• Tidak ada hasil yang ditemukan

VARIASI BERAT BAY1 DAN BERAT PLASENTA MANUSIA PADA KETINGGIAN TEMPAT BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VARIASI BERAT BAY1 DAN BERAT PLASENTA MANUSIA PADA KETINGGIAN TEMPAT BERBEDA"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

VARIASI BERAT BAY1 DAN BERAT PLASENTA MANUSIA

PADA KETINGGIAN TEMPAT BERBEDA

DWIANI KANTHI LESTARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(2)

ABSTRAK

DWIANI KANTHI LESTARI. Variasi Berat Bayi dan Berat Plasenta Manusia pada

Ketinggian Tempat Berbeda. Dibimbing oleh Bambang Suryobroto dan RR Dyah

Perwitasari.

Plasenta penting dalam perkembangan janin karena plasenta adalah satu- satunya jembatan antara ibu dengan janin. Dihsi oksigen melalui membran plasenta menggunakan prinsip-prinsip yang sama dengan difusi oksigen melalui membran respirasi. Pertambahan ketinggian tempat menyebabkan pembahan fisik lingkungan, terutama penurunan tekanan atmosfir. Tekanan oksigen yang d i h h p pada dataran

tinggi mengalami penurunan. Penelitian ini dilakukan pada ketinggian rtO m di atas

permukaan laut (dpl), yaitu di Kecamatan Cipari, Kecamatan Cilacap Tengah dan

Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, ketinggian *SO0 m

dpl, yaitu di Desa Seloparnpang

and

Desa Bulan, Kecamatan Selopampang,

Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, serta Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor,

Jawa Barat; ketinggian *I200 m dpl, yaitu di Desa Katekan, Kecamatan Ngadirejo,

Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Plasenta ditimbang dan diukur tebal serta diameternya. Bayi ditimbang oleh bidan. Wawancam dilakukan terhadap orang tua bayi dan keluarga serta masyarakat sekitar. Tidak ada dimofisme kelamin pada berat bayi maupun berat plasenta pada ketiga ketinggian. Untuk menganalisis hubungan berat bayi, berat plasenta dan tebal plasenta digunakan uji Tukey. Berat bayi pada ketiga ketinggian tidak menunjukkan perbedaan. pada penelitian ini plasenta dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu plasenta dataran rendah yang mempakan plasenta dari daerah dengan ketinggian tempat 0 m dpl, dan plasenta dataran tinggi yang me~pFtkan plasenta dari daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Plasenta dataran tinggi Iebih berat dari pada plasenta pesisir. Pada plasenta dataran tinggi terjadi peningkatan vaskularisasi vili, penambahan jumlah, ukuran dan lipatan- lipatan kapiler, yang pada akhirnya akan mempengaruhi penambahan berat dan ketebalan plasenta.

(3)

ABSTRACT

DWIANI KANTHI LESTARI. Variation of Human Placenta's Weight and Baby Birth Weight at Different Altitudes. Under the direction of Bambang Suryobroto and RR Dyah Penvitasari.

The disc-shaped human placenta is the only link between the fetus and the outside world. Oxygen diffises from the mother to the fetus, and carbon dioxide diffuses in the opposite direction. These diffusions have the same mechanism to the diffusion of the respiratory membrane. Several changes in the physical environment occur with increasing altitude, the most important one is the decline of the

atmospheric pressure. Thus the oxygen pressure uptake declines at the high land.

The aim of this research is to investigate variation of baby birth weight and placental weight at several different altitudes. This research was placed at

*O

m (above sea level) at Kecamatan Cipari, Kecamatan Cilacap Tengah and Kecamatan Cilacap

Selatan, Kabupaten Cilacap;

*800

m at Desa Selopampang and Desa Bulan,

Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung; and

*I200

m (high land) at Desa

Katekan, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung. The placenta was weighed and measured its thickness and diameter. The baby was weighed by the midwife. Parents and relatives were interviewed to get more information about the mother and

the baby. There were no sexual dimorphism in placental weight nor birth weight at

*O

m,

-1800

m

and

*I200

m. Tukey test was used to analyze relation of baby birth weight, placental weight and thickness at three different altitudes. Baby

b i i

weight were similar at three different altitudes. Human placenta's was heavier at high land. There were an increase in placental weight and thickness at

*800

m comparing to

*O

(4)

VARIASI BERAT BAY1 DAN BERAT PLASENTA MANUSIA

PADA KETINGGIAN TEMPAT BERBEDA

DWIANI KANTHI LESTARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Master pada

Program Studi Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(5)

Judul Tesis : Variasi Berat Bayi dan Berat Plasenta Manusia pada Ketinggian Tempat Berbeda

N a ~ n a Mahasiswa : Dwiani Kanthi Lestari NIM : G351020191 Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Banbang Survobroto Ketua

\

Anggota Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dedy Duryadi S., DEA

Tanggal Ujian : 24 Juli 2006 Tanggal Lulus: $ 4 AUG 2006 M.S.

(6)

SURAT

PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segda pemyataan dalam tesis saya yang be rjudul

Variasi Berat Bayi dan Berat Plasenta Manusia pada Ketinggian Tempat Berbeda

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendii, dengan pembimbingan para Komisi Pembibing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pemah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan s e e m jelas

dan

dapat diperiksa kebenarannya.

Nama : Dwiani

Kanthi

Lestari Nrp : G351020191

(7)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kemudahan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih untuk penelitian ini adalah mengenai Biologi Manusia, dengan judul Variasi Berat Bayi dan Berat Plasenta Manusia pada Ketinggian Tempat Berbeda.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Bambang Suryobroto dan Ibu Dr. Ir. RR Dyah Penvitasari, MSc selaku pembimbing, atas dukungan dan kepercayaan serta ilmu yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian karya ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh masyarakat Desa Katekan, Kecamatan Ngadirejo; Desa Selopampang dan Desa Bulan, Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung; Kecamatan Cipari, Kecamatan Cilacap Tengah dan Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap; serta Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor; yang membantu penulis dan bersedia menjadi sampel (probandus) dalam penelitian ini. Kepada dr. Rois, bidan Indah, bidan Hartini, bidan Lilis dan segenap petugas medis Puskesmas terkait, penulis ucapkan terima kasih untuk bantuannya yang tak kenal lelah dan

tanpa henti. Terima kasih kepada Ibu Taruni Sri Prawasti untuk masukan, kritik dan

sarannya. Juga ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Rika Rafiuddin,

Bapak Tri Atmowidi, Bapak Achmad Famjallah, Ibu Tini Wahyuni, Ibu Kanthi

Anun dan Bapak Beny Juliandi, serta semua staf dan teman-teman di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi FMIPA, IPB atas bantuan dan ke rja samanya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami dan anakku tercinta, kedua orang tua kami, serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2006 Dwiani Kanthi Lestari

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Juni 1979 dari pasangan Achmad Waluyo dan Murwaningsih. Penulis mempakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Lulus dari SMU Lab School IKIP, Rawamangun pada tahun 1997. Pendidikan

sarjana ditempuh di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, jumsan Biologi, IPB Bogor, sejak tahun 1997 dan lulus pada tahun 2001. Menikah pada tahun 2002 dan saat ini baru memiliki seorang putra. Pada tahun 2002, penulis diterima di Program Studi Biologi, sub PS Zoologi, pada Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

(9)

Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN

...

1 Latar Belakang

...

1

. .

Tujuan PenehQan

...

3 Manfaat

...

3 TINJAUAN PUSTAKA

...

4

Proses Pembentukan Janin Manusia

...

4

Proses Pembentukan Plasenta Manusia

...

5

Adaptasi Manusia pada Daerah Dataran Tinggi

...

6

METODE

...

8

...

Lokasi Pengambilan Sampel 8 Wawancara

...

8

...

Pengukwan Sampel 9 HASIL

...

10 Berat Bayi

...

11 Berat Plasenta

...

13 Tebal Plasenta

...

14 PEMBAHASAN

...

15 Berat Bayi

...

15 Berat Plasenta

...

17 Tebal Plasenta

...

21

...

SIMF'ULAN DAN SARAN 23 Sirnpdan

...

23

Saran

...

23

(10)

DAFTAR

TABEL

Halaman

1 Jumlah kelahiran bayi berdasarkan jenis kelamin dan ketinggian tempat

...

10

2 Kisaran berat bayi. berat plasenta, tebal plasenta dan dimorfisme kelamin

...

12 3 Probabilitas statistik untuk perbedaan ketinggian bagi berat bayi. berat plasenta

dan tebal plasenta (Uji Tukey)

...

14

DAFTAR

GAMBAR

Halaman 1 Variasi berat bayi dan berat plasenta manusia pada tiga ketinggian

...

15

...

2 Variasi berat plasenta manusia pada dua ketinggian 18

3 Bagian plasenta manusia

...

20

...

4 Hubungan berat plasenta dengan tebal plasenta 22

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

...

1 Plasenta manusia pemukaan maternal 25

...

2 Plasenta manusia permukaan fetal 25

...

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Banyak hal yang dapat mempengaruhi berat lahir bayi, seperti kondisi perekonomian keluarga, status kesehatan ibu, berat lahir ibu dan faktor lingkungan. Ibu hamil dengan kesehatan yang baik, umumnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa kisaran berat lahir bayi tidak berbeda jauh dengan berat lahir ibunya Ibu dengan berat lahir besar biasanya juga akan melahirkan bayi dengan berat lahir besar, begitupun sebaliknya. Lingkungan yang sehat dan mendukung akan mempermudah ibu hamil menjalani proses

kehamilannya, sehingga proses kehamilan berjalan tanpa tekanan dan akan

menghasilkan bayi yang sehat. Di dataran tinggi berat bayi tidak dipengaruhi oleh kadar hemoglobin ibu, yang merupakan salah satu faktor penentu status kesehatan ibu, melainkan oleh berat plasenta (Giussani 2001). Karena jumlah arteri pada plasenta dataran tinggi lebih banyak dibandingkan plasenta dataran rendah, maka hal ini menyebabkan bertambahnya berat plasenta.

Janin di dalam kandungan berhubungan dengan ibunya melalui suatu organ yang tidak permanen sifatnya, yang disebut sebagai plasenta atau ari-ari. Plasenta

merupakan fetomaternal organ, karena janin dan ibunya memberikan kontribusi

dalam pembentukannya Janin menyumbang sebagian besar plasenta dari vili

koriales, sedangkan ibu menyumbang sebagian kecil dari desidua basalis, yaitu suatu lapisan rahim. Plasenta memiliki dua permukaan, yang disebut dengan permukaan maternal yaitu bagian plasenta yang menempel pada rahim ibu (Lampiran I), dan

permukaan fetal yaitu bagian plasenta yang menghadap ke janin dan memiliki tali

pusar yang menghubungkan permukaan fetal plasenta dengan janin (Lampiran 2).

Pembentukan plasenta terjadi dengan pesat sejak awal kehamilan hingga usia kehamilan lima bulan, oleh karena itu perhunbuhan plasenta berkaitan erat dengan

status kesehatan ibu dan bayi. Dinamika plasenta memungkinkan bayi untuk tumbuh

sehat dan normal dengan suplai oksigen yang cukup. Fenomena ini berkaitan dengan perubahan ketinggian tempat yang menimbulkan terjadinya perubahan fisik lingkungan, mencakup penurunan suhu rata-rata, peningkatan radiasi, serta yang

(12)

paling utama ialah penurunan tekanan oksigen. Penurunan tekanan oksigen menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen yang dihimp, keadaan ini disebut sebagai hipoksia. Hipoksia yang te jadi pada ibu hamil di dataran tinggi berhubungan dengan terhambatnya perhmbuhan janin dan penurunan berat lahir bayi. Pembahan fisik lingkungan merangsang timbulnya respon adaptasi. Pada ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut (m dpl), terdapat sedikit penyusutan berat lahir bayi dari ibu yang menetap dan menghabiskan masa kehamilannya di ketinggian tersebut. Pada ketinggian 2500 m dpl, penyusutan berat lahir bayi menjadi lebih jelas (Baker

1996).

Plasenta dan tali pusar memiliki fimgsi proteksi, penyaluran nutrisi, respirasi, eksresi dan produksi hormon. Plasenta yang sehat memiliki karakteristik berwarna merah segar, keluar dalam keadaan utuh, tidak berbau busuk, kotiledon yang terletak

pada permukaan maternal masih lengkap,

dan

pada tali pusar terdapat dua arteri dan

satu vena. Plasenta &pat memprediksi kesehatan bayi saat masih dalam kandungan maupun di masa depan, oleh karena itu setiap bayi yang sehat pasti berawal dari plasenta yang sehat (Kliman & Segel2003). Sebagai fetomaternal organ, maka unsur janin memberikan kontribusi lebii besar dalam pembentukan plasenta yang

mempengaruhi dimensi plasenta, temtama berat plasenta

Di beberapa daerah, plasenta me~pt3kan sirnbol kehidupan, semangat dan kebebasan, sehingga penghormatan yang b e r l e b i i diberikan kepada plasenta dengan memperlakukannya secara istimewa Suku pedalaman di Bolivia meyakini bahwa plasenta memiliki nyawa tersendii. Oleh karena itu seorang suarni h m memperlakukan plasenta tersebut dengan cara mencuci dan menguburkannya pada tempat yang terlindung dan tersembunyi. Jiia ritual tersebut tidak dilakukan dengan

benar, mereka meyakini sang ibu atau bayi akan menjadi sakit bahkan meninggal. Di

Nigeria dan Ghana, plasenta diperlakukan sebagai kembaran bayi, dimana pada setiap persalinan pasti akan ada salah satu kembaran yang mati, yaitu plasenta tersebut. Di Filipina ritual penguburan plasenta dilakukan oleh ibu. Plasenta dikuburkan bersama berbagai macam buku dengan harapan agar kelak bayinya tumbuh menjadi anak pintar. Di Vietnam dan China, plasenta dikonsumsi oleh ibu yang melahirkan. Masyarakat Vietnam dan China memiliki kepercayaan bahwa ibu yang melahirkan hams merebus sendiri plasenta bayinya, untuk kemudian air

(13)

rebusannya diminum guna meningkatkan kualitas dan kuantitas Air Susu Ibu (ASI) (Wiyono 2005).

Ibu yang tinggal di daerah dengan ketinggian tinggi mengalami hiperventilasi. Keadaan ini mempengaruhi jumlah suplai oksigen yang diterima oleh janin yang dikandungnya, sehingga janin hanya menerima oksigen dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan pada dataran rendah. Di lain pihak, janin membutuhkan oksigen dalam jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan manusia dewasa. Sebagai bentuk adaptasinya, janin memiliki hemoglobin dengan karakteristik khusus yang afinitas pengikatannya terhadap oksigen sangat tinggi. Hemoglobin ini disebut juga sebagai

hemoglobin fetal (Hb-fetal). Tidak cukup hanya dengan Hb-fetal untuk membantu

peningkatan oksigenasi dari ibu kepada janin, terdapat juga perbedaan antara plasenta dataran rendah dengan plasenta dataran tinggi. Pada plasenta dataran tinggi terdapat karakteristik khusus yang tidak didapati pada plasenta dataran rendah, yang memungkinkan plasenta dataran tinggi mendapatkan dan menyalurkan oksigen

dalam jumlah yang banyak kepada janin. Hal ini tentunya merupakan adaptasi yang

menguntungkan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan fenomena terjadinya perbedaan

berat lahir bayi dan berat plasenta manusia pada tiga ketinggian tempat yang berbeda, yaitu 0 m dpl, 800 m dpl dan di atas 1200 m dpl.

Manfaat

Di Indonesia plasenta masih dianggap sebagai suatu hal yang sakral sehingga mendapat perlakuan khusus. Penelitian mengenai plasenta masih sangat terbatas, baik di kalangan akademisi maupun jasa medis. Dengan adanya penelitian ini diharapkan pengetahuan mengenai plasenta manusia di Indonesia akan bertambah maju, dan publikasi mengenai berat lahir bayi serta kaitannya dengan berat plasenta dapat lebih diperluas untuk memperkaya pengetahuan masyarakat m u m .

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pembentukan Janin Manusia

Secara normal, konsepsi atau pembuahan terjadi setelah sel telur dibuahi oleh sperma yang berenang ke tuba falopii. Setelah dibuahi, sel telur akan menjadi zigot yang kemudian berkembang menjadi morula, lalu blastula dan mencari tempat untuk menempel pada endometrium di hari ke enam atau ke tujuh setelah pembuahan. Kemudian ia akan terus tumbuh menjadi embrio. Embrio yang sudah terlihat wujudnya seperti manusia, dan bukan lagi seperti gumpalan daging, disebut sebagai janin. Selama masih dalam periode embrio, paparan zat beracun akan menyebabkan cacat fisik pada janin. Pada periode janin, paparan zat beracun akan menyebabkan gangguan fungsu fisiologis atau cacat mental.

Perubahan dari periode embrio ke periode janin te jadi pada minggu ke 8 dan

9.

Di minggu ke-9 sampai 12 wajah janin mulai terlihat sepeai wajah manusia dengan kelopak mata yang tertutup, janin mampu membuat gerakan meninju dengan tangannya, dan telah terjadi pembentukan sel darah merah di hati. Minggu ke-13 sampai 16 jaringan otot dan tulang sudah lebii banyak lagi yang terbentuk, dan tulang menjadi lebih keras. Pergerakan janin menjadi lebii aktif dan sering. Alis dan bulu mata mulai tampak di minggu ke-18. Penampakan alis dan bulu mata semakin jelas di minggu ke-22.

Memasuki minggu ke-23 sidii jari tangan dan kaki mulai terbentuk. Miggu

ke-23 sampai 26 otak janin tumbuh dengan pesat dan kelopak mata mulai membuka

dan menutup. Pada minggu yang sama, janin juga sudah mampu membuka

dan

mengepalkan jari jemari tangannya. Di minggu ke-29 hingga 32, dalam sehari janin menghabiskan 90-95% wakhmya untuk tidur, karena pada masa ini terjadi peningkatan penumpukan lemak dalam tubuh untuk persiapan kelahirannya (Kliman

1993).

Selama di dalam rahim, janin mendapat nutrisi dan oksigen dari ibunya untuk mampu tumbuh dan berkembang dengan normal, melalui perantaraan plasenta. Janin juga membuang sampah hasil metabolismenya ke darah ibu melalui plasenta.

(15)

Proses Pembentukan Plasenta Manusia

Menurut Zamudio (2003) blastula melakukan penempelan pada endometrium pada hari keenam atau ketujuh setelah pembuahan. Blastosis terdiri atas massa sel dalam (Inner CeN MasslICM) dan massa sel luar (Outer CeN MasslOCM). Massa sel luar pada awalnya m e ~ p a k a n sel-sel trofoblas yang menjadi dinding blastosis. Sel trofoblas akan membentuk plasenta. Kemudian sel trofoblas berproliferasi dengan cepat menjadi dua macam sel, yaitu sitotrofoblas yang jumlahnya sangat melimpah

pada awal kehamilan, dan sinsitiotmfoblas yang akan membentuk lapisan pembatas

antara ibu dengan janin. Sel sinsitiotrofoblas mengadakan percabangan-percabangan pembuluh darah pada plasenta yang disebut sebagai vili atau korion frondosum. Proses pezcabangan ini disebut juga sebagai sinsitialisasi,

dan

terjadi sepanjang kehamilan. Seiring dengan pertumbuhan janin, rahim dan plasenta turut membesar,

Plasenta memiliki fungsi metabolisme dan endokrinologi. Plasenta memproduksi beberapa hormon, di antaranya adalah progesteron yang akan m e m p e n g d fungsi fisiologis pada tubuh ibu hamil sehingga janin dapat terpenuhi

semua kebutuhan nutrisi dan oksigennya; human chorionic gonadotropin (hCG)

yang akan memicu rahim

untuk

siap menerima penempelan embrio;

somatomammotropin (kenal sebagai hormon laktogen plasenta) yang berfungsi meningkatkan jurnlah glukosa dan lipid pada darah ibu; dan juga estrogen.

Pertumbuhan plasenta terjadi dengan pesat pada trimester pertama kehamilan, lalu kecepatan pertumbuhan mulai melambat di bulan kelima kehamilan, bahkan berhenti tumbuh saat sudah sempurna. Tetapi ada kalanya plasenta dapat terus tumbuh dan meningkat ukurannya jika berhadapan dengan lingkungan maternal yang kurang menguntungkan, seperti kehamilan di daerah dataran tinggi atau kehamilan

yang diiringi pre-eklampsi (Fox 1997). Pre-eklampsi adalah gangguan fungsi

pembuluh darah ibu pada plasenta sehingga peredaran darah dari ibu ke janin dan

sebaliknya mengalami hambatan (Alexander et al. 2001). Plasenta yang sudah

sempuma pertumbuhannya

akan

memenuhi 15-30% bagian rahim. Pada plasenta

te rjadi difusi gas, hormon dan nutrisi dari darah ibu ke janin, dan difusi hasil ekskresi dari janin kembali ke darah ibu (Moore & Persaud 1993). Difusi melalui membran

(16)

plasenta menggunakan prinsip-prinsip yang sama dengan difusi oksigen melalui mernbran respirasi (Guyton 1991).

Plasenta yang sehat dan tidak bermasalah akan dilahirkan secara alamiah 10-1 5 menit setelah kelahiran bayi, tanpa bantuan apapun. Plasenta mampu keluar akibat adanya kontraksi rahim, dan tidak membutuhkan tambahan tenaga dorongan dari ibu.

Adaptasi Manusia pada Daerah Dataran Tinggi

Sebagai mahluk hidup, manusia mengalami adaptasi sebagai cara untuk bertahan hidup. Adaptasi yang tejadi bukan hanya sebatas adaptasi fisik ataupun fisiologis, tapi juga adaptasi psikologis dan tingkah laku. Sebagai contoh adalah adaptasi untuk kasus hipoksia. Dalam hal ini manusia yang terpapar pada daerah

dataran tinggi akan mengalami beberapa masalah pada sistem ventilasi, sirMasi

dan

adaptasi hemopoetik (Samaja 1997).

Hipoksia adalah suatu keadaan jaringan tubuh mengalami penurunan suplai oksigen. Hipoksia dapat disebabkan oleh kondisi fisiologi, patologi, atau lingkungan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi banyaknya suplai oksigen ke jaringan tubuh. Hipoksia dapat juga terjadi karena kondisi atmosfir yang merniliki oksigen terlarut yang rendah, seperti pada daerah dataran tinggi.

Hipoksia dapat menyebabkan beberapa gangguan seperti nafas yang memendek, sulit tidur, kelelahan mental dan fisik, peningkatan denyut jantung, sakit kepala yang meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas,

dan

bahkan penurunan berat badan (Frisancho 1975). Efek hipoksia pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor fisik dan biologis. Pada masyarakat yang

turun

temurun tinggal di daerah dataran tinggi maka tubuhnya mengalami proses adaptasi yang disebut sebagai aklimatisasi, sehingga tingkat oksigen terlarut yang rendah di udara tidak menyebabkan gangguan. Menurut Baker (1996) dan Giussani (2001) bayi yang lahir di daerah dengan ketinggian 1500 m dpl akan mengalami penyusutan berat lahir. Fenomena penyusutan berat lahir bayi di dataran tinggi ini tidak mempengaruhi ketahanan hidupnya setelah lahir, dan tingkat kesehatan bayi tersebut di masa depannya. Penurunan berat lahir bayi diduga sebagai salah satu bentuk adaptasi yang

(17)

menguntungkan. Sebab dengan berkurangnya berat janin, maka kebutuhan oksigen semasa janin juga akan berkurang.

Di samping penurunan berat bayi, pada dataran tinggi juga terjadi penambahan berat plasenta. Sehingga bayi lahir dengan berat rendah, tetapi memiliki berat plasenta yang tinggi. Sedangkan pada urnumnya pertambahan berat plasenta selalu sejalan dengan pertambahan berat bayi. Seperti dikemukakan oleh Fox (1997), di dataran tinggi plasenta cenderung untuk terns tumbuh sepanjang usia kehamilan

hingga saat plasenta dilahirkan. Pada penelitian Ali (1997) dan Zamudio (2003) diketahui bahwa plasenta dataran tinggi mengalami penambahan jumlah sel dan

peningkatan percabangan mri, sebagai bentuk adapatasi terhadap suplai oksigen

yang berkurang. Selain itu, pada arteri endometrial ibu teqadi penambahan diameter

dan peningkatan aliran darah (Rockwell et al. 2003). Dengan mekanisme tersebut,

(18)

METODE

Lokasi Pengambilan Sampel

Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Yaitu selama bulan Mei, Juni dan Juli

tahun 2001 (Lestari 2001) dan bulan Juni tahun 2004 hingga bulan Februari tahun

2005. Pengambilan sampel dilakukan di tiga tempat yang mempunyai ketinggian berbeda, yaitu tempat dengan ketinggian di atas 1200 m dpl, *SO0 m dpl dan daerah pesisir dengan ketinggian *O m dpl. Tempat-tempat tersebut adalah Desa Katekan, Kecamatan Ngadiirejo, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah yang

merupakan desa tertinggi di

kaki

Gunung Sindoro, yang berada pada ketinggian di

atas 1200 m dpl. Desa Selopampang dan Desa B u l q Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah, yang berada pada ketinggian *SO0 m dpl, dan juga Kelurahan Mega Mendung, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kemudian Kecamatan Cipari, Kecamatan Cilacap Tengah dan Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap, F'rovinsi Jawa Tengah, yang merupakan daerah pesisir.

Wawancara

Wawancara dilakukan secara non formal dan bertahap dengan mendatangi rumah penduduk, sambil menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan meminta ijin kepada keluarga probandus. Peneliti berupaya menggali sebanyak mungkin informasi dari ibu melahirkan dan keluarganya mengenai riwayat persalinan sebelumnya, kesehatan, ekonomi, tingkat pendidikan dan hal-hal lainnya. Peneliti juga menjelaskan tujuan penelitian ini terhadap jasa medis seperti bidan, perawat dan komponen Puskesmas setempat, juga terhadap pemuka masyarakat.

(19)

Pengukuran Sampel

Plasenta yang diukur hams memenuhi syarat sebagai berikut: plasenta lahir

secara utuh dan mempakan plasenta yang sehat, memiliki tali pusar yang

mengandung dua arteri dan satu vena, berat lahir bayi lebih besar dari 2500 g, bukan kelahiran kembar, lahir cukup umur, ibu dan bayi yang dilahirkan dalam keadaan

hidup dan sehat, dan dua generasi sebelurnnya mempakan penduduk asli daerah

tersebut. Peneliti bempaya menunggu proses melahirkan hingga bayi ' dan

plasentanya selesai dilahirkan. Jika tidak dapat menyaksikan proses persalinan maka plasenta secepatnya diamati, ditimbang dan diukur tidak lebih dari enam jam sejak kelahirannya. Peneliti berupaya mengambil sedikit bagian plasenta untuk pengamatan histologis, tetapi karena waktu penyimpanan spesimen terlalu lama maka spesimen menjadi rusak clan tidak dapat diamati.

Plasenta berbentuk hampir bulat, dengan ketebalan yang tidak merata, sehingga

diambil satu ukuran dengan jangka sorong yang dianggap mewakili tebal plasenta.

Diameter plasenta diukur dengan meteran. Pengukuran berat plasenta menggunakan

timbangan Lion Star berkapasitas 2 kg dengan sensitivitas 10 g, dalam keadaan plasenta masih hangat setelah dilahirkan dan belum dicuci. Tali pusar dipotong menggunakan gunting plasenta oleh peneliti, dan dibatasi sepanjang 10 cm dari tempat perlekatannya dengan plasenta, untuk menghindari bias pada pengukuran berat plasenta (Yetter 1998). Pengukuran berat dan panjang bayi dilakukan oleh bidan.

(20)

HASIL

Selama penelitian ini berlangsung, didapatkan data dari sejumlah 264 ibu yang melahirkan. Sebanyak 153 data dihasilkan dari ketinggian 0 m dpl, 61 data dihasilkan dari ketinggian 800 m dpl,

dan

50 data dihasilkan dari ketinggian di atas 1200 m dpl. Pada penelitian ini didapat rataan usia ibu ialah 26,89 tahun dan rataan usia ayah ialah 30,71 tahun. Rataan tinggi ibu ialah 154,18 cm dan rataan tinggi ayah ialah 162,45 cm. Kemudian digunakan juga data yang telah diambil oleh peneliti selama bulan Mei, Juni

dan

Juli 2001, yaitu sebanyak 37 data ibu melahirkan (Lestari 2001). Dengan rincian sebanyak 23 data dari ketinggian 0 m dpl, dan 14 data dari ketinggian 800 m dpl. Pada penelitian 2001 belum dilakukan pengambilan sampel pada ketinggian

di

atas 1200 m dpl. Total data dari ibu melahirkan yang dianalisis pada penelitian

ini dan

penelitian tahun 2001 ialah sebanyak 301.

Jumlah kelahiran bayi

dan

jenis kelamin bayi yang digunakan dalam analisis, ditunjukkan dalam Tabel 1

di

bawah

ini.

Tabel 1 Jumlah kelahiran

bayi

berdasarkan jenis kelamin clan ketinggian tempat

Ketinggian (m dpl) 0 800 1200 0 800 1200

Perempuan 72 36 27 13 6 0

Laki-laki 8 1 25 21 10 8 0

Jumlah 153 61 50 23 14 0

Pada penelitian

ini

di daerah pesisir dengan ketinggian 0 m dpl, dijumpai ibu dengan kehamilan yang pertama sebanyak 79 orang, ibu dengan kehamilan yang kedua sebanyak 59 orang, ibu dengan kehamilan yang ketiga sebanyak 23 orang, ibu dengan kehamilan yang keempat sebanyak 5 orang, ibu dengan kehamilan yang kelima sebanyak 6 orang, ibu dengan kebamilan yang keenam sebanyak 1 orang, ibu dengan kehamilan yang ketujuh sebanyak 2 orang, ibu dengan kehamilan yang kedelapan sebanyak 1 orang, dan sebanyak 3 orang ibu pemah mengalami keguguran. Di daerah dengan ketinggian 800 m dpl, dijumpai ibu dengan kehamilan

(21)

yang pertama sebanyak 37 orang, ibu dengan kehamilan yang kedua sebanyak 20 orang, ibu dengan kehamilan yang ketiga sebanyak 10 orang, ibu dengan kehamilan yang keempat sebanyak 3 orang, ibu dengan kehamilan yang kelima sebanyak 2 orang, ibu dengan kehamilan yang keenam sebanyak 3 orang, dan sebanyak 2 orang ibu pernah mengalami keguguran. Di daerah dengan ketinggian di atas 1200 m dpl dijumpai ibu dengan kehamilan yang pertama sebanyak 22 orang, ibu dengan kehamilan yang kedua sebanyak 15 orang, ibu dengan kehamilan yang ketiga sebanyak 7 orang, ibu dengan kehamilan yang keempat sebanyak 3 orang, ibu dengan kehamilan yang kelima sebanyak 2 orang, ibu dengan kehamilan yang

keenam sebanyak 1 orang, dan sebanyak 3 orang ibu pemah mengalami keguguran.

Berat Bayi

Kisaran dan rataan berat bayi, berat plasenta dan tebal plasenta berdasarkan jenis kelaminnya pada ketiga ketinggian ditunjukkan oleh Tabel 2. Uji statistik

berupa Student's t-Test dilakukan

untuk

mengetahui apakah terjadi fenomena

dimorfisme kelarnin, yaitu perbedaan antara berat lahir, berat plasenta dan tebal plasenta antara bayi perempuan dengan bayi laki-laki. Pada ketinggian 0 m dpl, berat

bayi perempuan sama besamya dengan berat bayi laki-laki (uji-t: P = 40,3%). Pada

ketinggian 800 m dpl, berat bayi perempuan juga sama besamya dengan berat bayi laki-laki (uji-t: P = 29,9%), begitupun pada ketinggian di atas 1200 m dpl, berat bayi perempuan sama besamya dengan berat bayi laki-laki (uji-t: P = 7,7%). Tidak te rjadi perbedaan antara berat lahir bayi perempuan dengan berat lahir bayi laki-laki pada ketiga ketinggian.

(22)

Tabel 2 Kisaran berat

bayi,

berat plasenta, tebal plasenta dan dimofisme kelamin

Berat Bayi (g) Berat Plasenta (g) Tebal Plasenta (cm) 0 m dpI Perempuan Rataan 3187 55 1 1,88 Laki-laki Ki~aran 2500 - 4500 300 - 1000 1,l -3,O Rataan 3237 573,3 1,93 800 m dpl Perempuan Ki~aran 2450 - 4300 500

-

900 1,5 - 3,O Rataan 3220 636,3 2,26

Kisaran 2300

-

4300 500 - lo00 1,5 - 3,O

Rataan 3336 698,6 2,36

di atas 1200 m dpl Perempuan

Ki~aran 2500 - 4000 500 - 1000 2,O - 3,O

Rataan 3139 601,l 2,35

Kisaran 2900

-

4100 500 - 950 2,O - 3,O

Rataan 3350 6549 2,38

Probabilitas Statist* (%)

0 m dpl 40,3 18,s 38,2

800 m dpl 29,9 1,7 35,7

(23)

Analisis selanjutnya menggunakan Uji Tukey yang bertujuan untuk mengetahui te jadinya perbedaan berat bayi, berat plasenta dan tebal plasenta antara ketinggian 0 dengan 800 m dp1, antara ketinggian 0 dengan 1200 m dpl, dan antara

ketinggian 800 dengan 1200 m dpl. Dari uji Tukey (Tabel 3) diketahui bahwa berat

bayi pada ketinggian 0, 800 dan di atas 1200 m dpl tidak berbeda, dan berada pada kisaran yang sama, baik pada bayi perempuan maupun bayi laki-laki.

Berat Plasenta

Berat plasenta bayi perempuan di ketinggian 0 m dpl berada pada kisaran 300-

800

gram

dengan rataan 551

gram,

sedangkan berat plasenta bayi laki-laki berada

pada kisaran 300-1000 gram, dengan rataan 573,7 gram. Berat plasenta bayi

perempuan di ketinggian 800 m dpl berada pada kisaran 500-900 gram dengan

rataan 636,3

gram,

sedangkan berat plasenta bayi laki-laki berada pada kisaran 500-

1000 gram dengan rataan 698,6 gram. Berat plasenta bayi perempuan pada

ketinggian di atas 1200 m dpl berada pada kisaran 500-1000 gram dengan rataan 601,l gram, sedangkan berat plasenta bayi laki-laki berada pada kisaran 500-950 gram dengan rataan 650,9 gram (Tabel 2).

Pada ketinggian 0 m dpl, berat plasenta bayi perempuan sama besarnya dengan berat plasenta bayi laki-laki (uji-t: P = 18,8%). Pada ketinggian 800 m dpl, berat

plasenta bayi perempuan hanya berbeda sedikit dari berat plasenta bayi laki-laki (uji-t: P = 1,7%), sedangkan pada ketinggian di atas 1200 m dpl berat plasenta bayi perempuan sama besarnya dengan berat plasenta bayi laki-laki (uji-t: P = 12,7%). Untuk analisis selanjutnya, dianggap tidak ada perbedaan antara berat plasenta bayi laki-laki dengan plasenta bayi perempuan.

Uji Tukey (Tabel 3) menunjukkan bahwa berat plasenta di ketinggian 0 berbeda dengan berat plasenta di ketinggian 800 m dpl. Berat plasenta pada ketinggian 0 juga berbeda dengan berat plasenta pada ketinggian di atas 1200 m dpl, sedangkan berat plasenta pada ketinggian 800 dan di atas 1200 m dpl tidak menunjukkan perbedaan.

(24)

Tebal Plasenta

Tebal plasenta bayi perempuan di ketinggian 0 m dpl berada pada kisaran 1-3 cm dengan rataan 1,88 cm, sedangkan tebal plasenta bayi laki-laki berada pada kisaran 1,5-3,O cm dengan rataan 1,93 cm. Tebal plasenta bayi perempuan di ketinggian 800 m dpl berada pada kisaran 1,5-3,O cm dengan rataan 2,26 cm, sedangkan tebal plasenta bayi laki-laki berada pada kisaran 1,5-5,O cm dengan rataan 2,36 cm. Tebal plasenta bayi perempuan pada ketinggian di atas 1200 rn dpl berada pada kisaran 2-3 cm dengan rataan 2,35 cm, sedangkan tebal plasenta bayi laki-laki berada pada kisaran 2-3 dengan rataan 2,38 cm (Tabel 2). Pada ketinggian 0 m dpl, tebal plasenta bayi perempuan sama besarnya dengan tebal plasenta bayi laki-laki (uji-t: P = 38,2%). Pada ketinggian 800 m dpl, tebal plasenta bayi perempuan juga sama besarnya dengan tebal plasenta bayi laki-laki (uji-t: P = 35,7%), begitupun

halnya pada ketinggian di atas 1200 m dpl, tebal plasenta bayi perempuan sama besarnya dengan tebal plasenta bayi Iaki-laki (uji-t: P = 75,2%).

Hasil uji Tukey yang diperlihatkan oleh Tabel 3 menunjukkan terjadinya perbedaan ketebalan plasenta antara ketinggian 0 dengan 800 m dpl, dan antara ketinggian 0 dengan di atas 1200 m dpl, sedangkan pada ketinggian 800 dan di atas

1200 m dpl tidak terjadi perbedaan ketebalan plasenta.

Tabel 3 Probabilitas statistik untuk perbedaan ketinggian bagi berat bayi, berat plasenta dan tebal plasenta (Uji Tukey)

0 vs 800 m dpl 0 vs 1200 m dpl 800 vs 1200 m dpl Berat Bayi

Perempuan (Oh) 68,5 68,5 68,5

Berat Plasenta

Perempuan

(YO)

0,1 6,O 23,s

Laki-laki

(Oh)

0,o 16,O 19,6

Tebal Plasenta

Perempuan (Oh) 0,o 0,o 34,3

(25)

PEMBAHASAN

Berat Bayi

Uji statistik (Tabel 2) menyatakan bahwa tidak terjadi perbedaan pada berat bayi perempuan dan laki-laki. Pada ketinggian 0 m dpl (Gambar la, 2d), 800 m dpl (Gambar lb, le), dan di atas 1200 m dpl (Gambar lc, If), berat bayi perempuan sama besarnya dengan berat bayi laki-laki. Dapat dikatakan bahwa tidak terdapat dimorfisme kelamin pada berat bayi maupun berat plasenta pada ketiga ketinggian, atau dapat diiatakan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi berat plasenta dan berat bayi. Ketinggian Tempat (rn dpl) 0 0 c , 2 m 35W m 4 m Berat Bayi (g)

Gambar 1 Variasi berat bayi dan berat plasenta manusia pada tiga ketinggian.

Pada tahun 1984, Glinka melaporkan bahwa di Flores, Indonesia, berat bayi laki-laki lebih besar daripada bayi perempuan, walaupun tidak selamanya fenomena

ini berlangsung demikian. Sebaliknya, Lurie, Michael & Yaakov (1999) melaporkan

(26)

banyak ha1 seperti gizi, kondisi sosial ekonomi, faktor lingkungan dan psikologis, riwayat kesehatan ibu dan berat lahir ibu; tidak dipengamhi oleh jenis kelamin bayi. Tidak terjadinya dimorfisme kelamin temtama untuk berat lahir bayi pada penelitian ini, kemungkinan disebabkan mayoritas responden memiliki kesadaran yang tinggi akan sarana kebersihan tempat tinggal mereka, kesehatan dan pendidikan anak- anaknya. Selama kehamilan semua responden selalu mentaati jadwal konsultasi kesehatan mereka kepada bidan setempat. Hubungan masyarakat dengan bidan memegang peranan yang sangat besar terhadap tingkat keberhasilan ibu melahirkan dengan selamat, begitupun dengan bayinya. Ketersediaan suplai vitamin dari Puskesmas setempat selalu mencukupi, dan responden secara teratur mengkonsumsi suplai vitamin tersebut.

Status sosial ekonomi responden berada dalam taraf cukup, dengan penghasilan bulanan mereka sama atau sedikit lebii tinggi dari Upah M i m u m Regional (Uh4R).

UMR untuk Kabupaten Temanggung adalah sebesar Rp 455000 (Depnaker 2004) dan Kabupaten Cilacap sebesar Rp 450000 (Depnaker 2003). Walaupun penghasilan mereka hanya sedikit di atas rata-rata UMR yang ditetapkan per Kabupaten, tetapi dengan keadaan sosial ekonomi yang cukup, maka status kesehatan mereka pun tergolong baik. Rataan pengeluaran bulanan masyarakat Temanggung untuk biaya pendidikan anak-anaknya, yaitu sebesar Rp 90000. Pengeluaran untuk pangan sebesar Rp 110000, dan untuk kesehatan Rp 65000. Rataan pengeluaran bulanan masyarakat Cilacap lebii tinggi daripada Temanggung. Pengeluaran untuk p e n d i d i sebesar Rp 125000, untuk pangan Rp 150000 dan untuk kesehatan Rp 80000. Mereka mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan selalu membawa anggota keluarga yang sakit untuk mendapatkan pertolongan dari jasa medis. Pada penelitian ini tidak didapat informasi mengenai berat lahir ibu, sebab pada umumnya mereka tidak memilii pengetahuan mengenai hal tersebut.

Berat bayi pada ketiga ketinggian tidak menunjukkan perbedaan (Tabel 3). Hal ini berbeda dengan penelitian Giussani et a1 di Bolivia dengan ketinggian tempat 3500 m dpl pada tahun 2001, yang mendapatkan hasil bahwa berat lahir dan bentuk tubuh bayi lebih banyak dipengaruhi oleh ketinggian tempat dibandingkan status ekonomi keluarga. Oleh karena itu pada daerah dataran tinggi, bayi memiliki berat

(27)

ekonomi keluarga. Oleh karena itu pada daerah dataran tinggi, bayi memiliki berat lahir yang rendah walaupun berasal dari keluarga dengan kemampuan ekonomi menengah ke atas. Sedangkan di dataran rendah berat lahir bayi urnumnya dipengaruhi oleh status ekonomi keluarga. Sepertinya fenomena yang terjadi pada penelitian ini jauh lebih mendekati asurnsi Stephenson & Symonds (2002), yaitu bahwa berat bayi antara lain dipengaruhi oleh gizi, kondisi sosial ekonomi, faktor lingkungan dan psikologis, dan riwayat kesehatan ibu. Pada penelitian ini mayoritas responden walaupun bukan berada pada status sosial menengah ke atas, tetapi mereka berada pada status sosial ekonomi yang cukup dengan parameter penghasilan

yang didapat sama besarnya atau sedikit lebih tinggi dari UMR.

Berat Plasenta

Begitu pula halnya dengan berat plasenta, ternyata tidak terjadi perbedaan berat plasenta bayi perempuan dengan laki-laki (Tabel 2). Berat bayi merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi berat plasenta, sebab pembentukan plasenta sebagian besarnya merupakan kontribusi dari bayi bukan dari ibu. Dari uji Tukey

(Tabel 3) dapat diambil kesimpulan yang semakin menguatkan dugaan bahwa

perbedaan pada plasenta mulai terjadi di ketinggian 800 m dpl, sebab pada ketinggian 800 dan 1200 m dpl tidak tejadi perbedaan berat plasenta. Kemudian semua data pada ketinggian 800 dan 1200 m dpl digabungkan, sehingga kini hanya ada dua tipe plasenta. Kedua tipe tersebut terbagi atas: plasenta dataran rendah, yaitu plasenta yang berasal dari daerah dengan ketinggian 0 m dpl; dan plasenta dataran

tinggi, yaitu plasenta yang berasal dari daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl

(Gambar 2).

Plasenta dataran tinggi (Gambar 2b, 2d) memiliki kisaran yang lebih tinggi dibanding plasenta dataran rendah (Gambar 2% 2c). Di dataran tinggi, berat plasenta cenderung tinggi walaupun bayi lahir dengan berat rendah. Selama pertumbuhannya di dalam rahim janin membutuhkan oksigen jauh lebih besar dibandingkan kebutuhan oksigen orang dewasa normal, baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi. Keadaan ini menuntut tersedianya oksigen dalam jumlah besar bagi janin.

(28)

Oleh karena itu janin memiliki adaptasi berupa meningkatnya berat plasenta, dan adaptasi hemopoetik berupa hb-fetal yaitu hemoglobin yang sangat tinggi afinitas pengikatannya terhadap oksigen. Di dataran tinggi janin menghadapi kondisi lingkungan yang cukup berat, dengan terjadiiya penurunan oksigen terlarut di udara yang dihirup ibunya. Janin pun membutuhkan mekanisme adaptasi lain untuk mencukupi kebutuhan oksigennya, yaitu melalui plasenta. Menurut hasil penelitian Genbacev et al. (1997) di dataran tinggi, plasenta akan term tumbuh dan berkembang hingga saat plasenta dilahirkan, sedangkan pada dataran rendah plasenta akan tumbuh dengan sangat lambat bahkan berhenti tumbuh setelah usia kehamilan lima bulan.

25Op 30W 3500 40W 45W

Berat Bay1 (g)

Ketinggian Tempat

Garnbar 2 Variasi berat plasenta manusia pada dua ketinggian. o m @

Dari h a i l penelitian Ali (1997) juga diketahui bahwa pada plasenta dataran

800-12WmdpI

tinggi sepanjang usia kehamilan akan t e n s melakukan pertumbuhan pada pembuluh

25W 30W 3MO 40W 4500

darah janin berupa bertambahnya jumlah sel sitotrofoblas, tetapi tanpa meningkatkan volume sel; peningkatan percabangan vili, penambahan ukuran dan lipatan-lipatan vili. Peningkatan jumlah dan ukuran vili pada pembuluh darah janin

(29)

menyebabkan bertambahnya luasan penyerapan oksigen pada ruang antar vili yang mengandung darah ibu (Gambar 3).

Zamudio (2003) juga menyatakan bahwa pada plasenta dataran tinggi te rjadi peningkatan jumlah arteri dua kali lebih banyak dibanding plasenta dataran rendah; juga peningkatan vaskularisasi vili yang ditandai dengan penarnbahan tebal plasenta, dan penipisan membran vili yang akan meningkatkan laju saturasi hb-Fetal dan meningkatkan kapasitas difusi oksigen. Sedangkan Guyton (1991) menduga plasenta

dataran tinggi mengalami peningkatan jumlah dan

u k m

kapiler sehingga

memperbesar kesempatan terjadinya difusi oksigen.

Semua fenomena adaptasi yang disebutkan di atas memberi pengaruh yang besar pada berat plasenta, sehingga

di

dataran tinggi bayi dengan berat lahir kecil memiliki plasenta dengan berat yang tinggi. Angka rasio perbandingan berat kayi dengan berat plasenta menjadi menurun nilainya di daerah dataran tinggi. Pada penelitian ini, dilakukan jllga p?ri$lItungan rasio perbandingan berat bayi dengan berat plasenta per individu.

01

dataran refidah rasio perbandingan berat bayi dengan berat plasenta ialah sebesar 6,05, dan di dataran tinggi sebesar 5,l. Sama dengan hasil penelitian Lurie, Michael & Yaakov (1999) yang rnenemukan bahwa dalam keadaan normal, di daerah dataran rendah rasio perbandingan berat bayi dengan berat plasenta berada pada nilai 5,6.

(30)

Vili Korionik

(31)

Tebal Plasenta

Analisis selanjutnya dilakukan untuk mengetahui perbedaan ketebalan plasenta pada ketiga ketinggian. Hal ini dilakukan, karena sesungguhnya pertambahan berat plasenta berhubungan erat dengan pertambahan tebal plasenta. Atau dengan kata lain, mekanisme adaptasi pada plasenta dataran tinggi menyebabkan terjadinya perubahan pada tebal plasenta, yang pada akhirnya akan mempengaruhi berat

plasenta. Uji Tukey (Tabel 3) menunjukkan te rjadinya perbedaan ketebalan plasenta

antara ketinggian 0 dengan 800 m dpl, dan antara ketinggian 0 dengan di atas 1200 m dpl. Pada ketinggian 800 dan di atas 1200 m dpl tidak terjadi perbedaan ketebalan plasenta Kemudian dilakukan penggabungan data tebal plasenta pada ketinggian 800 dengan ketinggian di atas 1200 m dpl.

Pada ketinggian 0 m dpl (Gambar 4a), penambahan berat plasenta selalu sejalan dengan penambahan tebal plasenta. Pada plasenta dataran tinggi, yaitu plasenta pada daerah dengan ketinggian 800 dan di atas 1200 m dpl (Gambar 4b), plasenta dengan berat rendah pun memiliki tingkat ketebalan yang besar. Hal ini disebabkan oleh kadar oksigen terlarut di udara yang semakin menipis pada daerah dataran tinggi (Baker 1996), sedangkan janin membutuhkan oksigen dalam jumlah lebih banyak dari yang dibutuhkan manusia dewasa. Menurut Fox (2002) pada ketinggian 0 m dpl tekanan oksigen pada arteri ialah sebesar 100 mmHg, sedangkan

di ketinggian 1500 m dip1 tekanannya

turun

menjadi 75-81 mmHg. Tekanan oksigen

yang rendah di dataran tinggi menimbulkan stimuIus pada tubuh untuk meningkatkan produksi sel darah merah. Sebagai bentuk adaptasi lain terhadap kebutuhan oksigen yang meningkat, maka plasenta dataran tinggi mengalami peningkatan vaskularisasi vili, penambahan jumlah, ukuran dan lipatan-lipatan kapiler, yang pada akhimya akan mempengaruhi ketebalan plasenta (Zamudio 2003). Dengan bertambahnya lipatan-lipatan kapiler, maka kesempatan difusi oksigen akan semakin besar dan kebutuhan oksigen janin dapat terpenuhi. Penambahan jumlah sel dan lipatan-lipatan kapiler pada korion frondosum (Gambar 6 ) tentunya membutuhkan ruang untuk perkembangannya (Ali 1997). Ruang yang dimaksud adalah tebal plasenta, sehingga pada plasenta dataran tinggi terjadi penambahan tebal seiring dengan peningkatan lipatan-lipatan kapilemya.

(32)

K W a n Tempat Omdp(

I

m-tDJrnW 3 M ) U Y ) m 8 0 0 7 m a m t c o i c o J

2

-(a) 0 - 0 0 0 0 0 0 - 0 0 (a) e 0 I ..-. S X - (I 0 0 0 0 0 0 0 m 0 0 0 0 o o r n o o o o 0 0 @ I 0 - 0

,

~~

-

; ~. I 4 I I I I I I ~ 4 0 3 m m 7 W ~ ~ l c o J Berat Plasenta (g)

(33)

SIMPULAN

Berat bayi, berat plasenta dan tebal plasenta tidak berbeda antara bayi laki-laki dengan bayi perempuan. Berat bayi manusia pada ketinggian 0,800 dan di atas 1200 m dpl tidak berbeda, dan berada pada kisaran yang sama. Plasenta pada ketinggian 0 dan 800, serta 0 dan di atas 1200 m dpl berbeda berat dan tebalnya. Plasenta pada daerah ketinggian di atas 800 m dpl lebih berat dan lebih tebal daripada plasenta daerah pesisir. Sehingga pada penelitian ini plasenta dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu plasenta dataran rendah yang merupakan plasenta dari daerah dengan ketinggian tempat 0 m dpl, dan plasenta dataran tinggi yang merupakan plasenta dari daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Plasenta dataran tinggi mengalami peningkatan vaskularisasi vili, penambahan jurnlah, ukuran dan lipatan-lipatan

kapiler, yang pada akhirnya akan mempengaruhi penambahan berat dan ketebalan

plasenta

Saran

Sebaiknya dilakukan lebih beragam lagi penelitian mengenai plasenta manusia. Agar dapat diietahui fenomena-fenomena lain yang ada pada plasenta, yang masih belum terungkap, mengingat pentingnya peran plasenta bagi kesehatan dan perkembangan janin, dan dari sebuah plasenta bisa didapatkan berbagai intormasi genetik maupun non genetik yang sangat penting artinya bagi kesehatk dan perkembangan janin.

(34)

DAFTAR

PUSTAKA

Alexander et al. 2001. Pre-eclampsia: L i g placenta ischaemia with cardiovascular-renal dysfunction. News Physiol Sci 16:282-286.

Ali, KZM. 1997. Stereological study of the effect of altitude on the trophoblast cell populations of human term placental villi. Placenta 5/6(18):447-450. Baker PT. 1996. Human adaptations to the physical environment. Di dalam:

Steve J, Robert M, David P, editor. The Cambridge Encyclopedia of Human Evolution. Cambridge: Cambridge University Press.

[Depnaker] Depattemen Tenaga Kerja. 2003. Keputusan Menteri Tenaga Ke rja tentang Upah Minimum Regional. Cilacap : Depnaker.

[Depnaker] Depattemen Tenaga Ke rja. 2004. Keputusan Menteri Tenaga Ke rja tentang Upah Minimum Regional. Temanggung : Depnaker.

Fox

H.

1997. Aging of the placenta. Arch Dis ChildFetal Neonat 77:F171-175. Fox SI. 2002. Humanphysiology

Th

ed. New York: McGraw-Hill.

Frisancho AR 1975. Adaptation to high altitude hypoxia Science 41 74(187):313- 319.

- .. .

Genbacev et al. 1997. Regulation of human placental development by oxygen tension. Science 277:1669-1672.

Giussani et al. 2001. Effect of altitude versus economic status on birth weight and body shape at b i d . Pediatr Res 49(4):490-494.

G l i i J. 1984. Norma-norma berat dan panjang badan an&-anak baru lahir di Flores Tengah. B Bioanthrop Zndon V(1):31-34.

Guyton AC. 1991. Fisiologi manusia dun mekanismepenyakit. Andrianto P, penerjemah Ed ke-3. Jakarta: EGC. Terjemahan dark Human Physiology and Disease Mechanism.

Kliman HJ. 1993. The placenta revealed. Am JPath 143:332-336.

Kliman

W,

Segel L. 2003. The placenta may predict the baby. JTher Biol 225: 143-145.

Lestari, DK. 2001. Variasi berat plasenta manusia pada dua ketinggian tempat berbeda [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Lurie S, Michael F, Yaakov M. 1999. Human fetal-placental weight ratio in normal singleton pre-term pregnancy. Gynecol Obstet Invest 48:155-157.

Moore KL, Persaud TVN. 1993. The Developing Human 5Ih ed. Philadelphia: WB Saunders Company.

Rockwell et al. 2003. Human physiological adaptation to pregnancy: inter- and intraspecific perspectives. Am JHum Biol15:330-341.

Samaja, Michele. 1997. Blood gas transport at high altitude. Respiration 64(6):422-428.

Stephenson T, Symonds ME. 2002. Maternal nutrition as a determinant of birth weight. Arch Dis Child Fetal Neonat 86:F4-F6.

Wiyono, S V. 2005. Plasenta dalam kosmetika anda. JHaIaI 5 6 0 9 - 1 1. Yetter, J F. 1998. Examination of the placenta. Am Family Physician

5(57):1045-1054.

(35)
(36)

Lampiran 1 Plasenta manusia permukaan maternal

(http:Nlibrary.med.utah.edu/WebPath/PLACHTMLPLACO32.hml)

Pembuluh

----

Tali Pusar -.-

Lampiran 2 Plasenta manusia permukaan fetal.

(37)

Janin-

Cairan

-

amnion

Lampiran

--

Janin manusia 9 minggu, di dalarn kantung amnion, dan plasentanya.

Gambar

Tabel 2  Kisaran berat  bayi,  berat plasenta,  tebal plasenta  dan dimofisme  kelamin
Gambar 1  Variasi berat bayi dan berat plasenta manusia pada tiga ketinggian.
Gambar  4  Hubungan  berat  plasenta dengan tebal plasenta.

Referensi

Dokumen terkait

Survei dilakukan di berbagai lokasi tanaman sayuran di daerah Jawa Barat berdasarkan ketinggian tempat yaitu dataran tinggi dengan ketinggian (lebih dari 800 m dpl), dataran

untuk mewakili wilayah dataran rendah dengan ketinggian 200 m dpl, Desa Tajur Halang untuk mewakili wilayah dataran sedang dengan ketinggian 620-720 m dpl dan Desa

Pada dataran rendah (Klaten) tinggi tanaman dan berat basah lebih tinggi dibandingkan pada dataran tinggi (Tawangmangu), sedangkan berat kering pada umbi putih di

Hasil penelitian yang telah dilakukan dengan perlakuan ketinggian tempat 1000 m dpl menunjukkan bahwa periode tumbuh aktif tanaman porang terlama yaitu 160

Bambu dapat dijumpai pada dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 0-2000 m dpl, menyukai tempat terbuka dan terkena sinar matahari langsung, dan dapat tumbuh

Komunitas mamalia pada hutan dataran rendah yang dibandingkan dengan hutan subalpin yang lebih tinggi dari hutan pegunungan memiliki nilai sebesar 0,14.. Perubahan ketinggian

Topografis Kabupaten Kotawaringin Barat digolongkan menjadi 4 bagian dengan ketinggian antara 0-500 m dari permukaan laut dan kemiringan antara 0-40 persen, yaitu dataran, daerah

Bobot Badan, Lingkar Dada, dan Panjang Badan sapi Bali jantan pra sapih pada ketinggian tempat yang berbeda di Kabupaten Lombok Timur berbeda nyata antaran sapi di dataran rendah dan