• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh mutu pelayanan terhadap kepuasan nasabah pada PT Bank Sumut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh mutu pelayanan terhadap kepuasan nasabah pada PT Bank Sumut"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian dan Karakteristik Jasa

Produk dapat diklasifikasi dengan berbagai cara. Salah satunya, dengan menggolongkannya berdasarkan pada apakah produk tersebut berwujud (tangible) atau tidak berwujud (intangible). Selain itu, produk juga dapat diklasifikasikan sebagai barang tahan lama (durable goods), dan barang tidak tahan lama (non durable goods). Namun, yang membedakan antara barang dan jasa sering sulit

dilakukan karena pembelian suatu barang sering dilengkapi dengan jasa, atau sebaliknya, pembelian jasa sering melibatkan barang.

Kotler (2005:111), ”jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu”. Menurut William J. Stanton dalam Sunyoto (2014:186), ”jasa adalah kegiatan yang dapat diidentifikasikan, yang bersifat tak teraba, yang direncanakan untuk pemenuhan kepusan pada konsumen.

(2)

Adisaputro (2014:183), menyatakan produk jasa memiliki empat karakteristik yang sangat berbeda dengan barang, yaitu:

1. Aspek ketidaktampakan (intangibility): produk jasa tidak bisa dilihat, dicoba, dirasakan, didengar atau dicium sebelum produk jasa itu dibeli, perusahaan penyedia jasa dapat mencoba untuk memperlihatkan mutu jasanya melalui bukti fisik dan presentasi tertentu.

2. Ketidakterpisahan (inseparability): produk jasa dapat diproses atau diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang sama (simultan). Bila seseorang membeli produk jasa sering kali penyedia jasa merupakan sebagian dari produk jasa itu sendiri.

3. Kesulitan penyeragaman produk jasa (variability): produk jasa sangat bergantung pada siapa penyedianya, kapan dan di mana produk jasa itu disediakan. Terdapat kecenderungan sangat bervariasi mutu jasa itu. 4. Ketidakmungkinan disimpan (perishability): karena produk jasa tidak

dapat disimpan, maka tidak ada persediaan produk jasa. Bilamana volume permintaan akan jasa berfluktuasi, sehingga perusahaan penyedia jasa akan menghadapi permasalahan untuk dapat mengatur volume jasa yang akan ditawarkan.

Pemasaran jasa tidak sama dengan pemasaran produk. Pertama, pemasaran jasa lebih bersifat intangible dan immaterial karena produknya tidak kasat mata dan tidak dapat diraba. Kedua, produksi jasa dilakukan saat konsumen berhadapan dengan petugas, sehingga pengawasan mutunya dilakukan dengan segera. Hal ini lebih sulit dari pada pengawasan produk fisik. Ketiga, interaksi antara pelanggan dan petugas adalah penting untuk dapat mewujudkan produk yang dibentuk.

2.2.Pengertian Mutu Pelayanan

(3)

spesifikasi produk, sedangkan mutu kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi mutu yang telah ditetapkan. Pada kenyataannya aspek ini bukanlah satu-satunya aspek mutu. Mutu harus dipandang secara luas, di mana tidak hanya aspek dari hasil saja yang ditekankan, melainkan juga meliputi proses, lingkungan dan karyawan.

Lupiyoadi (2001:148), mengemukakan “mutu pelayanan (service quality) dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima atau peroleh”. Candra (2005:6), “mutu mencerminkan semua dimensi penawaran produk yang menghasilkan manfaat (benefits) bagi pelanggan”.

Dari definisi tersebut disimpulkan bahwa mutu pelayanan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh penyedia jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Perusahaan jasa yang menawarkan pelayanan terbaik dapat bertahan hidup dan berkembang, karena kunci keberhasilan perusahaan jasa terletak pada kemampuannya untuk menyediakan dan melayani para pelanggan.

Gronroos dalam Tjiptono (2006:60), mutu suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama, yaitu:

a. Technical quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan mutu output (keluaran) jasa yang diterima pelanggan. Technical quality dapat diperinci lagi menjadi:

1. Search quality, yaitu mutu yang dapat dievaluasi pelanggan sebleum membeli.

2. Experience quality, yaitu mutu yang hanya bisa dievaluasi pelanggan setelah membeli atau mengkonsumsi jasa. Contohnya ketepatan waktu, kecepatan pelayanan, dan kerapian hasil.

3. Credence quality, yaitu mutu yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa.

(4)

c. Corporate image, yaitu profil, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus suatu perusahaan.

Berdasarkan komponen-komponen di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa output jasa dan cara penyampaiannya merupakan faktor-faktor yang dipergunakan dalam menilai mutu jasa. Oleh karena pelanggan terlibat dalam suatu proses jasa, maka seringkali penentuan mutu jasa menjadi sangat kompleks.

Pelayanan yang memuaskan bagi pelanggan dapat diwujudkan melalui tindakan penyempurnaan pelayanan secara berkesinambungan, yang didukung oleh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi. Oleh sebab itu, organisasi perlu menetapkan prinsip pokok mutu pelayanan yang ditawarkan kepada pelanggan.

Menurut Gaspersz (2003:43), langkah-langkah membangun penyebaran mutu pelayanan adalah:

1. Memasukkan pelanggan, yang berkaitan dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan yang menjadi prioritas untuk masing-masing karakteristik yang diinginkan.

2. Melakukan analisis setiap keinginan dan kebutuhan pelanggan berdasarkan karakteristik produk yang ada, serta produk dari pesaing untuk semua dimensi kualitas yang dinyatakan itu.

3. Mengidentifikasi karakteristik teknik yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan.

4. Menggambarkan hubungan diantara setiap kebutuhan dan keinginan dan berusaha memenuhinya.

5. Menilai derajat kesulitan dan menentukan target dari setiap kebutuhan teknik. Beberapa dari nilai target mungkin menggambarkan significant breaktroughs dalam desain dan apabila tercapai akan menghasilkan produk yang superior terhadap pesaing di pasar.

6. Melakukan analisis korelasi yang menunjukkan hubungan diantara keinginan dan kebutuhan dengan kemampuan perusahaan untuk memenuhinya.

2.3.Perspektif Terhadap Mutu

(5)

oleh orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan. Garvin dalam Tjiptono (2006:51), mengemukakan kelima macam perspektif mutu tersebut meliputi:

1. Transcendental approach

Dalam pendekatan ini, mutu dipandang sebagai innate excellence, di mana jmutu dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni, misalnya seni musik, seni drama, seni tari, dan seni rupa.

2. Product based approach

Pendekatan ini menganggap bahwa mutu merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitafkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam mutu mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.

3. User based approach

Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa mutu tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang palign memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang bermutu paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga mutu bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakan.

4. Manufacturing based approach

Perspektif ini bersifat supply based dan terutama memperhatikan praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan mutu sebagai kesesuaian/sama dengan persyaratan. Dalam sektor jasa, dapat dikatakan bahwa mutu bersifat operations driven. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya.

5. Value based approach.

Pendekatan ini memandang mutu dair segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade off antara kinerja dan harga, mutu didefinisikan sebagai affordable excellence. Mutu dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang bermutu paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli.

(6)

setiap perusahaan adalah menggunakan perpaduan antara beberapa perspektif mutu dan secara aktif menyesuaikannya setiap saat dengan kondisi yang dihadapi.

2.4.Dimensi Mutu Pelayanan

Salah satu pendekatan mutu pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model service quality yang dikembangkan Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam serangkaian penelitian mereka terhadap enam sektor jasa: reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon jarak jauh, perbankan, ritel, dan pialang sekuritas. Service quality dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan (expected service). Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan tidak bermutu. Apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan disebut memuaskan.

Harapan para pelanggan pada dasarnya sama dengan layanan seperti apakah yang seharusnya diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan. Harapan para pelanggan ini didasarkan pada informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman di masa lampau, dan komunikasi eksternal (iklan dan berbagai bentuk promosi perusahaan lainnya).

(7)

terjadinya kekecewaan konsumen. Model tentang mutu pelayanan disajikan pada gambar berikut:

Gambar 2.1. Model Tentang Mutu Pelayanan

Sumber: Gunawan Adisaputro. Manajemen Pemasaran: Analisis untuk Perancangan Strategi Pemasaran, Edisi Pertama, Yogyarkarta: UPP STIE YKPN (2014:188)

Dari gambar di atas, dapat dijelaskan arti dari masing-masing gap sebagai berikut:

1. Gap 1: kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen tentang harapan konsumen.

2. Gap 2: kesenjangan antara persepsi manajemen tentang harapan konsumen dengan spesifikasi teknis tentang mutu jasa. Kualifikasi teknis mutu jasa

Mutu jasa yang diharapkan oleh konsumen

Mutu jasa yang diterima konsumen

Mutu jasa yang diserahkan kepada konsumen

Spesifikasi teknis tentang mutu jasa

Persepsi manajemen tentang harapan konsumen

Gap 5

Mutu jasa yang diiklankan Gap 4

Gap 3

Gap 2 Gap 1

Konsumen

(8)

itu direkayasa oleh para insinyur teknis di pabrik yang bertanggungjawab dalam kegiatan unit penelitian dan pengembangan produk. Unti ini bekerja berdasarkan informasi yang diperoleh dari manajemen berdasarkan riset pemasaran tentang harapan konsumen.

3. Gap 3: kesenjangan antara spesifikasi teknis mutu jasa dengan mutu jasa yang diserahkan kepada dan diperoleh oleh pengguna jasa. Mutu jasa yang sebenarnya mereka peroleh itulah yang dimaksud dengan mutu jasa yang dirasakan.

4. Gap 4: kesenjangan antara mutu jasa yang diserahkan dengan pesan tentang mutu yang diiklankan melalui komunikasi pemasaran eksternal. Dengan demikian kesenjangan ini disebabkan karena perusahaan tidak memenuhi janjinya sesuai dengan iklan yang dibaca calon pelanggan. 5. Gap 5: kesenjangan antara mutu jasa yang diterima pelanggan (perceived

service) dan mutu jasa yang mereka harapkan (expected service). Gap ini

terjadi karena pengguna jasa melakukan evaluasi tentang mutu jasa yang sebenarnya mereka terima, dan membandingkannya dengan harapan yang muncul pada saat calon pengguna menentukan pilihannya.

(9)

Pasuraman, Zeithaml dan Berry dalam Lupiyoadi (2001:148), mengemukakan lima dimensi mutu pelayanan (service quality), yaitu:

1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.

2. Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurat yang tinggi. 3. Responsibility, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk

membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam pelayanan.

4. Assurance, atau jaminan yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi, dan sopan santun.

5. Empathy yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Di mana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

(10)

kesuksesan dalam menghadapi persaingan. Mutu memiliki hubungan erat dengan kepuasan pelanggan. Mutu memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Dengan demikan perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan di mana perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan, dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan kepada perusahaan yang memberikan mutu pelayanan yang memuaskan.

2.5.Dasar-dasar Pelayanan Nasabah

(11)

1. Berpakaian dan berpenampilan rapi dan bersih

2. Percaya diri, bersikap akrab, dan penuh dengan senyum

3. Menyapa dengan lembut dan berusaha menyebutkan nama jika dikenal 4. Tenang, sopan, hormat serta tekun mendengarkan setiap pembicaraan 5. Bergairah dalam melayani nasabah dan tunjukkan kemampuannya 6. Jangan menyela atau memotong pembicaraan

7. Mampu meyakinkan nasabah serta memberikan kepuasan

8. Jika tidak sanggup menangani permasalahan yang ada, minta bantuan 9. Bila belum dapat melayani, beritahukan kapan akan dilayani.

Petugas bank harus menganggap nasabah adalah raja, artinya seorang raja harus dipenuhi semua keinginan dan kebutuhannya. Pelayanan yang diberikan haruslah seperti melayani seorang raja dalam arti masih dalam batas-batas etika dan moral dengan tidak merendahkan derajat bank atau derajat petugas itu sendiri. Kedatangan nasabah ke bank untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan, baik berupa informasi, pengisian aplikasi atau keluhan-keluhan. Jadi, para petugas harus mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan nasabah, serta memberikan perhatian secara penuh, sehingga nasabah merasa benar-benar diperhatikan.

2.6.Kepuasan Pelanggan

(12)

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Kepuasan diperoleh jika kinerja pelayanan dapat memenuhi atau melebihi harapan pelanggan; dan pelanggan akan merasa tidak puas jika kinerja pelayanan kurang dari yang diharapkan. Harapan pelanggan diyakini mempunyai peranan yang besar dalam menentukan mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasi suatu pelayanan, masyarakat akan menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Dengan demikian, harapan pelangganlah yang melatarbelakangi mengapa organisasi yang sama dinilai berbeda oleh pelanggan.

Harapan masyarakat pada dasarnya sama dengan layanan yang diberikan oleh organisasi untuk memenuhi keinginan pelanggan. Harapan pelanggan ditentukan oleh informasi yang diterima dari mulut ke mulut (word of mouth), kebutuhan pribadi, pengalaman di masa lampau, serta komunikasi eksternal melalui iklan dan promosi. Harapan pelanggan akan semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak informasi yang diterima, dan semakin bertambahnya pengalaman pelanggan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan yang dirasakan.

Menurut Kristianto (2011:32), ”kepuasan pelanggan adalah strategi defensif dan ofensif”. Dikatakan sebagai strategi defensif karena kepuasan pelanggan adalah cara yang terbaik untuk menahan pelanggan dari gempuran pesaing, karena jika mereka merasa puas maka mereka akan tetap loyal. Dikatakan strategi ofensif karena pelanggan yang puas akan menyebarkan word of mouth dan mampu menarik pelanggan baru. Word of mouth merupakan

(13)

Word of mouth ini biasanya cepat diterima oleh pelanggan, karena yang

menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya, seperti para pakar, teman, keluarga dan publikasi media massa. Di samping itu, word of mouth juga cepat diterima sebagai referensi karena konsumen biasanya sulit mengevaluasi produk yang belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri.

Adanya kepuasan maupun ketidakpuasan yang disampaikan oleh pelanggan akan menyebabkan perusahaan melakukan evaluasi atas produk dan layanan yang telah diberikan kepada pelanggan, sehingga akan selalu diadakan perbaikan-perbaikan untuk lebih memuaskan pelanggan. Menurut Kotler (dalam Kristianto, 2011:33), kunci untuk mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan. Pelanggan yang puas akan melakukan tindakan sebagai berikut:

a. Tetap setia lebih lama.

b. Membeli lebih banyak ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan memperbaharui produk-produk yang ada.

c. Membicarakan hal-hal yang baik tentang perusahaan dan produk-produknya.

d. Memberi perhatian lebih sedikit kepada merek-merek atau iklan-iklan pesaing serta kurang peka terhadap harga.

e. Menawarkan gagasan jasa atau produk kepada perusahaan.

(14)

Pelanggan yang tidak mengambil tindakan memutuskan untuk berada dalam situasi tidak puas. Dalam situasi seperti ini pelanggan tidak mengambil tindakan, namun pelanggan memiliki kecenderungan untuk bersikap kurang senang terhadap perusahaan atau merek produk tersebut. Hal-hal yang dilakukan pelanggan yang mengambil tindakan jika merasa tidak puas adalah melakukan komplain kepada perusahaan, berhenti membeli produk tersebut, memperingatkan teman agar tidak menggunakan produk tersebut, komplain kepada pemerintah, dan mengajukan tuntutan. Harapan pelanggan pada dasarnya sama dengan layanan yang diberikan perusahaan dapat memenuhi keinginan pelanggan.

Fokus kualitas pelayanan terletak pada kepuasan pelanggan, maka perlu dipahami komponen-komponen yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan tersebut. Menurut Lupiyoadi (2001:150), ada lima faktor utama yang perlu dipertahankan perusahaan dalam upaya memuaskan pelanggannya adalah:

1. Kualitas produk

Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Pelanggan rasional selalu menuntut produk yang berkualitas untuk setiap pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh produk tersebut. Dalam hal ini, kualitas produk yang baik akan memberikan nilai tambah di benak pelanggan.

2. Kualitas pelayanan

Kualitas pelayanan terutama dibidang jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Pelanggan yang puas akan menunjukkan kemungkinan untuk kembali membeli produk yang sama. Pelanggan yang puas cenderung akan memberikan persepsi positif terhadap produk perusahaan.

3. Emosional

(15)

4. Harga

Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.

5. Biaya.

Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu.

Pelayanan yang diberikan petugas pelayanan masih diskriminatif, tidak transparan dan prosedur pelayanan berbelit-belit. Dalam hal ini, penyedia jasa perlu mengubah paradigma tersebut dengan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat.

Menurut Sitorus (2014:67), terdapat empat faktor yang mempengaruhi harapan dan kepuasan si konsumen, yaitu:

1. Word of mounth communication, yaitu apa yang didengar dari konsumen lain melalui komunikasi dari mulut ke mulut, hal ini merupakan faktor yang sangat potensial dalam mempengaruhi konsumen. Konsumen akan memberikan saran atau menginformasikan pada konsumen lain tentang pelayanan yang didapatkannya.

2. Personel needs, yaitu kebutuhan individu yang sangat tergantung terhadap karakteristik individu demikian juga terhadap situasi dan kondisi yang ada, sehingga setiap konsumen memiliki kebutuhan yang berbeda terhadap pelayanan yang dibutuhkannya.

3. Past experience yaitu pengalaman di masa lampau mempengaruhi tingkat harapan yang diinginkan konsumen. Apabila konsumen terbiasa dengan mendapatkan pelayanan yang memuaskan, maka dia akan mengharapkan pelayanan minimal seperti yang pernah diterima bahkan lebih berkualitas lagi.

4. External communication from the service provider, yaitu komunikasi eksternal yang diberikan oleh pemberi layanan baik secara langsung maupun tidak langsung.

(16)

tidak tercapai, diartikan mutu pelayanan tersebut tidak memenuhi apa yang diinginkannya atau penyedia jasa tersebut gagal melayani konsumennya. Mutu pelayanan dipengaruhi oleh pelayan, proses pelayanan dan lingkungan fisik tempat pelayanan. Ketiga hal tersebut mempengaruhi kepuasan masyarakat.

Mutu pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan, sehingga belum dapat memenuhi mutu yang diharapkan oleh masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra negatif terhadap penyedia jasa. Penyedia jasa sebelum mengembangkan dan mengimplementasikan strategi peningkatan kepuasan pelanggan, terlebih dahulu mengukur indeks kepuasan masyarakat.

Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan, perlu disusun indeks kepuasan masyarakat sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat mutu pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa. Data indeks kepuasan masyarakat dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan mutu pelayanannya.

Ratminto dan Winarsih (2006:222), menyatakan indeks kepuasan masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang dieproleh dair hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya.

(17)

yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Model penilaian mutu pelayanan yang dikembangkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dikembangkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan unit pelayanan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Model pengukuran mutu pelayanan dituangkan dalam Surat Keputusan Menpan Nomor KEP/25/M/PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat. Surat Keputusan ini menegaskan manakala dilakukan pengukuran, harus dibuat kuesioner yang mencerminkan tingkat kualitas pelayanan. Jawaban kuesioner ini dibuat dengan degradasi mulai dari sangat baik sampai dengan sangat tidak baik.

(18)

dihimpun berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Informasi ini dapat digunakan untuk mengetahui profil responden dan kecenderungan jawaban yang diberikan, sebagai bahan analisis objektivitas.

2.7.Peneliti Terdahulu

Tabel 2.1 Peneliti Terdahulu Nama

Peneliti Judul Penelitian

Variabel

penelitian Hasil Penelitian

Ida dilihat dari lima dimensi:

tangibles, reliability, assurance dan empathy

secara simultan maupun assurance dan empathy

secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen pada

(19)

2.8.Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual

Keadaan persaingan dalam bisnis perbankan semakin kompetitif yang ditandai dengan semakin banyaknya bank yang menawarkan produk sejenis, sehingga keadaan persaingan semakin ketat. Untuk memenangkan persaingan, pihak harus mampu memberikan pelayanan yang memuaskan kepada nasabahnya.

Mutu pelayanan merupakan kinerja yang dapat memenuhi kebutuhan atau bahkan melampaui harapan nasabah, bukan saja satu kali tetapi berulang kali, sehingga nasabah merasa puas. Mutu pelayanan dipandang dari dua perseptif, yaitu internal dan eksternal. Mutu pelayanan internal didasarkan pada kesesuaian dengan spesifikasi. Mutu pelayanan eksternal didasarkan pada mutu yang dipersepsikan nasabah, artinya mutu pelayanan harus dilihat dari sudut pandang nasabah, bukan dari sudut pandang bank. Mutu pelayanan diukur dari lima dimensi yaitu bukti fisik (tangibles), keandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance) dan empati (empathy).

Tangibles (X1)

Reliability (X2)

Responsiveness (X3)

Assurance (X4)

Emphty (X5)

(20)

Ratminto dan Winarsih (2006:222), menyatakan “kepuasan pelayanan adalah hasil pendapat dan penilaian masyarakat terhadap mutu pelayanan yang diberikan oleh aparatur penyelenggara pelayanan publik”. Jika kinerja pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa sesuai dengan harapan nasabah, maka nasabah merasa puas. Akan tetapi, jika kinerja pelayanan yang diberikan tidak sesuai harapan nasabah, maka nasabah merasa kecewa atau tidak puas.

2.9.Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. H1 : Tangibles berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan nasabah pada PT Bank Sumut Cabang Pembantu Pancur Batu.

2. H2 : Reliability berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan nasabah pada PT Bank Sumut Cabang Pembantu Pancur Batu.

3. H3 : Responsiveness berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan nasabah pada PT Bank Sumut Cabang Pembantu Pancur Batu.

4. H4 : Assurance berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan nasabah pada PT Bank Sumut Cabang Pembantu Pancur Batu.

5. H5 : Empathy berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan nasabah pada PT Bank Sumut Cabang Pembantu Pancur Batu.

6. H6 : Mutu pelayanan diukur dari lima dimensi (tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan empathy) berpengaruh signifikan secara

Gambar

Gambar 2.1. Model Tentang Mutu Pelayanan tentang harapan konsumen
Tabel 2.1 Peneliti Terdahulu
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode yang bersifat kausatif, yaitu untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap

Sehubungan dengan makin berkembangnya internet dewasa ini dan bertambahnya pemakai yang ingin mengetahui perkembangan dunia informasi dengan alat bantu media elektronik, maka

Tanpa bahan organik Dengan 5 ton jerami/ha Dengan 2 ton pupuk kandang/ha Provinsi/. Kabupaten

Penggunaaan model pembelajaran kontekstual berbasis berita diharapkan agar mahasiswa bisa langsung berhubungan dengan kehidupan nyata, karena banyak mahasiswa yang

RENDAH Tidak ada kewajiban dengan bahasa atau indikator yang mengikat, sekedar pedoman RENDAH Banyak yang bisa dipahami secara luas, misal apa saja aktivitas yang

Ummah (2013) argued that the competence is a set of knowledge, skills, and behaviors that teachers should have, internalize, control and realize in carrying out their

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, yang digunakan untuk mengetahui aspek aspek apa saja yang berpengaruh terhadap

[r]