18 Suci Annisa K., Sumarni, & I Kadek Rupawan, Hubungan Pemberian ASI eksklusif ... EXCLUSIVE BREASTFEEDING BETWEEN WITH THE NUMBER OF ARI
EXPERIENCING TO 7-59 MONTHS INFANTS IN THE WORK AREA COMMUNITY HEALTH CENTERS BULILI 2015
Suci Annisa Kurnia*, Sumarni**, I Kadek Rupawan***
*Medical Student, Faculty of Medicine and Health Sciences, University of Tadulako. **Public Health Unit, Faculty of Medicine and Health Sciences, University of Tadulako. ***Department of Pathology Anatomy, Faculty of Medicine and Health Sciences, University of Tadulako
ABSTRACT
Background : Acute Respiratory Infections (ARI) is a respiratory disease upper or lower and cause a spectrum of illnesses. In Indonesia, ARI is one of the causes of patient visits to health facilities, such as the clinic and the hospital. One of the factor risk of the incidence of ARI is not getting exclusive breastfeeding.
Method : Analytic observational research with cross sectional approach. With a population of children aged 7-59 months who come to the health center of Bulili during 2015. Number of samples is 96 infants, obtained by purposive sampling. Diagnosis is based on history and physical examination according to the guidelines of the clinic. Status of exclusive breastfeeding was obtained from Kartu Menuju Sehat (KMS). Analysis of data is using statistical test Chi Square.
Result : The result showed that infants who are not getting exclusive breastfeeding have a greater risk for causing ARI compared to infants who are given exclusive breastfeeding.
This is supported by Chi-Square where the value of p = 0.000 meaning there is a significant relationship between exclusive breastfeeding with the incidence of ARI.
Conclusion : There is a significant correlation between exclusive breastfeeding on the incidence of ARI in children aged 7-59 months in health center of bulili palu 2015.
19 Suci Annisa K., Sumarni, & I Kadek Rupawan, Hubungan Pemberian ASI eksklusif ... HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN ANGKA KEJADIAN ISPA PADA BALITA USIA 7-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
BULILI KOTA PALU TAHUN 2015
Suci Annisa Kurnia*, Sumarni**, I Kadek Rupawan***
*Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,Universitas Tadulako. **Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako.
***Departemen Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako
ABSTRAK
Latar Belakang : Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah dan menimbulkan berbagai spektrum penyakit. Di Indonesia ISPA merupakan salah satu penyebab kunjungan pasien ke sarana kesehatan, yaitu ke puskesmas dan ke RS. Salah satu faktor resiko kejadian ISPA adalah tidak mendapatkan ASI eksklusif.
Metode : Penelitian observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Dengan populasi balita usia 7-59 bulan yang datang ke Puskesmas Bulili selama periode tahun
2015. Jumlah sampel 96 balita, diperoleh dengan cara purposive sampling. Diagnosis
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai pedoman puskesmas. Status ASI eksklusif didapatkan dari Kartu Menuju Sehat (KMS). Analisis data menggunakan uji statistik Chi Square .
Hasil : Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa balita yang tidak diberikan ASI eksklusif lebih beresiko mengalami ISPA dibandingkan dengan balita yang diberikan ASI eksklusif.
Ini didukung dengan uji Chi-Square dimana nilai p= 0,000 yaitu terdapat hubungan yang
bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA.
Simpulan : Ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada balita usia 7-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Bulili Kota Palu Tahun 2015.
20 Suci Annisa K., Sumarni, & I Kadek Rupawan, Hubungan Pemberian ASI eksklusif ... PENDAHULUAN
ISPA atau infeksi saluran
pernapasan akut adalah infeksi mulai dari
infeksi respiratori atas dan adneksanya
hingga parenkim paru. Pengertian akut
adalah infeksi yang berlangsung hingga
14 hari. Infeksi respiratori atas adalah
infeksi primer respiratori di atas laring,
sedangkan infeksi laring ke bawah disebut
infeksi respiratori bawah[1], Populasi yang
rentan terserang ISPA adalah anak-anak
usia kurang dari 5 tahun, usia lanjut >65
tahun atau orang dengan masalah
kesehatan seperti (malnutrisi, dan
gangguan kekebalan tubuh)[2].
Di Indonesia sendiri, ISPA
merupakan salah satu penyebab utama
kunjungan pasien ke sarana kesehatan,
yaitu 40-60% dari seluruh kunjungan ke
puskesmas dan 15-30% dari seluruh
kunjungan rawat jalan dan rawat inap RS.
Jumlah episode ISPA di Indonesia
diperkirakan 3-6 kali pertahun, tetapi
berbeda antar daerah[1]. Salah satunya di
Provinsi Sulawesi Tengah, penyebaran
ISPA di seluruh Provinsi Sulawesi Tengah
dengan rentang prevalensi yang sangat
bervariasi (18,8 – 42,7%)[3].
ISPA termasuk penyakit paling
banyak ditemukan di pelayanan kesehatan
termasuk di Sulawesi Tengah. ISPA
tersebar di seluruh Provinsi Sulawesi
Tengah dengan rentang prevalensi yang
sangat bervariasi (18,8-42,7%). Angka
prevalensi ISPA dalam sebulan terakhir di
Provinsi Sulawesi Tengah adalah 28,4%
[4].
Faktor resiko yang selalu ada
mempengaruhi kejadian ISPA contohnya
pneumonia meliputi gizi kurang, berat
badan lahir rendah, tidak ada/tidak
memberikanAir Susu Ibu (ASI), polusi
udara dalam ruang, dan pemukiman
padat[5]. Umumnya, semua anak di bawah
usia 5 tahun mengalami peningkatan
risiko terkena ISPA. Anak yang diberikan
ASI selama 6 bulan memiliki risiko yang
rendah terjangkit penyakit[6].
ASI eksklusif adalah bayi hanya
diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan
lain seperti susu formula, jeruk, madu, air
teh, air putih dan tanpa tambahan
21 Suci Annisa K., Sumarni, & I Kadek Rupawan, Hubungan Pemberian ASI eksklusif ... bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim.
Pemberian ASI secara eksklusif ini
dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya
selama 6 bulan, pemberian ASI yang tidak
memadai merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kejadian ISPA
seperti Pneumonia pada balita[7].
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan pemberian
ASI eksklusif dengan angka kejadian
ISPA pada balita usia 7-59 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Bulili Kota Palu
tahun 2015.
METODE
Penelitian ini termasuk jenis
penelitian observasional analitik dengan
pendekatan Cross Sectional. Populasi
dalam penelitian ini adalah semua pasien
balita yang datang ke Puskesmas Bulili
priode januari-desember 2015.
Sampel pada penelitian ini
berjumlah 96 balita yang berusia 17-59
bulan. Diagnosis pasien ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang dilakukan oleh dokter/ bidan
berdasarkan pedoman pengobatan
dipuskesmas. Status pemberian ASI
eksklusif didapatkan dari Kartu Menuju
Sehat (KMS). Jumlah sampel diperoleh
dengan cara purposive sampling yang
memenuhi kriteria yaitu :
1. Kriteria Inklusi
a. Balita berusia 7-59 bulan yang
datang ke Puskesmas Bulili tahun
2015
b. Balita dengan KMS (Kartu Menuju
Sehat) yang lengkap
c. Balita dengan data Rekam Medis
yang lengkap
d. Balita yang berdomisili diwilayah
kerja Puskesmas Bulil Kota Palu
Provinsi Sulawesi Tengah
2. Kriteria Eksklusif
a. Balita yang awalnya datang
berobat ke Puskesmas Bulili
kemudian rumahnya pindah keluar
dari wilayah kerja Puskesmas
Bulili.
Analisis univariat digunakan untuk
menggambarkan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti. Analisis data
bivariat yang digunakan adalah uji
statistik Chi Square untuk mengetahui
22 Suci Annisa K., Sumarni, & I Kadek Rupawan, Hubungan Pemberian ASI eksklusif ... HASIL
1. Analisis Univariat
a. Distribusi sampel berdasarkan
usia
Tabel 1 Distribusi sampel berdasarkan usia
didapatkan bahwa jumlah pasien balita
yang datang di Puskesmas Bulili Kota
Palu dengan usia 10-12 bulan sebanyak 27
orang (28,1%), jumlah pasien usia 13-24
bulan sebanyak 39 orang (40,6%), jumlah
pasien usia 25-36 bulan sebanyak 23
orang (24,0%), dan jumlah pasien usia
37-59 bulan adalah 7 orang (7,3%).
b. Distribusi sampel berdasarkan
kejadian ISPA
Tabel 2 Distribusi sampel berdasarkan kejadian ISPA
c. Distribusi sampel berdasarkan status
pemberian ASI Eksklusif
Tabel 3 Distribusi sampel berdasarkan status pemberian ASI Eksklusif
23 Suci Annisa K., Sumarni, & I Kadek Rupawan, Hubungan Pemberian ASI eksklusif ... 2. Analisis Bivariat
Hubungan Kelengkapan Status
Imunisasi dengan Kejadian ISPA
Tabel 4 Hubungan pemberian ASI
Eksklusif dengan kejadian
ISPA
(7,8%), sedangkan yang mengalami ISPA
dan tidak mendapat ASI Eksklusif
sebanyak 41 orang (91,1%). Pasien balita
yang tidak mengalami ISPA serta
mendapatkan ASI Eksklusif sebanyak 47
orang (92,2%), sedangkan balita yang
tidak mengalami ISPA dan tidak
mendapatkan ASI Eksklusif sebanyak 4
orang (8,9%). Dari data tersebut terlihat
bahwa balita yang tidak diberikan ASI
Eksklusif lebih beresiko mengalami ISPA.
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan pada balita
yang terdiagnosis ISPA di Puskesmas
Bulili Kota Palu. Tujuan penelitian ini
yaitu untuk mengetahui hubungan
pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian
ISPA pada balita usia 7-59 bulan.
Penelitian ini dimulai dengan melakukan
pengambilan rekam medis semua balita
yang datang berkunjung ke Puskesmas
Bulili tahun 2015 dan didapatkan 2475
balita sebagai populasi. Kemudian
pemilihan sampel sesuai kriteria inklusi
dan eksklusi peneliti. Sampel dalam
penelitian yang diambil adalah sebesar 96
balita kemudian dilanjutkan dengan
melihat Kartu Menuju Sehat (KMS) pada
setiap Posyandu di wilayah kerja
Puskemas Bulili Kota Palu. Data dari
setiap sampel tersebut dimasukkan ke
dalam program SPSS untuk diolah lebih
lanjut.
Hasil penelitian berdasarkan hasil
univariat tabel 4.1 distribusi sampel
berdasarkan usia didapatkan jumlah
24 Suci Annisa K., Sumarni, & I Kadek Rupawan, Hubungan Pemberian ASI eksklusif ... 39 balita (40,6%). Hasil ini sesuai dengan
teori yang menyatakan serangan ISPA
terutama meningkat pada 5 tahun pertama
kehidupan, terutama pada 2 tahun pertama
kehidupan. Hal ini disebabkan oleh belum
matangnya sistem IgA pada anak berusia
≤ 2 tahun[8] .
Berdasarkan hasil analisis bivariat
tabel 4.4 sebagian besar balita yang
mengalami ISPA tidak diberikan ASI
eksklusif. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi penyakit ISPA adalah ASI
Eksklusif[5].
Banyak penelitian yang
membuktikan bahwa Air Susu Ibu
merupakan makanan terbaik dan utama
bagi bayi karena di dalam ASI terkandung
antibodi yang diperlukan bayi untuk
melawan penyakit-penyakit yang
menyerangnya. Pada dasarnya ASI adalah
imunisasi pertama karena ASI
mengandung berbagai zat kekebalan tubuh
antara lain immunoglobulin[9].
Uji statistik yang dipilih untuk
mengetahui hubungan antara ASI
Eksklusif dengan kejadian ISPA adalah
uji Chi-Square. Berdasarkan hasil
perhitungan uji tersebut, diperoleh bahwa
nilai p < 0,05 yaitu 0,000 yang artinya
dimana terdapat hubungan yang bermakna
antara pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian ISPA. Oleh karena itu, hipotesis
kerja (H1) pada penelitian ini dapat
diterima. Penelitian yang peneliti lakukan
dengan hasil yang menyatakan adanya
hubungan antara pemberian ASI Eksklusif
dengan kejadian ISPA sama halnya
dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Wirdarini (2010) yang menyatakan
terdapat hubungan yang bermakna antar
pemberian ASI Eksklusif terhadap
kejadian ISPA dengan p value = 0,03 <
0,05 yang berarti tingkat kejadian ISPA
4,7 kali lebih beresiko pada balita yang
tidak diberikan ASI eksklusif
dibandingkan dengan balita yang
diberikan ASI eksklusif. Hal ini juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rustam (2010) dan Vebryyanti
(2016) yang menyatakan terdapat
hubungan antara pemberian ASI eksklusif
dengan angka kejadian ISPA pada balita.
ASI mengandung zat kekebalan
tubuh terhadap infeksi diantaranya protein
komplemen, laktoferin, immunoglubulin,
dan antibodi terhadap bakteri, virus, dan
25 Suci Annisa K., Sumarni, & I Kadek Rupawan, Hubungan Pemberian ASI eksklusif ... besar protein yang bila diaktifkan akan
memberikan proteksi terhadap infeksi dan
berperan dalam respon inflamasi.
Komplemen dapat meningkatkan
fagositosis dan destruksi/lisis dari bakteri
dan parasite[10].
Secara teori, telah diketahui bahwa
ASI mengandung komponen-komponen
yang memiliki efek perlindungan seperti
sel limfosit B dalam ASI juga dapat
masuk ke dalam kelenjar limfe
mesenterika, berproliferasi dan masuk ke
dalam pembuluh darah. Dari pembuluh
darah, sel limfosit B akan bermigrasi ke
mukosa tempat lain seperti mukosa traktus
respiratorius. Pada tempat ini sel limfosit
B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma
yang akan memproduksi IgA, IgA yang
dihasilkan akan berikatan dengan
komponen sekretori sel epitel mukosa
menjadi sIgA . Antibodi sIgA berfungsi
utama sebagai inhibitor penempelan
bakteri atau virus ke epitel[11].
ASI memacu perkembangan yang
memadai dari sistem imunologi bayi
sendiri. ASI memberikan zat kekebalan
yang belum dapat dibuat oleh bayi sendiri.
Selain itu ASI juga mengandung berbagai
komponen antiinflamasi sehingga bayi
jarang mengalami sakit terutama pada
awal kehidupan[12].
Berbagai faktor resiko yang
meningkatkan kejadian, beratnya
penyakit, dan kematian karena pneumonia
yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi
buruk memperbesar resiko), pemberian
ASI (ASI eksklusif mengurangi resiko),
suplementasi vitamin A (mengurangi
resiko), suplementasi Zinc (mengurangi
resiko), bayi dengan berat badan lahir
rendah (meningkatkan resiko), vaksinasi
(mengurangi resiko), dan polusi udara
dalam kamar terutama asap rokok dan
asap bakaran dari dapur (meningkatkan
resiko). Namun dalam penelitian ini
peneliti hanya meneliti pengaruh
pemberian ASI Eksklusif melalui data
sekunder pada rekam medis dan KMS,
sehingga hasilnya kurang maksimal
karena masih banyak orang yang belum
memahami betul pengertian yang
sebenarnya dari ASI Eksklusif[5].
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan pada 96 sampel balita maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan
26 Suci Annisa K., Sumarni, & I Kadek Rupawan, Hubungan Pemberian ASI eksklusif ...
1. Kejadian ISPA pada balita usia 7-59
bulan di Puskesmas Bulili sebanyak 45
balita (46,9%) dan sebanyak 51 balita
(53,1%) tidak mengalami ISPA.
2. Status pemberian ASI Eksklusif pada
blita usia 7-59 bulan di Puskesmas
Bulili sebagian besar mendapatkan ASI
Eksklusif yaitu sebanyak 51 balita
(53,1%) dan sebanyak 45 (46,9%)
tidak mendapatkan ASI Eksklusif .
3. Terdapat hubungan yang bermakna
antara pemberian ASI Eksklusif
terhadap kejadian ISPA pada balita
usia 7-59 bulan di Puskesmas Bulili
Tahun 2015 dengan nilai p adalah
0,000
SARAN
1. Diharapkan untuk penelitian
selanjutnya agar melanjutkan penelitian
dengan mencari faktor resiko lain
penyebab ISPA.
2. Diharapkan dapat memberikan
motivasi kepada petugas kesehatan
untuk berperan dalam meningkatkan
pemberian ASI secara eksklusif,
dengan tidak memberikan makanan dan
cairan lainnya sebelum usia 6 bulan.
3. Diharapkan untuk Orang tua balita agar
memberikan ASI eksklusif pada balita
sehingga dapat mencegah penyakit
ISPA.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI). 2013. Cakupan Imunisasi
Dasar Anak Usia 1-5 tahun. Sari
Pediatri.Vol. 14, Pp. 283-286. Banda
Aceh. [Diakses 22 juli 2015]. Dari: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/14-5-3.pdf.
2. Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan
Dasar. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta
3. Departemen Kesehatan RI. 2008.
Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) Provinsi Sulawesi
Tengah Tahun 2007. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan
Kesehtan DEPKES RI.
4. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tengah. 2014. Profil Kesehatan
Provinsi Sulawesi Tengah. Palu
Kemenkes RI. 2011. Pedoman
Pengendalian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
5. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. 2010. Infeksi Sistem
Pernapasan Akut Balita. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta Scott J.A., Brooks, W.A., Peiris, J.S., Holtzman, D, Mulholland, E.K. 2008. Review series : Pneumonia research to reduce childhoold mortality in the developing world, Jurnal Clin Invest, Vol.118,No.4.[Diakses pada19 Maret
27 Suci Annisa K., Sumarni, & I Kadek Rupawan, Hubungan Pemberian ASI eksklusif ... http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
/18382741.
6. Nira, N.K., Pramono, D., Naning, R,
2013, Risk Factors of Pneumonia
Among Under Five Children in Purbalingga District, Central Java Province. Tropical Medicine Journal. Vol. 3, No. 2, pp. 131. Diakses pada
20 Agustus 2016. Dari
http://jurnal.ugm.ac.id/tropmed/articl e/download/5864/4750
7. Sugihartono., Narjazuli. 2012.
Analisis Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar
Alam. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia, Vol. 11, No. 1. Diakses
pada 28 Agustus 2016. Dari
<http://ejournal.undip.ac.id/index.php /jkli/article/view/4145/3780>
8. Sugihartono., Narjazuli. 2012.
Analisis Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar
Alam. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia, Vol. 11, No. 1. Diakses
pada 28 Agustus 2016. Dari
<http://ejournal.undip.ac.id/index.php /jkli/article/view/4145/3780>
9. Umboh, E., Wilar, R., Mantik, M.F.
2013. ‘Pengetahuan Ibu Mengenai
Manfaat ASI terhadap Bayi’. Jurnal
e-Biomedik, Vol.1,No.1. Diakses pada
21 Desember 2016, Dari
<http://ejournal.unsrat.ac.id>
10. Mataram, I.K. 2011. ‘Aspek
Imunologi Air Susu Ibu’. Jurnal Ilmu
Gizi, Vol.2, No.1. Diakses pada 25
Desember 2016. Dari
<http://poltekkes-denpasar.ac.id>
11. Matondang, C.S. 2008. Respon Imun.
In : Akib A.A.P., Munasir Z.,
Kurniati N. Buku Ajar
Alergi-Imunologi Anak. Badan Penerbit
IDAI : Jakarta
12. Soetjiningsih. 2012. ASI : Petunjuk
Untuk Tenaga Kesehatan. EGC :