKOH/gr
- -
Nil 0.6
13. Flash Point P.M.c.c 0F 150 - D-93
14. Distillation :
- Recovery at 300 0C % vol 40 - D-86
Sumber : www.Pertamina.com
2.4 ZAT ADITIF
peningkatan sifat dasar tertentu yang telah dimilikinya seperti aditif anti detonasi solar untuk bahan bakar mesin diesel. Juga untuk meningkatkan kemampuan bertahan terhadap terjadinya oksidasi pada pelumas.
Kebutuhan Zat Aditif pada masa sekarang telah menigkat dengan pesat dikarenakan perubahan komposisi solar yang timbul oleh karena tiga alasan utama, yaitu:
1. Perubahan Harga Minyak
2. Persyaratan Gas Buang Kendaraan. 3. Persyaratan Konsumsi Bahan Bakar
2.4.1 Manfaat Zat Aditif
Adapun manfaat dari zat aditif untuk meningkatkan performansi mesin mulai dari durabilitas, akselerasi sampai power mesin. Kegunaan lain dari zat aditif adalah sebagai berikut:
1. Membersihkan karburator/injektor pada saluran bahan bakar.
Endapan yang terjadi pada karburator umumnya terjadi karena adanya kontaminasi pada bahan bakar. Kontaminasi ini bisa terjadi misalnya karena tercampur dengan minyak tanah, tercampur dengan logam maupun senyawa lain yang disebabkan oleh proses kimia tertentu di saluran bahan bakar. Entah karena disengaja atau tidak, proses kimia ini dapat menghasilkan residu dan mengendap saat berada di saluran bahan bakar. Ketika kendaraan sedang tidak digunakan, maka tidak terjadi aliran bahan bakar ke ruang bakar. Dalam karburator/injector, kondisi diam ini memberi kesempatan residu dan deposit untuk mengendap. Bahkan dalam jangka waktu yang lama dapat melekat pada dinding-dinding karburator dan saluran bahan bakar, sehingga walau bahan bakar sudah mengalir, deposit ini tidak terbawa ke ruang bakar.
2. Mengurangi karbon/endapan senyawa organik pada ruang bakar
piston. Secara tidak langsung akan berpengaruh pada rasio kompresi, karena volume ruang bakar berubah atau kompresi yang bocor.
3. Menambah tenaga mesin
Secara umum, tenaga mesin dihasilkan dari pencampuran udara dan bahan bakar, lalu di ledakkan dalam ruang bakar. Namun hal ini akan tidak maksimal jika bahan bakar mengalami penurunan kualitas. Kualitas udara juga berpengaruh, jadi udara bersih bisa diperoleh setelah melalui saringan udara. 4. Mencegah korosi.
Dalam bahan bakar sendiri memang mengandung kadar air, akan tetapi dalam batas tertentu. Dengan kondisi wilayah tropis yang lembab, kadar ini dapat meningkat hingga melebihi batas. Air ini menyebabkan meningkatnya kemungkinan reaksi dengan udara dan logam tangki penyimpanan. Selain itu menyediakan media bagi bakteri aerob dan anaerob untuk berkembang biak dalam tangki dan saluran bahan bakar. Bakteri ini dapat menguraikan sulphur yang terkandung dalam bahan bakar, secara tidak langsung ion sulphur akan mengikat logam tangki sehingga tercipta korosi.
Setiap bahan bakar minyak mengandung sulphur dalam jumlah sedikit, namun keberadaan sulphur ini tidak diharapkan, dikarenakan sulphur ini bersifat merusak. Dalam proses pembakaran sulphur akan teroksidasi dengan oksigen menghasilkan senyawa SO2 dan SO3 yang jika bertemu dengan air akan mengakibatkan korosi. Padahal dalam pembakaran yang sempurna pasti akan dihasilkan air. Jika dua senyawa tersebut bertemu maka akan menimbulkan korosi baik di ruang bakar maupun di saluran gas buang.Jika didiamkan korosi ini akan merusak tangki bahan bakar, tangki menjadi berlubang. Korosi ini pun bahkan bisa terbawa ke ruang bakar dan meninggalkan residu/kerak karbon jika tidak terbakar sempurna. Selain menghasilkan korosi kadar air ini dapat meninggalkan gum (senyawa berbentuk seperti lumut kecoklatan) yang menempel pada dinding tangki. 5. Menghemat BBM dan mengurangi emisi gas buang
2.5 EMISI GAS BUANG
Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari kendaraan bermotor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut :
1. Sumber
Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan
yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi.
2. Komposisi kimia
Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya.
3. Bahan penyusun
Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.
a.) Partikulat
Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan.
atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam.
b.) Unburned Hidrocarbon (UHC)
Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan.
Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan
gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar.
c.) Carbon Monoksida (CO)
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida
selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.
d.) Oksigen (O2)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 OBJEK PENELITIAN
Objek pengujian merupakan bahan bakar campuran solar dengan zat aditif serta solar.
3.2 SAMPEL PENELITIAN
Sampel pengujian merupakan sampel bahan bakar yang diuji pada penelitian – penelitian berikut:
1. Pengujian nilai kalor bahan bakar
Sampel pengujian adalah solar serta campuran antara zat aditif dan solar dengan komposisi perbandingan campuran, zat aditif berbanding solar ; C1:80, C3:80 dan C1:16. Total bahan bakar yang diuji ada sebanyak 4 (empat) jenis. dengan volume uji masing-masing 0,2 ml. 2. Pengujian performansi motor diesel
Sampel pengujian sama dengan pengujian nilai kalor bahan bakar, dengan volume uji C1:80 sebanyak 4050 ml, C3:80 sebanyak 4150 ml dan C1:16 sebanyak 4250 ml .
3. Pengujian emisi gas buang
Sampel pengujian adalah solar serta campuran antara zat aditif dan solar dengan komposisi perbandingan campuran, zat aditif berbanding solar ; C1:80, C3:80 dan C1:16. Total bahan bakar yang diuji ada sebanyak 4 (empat) jenis.
3.3 METODE PENGUMPULAN DATA
Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi :
b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari penelitian – penelitian sebelumnya yang telah dilakukan dan data mengenai karateristik bahan bakar solar dari PERTAMINA.
3.4 METODE PENGOLAHAN DATA
Data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder diolah ke dalam rumus empiris, kemudian data hasil perhitungan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik.
3.5 PROSEDUR PENGUJIAN NILAI KALOR BAHAN BAKAR
Alat yang digunakan dalam pengukuran nilai kalor bahan bakar ini adalah alat uji “Bom Kalorimeter”.
1
2
3
4
5
[image:31.595.155.441.359.526.2]
Gambar 3.1 Bom kalorimeter.
Peralatan yang digunakan meliputi :
- Kalorimeter, sebagai tempat air pendingin dan tabung bom. - Tabung bom, sebagai tempat pembakaran bahan bakar yang diuji. - Tabung gas oksigen.
- Alat ukur tekanan gas oksigen, untuk mengukur jumlah oksigen yang dimasukkan ke dalam tabung bom.
- Termometer, dengan akurasi pembacaan skala 0.01 0C.
- Elektromotor yang dilengkapi pengaduk untuk mengaduk air pendingin. - Spit, untuk menentukan jumlah volume bahan bakar.
- Pengatur penyalaan (saklar), untuk menghubungkan arus listrik ke tangkai penyala pada tabung bom.
- Kawat penyala (busur nyala), untuk menyalakan bahan bakar yang diuji. - Cawan, untuk tempat bahan bakar di dalam tabung bom.
- Pinset untuk memasang busur nyala pada tangkai penyala, dan cawan pada dudukannya.
Adapun tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mengisi cawan bahan bakar dengan bahan bakar yang akan diuji.
2. Menggulung dan memasang kawat penyala pada tangkai penyala yang ada pada penutup bom.
3. Menempatkan cawan yang berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala, serta mengatur posisi kawat penyala agar berada tepat diatas permukaan bahan bakar yang berada didalam cawan dengan menggunakan pinset.
4. Meletakkan tutup bom yang telah dipasangi kawat penyala dan cawan berisi bahan bakar pada tabungnya serta dikunci dengan ring “O”sampai rapat. 5. Mengisi bom dengan oksigen (30 bar).
6. Mengisi tabung kalorimeter dengan air pendingin sebanyak 1250 ml. 7. Menempatkan bom yang telah terpasang kedalam tabung kalorimeter. 8. Menghubungkan tangkai penyala penutup bom ke kabel sumber arus listrik. 9. Menutup kalorimeter dengan penutupnya yang dilengkapi dengan pengaduk. 10. Menghubungkan dan mengatur posisi pengaduk pada elektromotor.
12. Menghidupkan elektromotor selama 5 (lima) menit kemudian membaca dan mencatat temperatur air pendingin pada termometer.
13. Menyalakan kawat penyala dengan menekan saklar.
14. Memastikan kawat penyala telah menyala dan putus dengan memperhatikan lampu indikator selama elektromotor terus bekerja .
15. Membaca dan mencatat kembali temperatur air pendingin setelah 5 (lima) menit dari penyalaan berlangsung.
16. Mematikan elektromotor pengaduk dan mempersiapkan peralatan untuk pengujian berikutnya.
17. Mengulang pengujian sebanyak 5 (lima) kali berturut–turut.
a
[image:34.595.100.551.77.749.2]Mulai
b
Gambar 3.2 Diagram alir Pengujian nilai kalor bahan bakar.
Berat sampel bahan
bakar 0,15 gram
Volume air
pendingin: 1250 ml
Tekanan oksigen 30
Bar
Melakukan pengadukan terhadap air pendingin selama 5 menit
Mencatat temperatur air pendingin T1 (OC)
Menyalakan bahan bakar
Mencatat kembali temperatur air pendingin T2 (OC)
Melanjutkan pengadukan terhadap air pendingin selama 5 menit
Menghitung HHV bahan bakar :
HHV = (T2 – T1 – Tkp) x Cv x 1000 ( J/kg )
Pengujian = 5 kali
HHVRata - rata =
5 5
1 i
i
( J/kg) HHV
Selesai
3.6 Prosedur Pengujian Performansi Motor Diesel
[image:35.595.124.499.166.451.2]Disini dilakukan pengujian dengan menggunakan mesin diesel 4-langkah 4-silinder ( TecQuipment type. TD4A 001 ).
Gambar 3.3 Mesin uji (TD4 A 001)
Tabel 3.1 Spesifikasi Mesin Diesel TD4A 4-langkah
TD111 4-Stroke Diesel Engine
Type TecQuipment TD4A 001
Langkah dan diameter 3,125 inch-nominal dan 3,5 inch
Kompresi ratio 22 : 1
Kapasitas 107 inch3 (1,76 liter)
Valve type clearance 0,012 inch (0,30 mm) dingin
Firing order 1-3-4-2
Sumber : Panduan Praktikum Motor Diesel laboratorium motor bakar Departemen
[image:35.595.117.507.517.677.2]Mesin ini juga dilengkapi dengan TD4 A 001 Instrumentation Unit dengan spesifikasi sebagai berikut :
[image:36.595.146.476.136.323.2]
Gambar 3.4 TD4 A 001 Instrumentation Unit.
Tabel 3.2 Spesifikasi TD4 A 001 Instrument Unit
TD4 A 001 Instrument Unit
Fuel Tank Capasity 10 liters
Fast Flow Pipette Graduated in 8 ml, 16 ml and 32 ml
Tachometer 0–5000 rev/min
Torque Meter 0–70 Nm
Exhaust Temperature Meter 0–1200 0C
Air Flow Manometer Calibrated 0–40 mm water gauge
Sumber : Panduan Praktikum Motor Diesel laboratorium motor bakar Departemen
Teknik Mesin USU.
Pada pengujian ini, akan diteliti performansi motor diesel serta komposisi emisi gas buang . Pengujian ini dilakukan pada 6 tingkat putaran mesin, yaitu : 1000,1400,1800,2200,2600 dan 2800 rpm serta 2 variasi beban yaitu : 10 kg dan 25 kg.
Sebelum pengujian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengkalibrasian terhadap torquemeter yang terdapat pada instrumentasi mesin uji dengan langkah– langkah sebagai berikut :
[image:36.595.112.513.399.563.2]2. Memutar tombol span searah jarum jam sampai posisi maksimum. 3. Mengguncangkan/menggetarkan mesin pada bagian lengan beban.
4. Memutar tombol zero, hingga jarum torquemetre menunjukkan angka nol. 5. Memastikan bahwa penunjukan angka nol oleh torquemeter telah akurat
dengan mengguncangkan mesin kembali.
6. Menggantung beban sebesar 10 kg pada lengan beban.
7. Mengguncangkan/menggetarkan mesin sampai posisi jarum torquemeter menunjukkan angka yang tetap.
8. Melepaskan beban dari lengan beban.
Pengkalibrasian ini dilakukan setiap kali akan dilakukan pengujian sebelum mesin dihidupkan. Setelah dilakukan pengkalibrasian, maka pengujian dapat dilakukan dengan langkah–langkah sebagai berikut :
1. Menghidupkan pompa air pendingin dan memastikan sirkulasi air pendingin mengalir dengan lancar melalui mesin.
2. Menghidupkan mesin dengan cara menekan tombol starter, memanaskan mesin selama 15–20 menit pada putaran rendah (± 1500 rpm).
3. Mengatur putaran mesin pada 1500 rpm dengan menggunakan tuas kecepatan dan memastikannya melalui pembacaan tachometer.
4. Menggantung beban sebesar 10 kg pada lengan beban.
5. Menutup saluran bahan bakar dari tangki dengan memutar katup saluran bahan bakar sehingga permukaan bahan bakar didalam pipette turun.
6. Mencatat waktu yang dibutuhkan mesin untuk menghabiskan 100 ml bahan bakar dengan menggunakan stopwatch dengan memperhatikan ketinggian permukaan bahan bakar didalam pipette.
7. Mencatat torsi melalui pembacaan torquemeter, temperatur gas buang melalui exhaust temperature meter, dan tekanan udara masuk melalui air flow
manometer.
8. Membuka katup bahan bakar sehingga pipette kembali terisi oleh bahan bakar yang berasal dari tangki.
Diagram alir pengujian performansi motor bakar diesel yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.5 Diagram alir Pengujian performansi motor bakar diesel
Volume Uji bahan bakar : 100 ml
Temperatur udara : 27 OC
Tekanan udara: 1 bar
Putaran: n rpm
Beban: L kg
Mencatat waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan 100 ml bahan bakar.
Mencatat Torsi
Mencatat temperatur gas buang
Mencatat tekanan udara masuk mm H2O
Selesai Mulai
Mengulang pengujian dengan beban, putaran yang berbeda.
3.7 Prosedur Pengujian Emisi Gas Buang
Pengujian emisi gas buang yang dilakukan meliputi kadar CO2, O2, HC
[image:39.595.157.467.277.508.2]dan CO yang terdapat pada hasil pembakaran bahan bakar . Pengujian ini dilakukan bersamaan dengan pengujian unjuk kerja motor bakar diesel dimana gas buang yang dihasilkan oleh mesin uji pada saat pengujian diukur untuk mengetahui kadar emisi dalam gas buang. Pengujian emsi gas buang yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan alat auto logic gas analizer .
Gambar 3.7 Diagram alir Pengujian emisi gas buang motor bakar diesel.
Menyambungkan perangkat autogas analizer ke komputer
Mengosongkan kandungan gas dalam auto logic gas analizer
Menunggu kira-kira 2 menit hingga pembacaan stabil dan melihat
tampilannya di komputer Memasukkan gas fitting kedalam
knalpot motor bakar
Mengulang pengujian dengan beban dan putaran yang berbeda
Mulai
BAB IV
HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN
4.1 PENGUJIAN NILAI KALOR BAHAN BAKAR
Data temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan (T1 dan T2)
yang telah diperoleh pada pengujian “Bom Kalorimeter” selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai kalor atas bahan bakar (HHV) dengan persamaan berikut :
HHV = (T2 – T1 – Tkp) x Cv ( J/kg ) Lit. 16 Hal 12 dimana:
HHV = Nilai kalor atas ( High Heating Value )
T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan ( 0C )
T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan ( 0C )
Cv = Panas jenis bom kalorimeter ( 73529,6 kj/kg 0C ) Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala ( 0,05 0C )
Pada pengujian pertama bahan bakar solar , diperoleh : T1 = 26,65 0C
T2 = 27,75 0C, maka:
HHV(solar) = (27,75 – 26,65 – 0,05 ) x 73529,6
= 77206,08 kj/kg
Standar nilai kalor solar adalah 44800 kj/kg (sumber :www.engineering tool box.com), karena dalam pengujian solar menggunakan bom kalorimeter didapat HHV sebesar 66911,936 kJ/kg, maka pada pengujian ini, digunakan faktor koreksi (Cf) sebesar :
6695 , 0 936 , 66911
44800
Sehingga harga nilai kalor bahan bakar menjadi :
HHV(solar) = 77206,08 kj/kg × 0,6695
Pada pengujian pertama bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C 1:80 , diperoleh :
T1 = 26,15 0C
T2 = 27,21 0C, maka:
HHV(C 1:80) = (27,21 – 26,15 – 0,05 ) × 73529,6
= 74264.896 kj/kg × 0,6695 (faktor koreksi) = 49720.347 kj/kg
Pada pengujian pertama bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C 3:80, diperoleh :
T1 = 24.24 0C
T2 = 25.24 0C, maka:
HHV(C 3:80) = (25.24 – 24.24 – 0,05 ) × 73529,6
= 69853.120 kj/kg × 0,6695 (faktor koreksi) = 46766.663 kj/kg
Pada pengujian pertama bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C 1:16 , diperoleh :
T1 = 26.11 0C
T2 = 27.17 0C, maka:
HHV(C 1:16) = (27.17 – 26.11 – 0,05 ) × 73529,6
= 74264.896 kj/kg × 0,6695 (faktor koreksi) = 49720.347 kj/kg
Cara perhitungan yang sama dilakukan untuk menghitung nilai kalor pada pengujian kedua hingga kelima. Selanjutnya untuk memperoleh harga nilai kalor rata–rata bahan bakar digunakan persamaan berikut ini :
HHVRata - rata =
5 5
1 i
i HHV
( J/kg )
Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa harga HHV campuran zat aditif dengan solar lebih tinggi dari solar, hal ini diakibatkan adanya peningkatan nilai setane dalam bahan bakar campuran zat aditif dengan solar.
Tabel 4.1 Data hasil pengujian dan perhitungan bom kalorimeter BAHAN
BAKAR No.Pengujian T1( O
C) T2(OC) HHV (kj/kg) HHV rata-rata (kj/kg)
1 26.15 27.21 49720.3
2 27.25 28.17 42828.4
3 28.18 29.15 45289.8
4 25.29 26.37 50704.9
C 1 : 80
5 26.42 27.41 46274.4
46963.6
1 24.24 25.24 46766.7
2 25.25 26.34 51197.2
3 26.35 27.38 48243.5
4 27.38 28.46 50704.9
C 3 : 80
5 25.10 26.12 47751.2
48932.7
1 26.11 27.17 49720.3
2 27.18 28.15 45289.8
3 28.16 29.34 55627.7
4 24.75 25.87 52674.0
C 1 : 16
5 26.32 27.15 38397.9
48432.0
1
26.65 27.75 51689.5 2
27.75 28.61 39874.7 3
28.68 29.70 47751.2 4
25.71 26.57 39874.7 Solar
murni
5
26.95 27.91 44797.5
44797.5
Perbandingan nilai kalor atas (HHV) masing-masing dapat dilihat pada gambar dibawah.
Gambar 4.1 Grafik HHV vs jenis bahan bakar
4.2 PENGUJIAN PERFORMANSI MOTOR BAKAR DIESEL
Data yang diperoleh dari pembacaan langsung alat uji mesin diesel 4-langkah 4-silinder (TecQuipment type. TD4A 001) melalui unit instrumentasi dan
perlengkapan yang digunakan pada saat pengujian antara lain :
Putaran (rpm) melalui tachometre.
Torsi (N.m) melalui torquemetre.
Tinggi kolom udara (mm H2O), melalui pembacaan air flow manometre.
Temperatur gas buang (oC), melalui pembacaan exhaust temperature metre.
4.2.1 Torsi
[image:45.595.111.515.228.541.2]Pada tabel 4.2 dapat dilihat besarnya torsi untuk masing–masing pengujian daya mesin baik dengan menggunakan bahan bakar campuran zat aditif dengan perbandingan C 1:80, C3:80, C 1:16 maupun solar murni pada berbagai kondisi pembebanan dan putaran.
Tabel 4.2 Data hasil perhitungan untuk torsi
Torsi (Nm)
Beban
(kg)
Putaran
(rpm)
Solar murni C 1: 80 C 3: 80 C 1: 161000 32 32.5 37 36 1400 43 43.5 48 47 1800 47.5 49 53 52 2200 48 49 55 54 2600 48 50 55 54 10
2800 48 52 57 56 1000 75.5 76 77 78 1400 78 79 84 83 1800 81 83 88 86 2200 84 86 90 89 2600 87 89 92 91 25
2800 88 90 93 92
Pada pembebanan 10 kg , torsi terendah mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar solar pada putaran 1000 rpm yaitu sebesar 32 N.m. Sedangkan torsi tertinggi mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C 3: 80 pada putaran 2800 sebesar 57 N.m.
bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C 3: 80 pada putaran 2800 sebesar 93 N.m.
[image:46.595.119.505.209.424.2]Torsi terendah terjadi ketika menggunakan bahan bakar solar pada putaran 1000 rpm dan beban 10 kg yaitu sebesar 32 N.m. Sedangkan torsi tertinggi terjadi ketika menggunakan bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C 3:80 pada beban 25 kg dan putaran 2800 sebesar 93 N.m.
Gambar 4.2 Grafik Torsi vs Putaran pada beban 10 kg dan 25 kg
4.2.2 Daya
Besarnya daya yang dihasilkan dari masing-masing jenis bahan bakar pada tiap kondisi pembebanan dan putaran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
= B
P n T
60 . . 2
dimana :PB = Daya keluaran (Watt) n = Putaran mesin (rpm)
T = Torsi (N.m)
Dengan memasukkan harga torsi yang telah diperoleh sebelumnya pada pengujian seperti yang terdapat pada tabel 4.2, maka :
Untuk jenis bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C 1:80 dan beban 10 kg pada setiap putaran
B
P = 32,5
60 1000 . . 2 x
= 3042 W = 3,042 kW - N = 1400 rpm
B
P = 43,5
60 1400 . . 2 x
= 6374 W = 6,374 kW - N = 1800 rpm
B
P = 49
60 1800 . . 2 x
= 9232 W = 9,232 kW
[image:47.595.127.253.86.356.2]Dengan cara perhitungan yang sama untuk setiap jenis bahan bakar, variasi putaran dan beban, maka hasil perhitungan daya untuk setiap kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Data hasil perhitungan untuk daya
Daya (kW)
Beban
(kg)
Putaran
(rpm)
Solar murni C 1 : 80 C 3 : 80 C 1 : 161000 3.349 3.402 3.873 3.768 1400 6.301 6.374 7.034 6.887 1800 8.949 9.232 9.985 9.797
2200 11.053 11.283 12.665 12.434
2600 13.062 13.607 14.967 14.695
10
2800 14.067 15.239 16.705 16.412
1000 7.902 7.955 8.059 8.164
1400 11.430 11.576 12.309 12.162
1800 15.260 15.637 16.579 16.202
2600 23.676 24.220 25.036 24.764
2800 25.790 26.376 27.255 26.962
Pada pembebanan 10 kg, daya terendah mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar solar yaitu sebesar 3,349 kW. Sedangkan daya tertinggi terjadi pada pengujian dengan menggunakan campuran zat aditif dengan solar C 3:80 pada putaran 2800 sebesar sebesar 16,705 kW.
Pada pembebanan 25 kg , daya terendah mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar solar pada putaran 1000 rpm sebesar 7,902 kW. Sedangkan daya tertinggi terjadi saat menggunakan bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C 3:80 pada putaran 2800 sebesar 27,255 kW
Daya terendah terjadi ketika menggunakan bahan bakar solar murni pada beban 10 kg dan putaran 1000 rpm yaitu 3, 349 kW. Sedangkan daya tertinggi terjadi ketika menggunakan bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C 3 : 80 pada putaran 2800 dan beban 25 kg yaitu sebesar 27,255 kW.
Dapat dilihat pada gambar 4.3 pada campuran zat aditif dengan solar C 1:80 pada setiap putaran daya mengalami kenaikan dibandingkan dengan solar murni, begitu juga terhadap campuran C 3 :80 . Namun, pada campuran C 1:16 daya mulai mengalami penurunan dibandingkan dengan campuran sebelumnya akan tetapi masih berada diatas daya solar murni.
Besar kecil daya mesin bergantung pada besar kecil torsi yang didapat. Daya yang dihasilkan mesin dipengaruhi oleh putaran poros engkol yang terjadi akibat dorongan piston yang dihasilkan karena adanya pembakaran bahan bakar dengan udara. Jika konsumsi bahan bakar dan udara diperbesar maka akan semakin besar pula daya yang dihasilkan mesin. Semakin cepat poros engkol berputar maka akan semakin besar daya yang dihasilkan.
Gambar 4.3 Grafik Daya vs Putaran pada beban 10 kg dan 25 kg
4.2.3 Konsumsi bahan bakar spesifik
Konsumsi bahan bakar spesifik (Specific fuel consumption, Sfc) dari masing–masing pengujian pada tiap variasi beban dan putaran dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
Sfc = B f
P x
m 3
. 10
dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h)
= laju aliran bahan bakar (kg/jam) .
f m
Besarnya laju aliran massa bahan bahan bakar ( ) dihitung dengan persamaan berikut :
. f m
3600 10
.
. 3
x t
V sg m
f f f f
dimana : f
sg = spesific gravity
f
V = Volume bahan bakar yang diuji (dalam hal ini 100 ml).
f
Harga untuk zat aditif adalah 0,81 dan untuk solar adalah 0.857,sedangkan untuk bahan bakar yang merupakan campuran antara zat aditif dengan solar, harga
-nya dihitung dengan menggunakan rumus pendekatan berikut : f
sg
f sg
f
sg Cxx = ( C x 0,81 ) + ( S x 0,857 )
Dengan:
C = Persentase kandungan zat aditif dalam bahan bakar campuran S = Persentase kandungan solar dalam bahan bakar campuran
Untuk bahan bakar campuran zat aditif dengan solar dengan perbandingan 1:80 maka :
f
sg (C 1:80) = ( 1/81 x 0,81 ) + ( 80/81x 0,857 )
= 0,856
Dengan memasukkan harga = 0,856, harga yang diambil dari percobaan sebelumnya harga yaitu sebesar 100 ml, maka laju aliran bahan bakar untuk pengujian dengan menggunakan campuran zat aditif dengan solar yaitu C 1:80 adalah :
f
sg tf
f V
Beban : 10 kg Putaran : 1000 rpm
= . f m 442 10 100 . 856 ,
0 x 3
x 3600
= 0,698 kg / jam
Dengan diperolehnya besar laju aliran bahan bakar, maka dapat dihitung harga konsumsi bahan bakar spesifiknya (Sfc).
Untuk pengujian dengan menggunakan campuran zat aditif dengan solar yaitu C 1:80 adalah :
Sfc =
402 , 3
10 698 ,
0 x 3
= 205,061 g/kWh
Dengan cara yang sama untuk setiap jenis pengujian, pada putaran dan beban yang bervariasi, maka hasil perhitungan Sfc untuk kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Data hasil perhitungan untuk Sfc
Sfc (g/kWh)
Beban
(kg)
Putaran
(rpm)
Solar murni C 1 : 80 C 3 : 80 C 1 : 16 1000 306.061 205.061 177.080 173.647 1400 693.128 172.134 155.238 149.8391800 294.59 173.047 158.137 152.379
2200 357.821 199.457 174.911 161.644 2600 357.831 204.137 187.020 177.345 10
2800 342.645 206.444 188.087 197.241 1000 117.363 87.889 79.761 77.031 1400 136.750 99.011 85.670 86.297
1800 137.259 106.005 88.439 89.953
2200 147.398 115.328 97.109 97.439
2600 135.473 116.788 105.116 105.238 25
2800 132.658 118.074 108.628 108.626
Pada pembebanan 10 kg , Sfc terendah terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C 1:16 pada putaran 1400 rpm yaitu sebesar 149.839 g/kWh. Sedangkan Sfc tertinggi terjadi saat menggunakan solar pada putaran 2200 rpm yaitu sebesar 357,156 g/kWh.
Besarnya Sfc sangat dipengaruhi oleh nilai kalor bahan bakar (lihat Tabel 4.1), semakin besar nilai kalor bahan bakar maka Sfc semakin kecil dan
dan putaran dapat dilihat pada gambar dibawah ini : sebaliknya.
[image:52.595.113.516.189.406.2]Perbandingan harga Sfc untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi beban
Gambar 4.4 Grafik Sfc vs Putaran pada beban 10 kg dan 25 kg
4.2.4 Ra
Rasio perbandingan bahan bakar air fuel ratio) dari masing–masing jenis sio perbandingan udara bahan bakar (AFR)
( pengujian dihitung berdasarkan rumus berikut :
AFR = . . a
m m
f
dimana :
AFR = air fuel ratio
laju aliran massa udara (kg/jam)
) diperoleh dengan membandingkan besarnya tekanan udara masuk yang telah diperoleh melalui pembacaan air flow manom
ikan untuk .
ma =
Besarnya laju aliran udara (ma .
eter (Tabel 4.2) terhadap kurva viscous flow metre calibration.
pengujian pada tekanan udara 1013 mb dan temperatur 20 0C, maka besarnya laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi berikut :
f
C = 3564 x Pa x ( 2114,5 ) a a
T T
5 , 2 ) 273 27 (
)] 114 ( ) 273 27
[(
= 3564 x 1 x
[image:53.595.109.517.134.492.2]= 0,946531125
Gambar 4.5 Kurva Viscous Flow Meter Calibration.
Untuk rasi diperoleh
laju aliran massa udara sebesar 11,38 kg/jam, setelah dikalikan faktor koreksi (Cf), m
Maka untuk pengujian bahan bakar campuran zat aditif dengan solar beban 10 kg dan putaran 1000 rpm dimana tekanan udara masuk = 4 mm
tekanan udara masuk = 10 mm H2O dari kurva kalib
aka laju aliran massa udara yang sebenarnya :
a m
.
= 11,38 x 0,946531125 = 10,7715242 kg/jam
C1:80 dengan
H2O didapat dari kurva kalibrasi laju aliran massa udara dengan cara
Nilai ma .
untuk bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C1:80 pada beban 10 kg dan putaran 1000 rpm adalah :
) 7715242 , 10 ( . 10 4 a m
= 4,308609681 kg/jam
Dengan cara perhitungan yang sama, maka diperoleh harga laju aliran
massa –masing jenis bahan bakar pada tiap variasi
beban dan putaran seperti pada tabel 4.5 udara ( m
.
) untuk masing a
. Dengan diperolehnya harga laju aliran massa bahan bakar, maka dapat dihitung besarnya rasio udara bahan bakar (AFR).
Untuk bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C 1 : 80 , beban : 10 kg dan putaran : 1000 rpm
AFR =
0,698 1 4,30860968
Hasil perhitungan AFR untuk masing – masing bahan bakar pada tiap variasi
ban d n puta pada table 4.5 .
AFR
= 6,177 [image:54.595.112.512.469.748.2]be a ran dapat dilihat
Tabel 4.5 Data hasil perhitungan untuk AFR
Beban
Putaran
1 : 80 C 3 : 80 C 1 : 16
(kg)
(rpm)
Solar murni C1000 3.685 6.177 6.283 6.585
1400 4.089 6.872 6.906 7.829
1800 4.707 8.091 8.527 9.019
2200 4.912 8.615 8.753 9.914
2600 5.657 9.889 9.813 10.746
10
2800 6.157 9.929 10.113 9.317
1000 4.065 5.547 6.703 6.851
1400 4.824 7.048 7.661 7.697
1800 6.171 8.123 9.183 9.238
25 2200
2600 8.564 9.520 10.436 10.746
2800 9.130 9.857 10.733 10.850
Pada pe nan 10 FR tere rjadi lar pa an
1000 rpm yaitu sebesar 3,685. Sedangkan AFR tertinggi terjadi pada
,065. Sedangkan AFR tertinggi terjadi pada
sebesar 3,685. Sedangkan AFR tertinggi terjadi
pada putaran dan beban aksim
mbeba kg, A ndah te pada so da putar
bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C 1:16 pada putaran 2600 rpm yaitu sebesar 10,746.
Pada pembebanan 25 kg, AFR terendah terjadi pada solar pada putaran 1000 rpm yaitu sebesar 4
bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C 1:16 pada putaran 2800 rpm yaitu sebesar 10,850.
AFR terendah terjadi ketika menggunakan bahan bakar solar pada beban 10 kg dan putaran mesin 1000 rpm yaitu
ketika menggunakan bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C 1:16 pada beban 25 kg dan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 10,850.
Semakin tinggi putaran dan beban mesin, maka semakin besar ratio perbandingan udara bahan bakar. Ini disebabkan karena
[image:55.595.112.513.504.722.2]m al dimana pada saat ini terjadi proses pembakaran yang sangat cepat. Perbandingan AFR masing – masing bahan bakar pada tiap variasi beban dan putaran dapat dilihat pada grafik yang terletak pada gambar dibawah ini.
4.2.5 Efisiensi Volumetris
Efisiensi volumetris (volumetric efficiency) untuk motor bakar 4-langkah dihitung dengan rumus berikut :
= n ma . 60 . 2 . s a.V
1
v
dimana :
= Laju aliran udara (kg / jam) a
m
a
= Kerapatan udara (kg/m3)
= volume langkah torak (m3) = 1,76 x 10-3 m3 [berdasarkan spesifikasi mesin]. Diasumsikan udara sebagai gas ideal sehingga massa jenis udara dapat diperoleh
s V
dari persamaan berikut :
= a a T R.
Dimana : R = konstanta gas (untu
a P
k udara = 287 J/ kg.K)
Dengan memasukkan harga tekanan dan temperatur udara yaitu sebesar 100 kPa dan 27 0C, maka diperoleh massa jenis uda yaitu sebesar : ra
= ) 273 27 .( 287 000 . 100 a 3
Dengan diperolehnya massa jenis udara maka dapat dihitung besarnya eff
= 1,161440186 kg/m
isiensi volumetris (v) untuk masing–masing pengujian bahan bakar pada variasi beban dan putaran.
Untuk pengujian menggunakan campuran zat aditif dengan solar C 1:80 pada putaran 1000 rpm :
v
=
1000 .
60 .
4,308 . 2 x10 0,5 .
1,161441 -3
1
Harga efisiensi volumetris untuk masing–masing pengujian yang dihitung dengan cara perhitungan yang sama dengan perhitungan diatas dapat dilihat pada
4. .
= 0,24732 = 24,732 %
Tabel 4.6 Data hasil perhitungan untuk efisiensi volumetris
Efisiensi Volumetris (%)
Beban
(kg)
Putaran
(rpm)
Solar murni C 1 : 80 C 3 : 80 C 1 : 161000 21.640 24.732 24.732 24.732
1400 30.914 33.123 30.914 33.123
1800 39.502 41.219 42.937 42.937
2200 50.587 50.587 50.587 51.992
2600 58.262 60.640 60.640 61.829
10
2800 60.725 64.037 65.141 61.829
1000 21.640 22.258 24.732 24.732
1400 30.914 33.123 33.123 33.123
1800 41.219 48.304 42.937 42.937
2200 49.182 51.992 50.587 50.587
2600 60.640 59.451 60.640 61.829
25
2800 64.037 62.933 65.141 65.141
Pada b 10 k iensi ris t terja ka
menggunakan campuran zat aditif d lar C da pu 00
rpm yaitu sebesar 65 dan te ada s gguna an
bakar solar pada putaran 1000 rpm s 1,64%
Pada beban 25 kg,
menggunaka puran zat aditif dengan solar C 1:16 pada
putaran 2800 sebesar 65.141%. Effisiensi volumetris terendah terjadi ketika menggunakan solar pada putaran 1000 rpm yaitu 21,64%.
Efisiensi volumetrik kkan p gan a mlah udara yang
terisap sebenar hadap dara sap s volum ah
torak untuk set gkah is
Efisiensi volumetrik antara bahan bakar campuran zat aditif dengan solar dan
eban g, efis volumet ertinggi di keti
engan so 3:80 pa taran 28
,141%, rendah p aat men kan bah
ebesar 2 .
efisiensi volumetris tertinggi terjadi ketika n bahan bakar cam
menunju erbandin ntara ju
nya ter jumlah u yang teri ebanyak e langk
iap lan ap.
efisiensi volumetrik relatif tidak ada, efisiensi volumetrik hanya dipengaruhi oleh kondisi kerja dari motor diesel.
[image:58.595.128.499.166.386.2]Perbandingan efisiensi volumetris dari masing–masing pengujian pada tiap variasi putaran dapat dilihat dari gambar berikut :
Gambar 4.7 Grafik Efisiensi Volumetris vs Putaran pada beban 10 kg dan 25 kg
4.2.6 Efisiensi Termal Brake
Efisiensi termal brake (brake thermal eficiency, b) merupakan perbandingan antara daya keluaran aktual terhadap laju panas rata–rata yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar. Efisiensi termal brake dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
=
LHV m
P
f B . b
. 3600
dimana: b
= Efisiensi termal brake
LHV = nilai kalor pembakaran bahan bakar (kJ/kg)
sili sebelum langkah buang terjadi) sehingga kalor laten kondensasi uap air tidak diperhitungkan sebagai nilai kalor pembakaran bahan bakar (LHV, Low Heating Value). Hal ini berarti untuk mendapatkan nilai LHV, maka nilai kalor
bahan bakar yang telah diperoleh da nder
ri pengujian sebelumnya (HHV, High Heating Value) dengan menggunakan bom kalorimeter harus dikurangkan dengan
besarnya kalor laten kondensasi uap air yang terbentuk dari proses pembakaran. LHV = HHV – Qlc
Di
Besarnya L mana :
Qlc = kalor laten kondensasi uap air bahan bakar solar. HV solar :
LHVsolar = HHV solar - Qlc solar
= 44797,54 kj/kg – 4770,48 kj/kg
= 40027,06 kj/kg
Sedangkan harga LHV untuk bahan bakar yang merupakan campuran antara zat aditif dengan solar dihitung dengan menggunakan kalor laten kondensasi uap air solar, sebab kalor laten kondensasi uap air pada zat aditif diabaikan (sumber :www.stp.com).
HV C 1:80 :
= 46963,6 kj/kg – 4770,48 kj/kg kj/kg
Besarnya LHV C 3:80 :
= 48932.7 kj/kg – 4770,48 kj/kg
= 44162.22 kj/kg
= 48432 kj/kg – 4770,48 kj/kg
= 43661.52 kj/kg
Besarnya L
LHVC1:80 = HHV C1:80 - Qlc solar
= 42193,12
LHVC3:80 = HHV C3:80 - Qlc solar
Besarnya LHV C 1:16 :
LHVC1:16 = HHV C1:16 - Qlc solar
Setelah diperoleh harga LHV untuk masing-masing ahan bakar maka b dapat dihitung besarnya efisiensi termal brake (b).
Untuk bahan bakar campuran C 1:80 , beban 10 kg pada putaran 1000 rpm
b
= 360
/ 1 . 42193 / 697 .
0 kg jam 2 kg 0
402
kj kW
ama dilakukan untuk menghitung efisiensi termal brake asi a d n putaran. Hasil
untuk efisiensi termal brake ,
3
= 0,43551 = 43,551% Cara perhitungan yang s
[image:60.595.111.511.335.656.2]masing-masing bahan bakar pada tiap vari beb n a perhitungan efisiensi termal brake dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Data hasil perhitungan
Efisiensi Thermal Brake (%)
Beban
(kg)
(rpm)
C 3 : 80 C 1 : 16Putaran
Solar murni C 1: 80
1000 29.389 43.551 46.105 46.230
1400 30.675 51.303 54.783 53.934
1800 30.523