BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja
yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan.1 Pekerja yang gembira dengan lingkungan kerja mereka, akan bekerja lebih efektif dan gembira daripada pekerja yang tidak nyaman dalam bekerja. Kondisi lingkungan kerja yang nyaman dan higienis sangat mendukung pekerja untuk dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Lingkungan yang
higienis adalah lingkungan dengan kondisi yang memperhatikan aspek-aspek pemeliharaan kesehatan. Higienis menurut Peraturan Badan Pengawas obat dan Makanan adalah segala usaha untuk memelihara dan mempertinggi derajat
kesehatan.2
Seiring dengan perkembangan zaman, khususnya dalam memasuki MEA
(Masyarakat Ekonomi Asean) ini, perusahaan dituntut untuk bekerja keras dalam meningkatkan produk yang bermutu khususnya produk dalam industri pangan. Defenisi untuk produk pangan yang bermutu tidak dinilai sebatas mutunya saja,
namun juga mulai dituntut memperhatikan masalah kandungan gizi, kesehatan, dan keamanan pangan yang dikenal sebagai penerapan Good Manufacturing
Practice (GMP). Dengan demikian, aturan mengenai GMP pun terus
1
Alex S. Nitisemito (2000). Manajemen Personalia: Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed. 3, Ghalia Indonesia, Jakarta.
2
dikembangkan oleh produsen pangan. Menurut Hermawan Thaheer, Good
Manufacturing Practice (GMP) merupakan suatu pedoman cara memproduksi
makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan
tuntutan konsumen. Untuk memenuhi GMP, maka diperlukan perancangan dapur bersih sebagai kriteria untuk mendapatkan produk yang higienis di lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang bersih khususnya bagian dapur juga dapat menjadi
daya tarik bagi pembeli yang berkunjung dan pembeli/ masyarakat mengetahui kondisi dapur perusahaan sehingga masyarakat tidak ragu untuk membeli produk
dan perusahaan dapat menjadikannya sebagai bisnis oriented. Beberapa kendala dalam merancang dapur bersih berkenaan dengan kondisi layout pabrik, fasilitas produksi, pemisahan ruang dengan ruangan yang lain.
Berdasarkan studi terdahulu yang telah dilakukan oleh Merry Sisca (2012), dinyatakan bahwa kondisi layout dan fisik lingkungan kerja tidak teratur
dan mengalami kendala dalam hal jarak pemindahan bahan baku (material
handling) yang kurang efisien dimana dalam proses produksinya terdapat aliran
pemindahan bahan yang berpotongan (cross movement) dikarenakan tata letak
mesin yang kurang teratur sehingga dapat mengakibatkan proses produksi terganggu.3
Berdasarkan studi terdahulu yang juga dilakukan oleh Yosi Prasetya (2015), dinyatakan bahwa tata letak perusahaan mengalami kendala karena harus disesuaikan dengan kondisi bangunan tua sehingga timbul jalur material yang
3
Sisca, Merry,2012. Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Pabrik Tahu. Jurusan Teknik
tidak efisien sehingga perlu dilakukan perbaikan tata letak agar layout lebih teratur.4
Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan memperbaiki tata letak layout dan merapikan tempat kerja untuk mendapatkan kebersihan dan
kenyamanan tempat kerja dengan menggunakan prinsip 5S. Metode tata letak yang digunakan ialah metode Systematic Layout Planning. Pemilihan metode SLP karena metode tersebut sangat sesuai dengan karakteristik perusahaan yang
membutuhkan penyesuaian-penyesuaian. Menurut Te-King Chien, prosedur SLP Muther banyak digunakan dalam dekade terakhir ini telah terbukti sebagai teknik
yang berguna di pabrik merencanakan secara akademis dan praktis.
Kasus yang diangkat pada penelitian ini terdapat pada salah satu UKM keripik yang berlokasi di kota Medan. UKM ini terdiri dari lima departemen yaitu
pengupasan ubi, pemotongan, penggorengan, pencampuran bumbu dan pembungkusan.
Berdasarkan pengamatan pendahuluan, terlihat bahwa kondisi tempat kerja yang tidak bersih yang ditunjukkan pada Gambar 1.1. Hal ini dapat dilihat dari
scrap-scrap ubi yang berjatuhan di lantai dan juga terdapat genangan air yang
dapat menyebabkan lantai menjadi sulit dibersihkan dan berkembangbiaknya nyamuk di tempat kerja. Selain itu, kuali dan bak air juga kotor. Kondisi
lingkungan kerja ini memerlukan beberapa perbaikan melalui penerapan program 5S.
4
Prasetya, Yosi. 2015. Analisis Tata Letak Fasilitas dalam Meminimasi Material Handling (Studi
Kasus: Perusahaan Roti Matahari), Universitas Pelita Harapan Surabaya:Surabaya, Jurnal Gema
I
II
III IV
V
VI VII
VIII IX X
Gambar 1.1 Kondisi Fisik Lingkungan Kerja yang Tidak Bersih
Berdasarkan pengamatan pendahuluan, pada lingkungan kerja juga terlihat bahwa moving range material handling yang tidak teratur pada departemen penggorengan dan departemen pemotongan. Hal ini dapat dilihat dengan adanya
pola aliran material yang berbentuk tidak beraturan sehingga mengakibatkan
layout tidak efisien dan terdapat cross movement (aliran yang berpotongan) pada
aliran material handling yang ditandai dengan lingkaran warna merah pada Gambar 1.2
Fasilitas produksi juga tidak terintegritasi menjadi satu. Hal ini dapat dilihat dari adanya tungku penggorengan pada stasiun pemotongan sehingga dapat
terjadi double tracking antara stasiun penggorengan dan stasiun pemotongan ke stasiun pembungkusan.
Tata letak produk juga tidak teratur. Hal ini dilihat dari produk yang beraneka rasa tidak diletakkan dalam satu tempat sesuai jenis rasanya sehingga mengakibatkan pekerja terpaksa mencari produk di lantai.
Berdasarkan pengamatan pendahuluan, pada kondisi pabrik dengan berdasarkan aspek GMP yaitu bangunan pabrik dengan aspek rancangan
versalitas, aliran sinambung, pemisahan fisik, temperatur, pembersihan, penempatan fasilitas pembersihan dan limbah dapat ditunjukkan pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Pengamatan Aspek-Aspek GMP di UKM Kreasi Lutvi
No Aspek Aspek GMP Ada Tidak Ada
6 Penempatan Fasilitas Pembersihan
˅
7 Limbah ˅
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilakukan penelitian berdasarkan
aspek-aspek GMP yang ada dengan tujuan untuk merancang dapur yang bersih dengan menggunakan konsep 5S. Diharapkan rancangan dapur bersih dan penerapan konsep 5S ini dapat mendorong UKM Kreasi Lutvi menciptakan suatu
upaya-upaya pendidikan sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada
masyarakat dan pemerintah setempat. Konsep edu wisata ini memungkinkan
karena tersedia lahan untuk tempat pelatihan dan promosi pembuatan keripik ubi
secara higienis mengingat edu wisata di kota Medan masih sangat kurang.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar permasalahan yang ada, maka rumusan
permasalahan yaitu bahwa dapur pabrik yang tidak higienis dan nyaman. Hal ini dilihat dari kondisi lingkungan kerja yang tidak higienis karena adanya sisa-sisa
potongan ubi di lantai. Pola aliran material juga berbentuk tidak beraturan sehingga mengakibatkan layout tidak efisien dan terdapat cross movement antara departemen pemotongan dan departemen penggorengan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum yaitu untuk melakukan perbaikan layout pada kondisi
lingkungan kerja yang tidak higienis dan nyaman dengan konsep 5S agar tercipta lingkungan kerja yang nyaman bagi pekerja.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Analisis pola aliran material layout usulan dan jarak material handling layout
usulan
2. Analisis hubungan kedekatan antar departemen pada UKM Kreasi Lutvi
3. Analisis perbaikan pada manajemen UKM Kreasi Lutvi dengan