• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Eksperimental Pengaruh Penambahan Kapur Barus Pada Pertalite Terhadap Performansi Mesin Otto Empat Langkah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengujian Eksperimental Pengaruh Penambahan Kapur Barus Pada Pertalite Terhadap Performansi Mesin Otto Empat Langkah"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Motor Bakar

Motor bakar adalah mesin kalor atau mesin konversi energi yang mengubah

energi kimia bahan bakar menjadi energi mekanik berupa kerja. Ditinjau dari cara

memperoleh energi thermalnya, maka motor bakar dapat dibagi menjadi 2 golongnan

yaitu motor pembakaran luar dan pembakaran dalam. Motor pembakaran dalam

(Internal Combustion Engine) ialah motor bakar yang pembakarannya terjadi di

dalam pesawat itu sendiri.

Motor bakar dapat juga disebut sebagai motor otto. Motor tersebut dilengkapi

dengan karburator dan busi. Pada motor bakar bensin karburator mempunyai fungsi untuk melakukan percampuran serta pengabutan udara dengan bahan bakar yang akan dibakar di dalam ruang bakar sedangkan busi mempunyai fungsi untuk penghasil loncatan api yang akan menyalakan gas dari campuran bahan bakar dan udara. Pembakaran bahan bakar dengan udara ini menghasilkan daya. Di dalam siklus otto (siklus ideal) pembakaran tersebut dimisalkan sebagai pemasukan panas

pada volume konstanta.[4]

Ntienne Leonir yang lahir pada tahun 1822 dan meniggal dunia pada tahun

1900 adalah seorang berkebangsaan Perancis yang pertama kali menemukan motor

bakar 2 tak. Sedangkan August Otto yang hidup antara 1832 sampai 1891 adalah

seorang berkebangsaan Jerman yang membuat cikal bakal ramainya industri Mobil

sipenemu mesin 4 tak. Pada tahun 1860, Otto mendengar kabar ada ilmuwan jenius

yang bernama Leonir, yang mampu membuat mesin pembakar dengan dua dorongan

putaran alias 2 tak. Sayangnya mesin 2 tak ini memakai bahan bakar gas. Otto menilai

ini kurang praktis. Otto kemudian menciptakan karburator, sayangnya ditolak

lembaga paten, karena ada yang mendahului. Namun ia menyempurnakan mesin 2 tak

dengan 4 dorongan alias 4 langkah. Hasil ini dipatenkan di Jerman pada tahun 1863.

Motor bakar torak menggunakan silinder tunggal atau beberapa silinder.

Salah satu fungsi torak disini adalah sebagai pendukung terjadinya pembakaran pada

motor bakar. Tenaga panas yang dihasilkan dari pembakaran diteruskan torak ke

(2)

2.2 Prinsip Kerja Motor Bakar Empat Langkah

Yang dimaksud dengan motor bakar 4 (empat) langkah adalah bila 1 (satu)

kali proses pembakaran terjadi pada setiap 4 (empat) langkah gerakan piston atau 2

(dua) kali putaran poros engkol. Pada dasarnya prinsip kerja pada motor adalah

sebagai berikut :

1. Langkah isap (0-1) merupakan proses tekanan konstan.

2. Langkah kompresi (1-2) ialah proses isentropik.

3. Proses pembakaran volume-konstan (2-3) dianggap sebagai proses pemasukan

kalor pada volume konstan.

4. Langkah kerja (3-4) ialah proses isentopik.

5. Proses pembuangan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada volume-konstan.

6. Langkah buang (1-0) ialah proses tekanan konstan.

Siklus ideal volume kostan ini adalah siklus untuk mesin otto. Siklus volume

konstan sering disebut dengan siklus ledakan (explostion cycle) karena secara teoritis

proses pembakaran terjadi sangat cepat dan menyebabkan peningkatan tekanan yang

tiba-tiba.Penyalaan untuk proses pembakaran dibantu dengan loncatan bunga api.

Nikolaus August Otto menggunakan siklus ini untuk membuat mesin sehingga siklus

ini sering disebut dengan siklus otto.

(3)

Gambar 2.2 Diagram T-S Siklus otto

Katup masuk dan katup buang terbuka tepat ketika pada waktu piston berada pada TMA dan TMB, maka siklus motor 4 (empat) langkah dapat diterangkan sebagai berikut:

a. Langkah Hisap

Piston bergerak dari TMA ke TMB. Dalam langkah ini, campuran udara dan bahan bakar diisap ke dalam silinder. Katup isap terbuka sedangkan katup buang tertutup. Waktu piston bergerak ke bawah, menyebabkan ruang silinder menjadi vakum, masuknya campuran udara dan bahan bakar ke dalam silinder disebabkan adanya tekanan udara luar (atmospheric pressure).

b. Langkah Kompresi

Piston bergerak dari TMB ke TMA. Dalam langkah ini, campuran udara dan bahan bakar dikompresikan/dimampatkan. Katup isap dan katup buang tertutup. Waktu torak mulai naik dari titik mati bawah (TMB) ke titik mati atas (TMA) campuran udara dan bahan bakar yang diisap tadi dikompresikan. Akibatnya tekanan dan temperaturnya menjadi naik, sehingga

(4)

dari TMA ke TMB. Kedua katup masih dalam keadaan tertutup rapat sehingga seluruh tenaga panas mendorong piston untuk bergerak.

d. Langkah Buang

Piston bergerak dari TMB ke TMA. Dalam langkah ini, gas yang terbakar dibuang dari dalam silinder. Katup buang terbuka, piston bergerak dari TMB ke TMA mendorong gas bekas pembakaran ke luar dari silinder.Ketika torak mencapai TMA, akan mulai bergerak lagi untuk persiapan berikutnya, yaitu langkah isap.

Gambar 2.3 prinsip kerja motor 4 (empat) langkah[6]

2.3 Proses Pembakaran Motor Bakar Bensin

Proses pembakaran pada mesin/motor bensin merupakan sebagian proses perubahan energi (change of energy) untuk menghasilkan kerja mesin. Pada mulanya bensin dicampurkan dengan udara di dalam karburator sebelum dimasukkan ke dalam silinder, proses ini terjadi dalam sistem bahan bakar konvensional (conventional fuel system).

(5)

(TMA). Dalam hal ini pengaturan waktu pengapian dikenal dengan saat pengapian (ignition timing), yaitu waktu dimana busi memercikan api listrik untuk membakar campuran bahan bakar dan udara. Oleh karena pembakaran mesin bensin memerlukan busi maka dikenal pula mesin bensin sebagai SI engine (spark ignition engine).

2.4 Konsep Reaksi Pembakaran Motor Bakar Bensin

Reaksi pembakaran adalah reaksi kimia bahan bakar dan oksigen yang diperoleh dari udara yang akan menghasilkan panas dan gas sisa pembakaran yang berlangsung dalam waktu yang sangat cepat. Reaksi pembakaran tersebut akan menghasilkan produk hasil pembakaran yang komposisinya tergantung dari kualitas pembakaran yang terjadi.

Dalam pembakaran proses yang terjadi adalah oksidasi dengan reaksi sebagai berikut :

Karbon + Oksigen = Koarbon dioksida +panas Hidrogen + Oksigen = uap air + panas

Sulfur +oksigen + sulphur dioksida + panas

Pembakaran akan dikatakan sempurna apabila campuran bahan bakar dan

oksigen (dari udara) mempunyai perbandingan yang tepat (stoichiometric), hingga

tidak diperoleh sisa. Bila oksigen terlalu banyak, dikatakan campuran kurus dan hasil

pembakarannya menghasilkan api oksidasi. Sebaliknya, bila bahan bakarnya terlalu

banyak (tidak cukup oksigen), dikatakan campuran kaya (rich) sehingga pembakaran

ini menghasilkan api reduksi. Pada motor bensin, campuran udara dan bahan bakar

tersebut dinyalakan dalam silinder oleh bunga api dari busi pada akhir langkah

kompresi dengan suhu pembakaran berkisar antara 2100°K sampai 2500°K. waktu

pembakaran yang teratur lamanya kira-kira 3 mili detik (0,003 s).

Oleh karena reaksi pembakaran yag sangat cepat akan mengakibatkan

terjadinya gangguan dalam system pembakaran, antara lain terjadi pembakaran

sendiri (self ignition) oleh karena adanya sisa bahan baker yang tidak terbakar. Hal ini

disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

(6)

• busi terlalu panas

• pendinginan terlalu miskin

• terbakarnya sisa pembakaran sebelumnya

• bentuk ruang bakar yang tidak sesuai

Gangguan-gangguan pada pembakaran ini akan sangat merugikan efektivitas

mesin maka mendapatkan untuk pembakaran yang baik maka diperlukan

syarat-syarat sebagai berikut :

• jumlah udara yang sesuai

• temperatur yang sesuai dengan penyalaan bahan bakar

• waktu pembakaran yang cukup

• kerapatan yang cukup untuk merambatkan api dalam silinder.

2.5 Komponen-Komponen Pembakaran Pada Motor Bakar Bensin

Pada proses pembakaran bahan bakar pada motor bakar bensin terdapat

beberapa komponen yang berperan penting agar proses pembakaran berjalan dengan

baik. Komponen-komponen tersebut antara lain adalah karburator, katup (valve) dan

busi.

2.5.1 Karburator

Karbuaror memproses bahan bakar cair menjadi partikel kecil dan dicampur

dengan udara sehingga memudahkan penguapan. Prosesnya serupa dengan

penyemburan (spray). Pada gambar 2.4 dibawah ini diterangkan prisip dari

penyemburan. Sebagai akibat dari derasnya tiupan angin di (a), suatu kondisi vacum

(tekanan dibawah atmosfer) terjadi di (b).

Perbedaan tekanan antara vacum dan atmosfir udara di (c) menghasilkan

semburan terjadi pada gasoline (b). Berdasarkan proses ini, maka semakin cepat

aliran udara (a) mengakibatkan semakin besar vacum yang terjadi pada (b) dan

(7)

Gambar 2.4 Prinsip kerja karburator

Bahan bakar dan udara dibutuhkan motor bensin untuk berjalan. Bahan bakar berupa bensin dicampur dengan udara oleh karburator supaya mudah terbakar dan di alirkan keruang bakar. Dengan kata lain, karburator bekerja sesuai aturan sebagai berikut :

• Volume campuran udara dan bahan bakar sesuai kebutuhan mesin.

• Menciptakan campuran udara dan bahan bakar sedemikian rupa tepat sesuai kecepatan mesin.

• Merubah bensin menjadi partikel-partikel bercampur dengan udara sehingga mudah disemburkan atau dikabutkan.

2.5.2 Katup (Valve)

Pada motor bakar bensin empat langkah poros nok (camshaft) akan berputar setengah dari putaran poros engkol, sehingga masing-masing katup bekerja membuka dan menutup selama dua kali poros engkol. Angka-angka derajat katup masuk sebelum torak mencapai TMA dan akan menutup sesudah torak melewati TMB. Demikian juga beberapa derajat posisi torak setelah melewati TMA katup buang menutup.

(8)

Gambar 2.5 Diagram kerja katup

Keterangan :

M.B = Katup masuk terbuka B.B = Katup buang terbuka M.T = Katup masuk tertutup B.T = Katup buang tertutup

Pada diagram di atas terlihat katup masuk membuka 12° sebelum torak mencapai TMA dan akan menutup setelah torak melewati TMB 40°, maka katup masuk terbuka selama 12° + 180° + 40° = 232°. Dilanjutkan dengan langkah kompresi sejak katup masuk sehingga terjadi lentikan api listrik tegangan tinggi dari busi. Misalkan 12° sebelum torak mencapai TMA, maka diperoleh total derajat = (90° - 40°) + (90° - 15°) = 50° + 75° = 125°. Setelah langkah kompresi, yang kemudian dilanjutkan dengan langkah usaha yang berlangsung sejak api listrik tegangan tinggi terlentikan dari busi hingga katup buang mulai membuka, yaitu 15° + 90° + (90° - 47°) = 148°.

(9)

sebutan overlap, yaitu dimana katup masuk dan katup buang yang sama-sama terbuka. Adapun tujuan overlap tersebut adalah pembilasan sisa gas bekas yang masih terdapat di dalam ruang bakar dengan bantuan dari gas baru yang masuk dengan cara mendorong gas bekas yang masih tersisa di ruang bakar.

2.5.3 Busi

Busi berfungsi memercikkan api untuk membakar campuran bahan bakar di

ruang bakar. Percikan api terjadi di celah antara elektroda tengah dengan elektroda

massa, percikan tersebut akibat loncatan arus tegangan tinggi dari elektrode tengah ke

elektroda massa. Busi dialiri arus tegangan tinggi yaitu 15.000 - 30.000 Volt, dan

dipasang diruang bakar dengan temperatur sangat inggi, oleh karena itu antara

elektrode tengah dan elektrode massa harus dipisahkan oleh isolator yang tingkat

isolasinya tinggi dan tahan panas. Busi dilengkapi dengan ulir untuk pemasangan di

ruang bakar, agar tidak bocor pada ulir tersebut terdapat ring perapat. Panjang dan

diameter ulir harus tepat agar ulir busi mampu menahan tekanan pembakaran.

Elektrode busi terbuat dari bahan yang tahan panas dan erosi. Bahan tersebut adalah

paduan krom - nikel yang tahan temperatur tinggi. Pada busi spesial terbuat dari

platina maupun tungsen.

(10)

Besar celah busi yang tepat pada suatu kendaraan diperoleh dari ekperimen.

Celah yang kecil menyebabkan percikan api kecil dan mudah terselip kotoran,

sedangkan celah yang besar membutuhkan tegangan yang lebih tinggi untuk

menghasilkan percikan api sehingga bila tegangan kurang tinggi akan terjadi

kegagalan percikan pada saat tertentu. Besar celah busi adalah 0,70 – 1,00 mm,

namun lebih tepatnya lihat sepesifikasi kendaraan sebab kendaraan tertentu ada yang

spesifikasi celah busi 1,10 mm. Kebutuhan tegangan agar terjadi loncatan api pada

busi baru dan lama berbeda. Busi lama tegangan yang dibutuhkan lebih tinggi sebab

pada busi lama kemungkinan terdapat kebocoran arus pada rongga busi maupun

elektrode busi kotor, sehingga menyebabkan kebutuhan tegangan untuk meloncatkan

api lebih tinggi.

Semakin tinggi putaran mesin tegangan induksi semakin rendah sebab saat

putaran tinggi arus primer semakin kecil akibat waktu mengalirkan arus semakin

singkat, selain itu juga dapat disebabkan sudut dweel yang mengecil akibat kontak

pemutus arus melayang akibat pegas lemah. Bila tegangan induksi yang dihasilkan

kurang dari tegangan yang dibutuhkan maka akan terjadi kegagalan percikan api

(misspark), sehingga terjadi kegagalan pembakaran. Kegagalan percikan api sering

terjadi saat kendaraan dipercepat karena pada saat tersebut kebutuhan tegangan lebih

tinggi.

2.6 Performansi Motor Bakar Empat Langkah

(11)

maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas campuran akan lebih baik.

2.6.1 Torsi (Torque)

Perkalian antara gaya dengan jarak dapat disebut sebagai Torsi. Disaat proses pembakaran pada ruang bakar, dimana piston akan bergerak translasi dan poros engkol yang menghubungkan piston dengan batang piston akan merubah gerak translasi menjadi gerak rotasi. Persamaan (2.1) dapat digunakan untuk menghitung torsi.

... 2.1

Dimana : Pb = Daya (W)

n = Putaran mesin (rpm)

Pengujian torsi yang dilakukan menggunakan timbangan pegas tarik sehingga yang terhubung dengan roda belakang. Maka akan terjadi gaya antara roda belakang pada timbangan pegas tarik dalam pengujian torsi rem.[7]

Persamaan (2.2) dapat digunakan untuk menghitung gaya yang diberikan roda belakang.

F = g x m ... 2.2

Dimana : F = Gaya yang diberikan roda belakang (N) g = Percepatan gravitasi (9,807 m/s2) m = Massa tarik timbangan pegas (kg)

Persamaan (2.3) dapat digunakan untuk menghitung torsi roda belakang:

τ

roda = F x r ...2.3

Dimana :

τ

roda = Torsi roda belakang (N.m)

(12)

Putaran pada roda belakang diberikan oleh putaran poros engkol yang terhubung dengan sistem transmisi. Persamaan (2.4) dapat digunakan untuk mencari final ratio.

Final Ratio = perbandingan final gear x perbandingan rasio gigi 3

x perbandingan rasio poros engkol dengan transmisi .... 2.4

Persamaan (2.5) dapat digunakan untuk menghitung torsi mesin.

... 2.5

Dimana :

τ

mesin = Torsi mesin (Nm)

τ

roda = Torsi roda belakang (Nm) FR = Final Ratio

2.6.2 Daya (Power)

Kerja mesin selama waktu tertentu dapat disebut sebagai daya. Besarnya poros engkol yang bekerja dengan pembebanan merupakan daya poros. Daya poros berasal dari langkah kerja disaat campuran udara dan bahan bakar meledak dan menyebabkan piston mengalami dorongan yang menghasilkan kerja pada poros engkol yang mengubah gerak translasi menjadi gerak rotasi. Prestasi mesin motor bakar ditentukan oleh daya poros yang telah dibebankan akibat gesekan seperti pada torak, dinding silinder, poros, dan bantalan. Frekuensi putaran motor atau disebut dengan RPM (Revolution per Minute) mempengaruhi besarnya daya poros dimana semakin banyak putaran poros yang terjadi maka semakin besar daya poros tersebut. Persamaan (2.6) dapat digunakan untuk menghitung daya poros.

... 2.6

Dimana : τmesin = Torsi mesin (Nm)

2.6.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Specific Fuel Consumption)

(13)

mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. Persamaan (2.7) dapat digunakan untuk menghitung laju aliran massa bahan bakar.

̇

... 2.7

Jika diketahui rasio massa jenis zat (pertalite/aditif)–air maka massa jenis zat tersebut dapat dicari dengan persamaan (2.8).

... 2.8

Dimana : ṁf = Laju aliran bahan bakar (kg/jam)

Sgz = Rasio massa jenis zat

ρz = Massa jenis zat (kg/m3)

ρf = Massa jenis bahan bakar (kg/m3)

ρair = Massa jenis air (kg/m3)

Vf = Volume bahan bakar yang diuji (m3)

t f = Waktu menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik)

Jika terdapat beberapa jenis campuran zat yang terkandung dalam bahan bakar maka rasio massa jenis campuran bahan bakar-air dihitung dengan persamaan (2.9).

... 2.9

Dimana: A = Rasio volume zat aditif-campuran bahan bakar P = Rasio volume pertalite-campuran bahan bakar

ρa = Massa jenis zat aditif (kg/m3)

ρp = Massa jenis pertalite (kg/m3)

Persamaan (2.10) dapat digunakan untuk menghitung besarnya konsumsi bahan bakar spesifik.

(14)

ṁf = Laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)

Pb = Daya (Watt)

2.6.4 Rasio Udara-Bahan Bakar (Air Fuel Ratio)

Perbandingan udara dan bahan bakar yang masuk kedalam ruang bakar adalah AFR. Secara kimia dibutuhkan rasio udara/bahan bakar yang tepat unutk

berlangsungnya pembakaran yang sempurna. Rasio udara bahan bakar dalam sistem bahan bakar bervariasi, bergantung pada kondisi operasi saat itu. Hal yang dapat mempengaruhi rasio udara bahan bakar yaitu temperatur mesin, temperatur udara yang dihisap, tekanan udara yang terhisap dan kerapatan udara sekitar. Saat beroperasi dengan beban ringan dengan kecepatan medium, dan rancangan ruang bakar yang baik, campuran bahan bakar miskin (dalam kisaran 16:1-18:1) masih dimungkinkan untuk terbakar. Campuran miskin meningkatkan ekonomi bahan bakar, mengurangi emisi, tetapi juga mengurangi daya keluaran. Campuran udara dan bahan bakar yang stokiometri (14:1-14,7:1) menghasilkan daya keluaran yang optimal. Campuran bahan bakar yang kaya (11,5:1-13,5:1) mengurangi nilai ekonomi bahan bakar tetapi mempunyai daya yang terbesar. Jika campuran udara bahan bakar terlalu miskin (diatas 18:1), campuran tidak akan menyala yang menyebabkan kondisi kegagalan penyalaan.[1] Persamaan (2.11) dapat digunakan untuk menghitung rasio udara-bahan bakar.

̇

... 2.11

Dimana : ̇ṁ�= Laju Aliran Massa Udara (kg/jam)

̇ �f = Laju aliran bahan bakar (kg/jam)

Persamaan (2.12-2.15) dapat digunakan untuk menghitung laju aliran massa udara.

... 2.12

... 2.13

(15)

... 2.15

Dimana: Pi = Tekanan udara masuk silinder (kPa) Ti = Temperatur udara masuk silinder (Kelvin) R = Konstanta udara (0,287 kJ/kg.K)

Vd = Volume silinder/displacement (m3) Vc = Volume sisa/clearence (m3)

ma = Massa udara masuk silinder per siklus (kg) Nd = Jumlah silinder (silinder)

n = Putaran mesin (rpm)

a = Putaran poros dalam satu siklus (putaran) B = Diameter piston (m)

S = Panjang langkah (m3) RC = Rasio Kompresi

2.6.5 Efisiensi Termal ( Thermal Efficiency)

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis seperti gesekan, kerja pompa oli dan pompa pendingin, dan panas yang terbuang. Efisiensi termal pembakaran didefinisikan untuk menyatakan fraksi dari

bahan bakar yang terbakar. Persamaan (2.16) dapat digunakan untuk menghitung efisiensi termal.

̇

... 2.16

Dimana : Pb = Daya (Watt)

ṁf = Laju aliran bahan bakar (kg/jam)

(16)

2.7 Nilai Kalor Bahan Bakar

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Caloric Value). Berdasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas bahan bakar (High Heating Value), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan

menggunakan bom kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sabagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hydrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.17).[8]

HHV = ... 2.17

Dimana : HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan (oC) T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan (oC) M1 = Massa cawan sebelum di isi bahan bakar (gr)

M2 = Massa cawan sesudah di isi bahan bakar (gr) Cv = Panas jenis bom kalorimeter (2325 Kkal/kg)

Dan nilai kalor bawah bahan bakar dapat dihitung dengan persamaan (2.18).

LHV = HHV –3240 ... 2.18

Dimana : LHV = Nilai kalor bawah (kJ/kg) HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

(17)

yang akan terjadi jika bahan bakar tersebut dibakar atau dinyalakan. Kandungan energi di dalam bahan bakar diukur dengan membakar semua bahan bakar di dalam bom kalorimeter serta mengukur peningkatan temperatur yang terjadi. Energi yang tersedia tergantung wujud air yang dihasilkan dari pembakaran hidrogen. Jika air di dalam produk buangan berwujud gas (uap air), kemudian tidak dapat melepaskan panas penguapannya, maka dihasilkan nilai kalor bersih yang disebut nilai kalor bawah bahan bakar (Lower Heating value). Jika air dikondensasikan kembali ke temperatur asal bahan bakar hingga berwujud cair maka akan menghasilkan nilai kalor kotor (Higher heating value, HHV). Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menetukan penggunaan nilai kalor bawah

(LHV).[9]

Dilakukan 5 kali pengujian bom kalorimeter pada setiap bahan bakar yang digunakan dan dicari rata-rata dari nilai kalor bahan bakar dengan menggunakan persamaan (2.19) dan (2.20).

... 2.19

... 2.20

2.8 Emisi Gas Buang

Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam mesin pembakaran dalam, mesin pembakaran luar, mesin jet yang dikeluarkan melalui

sistem pembuangan mesin.

2.8.1 Sumber

(18)

2.8.2 Komposisi Kimia

Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya.

2.8.3 Bahan Penyusun

Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.

a.) Partikulat

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi.

Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan. Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir–butir berkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon–karbon padat atau angus.

Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada di dalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat dimana terlalu

(19)

b.) Hidrocarbon (HC)

Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan.

Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by gasses (gas lalu).Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan

gas buang yang mengandung hidrokarbon.

c.) Karbon Monoksida (CO)

Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon

monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal

berbentuk gas yang tidak berwarna.

Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85% dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.

d.) Oksigen (O2)

(20)

2.9 Pertalite

Pertalite adalah bahan bakar dari Pertamina dengan RON 90. Angka Oktan Riset/Research Octane Number (RON) adalah nilai oktan yang memberikan gambaran tentang kecenderungan bahan bakar untuk mengalami pembakaran tidak normal pada kondisi pengendaraan sedang dan juga pada kecepatan rendah dan dilakukan dengan metode riset. Angka Oktan Motor/Motor Octane Number (MON) adalah nilai oktan yang memberikan gambaran kinerja pengendaraan pada kondisi operasi yang lebih berat, kecepatan tinggi atau kondisi beban tinggi. Indeks Anti Detonasi/Anti Knock Index (AKI) adalah rata-rata dari penjumlahan angka oktan riset dengan angka oktan motor.[11]

Pertalite diluncurkan pada 24 Juli 2015 sebagai varian baru bagi konsumen yang ingin BBM dengan kualitas di atas premium tetapi lebih murah dari pertamax. Pertalite memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan premium. Selain itu, RON 90 membuat pembakaran pada mesin kendaraan dengan teknologi terkini lebih baik dibandingkan dengan premium yang memiliki RON 88.

Komposisi bahan untuk membuat pertalite adalah heptana 10% dan oktana 90%, selain itu juga ditambahkan zat aditif EcoSAVE. Zat aditif EcoSAVE ini bukan untuk meningkatkan RON tetapi pembakaran lebih bersih, ramah

lingkungan dan lebih hemat.

10 C7H16 + 90 C8H18 + 1235 (O2 + 3,7 N2) 790 CO2 + 890 H2O + 4569,5 N2

Nilai kalor atas (HHV) yang dihasilkan dari pembakaran pertalite secara teori adalah[21] :

Pertalite tediri dari 90% oktana dan 10% heptana

HHV = x Nilai HHV Oktana HHV = (46,7 Mj/kg)

(21)

Berdasarkan keputusan Dirjen Migas No.313.K/10/DJM.T/2013 spesifikasi bahan bakar jenis bensin 90 dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut[12]:

(22)

Pertalite membuat pembakaran pada mesin kendaraan dengan teknologi terkini lebih baik dibandingkan dengan premium yang memiliki RON 88.

Keunggulan pertalite adalah:

1. Durability, pertalite dapat dikategorikan sebagai bahan bakar kendaraan yang

memenuhi syarat dasar durability/ketahanan, dimana bbm ini tidak akan menimbulkan gangguan serta kerusakan mesin, karena kandunganoktan 90 lebih sesuai dengan perbandingan kompresi kebanyakan kendaraan bermotor yang beredar di Indonesia.

2. Fuel Economy, kesesuaian oktan 90 Pertalite dengan perbandingan kompresi

kebanyakan kendaraan beroperasi sesuai dengan rancangannya. Perbandingan Air Fuel Ratio yang lebih tinggi dengan konsumsi bahan bakar menjadikan

kinerja mesin lebih optimal dan efisien untuk menempuh jarak lebih jauh karena perbandingan biaya dengan operasi bahan bakar dalam (Rupiah/kilometer) akan lebih hemat.

3. Performance, kesesuaian angka oktan Pertalite dan aditif yang dikandungnya

dengan spesifikasi mesin akan menghasilkan performa mesin yang jauh lebih

baik dibandingkan ketika menggunakan oktan 88. Hasilnya adalah torsi mesin lebih tinggi dan kecepatan meningkat.[13]

2.10 Zat Aditif

Aditif adalah suatu senyawa yang ditambahkan kedalam senyawa lain. Penggunaan zat aditif secara umum bertujuan untuk mengontrol pembakaran bensin agar menghasilkan energi yang maksimum dan suara ketukan minimum. Zat aditif pada bahan bakar bensin digunakan untuk meningkatkan angka oktan sedangkan pada bahan bakar diesel digunakan untuk meningkatkan angka setana. Penggunaan zat aditif untuk pelumas bertujuan untuk meminimalisir busa dan sebagai peningkat kualitas dan ketahanan pelumas.[14]

2.10.1 Jenis-Jenis Zat Aditif

(23)

1. Fungsi bahan pelumasan

2. Fungsi sistem distribusi bahan bakar dan sistem pembakaran 3. Fungsi bahan bakar

2.10.1.1 Manfaat Zat Aditif pada Fungsi Sistem Pelumasan

Zat aditif ditambahkan pada oli sebagai bahan pelumas mesin motor bakar yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelumas[15], antara lain:

1. Viscosity Index Improver, untuk meningkatkan nilai indeks viskositas. Indeks

viskositas adalah perubahan nilai viskositas akibat adanya perubahan temperatur.

2. Pour Point Depressant, untuk mencegah aglomerasi kristal lilin parafin akibat

temperatur rendah.

3. Anti-Foam¸ untuk mencegah pelumas berbusa akibat adanya udara

terperangkap dalam minyak pelumas.

4. Antiwear dan Extreme Pressure, untuk meningkatkan film dalam proses

pelumasan sehingga dapat mengurangi keausan permukaan logam.

5. Detergents, untuk menetralisir asam pada larutan minyak pelumas.

6. Dispersants, untuk mencegah sisa pembakaran yang menumpuk pada larutan

minyak pelumas.

7. Antirust, untuk melindungi permukaan logam dari korosi atmosfir.

8. Antioxidants, untuk menghambat proses pembusukan yang terjadi secara alami

dalam minyak pelumas karena oksidasi dengan udara.

2.10.1.2 Manfaat Zat Aditif pada Fungsi Sistem Distribusi Bahan Bakar dan Sistem Pembakaran

Zat aditif ditambahkan pada bahan bakar atau diinjeksikan secara langsung ke dalam ruang bakar yang bertujuan untuk membersihkan dan merawat saluran bahan bakar, ruang bakar, dan saluran buang mesin motor bakar[16], antara lain:

1. Fuel System Cleaner, untuk membersihkan tangki bahan bakar, saluran bahan

(24)

udara dapat bercampur dengan baik dan terbakar sempurna di dalam ruang bakar.

2. Injectors Cleaner¸ untuk membersihkan injektor dari kerak karbon hasil

pembakaran, adanya kandungan air pada bahan bakar dan endapan kotoran bahan bakar yang dapat membuat mesin sulit untuk dinyalakan, kehilangan akselarasi dan langsam (Idle) yang tidak stabil.

3. Detergents, untuk menetralisir kotoran pada bahan bakar, endapan kotoran dari

udara yang masuk ke dalam ruang bakar dan memberikan pelumasan pada ruang bakar.

4. Gas Treatment, untuk meningkatkan kemampuan membersihkan serta menjaga

bahan bakar dari endapan karbon sisa pembakaran, menghilangkan kandungan air pada bahan bakar, dan mencegah pembekuan bahan bakar pada saluran bahan bakar.

5. Ethanol Treatment, untuk mencegah efek korosi pada mesin yang

menggunakan bahan bakar campuran Ethanol.

6. Antirust, untuk mencegah pengeroposan mesin akibat korosi yang timbul pada

mesin motor bakar yang digunakan di daerah panas dan lembab

2.10.1.3 Manfaat Zat Aditif pada Fungsi Bahan Bakar

Zat aditif ditambahkan pada bahan bakar mesin motor bakar yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas bahan bakar[16], antara lain:

1. Octane Booster, untuk meningkatkan angka oktan dari bahan bakar.

2. Restore Performance. untuk mengembalikan performansi dan efisiensi mesin

yang hilang akibat kualitas bahan bakar yang rendah.

3. Reduce Knocking and Pinging, untuk mengurangi detonasi pada mesin dan

ketidakstabilan putaran mesin sehingga suara mesin semakin halus.

4. Maximize Horsepower, untuk meningkatkan torsi dan daya dari mesin.

5. Lubricate Upper Cylinder, untuk melumasi bagian dari permukaan atas piston

(25)

2.10.2 Zat Aditif Secara Umum

Aditif mempunyai berbagai macam zat kimia yang terkandung di dalamnya dan mempunyai fungsi yang berbeda-beda, secara umum zat kimia tersebut adalah:

1. Tetraethyl Lead (TEL)

Zat aditif Tetrathyl Lead akan meningkatkan bilangan oktan bensin. Mengandung senyawa timbal (Pb). Lapisan tipis timbal terbentuk pada atmosfer dan membahayakan alam dan kesehatan makhluk hidup.

2. Senyawa Oksigenat

Senyawa oksigenat adalah senyawa organik beroksigen (oksigenat) seperti alkohol (methanol, ethanol, isopropil alkohol) dan Eter (Metil Tertier Butil Eter/MTBE, Etil Tertier Butil Eter/ETBE dan Tersier Amil Metil Eter/TAME) dan minyak Atsiri. Oksigenat cair yang dapat dicampur ke dalam bensin untuk menambah angka oktan dan kandungan oksigennya. Alkohol seperti etanol dapat diperoleh dari fermentasi tumbuh-tumbuhan sehingga termasuk dalam energi terbaharukan. Kadar CO2 di atmosfer pun akan menurun seiring dengan

budidaya tumbuhan yang dimanfaatkan untuk pembuatan ethanol.[10]

3. Naphtalene

Naftalena adalah salah satu komponen senyawa yang dapat meningkatkan

angka oktan. Proses pembakaran berjalan dengan baik dan tidak mudah menguap. Selain itu naftalena tidak meninggalkan getah padat pada bagian-bagian mesin. Penggunaan naftalena relatif aman untuk digunakan.[17]

4. Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl (MMT) MMT atau

Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl adalah senyawa organik non

logam yang digunakan sebagai pengganti bahan aditif TEL.

5. Benzene

(26)

presentase benzene pada bahan bakar rata-rata sebesar 0,62% dengan nilai maksimum 1,3%.[18]

2.11 Kapur Barus

Kapur barus bukan lagi barang asing dalam kehidupan kita sehari-hari,

karena kapur barus mudah kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Kapur barus adalah zat padat berupa lilin berwarna putih dan agak transparan dengan aroma yang khas dan kuat. Zat ini adalah terpenoid dengan rumus kimia C10H16O. Kapur barus ini mengandung zat Naftalena yang merupakan salah satu senyawa aromatik. Dimana sebutir kapur barus biasanya mengandung 250-500 mg naphthalene. Kapur barus yang kini beredar dipasaran tidak lagi berupa padatan

putih, bahkan sudah memiliki macam-macam warna. Karena baunya yang khas, kapur barus biasanya digunakan untuk mengusir bau tidak sedap bahkan mengusir tikus, serangga dan binatang lainnya. Karena mengalami proses sublimasi, biasanya kapur barus hanya bertahan kurang lebih 3 bulan (tergantung ukuran).

2.11.1 Sejarah Kapur Barus

(27)

2.11.2 Sumber Kapur Barus

Perlu diketahui bahwa pohon Kamfer (Cinnamomum camphora) termasuk dalam suku Lauraceae selain dari kayu manis (Cinnamomu iners). Tumbuhan ini dapat tumbuh di dataran tinggi, pegunungan, dengan ciri-cirinya sebagai berikut : 1. memiliki bau khas kulit manis

2. berkelamin ganda (diaceous) 3. pohon, tinggi lebih dri 40 meter

4. kulit batang coklat, dan memiliki retakan vertical 5. bunga majemuk berwarna kuning agak putih 6. buah hijau, setelah tua menjadi biru

Gambar 2.7 Pohon Kapur

Tumbuhan ini mengandung zat naftalena yang merupakan salah satu senyawa aromatik. Selain tumbuhan Cinnamomum campora pohon kapur atau Dryobalanops aromatica merupakan salah satu tanaman penghasil kapur barus

(28)

2.11.3 Kapur Barus sebagai Zat Adiktif untuk Mening katkan Angka Oktan

Kapur barus mengandung senyawa nafhtalena yang memungkinkannya menjadi aditif bensin untuk meningkatkan angka oktan. Kualitas oktan Kapur barus yang tinggi menunjukkan kemampuan yang baik dalam menghambat terjadinya knocking pada mesin, hal ini ditunjukkan dengan temperatur autoignition kapur barus yang tinggi yaitu 4660C. Hal ini berarti kapur barus

mampu dipanaskan hingga temperatur yang lebih tinggi. Kapur barus memilki sifat pembakaran yang baik, mudah menguap sehingga tidak meninggalkan getah padat pada bagian-bagian mesin. Penggunaan Naftalena sebagai aditif memang belum terkenal karena masih dalam tahap penelitian. Sampai saat ini memang belum diketahui akibat buruk penggunaan naftalena terhadap lingkungan dan kesehatan, namun ia relatif aman untuk digunakan. Naftalena merupakan salah satu jenis hidrokarbon polisiklik aromatik .

Naftalena digunakan sebagai reaksi intermediet dari berbagai reaksi kimia industri, seperti reaksi sulfonasi, polimerisasi, dan neutralisasi. Selain itu,

Gambar

Gambar 2.1 Diagram P-v siklus otto [5]
Gambar 2.2 Diagram T-S Siklus otto
Gambar 2.3 prinsip kerja motor 4 (empat) langkah[6]
Gambar 2.4 Prinsip kerja karburator
+5

Referensi

Dokumen terkait

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari