• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka Dalam Hukum Tata Negara di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kedudukan Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka Dalam Hukum Tata Negara di Indonesia"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN NOTA KESEPAHAMAN (MoU HELSINKI)

ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

DAN GERAKAN ACEH MERDEKA DALAM

HUKUM TATA NEGARA DI INDONESIA

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Di bawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM)., Sp.A(K)

Untuk Dipertahankan Dihadapan Sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara

Oleh

CAKRA ARBAS

NIM. 128101004 / S3 HK

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

▸ Baca selengkapnya: contoh mou sekolah dengan pemerintah desa doc

(2)

KEDUDUKAN NOTA KESEPAHAMAN (MoU HELSINKI)

ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

DAN GERAKAN ACEH MERDEKA DALAM

HUKUM TATA NEGARA DI INDONESIA

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Di bawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM)., Sp.A(K)

Untuk Dipertahankan Dihadapan Sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara

Oleh

CAKRA ARBAS

NIM. 128101004 / S3 HK

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)
(5)

i

suatu norma “yang lebih rendah” yang ditentukan oleh norma “yang lebih tinggi”. Praktik ketatanegaraan di Indonesia, memposisikan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, selanjutnya dijabarkan dalam bentuk jenis dan hierarki yang berlaku. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa jenis dan hierarki terdiri atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Perpu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Aceh sebagai salah satu daerah otonom dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam praktik penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, secara berulang-ulang tidak hanya memposisikan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sesuai Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, akan tetapi juga memposisikan MoU Helsinki sebagai salah satu sumber hukum. Hal inilah yang perlu diteliti, (1) Mengapa Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka menyepakati lahirnya suatu Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka ? (2) Bagaimana Kedudukan Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka dalam ranah Hukum Tata Negara Republik Indonesia ? (3) Mengapa Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka dalam implementasinya menjadi cita hukum (Rechtsidee) dalam perkembangan politik hukum di Provinsi Aceh ?

Metode penelitian dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif, dan menerapkan penelitian preskriptif. Menggunakan pendekatan penelitian yuridis

1 Pegawai Negeri Sipil, pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang. 2 Guru Besar Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Aceh. 3 Guru Besar Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(6)

ii

normatif, historis, non yuridis (aspek politis), futuristik. Sumber data yaitu data sekunder, terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan. Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif, proses analisa data selain menggunakan data hukum juga dimungkinkan untuk menggunakan data-data non hukum.

Hasil penelitian ini menunjukkan kesimpulan bahwa (1) Pemerintah Republik Indonesia dan GAM menyepakati lahirnya Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) Antara Pemerintah Republik Indonesia dan GAM, hal ini memiliki beberapa landasan, yaitu: a. Landasan Filosofis, yakni Pancasila, b. Landasan Yuridis, yakni TAP MPR No. VI/MPR/2002, c. Landasan Politis, yakni political will Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, d. Peristiwa Bencana Alam, yakni Gempa dan Tsunami Tahun 2004. (2) Kedudukan Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) dalam ranah Hukum Tata Negara, dapat diposisikan sebagai sumber hukum materil, akan tetapi MoU Helsinki tidak mempunyai bentuk-bentuk dalam sumber hukum formal, sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan Hukum Internasional, Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) tidak dapat diposisikan sebagai bentuk dari perjanjian internasional, karena salah satu pihak (GAM) tidak memenuhi unsur-unsur dalam subjek hukum internasional. (3) Adanya stakeholder yang acapkali memposisikan Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) sebagai rechtsidee, khususnya dalam perkembangan politik hukum melalui Peraturan Perundang-undangan, hal ini disebabkan oleh faktor adanya perbedaan interpretasi norma yang tertuang dalam Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Pada sisi yang lain, adanya ketergoncangan paradigma (shock of paradigma) diantara stakeholder yang berkepentingan di Aceh, hal ini dilatarbelakangi akibat adanya keterlambatan dari Pemerintah Republik Indonesia untuk mengimplementasikan seluruh norma yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Hasil penelitian ini merekomendasikan sebagai berikut: (1) Pemerintah Republik Indonesia dalam waktu sesingkat-singkatnya segera untuk mengimplementasikan berbagai peraturan organik dari Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, (2) Stakeholder yang berkepentingan di Aceh dalam menyelenggarakan Pemerintahan di Aceh, harus bersikap paradigmatic. Khususnya memposisikan rechtsidee sebagai paradigma filosofis, sistem hukum nasional sebagai paradigma yuridis, dan self government sebagai paradigma politis, (3) Stakeholder di Aceh yang memiliki kewenangan secara langsung dalam proses pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam membentuk berbagai macam Peraturan Perundang-undangan agar sesuai, taat, dan patuh pada asas dan teori pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik.

(7)

iii

THE POSITION OF THE MEMORANDUM OF UNDERSTANDING

(HELSINKI MoU) BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC INDONESIA AND THE FREE ACEH MOVEMENT

IN THE INDONESIAN CONSTITUTIONAL LAW

Hans Kelsen states that legal source (Rechtsbron) is usually a law in which a legal norm “is higher” than “a low legal norm,” or, a low establishment of a norm is determined by a “higher norm.” The practice in constitutional in Indonesia positions Pancasila as the source of all legal sources and is simplified in the form of the prevailing types and hierarchies. Law No. 12/2011 on the Establishment of Legal Provisions states that the types and hierarchies consist of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, the Ruling of the People’s Consultative Assembly, Law/Regulation in Lieu of Law, Government Regulations, Presidential Regulations, and Provincial District/Town Government Regulations. Aceh as one of the regional Autonomies in the context of the Unitary State of the Republic of Indonesia, in practicing the organizing of regional government, repeatedly stated that it did not only position the type and hierarchy of legal provisions according to Law No. 13/2011 on the Establishment of Legal Provisions but also positioned Helsinki MoU as one of the legal sources. The problems of the research were as follows: 1) why the Indonesian Government and the Acehnese Freedom Movement agreed on the Memorandum of Understanding (Helsinki MoU) between the Indonesian Government and the Acehnese Freedom Movement, 2) how about the position of the Memorandum of Understanding (Helsinki MoU) between the Indonesian Government and the Acehnese Freedom Movement in the domain of the Indonesian Constitutional Law, and 3) why the implementation of the Memorandum of Understanding (Helsinki MoU) between the Indonesian Government and the Acehnese Freedom Movement became a Rechtsidee (legal right idea) in the legal political development in Aceh.

1

Civil Servant, District of Aceh Tamiang.

2 Professor of the Faculty of Law, University of Syiah Kuala, Banda Aceh, Aceh . 3 Professor of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara, Medan.

(8)

iiii

The research used judicial normative, prescriptive, non-judicial (political aspect), and futuristic approaches. The secondary data consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials. The data were analyzed qualitatively, using both judicial and non-judicial data.

The result of the research showed that 1) the Indonesian government and the Acehnese Freedom Movement agreed on the Memorandum of Understanding (Helsinki MoU) between the Indonesian Government and the Acehnese Freedom Movement which were based on some foundations: a. philosophical foundation (Pancasila), b. judicial foundation (TAP MPR No. VI/MPR/2002, c. political foundation (the political will of the President Susilo Bambang Yudhoyono and the Vice President Jusuf Kalla, and d. natural disaster (the earthquake and tsunami in 2004), 2) the position of the Memorandum of Understanding (Helsinki MoU) in the domain of the Indonesian Constitutional Law could be positioned as the legal material source, but Helsinki MoU did not have any forms in formal legal source as it was stipulated in Law No. 12/2011 on the Establishment of legal provisions. Based on the International Law, the Memorandum of Understanding (Helsinki MoU) could not be positioned as the form of the International agreement because one of the parties (the Acehnese Freedom Movement) did not meet the elements of the subject of the international law, and 3) there were some sta keholders who often positioned the Memorandum of Understanding (Helsinki MoU) as Rechtsidee, especially in the legal political development through legal provisions. This was because of the factor of the difference in interpreting the norms embodied in the Memorandum of Understanding (Helsinki MoU) and in Law No. 11/2006 on Aceh system of government. Besides that, there was shock of paradigm among the stockholders in Aceh which was caused by the slowdown of the Indonesian government in implementing all norms which had been confided by Law No. 11/2006 on Aceh system of government.

It is recommended that 1) the Indonesian government should implement various organic regulations in Law No. 11/2006 on Aceh system of government as soon as possible, 2) all stakeholders in Aceh should be pragmatic in running the government system, especially in positioning Rechtsidee as philosophical paradigm, national law as judicial paradigm, and self-government as political paradigm, and 3) all stakeholders in Aceh who have direct authority in the process of establishing legal provisions to establish legal provisions should comply with the principles and theories of the establishment of good legal provisions, laws, and regulations.

(9)

v

KATA PENGANTAR

ميح رلا نمح رلا ه مسب

Assalamua`alaikum. Wr. Wb.

Segala puji dan syukur dihaturkan atas kehadirat Allah SWT, semoga rahmat,

karunia, dan hidayahnya selalu menyertai kita dalam melangkah di bumi ini. Tidak

lupa pula shalawat teriring salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang

telah membawa ummatnya dari zaman kebodohan hingga ke zaman yang penuh ilmu

pengetahuan. Hal senada juga dihaturkan kepada seluruh keluarga, para sahabat, dan

para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir

zaman.

Disertasi yang berjudul “Kedudukan Nota Kesepahaman (MoU Helsinki)

Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka Dalam Hukum

Tata Negara di Indonesia” serta baru saja dipertahankan secara akademis, di hadapan

sidang senat terbuka Universitas Sumatera Utara, di bawah wibawa Rektor

Universitas Sumatera Utara, Promotor, Kopromotor, serta Tim Penguji pada hari

yang diridhai oleh Allah SWT, tidak lebih dari segelintir ilmu pengetahuan yang

teramat sedikit, ibarat setetes air ditengah samudera luas atau sebutir pasir ditengah

gurun sahara, jika dibandingkan dengan pengetahuan Allah SWT. Oleh karena itu,

(10)

vi

selaku hamba sahaya untuk menawarkan sebuah pengetahuan yang mana masih jauh

dari kesempurnaan dan kebenaran Ilahiyah.

Bahwa selama mengikuti pendidikan Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum

Universitas Sumatera Utara, serta dalam rangka menyelesaikan Disertasi telah

menghadapi berbagai tantangan dan hambatan, namun berkat rahmat dan petunjuk

Allah SWT, serta bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak baik langsung maupun

tidak langsung, baik secara moril maupun materil. Allhamdulillah, seluruh tantangan

dan hambatan dapat dirampungkan, hingga pada akhirnya dapat dipertahankan di

bawah wibawa Rektor, Promotor, Kopromotor, Tim Penguji, dan Guru Besar, serta

para undangan yang hadir.

Untuk itu dengan tidak mengurangi kontribusi yang diberikan, serta dengan

segala kerendahan dan ketulusan hati, izinkan pada kesempatan yang mulia ini untuk

menyampaikan rasa hormat, sekaligus ucapan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya:

1. Kepada Rektor Universitas Sumatera Utara periode 2010 – 2015, yang terhormat

dan terpelajar, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM).,

Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan pada Progam Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Serta kepada Pejabat Rektor

Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Subhilhar, PhD.

2. Kepada Maha Guru di bidang Hukum Tata Negara, yang terhormat dan

(11)

vii

bimbingan dan arahan dalam memperluas wawasan dengan sangat arif dan

bijaksana. sekaligus telah memperkokoh fondasi Hukum Tata Negara, sehingga

menjadi pengalaman tersendiri yang tentunya sulit untuk dilupakan. Pada

kesempatan yang sama, masih mengingat betul ketika selesai merampungkan

pendidikan pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum, dan hendak

melanjutkan pendidikan pada Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum, seraya

berpesan “… Cakra, melanjutkan pendidikan ke jenjang S3, tidak sama dengan

melanjutkan sekolah dari jenjang SMP ke jenjang SMA”. Terima kasih Prof, atas

petuah sekaligus arahan dan bimbingannya, yang pada akhirnya bermuara dalam

proses merampungkan sekaligus mempertahankan Disertasi pada sidang yang

mulia ini.

3. Kepada Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang terhormat dan

terpelajar, Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, yang telah memberi

kesempatan untuk mengikuti dan membina ilmu pengetahuan pada Program

Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara.

4. Kepada yang terhormat dan terpelajar, Bapak Prof. Dr. Husni Jalil, SH, MH,

sebagai Promotor, dengan penuh ketulusan ditengah aktivitas sebagai Pembantu

Rektor II Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Telah bersedia mentransfer ilmu

pengetahuan khususnya di bidang Hukum Tata Negara, dan meluangkan waktu,

baik dalam proses bimbingan maupun ketika berbagai pelaksanaan tahapan

(12)

viii

5. Kepada Ketua Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Kopromotor, yang terhormat dan

terpelajar Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH. Sebagai Ketua Program, telah

banyak memberikan kesempatan dan kemudahan pelayanan akademik, dan

sebagai Kopromotor telah mentransfer ilmu pengetahuan khususnya di bidang

Hukum Internasional.

6. Kepada yang terhormat dan terpelajar, Bapak Dr. Faisal Akbar Nasution, SH,

M.Hum, sebagai Kopromotor, telah mentransfer ilmu pengetahuan di bidang

Hukum Tata Negara, sekaligus tanpa jemu telah mengkritisi, baik perihal

substansi maupun penulisan, dan turut memperkaya khazanah keilmuan dalam

rangka menyempurnakan penelitian Disertasi.

7. Kepada yang terhormat dan terpelajar, Bapak Prof. Dr. Faisal A. Rani, SH,

M.Hum, sebagai Tim Penguji dengan penuh ketulusan ditengah aktivitas sebagai

Dekan Fakutas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Telah bersedia

memberikan masukan yang bersifat konstruktif khususnya di bidang Hukum Tata

Negara, dan telah sudi kiranya meluangkan waktu, khususnya ketika pelaksanaan

berbagai tahapan jadwal ujian.

8. Kepada Sekretaris Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Tim Penguji, yang

terhormat dan terpelajar Bapak Prof. Dr. Tan Kamelo, SH, MS. Sebagai

(13)

ix

pelayanan akademik, dan sebagai Tim Penguji telah memberikan masukan yang

cukup konstruktif mengenai Ilmu Hukum, sekaligus Filsafat Hukum.

9. Kepada yang terhormat dan terpelajar, Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS,

sebagai Tim Penguji, telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan

berbagai masukan yang bersifat konstruktif khususnya di bidang Hukum Tata

Negara.

10. Kepada yang terhormat dan terpelajar Bapak dan Ibu Guru Besar, serta para

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya pada Program

Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum, yang telah mentransfer ilmu pengetahuan selama

mengikuti pendidikan Program Studi Doktor.

11. Kepada Bupati Aceh Tamiang, Bapak Drs. H. Abdul Latief (periode 2007-2012),

Bapak Hamdan Sati, ST (periode 2012-2017). Kepada Kepala Badan

Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Aceh Tamiang, Bapak

Basyaruddin, SH (periode 2008-2011), Bapak Syamsuri, SE (periode 2014-saat

ini), yang pada keseluruhannya dengan arif dan penuh kebijaksanaan telah

memberikan kesempatan Tugas Belajar, maupun bantuan biaya pendidikan,

hingga diparipurnakannya pendidikan pada jenjang Program Studi Doktor (S3)

Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

12. Kepada Rekan-rekan peserta Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan 2012/2013,

Bapak Darmawan, Bapak M. Natsir, Abang T. Rasyidin, Bapak Fathahillah,

(14)

x

Syarifuddin Siba, Bapak Ali Yusran Gea, Bapak Arie Wisnu Gautama, Bapak

Rahmani Dayan, Bapak Abdul Haris Nasution, Bapak Maswandi, Bapak Marisi,

Abang Indra Prasetyo, Ibu Susilawati, Kak Ririn Bidasari, Kak Wessy Trisna,

tidak lupa pula Bapak Fuadi angkatan 2011/2012. Dalam hal ini telah

memberikan semangat dan motivasi dalam mengikuti pendidikan, dan

penyelesaian Disertasi.

13. Kepada Para pegawai/staff pada Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum pada

Fakultas Hukum Univeristas Sumatera Utara, yang telah bersedia membantu

dalam memberikan pelayanan akademik, sehingga memperlancar administrasi

selama mengikuti pendidikan, dan penyelesaian Disertasi.

Dari lubuk hati yang paling dalam, izinkan untuk menyampaikan bahwa

Disertasi ini dipersembahkan kepada seluruh keluarga besar, khususnya kedua orang

tua tercinta dan terkasih, Mama (Arnis, SH) dan Papa (Basyaruddin, SH) yang telah

membesarkan, dan mendidik dengan penuh rasa kasih sayang, serta berkat do‟a dan

restu mereka jualah dapat mengikuti pendidikan formal sampai ke jenjang Program

Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum, tidak dapat dipungkiri bahwa Mama dan Papa

adalah pelita kehidupan dalam konteks khazanah hukum. Pada kesempatan yang

sama, banyak kisah yang telah kita lalui untuk menempuh seluruh proses pendidikan

ini. Khusus kepada Mama, terima kasih yang tak terhingga dihaturkan, yang mana

telah mempercayakan dan meyakini bahwasanya mampu memparipurnakan

(15)

xi

kepada Papa, hal yang senada juga dihaturkan, disamping itu tentu ada kisah

bagaimana ketika pada suatu masa secara bersama-sama mengumpulkan berbagai

literatur. Pada sisi yang lain, bukan hal yang mudah menempuh pendidikan Program

Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum, dan telah banyak melewati jalan yang terjal, terlebih

dengan hiruk pikuk Pemerintahan Daerah, terdengar nada-nada sumbang yang

mendiskreditkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Program Studi Doktor

(S3) Ilmu Hukum, Mama dan Papa jualah yang telah meluangkan waktu menangani

perihal tersebut. Oleh karenanya, melalui tulisan ini sembari berdo‟a dan berharap

agar seluruh usaha yang telah ditempuh dalam rangka menyelesaikan pendidikan

Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum, kiranya dapat bermanfaat, berguna, serta

membawa berkah bagi kita semua. Dalam kesempatan ini juga, untaian kata terima

kasih ditujukan kepada adik-adik, Dirga Arbas, SH, dan Etra Arbas, seraya ingin

berpesan untuk sesegera mungkin memparipurnakan pendidikan formal, sekaligus

mengutip pepatah lama: “ibarat lidi jika sebatang, maka ia akan mudah dipatahkan,

tetapi jika lidi ada serumpun, maka ia tidak akan mudah dipatahkan”.

Ucapan terima kasih tidak lupa pula dilantunkan kepada kedua Mertua, Papa

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) dan mama (Seri Rasmi, SH), yang telah mensupport dan

memotivasi untuk merampungkan pendidikan Program Studi Doktor (S3) Ilmu

Hukum. Hal yang sama juga dihaturkan kepada kakak ipar (Sabtia, SH, M.Kn) dan

abang ipar (Rahmad Effendi Tampubolon, ST), serta adik ipar (Riadhi Al-Hayyan,

SH), yang senantiasa memberi motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan

(16)

xii

The last but not least, kepada pendamping hidup (Novi Aisha, SE, M.Si)

terima kasih telah memahami dan menikmati “lika-liku” perjalanan hidup yang telah

kita jalani, Insya Allah suatu hari nanti Allah SWT akan menempatkan kita pada

derajat yang lebih tinggi. Teruntuk keturunan kita (Charta Arbas), yang telah

menyempurnakan kehidupan kedua orang tua, sekaligus penerus harapan dan cita dari

kedua orang tua, father senantiasa berdo‟a dan berharap, agar kelak “Charta” dapat

memparipurnakan pendidikan formal, dalam rentang usia yang lebih muda, dan

dengan sistem pendidikan yang lebih baik.

Akhirul Kalam, izinkan sekali lagi untuk mengucapkan ribuan terima kasih

kepada pihak-pihak yang telah disebutkan, maupun yang tidak dapat disebutkan

namanya satu persatu dalam Disertasi ini, ucapan terima kasih yang telah dihaturkan

di atas, disertai dengan harapan yang tulus, semoga seluruh bantuan yang telah

diberikan, kiranya dapat menjadi amal ibadah, berguna bagi agama, nusa bangsa dan

negara, serta mendapatkan limpahan rahmat dan karunia dari Allah SWT, Amin ya

Rabbal Alamin.

Wassalamu`alaikum. Wr.Wb.

Medan, April 2015 Hormat

(17)

xiii PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN GERAKAN ACEH MERDEKA ... 78

A.Dinamika Peraturan Perundang-undangan Tentang Aceh ... 78

1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah ... 80

2. Undang-Undang No. 10 Tahun 1948 tentang Pembagian Sumatera Dalam Tiga Provinsi ... 82

3. Peraturan Wakil-Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah No. 8/Des/WKPM Tahun 1949 tentang Pembentukan Provinsi Aceh ... 85

(18)

xiv

5. Undang-Undang No. 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan

Pembentukan Provinsi Sumatera Utara ... 89

6. Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia No. 1/Missi/1959 tentang Penetapan Daerah Swatantra Tingkat I Aceh Sebagai Daerah Istimewa Aceh ... 92

7. Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh ... 93

8. Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ... 97

9. Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh ... 100

B. Interaksi Antara Republik Indonesia dan Aceh ... 105

1. Aceh Sebagai Modal Republik Indonesia ... 109

2. Konflik di Aceh Paska Proklamasi ... 119

a. Peristiwa Cumbok (Periode 1945-1946) ... 121

b. Peristiwa Tgk M. Daud Beureueh (Periode 1953 - 1962) ... 138

BAB III NOTA KESEPAHAMAN (MoU HELSINKI) PERSPEKTIF RANAH HUKUM DI INDONESIA ... 209

A. Kehendak Serta Komitmen Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka Paska Reformasi ... 209

1. Era Pemerintahan B.J. Habibie ... 209

2. Era Pemerintahan Abdurrahman Wahid ... 216

3. Era Pemerintahan Megawati Soekarno Putri ... 229

B. Proses Lahirnya Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) ... 242

1. Peranan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla Sebagai Menteri ... 244

2. Peranan Susilo BambangYudhoyono dan Jusuf Kalla Sebagai Presiden dan Wakil Presiden ... 247

3. Perundingan Putaran I – Putaran V ... 250

4. Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) ... 264

C. Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) Dalam Ranah Hukum Tata Negara di Indonesia ... 274

1. Kedudukan Hukum Tata Negara ... 275

(19)

xv

4. Kedudukan GAM Dalam Hukum Internasional di Indonesia ... 308

BAB IV NOTA KESEPAHAMAN (MoU HELSINKI) DAN CITA HUKUM (RECHTSIDEE) DI PROVINSI ACEH ... 314

A.Implikasi Hukum Yang Ditimbulkan Oleh Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) ... 314

1. Amanat Dalam Implementasi Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) ... 315

2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh ... 321

3. Interpretasi MoU Helsinki Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh ... 335

B. Perkembangan Politik Hukum di Provinsi Aceh Paska Lahirnya MoU Helsinki ... 349

1. Korelasi Hukum dan Politik Dalam Kehidupan Bernegara ... 353

2. Idealisme Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ... 357

3. Realita Perkembangan Politik Hukum di Aceh ... 371

C.Paradigma Menyelenggarakan Pemerintahan Aceh di Masa Depan ... 385

1. Cita Hukum (Rechtsidee) Sebagai Paradigma Filososfis ... 388

2. Sistem Hukum Nasional Sebagai Paradigma Yuridis ... 393

3. Otonomi Daerah (Self Government) Sebagai Paradigma Politis 404

(20)

xvi DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kegagalan Penyelesaian Konflik Sebelum Perundingan Helsinki .... 240

Tabel 3.2 Inisiatif Damai Untuk Aceh ... 273

Tabel 4.1 Amanat Untuk Melahirkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden ... 329

(21)

xvii DAFTAR SKEMA

Skema 1.1 Alur Kerangka Teori ... 32

Skema 1.2 Rumusan Data dan Kontribusi ... 75

Skema 2.1 Konstitusi dan Dinamika Peraturan Perundang-undangan Tentang Aceh ... 79

Skema 2.2 Interaksi Aceh dan Republik Indonesia ... 108

Skema 2.3 Landasan MoU Helsinki ... 188

Skema 2.4 Abstraksi dan Derivasi Nilai ... 190

Skema 3.1 Kehendak dan Komitmen Pemerintah Republik Indonesia – GAM Era Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla ... 243

Skema 3.2 Klasifikasi Hukum Tata Negara ... 280

Skema 4.1 Monitoring dan Evaluasi Dalam Sistem Pembangunan Hukum Nasional ... 348

Skema 4.2 Hans Nawiasky Tentang Tata Urutan Perjenjangan Norma Hukum 362

Skema 4.3 Teori Perjenjangan Dalam Konteks Indonesia ... 365

(22)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

AAF : Asean Aceh F ertilizer

ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

ACSTF : Acehnese Civil Society Task Force

AM : Aceh Merdeka

AMD : ABRI Masuk Desa

AMM : Aceh Monitoring Mission

API : Angkatan Pemuda Indonesia

APRI : Angkatan Perang Republik Indonesia

APRIS : Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat

ASNLF : Acheh Sumatera National Liberation Front BFO : Bijeenkomst voor F ederaal Overleg

BKR : Badan Keamanan Rakyat

BPI : Barisan Pemuda Indonesia

BPK : Barisan Penjaga Keamanan

CMI : Crisis Management Initiative

COHA : Cease of Hostilities Agreement

CoSA : Commision on Security Arrangements

DI/TII : Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia DKI Jakarta : Daerah Khusus Ibukota Jakarta

DPA : Dewan Pertimbangan Agung

DPD : Dewan Perwakilan Daerah

DPR : Dewan Perwakilan Rakyat

DPRA : Dewan Perwakilan Rakyat Aceh

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

DPRK : Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota

DKS : Dewan Kawasan Sabang

(23)

xix

FAME : Free Acheh Movement Europe

FH : Fakultas Hukum

FMPRA : Front Mahasiswa Pendukung Referendum Aceh

GAM : Gerakan Aceh Merdeka

GBHN : Garis Besar Haluan Negara

GPLHT : Gerakan Pengacau Liar Hasan Tiro

GPK : Gerakan Pengacau Keamanan

HAM : Hak Asasi Manusia

HDC : Henry Dunant Centre

ICRC : International committee on the red cross

Inpres : Instruksi Presiden

INGO : International non government organization

KDMA : Komando Daerah Militer Aceh

KIP : Komisi Independen Pemilihan

KKR : Komite Kebenaran Rekonsiliasi

KMB : Konferensi Meja Bundar

KNI : Komite Nasional Indonesia

KNIL : Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger

KNPI : Komite Nasional Pemuda Indonesia

KPA : Komite Peralihan Aceh

KPU : Komisi Pemilihan Umum

KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

LIPI : Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

Menkumham : Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

MKRA : Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh

MoU : Memorandum of Understanding

MP : Majelis Pemerintahan

(24)

xx

MPRS : Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara

NAD : Nanggroe Aceh Darusalam

NBA : Negara Bagian Aceh

NGO : Non Government Organization

NIS : Negara Indonesia Serikat

NIT : Negara Indonesia Timur

NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

PDRI : Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

Penpres : Penetapan Presiden

PESINDO : Persatuan Indonesia

Perda : Peraturan Daerah

PIM : Pupuk Iskandar Muda

PKI : Partai Komunis Indonesia

PLO : Palestine Liberation Organization

PNS : Pegawai Negeri Sipil

PP : Peraturan Pemerintah

PPKI : Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

PPRM : Pasukan Penindak Rusuh Masa

PRI : Pemuda Republik Indonesia

PUSA : Persatuan Ulama Seluruh Aceh

RI : Republik Indonesia

RIS : Republik Indonesia Serikat

RPI : Republik Persatuan Indonesia

RPP : Rancangan Peraturan Pemerintah

RRI : Radio Republik Indonesia

RUU : Rancangan Undang-Undang

SAF : Svenska Acheh Forening

(25)

xxi

SIRA : Sentral Informasi Referendum Aceh

SIRA RAKAN : Sidang Raya Rakyat Aceh Untuk Kedamaian

SK : Surat Keputusan

SKPK : Satuan Kerja Perangkat Kabupaten/Kota

SU-MPR : Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum

SWAPO : South West Africa People’s

TAP MPR : Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

TKR : Tentara Keamanan Rakyat

TNI : Tentara Nasional Indonesia

TRI : Tentara Republik Indonesia

UNDP : UN Development Program

UNPO : Unrepresented Nations a nd Peoples Organization

USAID : US Agency for International Development

UU : Undang-Undang

UUD : Undang-Undang Dasar

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, akan dapat dilakukan penarikan kesimpulan terhadap kinerja setiap masing – masing protokol routing Multi Copy dan

pengaruh metode mind mapping terhadap hasil belajar siswa kelas VII

Model peer teaching yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah pola pembelajaran antar sesama siswa, dimana memanfaatkan anak yang dianggap mempunyai tingkat

Sehingga dilakukan tugas akhir dengan judul "Perancangan Aplikasi Chat Translator Berbasis Desktop Untuk Komunikasi Dua Bahasa Dalam Jaringan Komputer"yang

12 Penyediaan komponen instalasi listrik/penerangan bangunan kantor BPMP 26 jenis komponen instalasi listrik/ penerangan bangunan kantor 0,00 1 fi 7Qn nnn no

Pilih Section A/ B ( sesuai dengan letak MLE Card ) f. mini Vidas akan membaca MLE Card secara otomatis g. Setelah selesai pembacaan, tekan Master Lot Menu h. Pilih List Master Lot6.

Buku panduan pemanfaatan dan pengembangan sudut baca kelas dan area baca sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah dasar ini disusun untuk dijadikan sebagai acuan

Adalah dukungan dari sebuah program yang sederhana, sehingga dengan adanya RSS ini akan memudahkan pengguna untuk menikmati informasi secara cepat dengan cara