• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menerjemahkan merupakan salah satu cara untuk menyampaikan pesan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menerjemahkan merupakan salah satu cara untuk menyampaikan pesan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menerjemahkan merupakan salah satu cara untuk menyampaikan pesan yang berupa pengetahuan ataupun informasi dari bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa), dengan memperhatikan kesepadanan dan kewajaran dari BSu ke dalam BSa, sehingga pembaca atau pendengar bisa menangkap pesan yang dimaksudkan oleh penulis atau penutur.

Kemampuan penerjemah juga selayaknya didukung wawasan sosial dan budaya. Dengan wasawan tersebut, hasil dari menerjemahan akan terasa mudah dipahami oleh pembaca atau pendengar. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Kridalaksana (1993: 128) bahwa “terjemahan harus memperlihatkan bahwa penerjemah mempunyai kemampuan yang tinggi dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran, pengetahuan yang cukup tentang materi yang diterjemahkannya, tentang konteks sosio-kultural BSu dan BSa, dan menguasai metode dan teknik penerjemahan”. Pada dasarnya seorang penerjemah harus memiliki kemampuan yang diperlukan dalam menerjemahkan yaitu kemampuan memecahkan masalah. Masalah praktis yang dihadapi, yakni ketika seorang penerjemah tidak paham makna kata, kalimat, atau paragraf sehingga tidak memahami pesannya dan ketika penerjemah mengalami kesulitan menerjemahkannya meskipun sudah memahami teks sumbernya.

Ini berarti bahwa untuk dapat menerjemahkan, seseorang harus mengetahui seluk beluk penerjemahan, di antaranya prosedur, ideologi, metode, dan

(2)

teknik penerjemahan (Amalia, 2007: 20). Maka hal ini perlu perhatian khusus karena dari ideologi yang dipakai penerjemah dalam menerjemahkan objek terjemahan akan menghasilkan terjemahan yang condong ke bahasa sumber atau bahasa sasaran.

Dewasa ini, penelitian yang mengkaji teknik, metode dan ideologi penerjemahan sudah banyak dikaji, salah satu contohnya penelitian yang pernah dikaji oleh Anshori (2010) mengkaji Buku Economic Concepts of Ibn Taimiyah. Dari penelitian buku tersebut, bahasa sumber adalah bahasa Inggris sedangkan bahasa sasaran adalah bahasa Indonesia. Adapun dalam penelitian ini, objek berupa buku berjudul Risa@@lah Ila@ Syaba@bil-Ummah dalam BSu (bahasa Arab) dan buku terjemahannya berjudul “Menjadi Pemuda Peka Zaman”. Buku Risa@@lah Ila@ Syaba@bil-Ummah merupakan buku motivasi yang dipadukan dengan ayat-ayat suci Al-Qur‟a@n, Hadi@ts dan kisah para sahabat Nabi. Sehingga banyak ditemukan istilah-istilah Islam, di antaranya seperti mukallaf, baligh, ma‟rakah. Penerjemahan istilah-istilah tersebut dibutuhkan ketelitian karena perbedaan berkenaan dengan segi sosial dan budaya antara BSu ke dalam BSa, yaitu antara budaya Arab dengan budaya Indonesia sangat berbeda. Hal lain yang melatarbelakangi peneliti dalam penerjemahan adalah dua model penekanan yang bersifat teknis dari dua sisi, yakni penekanan BSu dan penekanan BSa.

Kemudian, dalam penelitian ini, telah ditemukan salah satu contoh kasus teknik penerjemahan dalam satuan bahasa yang berupa kalimat.

BSu:

/

fa@ja'ani@ wa huwa yaqu@lu biinfi’a@lin syadi@din ‘alal-‘aksi min dzalika tama@man ya@ duktu@r . (Al-Sirjani, 1995: 2)

(3)

BSa: Saya sangat terkejut, tatkala ia berkata dengan penuh emosi, “wahai Doktor, justru sebaliknya! (Hasibuan, 2016: 7)

Pada contoh di atas ditemukan bahwa teknik yang digunakan penerjemah adalah modulasi. Teknik modulasi terjadi pada kata /fa@ja'ani@ diterjemahkan “saya sangat terkejut”, sedangkan jika tidak diterjemahkan dengan menggunakan teknik modulasi, terjemahannya adalah “dia membuatku terkejut”. Peneliti

menganalisis, penggunaan teknik ini dipilih oleh penerjemah supaya lebih mudah dipahami dan diterima pembaca dengan menyesuaikan gaya BSa. Dalam penyesuaian gaya BSa, penerjemah menggunakan pola diterangkan-menerangkan sedangkan terjemahan aslinya mengandung pola menerangkan-diterangkan.

Setelah teridentifikasi salah satu contoh kasus teknik yang dipakai penerjemah maka selanjutnya dapat dianalisis seperti apa kecondongan metode dan ideologi penerjemahan.

B. Pembatasan Masalah

Penelitian ini diorientasikan pada produk atau karya terjemahan. Yaitu buku terjemahan berjudul “Menjadi Pemuda Peka Zaman”, merupakan hasil terjemahan dari buku Risa@lah Ila@ Syaba@bil-Ummah berbahasa Arab. Objek kajian diarahkan pada pemilihan teknik dalam menerjemahkan satuan lingual yang berbentuk kata, frasa, klausa atau kalimat pada hasil terjemahan buku Risa@lah Ila@ Syaba@bil-Ummah. Teknik ini dianggap sangat penting dalam penerjemahan bahasa Arab ke bahasa Indonesia, mengingat struktur bahasa dan budaya yang berbeda antara

(4)

bahasa sumber dan bahasa sasaran, sementara makna yang disampaikan ke bahasa sasaran tidak boleh menyimpang dari bahasa sumber.

Karena penelitian ini diorientasikan pada produk atau karya terjemahan maka pernyataan tentang teknik penerjemahan, metode penerjemahan dan ideologi penerjemahan disimpulkan berdasarkan kajian terhadap produk tanpa mengkaitkannya dengan penerjemah secara langsung dan dengan proses penerjemahan yang telah dilakukan oleh penerjemah.

C. Rumusan Masalah

Sesuai dengan judul penelitian, uraian dalam latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah teknik penerjemahan yang diterapkan pada buku Risa@lah Ila@ Syaba@bil-Ummah ke dalam bahasa Indonesia?

2. Bagaimanakah metode dan ideologi yang diterapkan berdasarkan teknik penerjemahan dalam buku Risa@lah Ila@ Syaba@bil-Ummah ke dalam bahasa Indonesia?

D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan teknik penerjemahan yang diterapkan penerjemah dalam menerjemahkan satuan bahasa pada buku Risa@lah Ila@@ Syaba@bil-Ummah ke dalam bahasa Indonesia,

2. Mengidentifikasi metode dan ideologi yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan buku Risa@lah Ila@ Syaba@bil-Ummah ke dalam bahasa Indonesia.

(5)

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi akademisi penerjemahan bagi praktisi penerjemahan. Adapun manfaat tersebut antara lain: a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada dunia akademis dan para penerjemah khususnya, mengenai teknik, metode dan ideologi pada penerjemahan teks bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia.

b. Manfaat Praktis

1. Dimanfaatkan para pembaca buku terjemahan agar lebih cermat dan kritis menilai terjemahan sehingga tidak sekadar menerima hasil terjemahan semata.

2. Memberikan pandangan bagi penerjemah, khususnya penerjemah buku bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia agar lebih teliti dalam hal teknik penerjemahan, metode penerjemahan dan ideologi penerjemahan.

F. Landasan Teori 1. Teori Penerjemahan

a. Pengertian Penerjemahan

Penerjemahan adalah suatu upaya untuk menyampaikan pesan dari teks BSu ke dalam teks BSa. Oleh karena itu, kita tidak dapat melihat penerjemahan sebagai sekedar upaya untuk menggantikan teks dalam BSu ke dalam teks BSa. “Seorang penerjemah tidak mungkin dapat menggantikan teks bahasa sumber (BSu) dengan teks bahasa sasaran (BSa) karena struktur kedua bahasa itu

(6)

pada umumnya berbeda satu sama lainnya. Materi teks BSu juga tidak pernah digantikan dengan materi teks BSa” (Nababan, 2003: 19).

Penerjemahan merupakan representasi teks BSu ke dalam teks BSa dengan memperhatikan kesepadanan makna yang dihasilkan pada terjemahannya. Namun demikian, pada pendapat tersebut unsur budaya kurang menjadi perhatian, padahal penerjemahan merupakan jembatan penghubung antara penulis dan pembaca yang berlatar belakang budaya berbeda. Maka tidaklah berlebihan bila Baker (1992: 5-6) menyatakan kesepadanan makna pada teks BSu dan teks BSa dapat diperoleh pada tingkat tertentu, namun dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor linguistik dan budaya sehingga selalu bersifat relatif.

Merangkum dari dua definisi di atas, peneliti sepakat dengan Kridalaksana (2008: 181) yang mendefinisikan penerjemahan sebagai pengalihan amanat antarbudaya dan/atau antarbahasa dalam tataran gramatikal dan leksikal dengan maksud, efek, atau ujud yang sedapat mungkin tetap dipertahankan. Karena menerjemahkan tidak bisa lepas dari minimal dua unsur budaya yang berbeda, di samping itu, sistem gramatikal yang berbeda sehingga penerjemahan sangat ketelitian dan keahlian khusus.

b. Strategi, Teknik dan Metode Penerjemahan

Untuk mencegah terjadinya kerancuan pemahaman terhadap istilah strategi, teknik dan metode penerjemahan, di sini perlu dijelaskan tentang tiga konsep tersebut. Berikut akan dijelaskan juga bagaimana posisi ketiganya dalam penerjemahan.

Metode penerjemahan adalah tujuan yang hendak dicapai oleh penerjemah dalam terjemahannya. Dengan kata lain, metode penerjemahan adalah cara

(7)

tertentu yang dipilih atau dipercayai oleh penerjemah terhadap sebuah penugasan (Molina & Albir, 2002: 507).

Adapaun Strategi adalah cara yang dipilih untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul selama proses penerjemahan (Nababan, 2007: 55). Sedangkan teknik merupakan aplikasi dari strategi yang langsung berdampak pada tataran mikro teks (kata, frase atau kalimat) (Anshori, 2010: 20). Dengan demikian, kategori teknik penerjemahan diperlukan untuk melihat langkah-langkah nyata yang diambil oleh penerjemah pada tiap satuan mikro teks dan akhirnya akan mendapatkan data mengenai opsi metode umum yang dipilihnya pula (Nababan, 2007: 55).

Dari uraian di atas, dapat ditarik simpulan bagaimana posisi ketiganya dalam penerjemahan. Untuk lebih jelasnya mengenai ketiganya konsep itu akan dipaparkan sebagai berikut.

2. Strategi Penerjemahan

Strategi penerjemahan mencakup kegiatan menyiasati, pemanfaatan akal dan penggunaan keterampilan untuk memecahkan persoalan yang mungkin timbul dalam proses penerjemahan. Metode apapun yang dipilih oleh penerjemah, besar kemungkinan penerjemah tersebut tetap menemui masalah dalam proses penerjemahan. Menurut Molina & Albir (2002: 508), strategi penerjemahan merupakan prosedur (yang disengaja maupun tidak, lisan maupun tertulis) yang digunakan oleh penerjemah untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul selama proses penerjemahan dengan tujuan tertentu dalam pikirannya.

Menurut Suryawinata & Hariyanto (2003: 67), strategi penerjemahan adalah taktik penerjemah untuk menerjemahkan kata atau kelompok kata, atau mungkin

(8)

kalimat penuh apabila kalimat tersebut tidak bisa dipecah lagi menjadi unit yang lebih kecil untuk diterjemahkan. Konsep strategi yang dimaksud mengacu pada teknik yang telah peneliti jelaskan sebelumnya, karena contoh yang digambarkan Suryawinata terjadi pada tataran mikro, sebagaimana penjelasan berikut.

Secara garis besar strategi penerjemahan dibagi dua yaitu, strategi struktural dan strategi semantis. Strategi struktural berkenaan dengan struktur kata atau kalimat yang meliputi (Suryawinata & Hariyanto, 2003: 67-76):

1)Penambahan (addition)

Penambahan di sini adalah penambahan kata-kata di dalam BSa karena struktur BSa memang menghendaki demikian. Penambahan jenis ini bukanlah masalah pilihan tapi suatu keharusan.

Contoh: BSu : Saya Penari. BSa : I am a dancer.

Pada contoh tersebut, kata “am” dan “a” harus ditambahkan demi keberterimaan struktur bahasa sasaran.

2)Pengurangan (Subraction/deletion)

Pengurangan artinya adanya pengurangan elemen struktural di dalam BSa. Contoh: BSu : His wife is a doctor.

BSa : Istrinya dokter.

Pada contoh di atas, kata “is” dan “a” dihilangkan dari BSa. 3)Transposisi (Transposition)

Strategi penerjemahan ini digunakan untuk menerjemahkan klausa atau kalimat. Transposisi umumnya dilakukan karena alasan gaya bahasa. Transposisi mencakup pengubahan bentuk jamak ke bentuk tunggal, posisi kata

(9)

sifat sampai pengubahan struktur kalimat secara keseluruhan (Newmark, 1988: 85). Pemisahan satu kalimat BSu menjadi dua kalimat BSa atau lebih, penggabungan dua kalimat BSu atau lebih menjadi satu kalimat BSa juga termasuk dalam strategi ini. Pengubahan letak kata sifat di dalam frase nomina dan pengubahan dari bentuk kata jamak menjadi tunggal atau sebaliknya merupakan suatu keharusan bagi penerjemah.

Contoh: BSu : Musical instruments can be divided into two basic groups. BSa : Alat musik bisa dibagi menjadi dua kelompok besar.

Pada contoh di atas, letak kata sifat di dalam dua frase nomina “musical instruments” dan “basic groups” diubah letaknya. Hal ini merupakan suatu keharusan mengingat hukum yang berlaku pada BSu (dalam hal ini bahasa Inggris) adalah kata sifat yang berfungsi sebagai unsur menerangkan harus berada di depan unsur yang diterangkan (M-D). Untuk banyak hal, bahasa Indonesia memiliki hukum D-M (diterangkan-menerangkan) sehingga letak kata sifatnya harus diubah. Dalam contoh di atas terdapat juga pengubahan bentuk jamak ke dalam bentuk tunggal, yaitu kata “instruments” (jamak) diterjemahkan menjadi “alat” (tunggal) dan “groups” menjadi “kelompok” saja. Transposisi juga bisa terjadi dalam tataran kalimat.

Contoh: BSu : It is a great mistake to keep silent about the matter.

BSa : Berdiam diri tentang masalah itu merupakan kesalahan besar. Sedangkan strategi semantis (strategi yang dilakukan karena pertimbangan makna) meliputi:

(10)

1)Pungutan (Borrowing)

Pungutan merupakan strategi penerjemahan yang membawa kata BSu ke dalam Teks BSa. Penerjemah sekadar memungut kata BSu yang ada, karenanya strategi ini dinamakan pungutan. Salah satu alasan mengapa strategi ini digunakan adalah untuk menunjukkan penghargaan terhadap kata-kata tersebut. Alasan lain, karena belum ditemuinya padanan di dalam BSa. Pungutan mencakup transliterasi dan naturalisasi. Transliterasi adalah strategi penerjemahan yang mempertahankan kata-kata BSu tersebut secara utuh, baik bunyi maupun tulisannya ke dalam BSa. Sedangkan naturalisasi sudah terjadi adaptasi atau penyesuaian kata dari

BSu ke BSa, sebagaimana contoh berikut. BSu: Shari‟ah

BSa: Syariat

Strategi pungutan ini biasa digunakan untuk kata atau frase yang berhubungan dengan nama orang, nama tempat, nama majalah, nama jurnal, nama lembaga, gelar dan istilah-istilah pengetahuan yang belum ada pada kosakata BSa. 2)Padanan Budaya (Cultural Equivalent)

Strategi ini mengganti kata-kata khas dalm BSu ke dalam kata-kata khas BSa. Karena budaya antara BSu dan BSa mungkin berbeda, maka kemungkinan strategi ini tidak bisa menjaga ketepatan makna. Walaupun demikian strategi ini bisa membuat kalimat dalam BSa menjadi mulus dan enak dibaca. Newmark (dalam Suryawinata & Hariyanto, 2003: 72) menjelaskan bahwa untuk teks yang bersifat umum, misalnya pengumuman

(11)

atau propaganda, strategi ini bisa digunakan karena pada umumnya pembaca BSa tidak begitu peduli dengan budaya BSu.

Contohnya, istilah “Jaksa Agung” dalam BSa diterjemahkan menjadi “Attorney General” dan bukan “Great Attorney”. Hal tersebut karena dalam budaya BSa, istilah “jaksa agung” memang dikenal dengan “Attorney General”.

3) Padanan Deskriptif (Descriptive Equivalent) dan Analisis Komponensial (Komponential Analysis)

Strategi ini berusaha mendeskripsikan makna atau fungsi dari kata BSu (Newmark, 1988: 83-84). Strategi ini dilakukan karena kata BSu sangat terkait dengan budaya khas BSu dan penggunaan padanan budaya dirasa tak bisa memberikan derajat ketepatan yang dikehendaki. Sebagai contoh, kata “samurai” dalam bahasa Jepang tidak bisa diterjemahkan dengan kaum bangsawan saja bila teks yang bersangkutan adalah teks yang menerangkan budaya Jepang.

Strategi padanan deskriptif harus digunakan untuk menerjemahkan istilah “kaum samurai” menjadi “aristokrat Jepang pada abad XI sampai XIX yang menjadi pegawai pemerintahan”. Strategi yang mirip dengan padanan deskriptif adalah analisis kompenensial. Dengan strategi ini, sebuah kata BSu diterjemahkan ke dalam BSa dengan cara memerinci komponen-komponen makna kata BSu tersebut. Hal ini dilakukan karena tidak adanya padanan satu-satu pada BSa sementara penerjemah menganggap penting bahwa pembaca teks BSa perlu mengerti arti yang sebenarnya. Perbedaan antara padanan deskriptif dengan analisis komponensial adalah padanan deskriptif digunakan

(12)

untuk menerjemahkan kata-kata yang terkait dengan budaya sedangkan analisis komponensial digunakan untuk menerjemahkan kata-kata umum.

Contoh: BSu: Gadis itu menari dengan luwesnya.

BSa: The girl is dancing with great fluidity and grace.

Melalui strategi ini, kata “luwes” dalam BSu bisa diterjemahkan menjadi “bergerak dengan halus dan anggun” atau “move with great fluidity and grace” di dalam BSa (bahasa Inggris).

4)Sinonim (Synonymy)

Dalam menerjemahkan, penerjemah bisa menggunakan kata BSa yang kurang lebih sama maknanya untuk kata BSu yang bersifat umum apabila penerjemah enggan menggunakan analisis komponensial dirasa mengganggu alur kalimat BSa (Newmark, 1998: 83-84).

Contoh: BSu : What a cute baby you‟ve got! BSa : Alangkah lucunya bayi Anda!

Pada contoh di atas, “cute” diterjemahkan menjadi “lucu”, padahal kedua kata tersebut hanyalah bersinonim. “cute” sendiri mengindikasikan ukuran kecil, ketampanan atau kecantikan dan daya tarik untuk diajak bermain. Sementara, “lucu” hanya menunjukkan bahwa anak tersebut menarik hati diajak untuk bermain saja.

5)Terjemahan Resmi

Strategi ini merupakan terjemahan resmi yang telah dibakukan. Penerjemah yang mengerjakan naskah dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia perlu memiliki “Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing” yang dikeluarkan oleh Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,

(13)

Depdikbud RI. Dengan mengunakan strategi ini, penerjemah bisa menghemat waktu dalam menerjemah. Sebagai contoh, “read-only memory” diterjemahkan menjadi “memori simpan tetap”.

6)Penyusutan dan perluasan

Penyusutan yang dimaksud di sini, adalah penyusutan komponen kata BSu. Sebagai contoh, kata “automobile” hanya diterjemahkan menjadi “mobil”, sedangkan kata “auto” dihilangkan. Jadi, kata “automobile” mengalami penyusutan. Perluasan merupakan lawan dari penyusutan. Strategi ini memperluas unsur kata dalam BSa. Contoh, “whale” diterjemahkan menjadi “ikan paus”. Elemen “ikan” ditambahkan karena jika diterjemahkan menjadi “paus” saja bisa mengaburkan makna dalam BSa. Hal ini dikarenakan dalam bahasa Indonesia “paus” juga berarti pemimpin umat Katolik sedunia.

7)Penambahan (addition)

Lain halnya dengan penambahan pada strategi struktural, penambahan di sini dilakukan demi kepentingan kejelasan makna. Penerjemah memasukkan informasi tambahan di dalam teks terjemahannya karena menurutnya pembaca memang memerlukan informasi tersebut. Informasi tambahan ini bisa diletakkan di dalam teks, di bagian bawah halaman (catatan kaki) atau di bagian akhir dari teks (Newmark, 1988: 91-92).

Perhatikan contoh berikut.

BSu: The skin, which is hard and scaly, is greyish in color, thus helping to camouflage it from predators when underwater.

(14)

Dengan demikian, kulit ini membantunya berkamuflase, menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan untuk menyelamatkan diri dari predator, hewan pemangsa, jika berada di dalam air.

8)Penghapusan (Omission/Deletion)

Penghapusan di sini berarti penghapusan kata atau bagian teks BSu di dalam teks BSa. Dengan kata lain, kata atau bagian dari teks tersebut tidak diterjemahkan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kata atau bagian tersebut tidak terlalu penting bagi keseluruhan teks dan biasanya sulit untuk diterjemahkan. Daripada menerjemahkannya dan membuat pembaca bingung, lebih baik kata atau bagian tersebut tidak diterjemahkan atau dihilangkan karena perbedaan maknanya tidak akan signifikan.

Contoh: BSu : “Sama dengan raden ayu ibunya”, katanya lirih. BSa : “Just like her mother”, she whispered.

9)Modulasi (Modulation)

Strategi ini digunakan untuk menerjemahkan frase, klausa atau kalimat. Penerjemah memandang pesan dalam kalimat BSu dari sudut yang berbeda atau cara pikir yang berbeda (Newmark, 1988: 88). Strategi ini digunakan jika penerjemahan kata-kata dengan makna literal tidak menghasilkan terjemahan yang wajar atau luwes.

Contoh: BSu : I broke my leg. BSa : kakiku patah

Dari berbagai contoh strategi di atas, jelas yang dimaksud strategi oleh suryawinata & Hariyanto merupakan teknik penerjemahan sebagaimana yang dijelaskan Molina dan Albir (2002).

(15)

3. Teknik Penerjemahan

Ada beberapa istilah teknik penerjemahan yang dikemukakan oleh para ahli penerjemh, Suryawinata dan Hariyanto (2003: 67-76) menyatakan bahwa strategi penerjemahan adalah taktik penerjemahan untuk menerjemahkan kata, atau mungkin kalimat penuh bila kalimat tersebut tidak dapat dipecah lagi menjadi unit yang lebih kecil untuk diterjemahkan. Hoed (2006) menyebutnya 'teknik', sedangkan Newmark (1988) menyebutnya 'prosedur'. Sehingga dari berbagai istilah tersebu Molina dan Albir (2002: 209), memberikan gambaran tentang teknik “..hasil yang didapat dan bisa digunakan untuk mengklasifikasikan bermacam-macam tipe solusi penerjemahan”. Dari bergai istilah yang ada, peneliti lebih condong memilih isitilah teknik, karena dua hal tersebut memiliki bagian tersendiri yang saling mendukung.

Menurut Molina dan Hurtado Albir (2002: 509) teknik penerjemahan memiliki lima karakteristik dasar yaitu:

1. Berdampak pada hasil terjemahan

2. Diklasifikasikan oleh perbandingan dengan teks aslinya 3. Berdampak pada unit mikro dari teks

4. Bersifat discursive dan kontekstual 5. Bersifat fungsional

Klasifikasi Molina dan Albir (2002: 504) berkenaan dengan teknik penerjemahan adalah sebagai berikut:

1. Memisahkan konsep teknik penerjemahan dari arti lain yang berkaitan (strategi, metode dan kesalahan penerjemahan).

(16)

2. Hanya memasukkan prosedur yang merupakan karakteristik penerjemahan dan bukan yang berkaitan dengan perbandingan bahasa. 3. Untuk mempertahankan arti bahwa teknik penerjemahan bersifat

fungsional. Definisi mereka tidak menilai apakah sebuah teknik tepat atau benar, karena selalu tergantung pada situasi di dalam teks dan konteksnya dan metode penerjemahan yang dipilih.

4. Dalam hubungannya dengan terminologi, untuk mempertahankan istilah-istilah yang biasa digunakan.

5. Untuk memformulasikan teknik baru dalam rangka menjelaskan mekanisme yang belum digambarkan.

Di bawah ini dikemukakan teknik penerjemahan versi Molina dan Albir (2002: 509-511).

1. Adaptasi (adaptation)

Adaptasi adalah teknik penerjemahan dimana penerjemah menggantikan unsur budaya bahasa sumber dengan unsur budaya yang mempunyai sifat yang sama dalam bahasa sasaran, dan unsur budaya tersebut akrab bagi pembaca sasaran. Ungkapan as white as snow, misalnya, digantikan dengan ungkapan “seputih kapas”, bukan seputih salju karena salju tidak dikenal dalam bahasa sasaran.

2. Amplifikasi (amplification)

Amplifikasi adalah teknik penerjemahan yang mengeksplisitkan atau memparafrase suatu informasi yang implisit dalam bahasa sumber. Contohnya kata “Ramadan”, misalnya, diparafrase menjadi “Bulan puasa kaum muslim”.

(17)

3. Peminjaman (borrowing)

Peminjaman adalah teknik penerjemahan dimana penerjemah meminjam kata atau ungkapan dari bahasa sumber. Peminjaman itu bisa bersifat murni (pure borrowing) atau peminjaman yang sudah dinaturalisasi (naturalized borrowing). Peminjaman itu bisa bersifat murni (pure borrowing) atau peminjaman yang sudah dinaturalisasi (naturalized borrowing). Contoh: dari pure borrowing adalah harddisk yang diterjemahkan menjadi harddisk, sedangkan contoh dari naturalized borrowing adalah computer yang diterjemahkan menjadi komputer.

4. Kalke (calque)

Kalke adalah teknik penerjemahan dengan mentransfer kata atau frase dari BSu secara harfiah ke BSa baik secara leksikal maupun struktural. Contoh: secretariat general diterjemahkan menjadi sekretaris jendral. Interferensi struktur bahasa sumber pada bahasa sasaran adalah ciri khas dari teknik calque.

5. Kompensasi (compensation)

Kompensasi adalah teknik penerjemahan dimana penerjemah memperkenalkan unsur-unsur informasi atau pengaruh stilistik teks bahasa sumber di tempat lain dalam teks bahasa sasaran. Contoh: Never did she visit her aunt diterjemahkan menjadi Wanita itu benar-benar tega tidak menemui bibinya.

6. Deskripsi (description)

Deskripsi merupakan teknik penerjemahan yang diterapkan dengan menggantikan sebuah istilah atau ungkapan dengan deskripsi bentuk dan

(18)

fungsinya. Contoh: Kata dalam bahasa Italia panettone diterjemahkan menjadi kue tradisional Italia yang dimakan pada saat Tahun Baru. 7. Kreasi diskursif (discursive creation)

Teknik ini dimaksudkan untuk menampilkan kesepadanan sementara yang tidak terduga atau keluar dari konteks. Teknik ini lazim diterapkan dalam menerjemahkan judul buku atau judul film. Contoh : Judul buku Si Malinkundang diterjemahkan sebagai A betrayed son si Malinkundang. 8. Kesepadanan Lazim (Established Equivalent)

Kesepadanan lazim adalah teknik untuk menggunakan istilah atau ungkapan yang sudah lazim (berdasarkan kamus atau penggunaan sehari-hari). Teknik ini mirip dengan penerjemahan harfiah. Contoh: kata efisien dan efektif lebih lazim digunakan daripada kata sangkil dan mangkus. 9. Generalisasi (generalization)

Realisasi dari teknik ini adalah dengan menggunakan istilah yang lebih umum atau lebih netral. Kata penthouse, misalnya, diterjemahkan menjadi tempat tinggal, dan becak diterjemahkan menjadi vehicle (subordinat ke superordinat).

10.Amplifikasi linguistik (linguistic amplification)

Perwujudan dari teknik ini adalah dengan menambah unsur-unsur linguistik dalam teks bahasa sasaran. Teknik ini lazim diterapkan dalam pengalihbahasaan secara konsekutif atau dalam sulih suara (dubbing). 11.Kompresi linguistik (linguistic compression)

Kompresi linguistik merupakan teknik penerjemahan yang dapat diterapkan penerjemah dalam pengalihbahasaan simultan atau dalam

(19)

penerjemahan teks film, dengan cara mensintesa unsur-unsur linguistik dalam teks bahasa sasaran.

12.Penerjemahan harfiah (literal translation)

Penerjemahan harfiah merupakan teknik penerjemahan di mana penerjemah menerjemahkan ungkapan kata demi kata. Contoh: kalimat I will ring you diterjemahkan menjadi Saya akan menelpon Anda.

13.Modulasi (modulation)

Modulasi merupakan teknik penerjemahan dimana penerjemah mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan teks sumber. Perubahan sudut pandang tersebut dapat bersifat leksikal atau struktural. Contoh: you are going to have a child, diterjemahkan menjadi anda akan menjadi seorang bapak. Contoh lainnya adalah I cut my finger yang diterjemahkan menjadi jariku tersayat, bukan saya memotong jariku.

14.Partikularisasi (particularization)

Realisasi dari teknik ini adalah dengan menggunakan istilah yang lebih konkrit atau presisi. Contoh: air transportation diterjemahkan menjadi helikopter (superordinat ke subordinat). Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik generalisasi.

15.Reduksi (reduction)

Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik amplifikasi. Informasi teks bahasa sumber dipadatkan dalam bahasa sasaran. Contoh: the month of fasting diterjemahkan menjadi Ramadan. Teknik ini mirip dengan teknik penghilangan (ommission atau deletion atau subtraction) atau

(20)

implisitasi. Dengan kata lain, informasi yang eksplisit dalam teks bahasa sumber dijadikan implisit dalam teks bahasa sasaran.

16.Substitusi (substitution)

Substitusi merujuk pada pengubahan unsur-unsur linguistik dan paralinguistik (intonasi atau isyarat). Bahasa isyarat dalam bahasa Arab, yaitu dengan menaruh tangan di dada diterjemahkan menjadi Terima kasih.

17.Variasi (variation)

Realisasi dari teknik ini adalah dengan mengubah unsur-unsur linguistik atau paralinguistik yang mempengaruhi variasi linguistik: perubahan tona tekstual, gaya bahasa, dialek sosial, dialek geografis. Teknik ini lazim diterapkan dalam menerjemahkan naskah drama.

18.Transposisi (transposition)

Transposisi merupakan teknik penerjemahkan dengan mengubah kategori gramatikal. Teknik ini sama dengan teknik pergeseran kategori, struktur dan unit. Kata kerja dalam teks bahasa sumber, misal, diubah menjadi kata benda dalam teks bahasa sasaran. Teknik pergeseran struktur lazim diterapkan jika struktur bahasa sumber dan bahasa sasaran berbeda satu sama lain. Oleh sebab itu, pergeseran struktur bersifat wajib. Sifat wajib dari pergeseran struktur tersebut berlaku pada penerjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia untuk menghindari interferensi gramatikal yang dapat menimbulkan terjemahan tidak berterima dan sulit dipahami.

(21)

Tabel 1

Klasifikasi Teknik Penerjemahan (Molina & Albir, 2002:511) Nama teknik Contoh/Keterangan

Adaptation Baseball (E) → Fotbol (Sp)

Dear sir (E) → Dengan Hormat (Indo)

Amplification ناضمر رهش (syahru Ramadhan) (A) → Ramadan, the Muslim month of fasting (E)

Borrowing Pure: Lobby (E) → Lobby (Sp)

Naturalized: Meeting (E) → Mitin (Sp) Calque Ecole normale (F) → Normal School (E)

(terjemahan satu-satu)

Compensation I was seeking thee, Flathead (E) → En vérité, c‟est bien toi que je cherche, O Tête-Plate (F) Description Panettone (I) → The traditional Italian cake eaten

on New Year‟s Eve (E)

Discursive creation Rumble fish (E) → La ley de la calle (Sp) Padanan sementara yang kadang-kadang tidak terprediksi

Established equivalent

They are as like as two peas (E) → Se parecen como dos gotas de agua (Sp)

Generalization Guichet, fenêtre, devanture (F) fi Window (E) Linguistic

amplification

No way (E) De ninguna de las maneras (Sp) Linguistic

compression

Yes, so what? (E) → ؟Y? (Sp)

Literal translation She is reading (E) → Ella estل leyendo (Sp) Modulation ابأ ريصتس(satashiru aban) (A) → You are going to

have a child (Sp)

Particularization Window (E) → Guichet, fenêtre, devanture (F) Reduction Ramadan, the Muslim month of fasting (Sp) → ن

ناضمر رهش (A) Substitution

(linguistic, paralinguistic)

Put your hand on your heart (A) → Thank you (E)

Transposition He will soon be back (E) → No tardaraen venir (Sp)

Variation Introduction or change of dialectal indicators, changes of tone, etc.

4. Metode Penerjemahan

Istilah metode berasal dari kata method, dalam Macquarie Dictionary didefinisikan sebagai “a way of doing something, especially in accordance with a

(22)

definite plan” (Machali, 2000: 48), yaitu cara melakukan sesuatu terutama yang berkenaan dengan rencana tertentu. Dari definisi tersebut, ada dua hal yang menjadi kata kunci, yaitu: pertama, metode adalah cara melakukan sesuatu, dalam hal ini adalah cara melakukan penerjemahan dan kedua adalah metode berkenaan dengan rencana tertentu, yaitu rencana dalam pelaksanaan penerjemahan.

Rencana pelaksanaan penerjemahan sendiri diwujudkan melalui tiga tahapan yaitu: analisis teks bahasa sumber, pengalihan pesan, dan restrukturisasi. Ketiga tahapan tersebut lazim dikenal dengan istilah proses penerjemahan. Dalam praktiknya, ketiga tahapan tersebut dijalankan dengan menggunakan cara tertentu. Cara inilah yang disebut sebagai metode penerjemahan. Bisa dikatakan bahwa pelaksanaan kegiatan dalam setiap tahap proses penerjemahan berada dalam kerangka cara atau metode tertentu.

Nababan (2007: 55) mendefenisikan metode penerjemahan adalah opsi global yang dipilih oleh seorang penerjemah untuk menyelesaikan proyek terjemahan. Dengan demikian, metode penerjemahan adalah orientasi yang hendak dicapai oleh penerjemah dalam terjemahannya.

Molina & Albir (2002) mendefinisikan metode penerjemahan sebagai cara sebuah proses penerjemahan dilakukan sesuai dengan tujuan penerjemah, yakni opsi global yang berdampak pada teks bahasa sasaran secara keseluruhan. Mereka mengungkapkan ada beberapa metode penerjemahan yang bisa dipilih yakni: metode interpretatif-komunikatif (penerjemahan gagasan atau amanat), harfiah (transkodifikasi linguistik), bebas (modifikasi

(23)

kategori-kategori semiotika dan komunikatif) dan filologis (penerjemahan akademis atau kritik).

Sementara, menurut Newmark (1988: 45) metode penerjemahan terbagi atas dua kelompok besar, yaitu (1) metode yang memberikan penekanan pada bahasa sumber (BSu) dan (2) metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sasaran (BSa), seperti yang digambarkan pada diagram V berikut ini:

Bagan 1

Diagram V Metode Penerjemahan (Newmark)

SL Emphasis TL Emphasis Word-for-word translation Adaptation Literal translation Free translation Faithful translation Idiomatic translation Semantic translation Communicative translation

1. Penerjemahan Kata demi kata (Word-for-word Translation)

Dalam penerapannya, Nababan (2003: 30) menjelaskan bahwa metode penerjemahan ini pada dasarnya masih sangat terikat pada tataran kata. Dalam melakukan tugasnya, penerjemah hanya mencari padanan kata bahasa sumber dalam bahasa sasaran tanpa mengubah susunan kata dalam terjemahannya. Dengan kata lain, susunan kata dalam kalimat terjemahan sama persis dengan susunan kata dalam kalimat aslinya.

2. Penerjemahan Harfiah (literal Translation)

Penerjemahan harfiah mula-mula dilakukan seperti penerjemahan kata demi kata, tetapi penerjemah kemudian menyesuaikan susunan kata dalam kalimat

(24)

terjemahannya yang sesuai dengan susunan kata dalam kalimat bahasa sasaran. Metode ini biasanya diterapkan apabila struktur kalimat bahasa sumber berbeda dengan struktur kalimat bahasa sasaran.

3. Penerjemahan Setia (Faithful Translation)

Penerjemahan setia mencoba memproduksi makna kontekstual teks bahasa sumber dengan masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Kata-kata yang bermuatan budaya dialihbahasakan, tetapi penyimpangan dari segi tata bahasa dan pilihan kata masih tetap dibiarkan. Penerjemahan ini berpegang teguh pada maksud dan tujuan teks bahasa sumber, sehingga hasil terjemahannya kadang-kadang terasa kaku dan seringkali asing.

4. Penerjemahan Semantik (Semantic Translation)

Berbeda dengan penerjemahan setia, penerjemahan semantik lebih luwes dan mempertimbangkan unsur estetika teks BSu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Penerjemahan semantik juga lebih fleksibel bila dibandingkan dengan penerjemahan setia yang lebih terikat oleh BSu.

Keempat metode di atas adalah metode yang lebih berorientasi atau lebih memberikan penekanan pada BSu. Sedangkan keempat metode berikut, adalah metode yang berorientasi pada BSa.

1. Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi merupakan metode penerjemahan yang paling bebas dan paling dekat dengan BSa. Istilah “saduran” dapat dimasukkan di sini asalkan penyadurannya tidak mengorbankan hal-hal penting dalam teks bahasa

(25)

sumber, misalnya; tema, karakter ataupun alur. Biasanya, metode ini diterapkan dalam melakukan penerjemahan drama atau puisi.

2. Penerjemahan Bebas (Free Translation)

Metode ini merupakan penerjemahan yang mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks BSu. Biasanya, metode ini berbentuk parafrase yang dapat lebih panjang atau lebih pendek daripada teks aslinya. Beberapa ahli, termasuk Newmark keberatan menyebut hasil terjemahan yang menggunakan metode ini sebagai sebuah “karya terjemahan”. Hal ini dikarenakan adanya perubahan yang cukup drastis pada teks bahasa sasaran.

3. Penerjemahan Idiomatik (Idiomatic Translation)

Metode ini bertujuan mereproduksi pesan dalam teks BSu, tetapi sering dengan menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. Oleh karena itu, banyak terjadi distorsi nuansa makna. 4. Penerjemahan Komunikatif (Communicative Translation)

Metode ini mengupayakan reproduksi makna kontekstual yang sedemikian rupa, sehingga baik aspek kebahasaan maupun aspek isi langsung dapat dimengerti oleh pembacanya. Sesuai dengan namanya, metode ini memperhatikan prinsip komunikasi, yakni khalayak pembacanya dan tujuan penerjemahan. Melalui metode ini, sebuah versi teks BSu dapat diterjemahkan menjadi beberapa versi teks bahasa sasaran sesuai dengan prinsip di atas.

Sedangkan, Machali (2006: 77) berpendapat “perbedaan dasar kedua metode (penekanan ke BSu dan penekanan ke BSa) di atas terletak pada penekanannya saja, dan di luar perbedaan ini keduanya saling berbagi permasalahan. Keberbagian ini menyangkut (1) maksud atau tujuan dalam sebuah

(26)

teks BSu sebagaimana tercermin pada fungsi teks, yakni apakah fungsi teks itu untuk memaparkan, menceritakan, menghimbau, atau mengajukan argumentasi. Yang tercakup di sini misalnya maksud penulis, dan peranti bahasa yang digunakan menyampaikan maksud tersebut; (2) tujuan penerjemah, misalnya, apakah ia ingin memproduksi beban emosional dan persausif dari teks aslinya atau ia ingin menambahkan atau mengurangi “nuansa” tertentu, dan sebagainya; (3) pembaca dan latar atau setting teks, yakni misalnya yang menyangkut tentang siapa pemacanya-jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, serta apakah pemcaba tersebut khalayak umum atau para ahli.

Dari berbagai pandangan yang dikemukan oleh pakar penerjemah, dapat disimpulkan bahwa metode penerjemahan merupakan sebuah opsi penerjemahan yang lebih menekankan pada bahasa sumber atau bahasa sasaran yang mana itu adalah wewenang penerjemah dalam proses menerjemahkan.

Dalam hal ini, peneliti mengacu pada metode yang dipaparkan oleh Newmark kemudian didukung dengan metode Machali dalam menentukan jenis metode penerjemahan, apakah simantis atau komunikatif, karena lebih komprehensif dan bisa menunjukkan secara jelas pada ideologi yang digunakan penerjemah.

5. Ideologi Penerjemahan

Penerjemahan merupakan reproduksi pesan yang terkandung dalam TSu. Hoed (2006: 83) mengutip pernyataan Basnett dan Lefevere bahwa apapun tujuannya, setiap reproduksi selalu dibayangi oleh ideologi tertentu. Ideologi dalam penerjemahan adalah prinsip atau keyakinan tentang betul-salah dan baik-buruk dalam penerjemahan, yakni terjemahan seperti apa yang terbaik bagi

(27)

masyarakat pembaca BSa atau terjemahan seperti apa yang cocok dan disukai masyarakat tersebut (Amalia, 2007: 3).

Nida dan Taber (1982) secara tegas menyatakan bahwa sebaiknya seorang penerjemah lebih mengutamakan keterbacaan teks oleh pembaca sasaran. Sebenarnya, dengan definisi yang mereka buat bahwa penerjemahan berusaha mencari „the closest natural equivalent‟, sudah tampak bahwa Nida dan Taber memiliki kecenderungan anggapan penerjemahan yang baik ialah penerjemahan yang mengutamakan kebutuhan pembaca sasaran.

Kecenderungan bahasa sasaran yang dipilih oleh penerjemah berlatar belakang keyakinan bahwa terjemahan yang „betul‟, „berterima‟, dan „baik‟ adalah yang sesuai dengan selera dan harapan pembaca sasaran yang menginginkan teks terjemahan harus sesuai dengan kebudayaan masyarakat sasaran (Hoed, 2006). Jika ini yang dipilih, penerjemah akan mengusahakan terjemahannya tidak terasa sebagai terjemahan dan menjadi bagian dari tradisi tulis dalam bahasa sasaran. Apabila dikaitkan dengan diagram V Newmark, akan tampak pada hasil terjemahan, penerjemah cenderung berpihak atau berorientasi pada pembaca sasaran. Jadi metode yang digunakan adalah penerjemahan komunikatif, idiomatik, bebas, atau adaptasi.

Secara umum terdapat dua ideologi penerjemahan. Venuti (1995: 20-21) menyimpulkan bahwa dalam konteks makro ada dua kecenderungan yang muncul bagaimana bentuk dan cara penerjemahan yang diinginkan masyarakat. Namun, kedua kecenderungan ini menunjukkan perbedaan yang kuat, satu sisi meyakini bahwa terjemahan yang baik adalah yang dekat dengan budaya dan bahasa sumber (foreignizing atau foreignisasi) sehingga produknya terasa sebagai karya

(28)

terjemahan, sementara yang lain meyakini bahwa terjemahan yang baik harus dekat dengan budaya dan bahasa sasaran (domestication atau domestikasi) sehingga karya tersebut terasa sebagai teks asli dalam BSa.

Pada tindakan ini, penerjemah memiliki kecenderungan untuk menentukan salah satu pilihan dari dua kutub yang berlawanan tersebut, yaitu foreignisasi atau domestikasi.

a. Ideologi Foreignisasi

Ideologi foreignisasi adalah ideologi penerjemahan yang berorientasi pada Bahasa Sumber, yaitu bahwa terjemahan “benar”, “berterima” dan “baik” adalah sesuai selera dan harapan pembaca, penerbit, yang menginginkan kehadiran budaya atau istilah Bahasa Sumber atau yang menganggap kehadiran kebudayaan asing bermanfaat bagi masyarakat. Dalam hal ini penerjemah sepenuhnya dalam kendali penulis teks sumber. Karya terjemahan yang dihasilkan akan menonjolkan aspek kebudayaan atau istilah asing yang diungkapkan dalam bahasa pembaca.

Untuk mengetahui kecendrungan metode dalam ideologi foreignisasi, menurut Newmark sesuai diagram V yaitu berpihak pada bahasa sumber seperti metode penerjemahan harfiah dan penerjemahan semantik.

b. Ideologi Domestikasi

Ideologi domestikasi adalah ideologi penerjemahan yang berorientasi pada Bahasa Sasaran. Ideologi ini meyakini bahwa penerjemahan yang “benar” dan “berterima” adalah yang sesuai dengan

(29)

selera pembaca yang menginginkan teks terjemahan sesuai dengan kebudayaan masyarakat Bahasa Sasaran. Dengan kata lain, suatu karya terjemahan diharapkan tidak terasa seperti terjemahan.

Untuk mengetahui kecendrungan metode yang digunakan dalam ideologi domestikasi sesuai diagram V dari Newmark yaitu berorientasi pada bahasa sasaran seperti adaptasi, penerjemahan idiomatik, dan penerjemahan komunikatif.

Dari beberapa teori di atas, peneliti memilih menggunakan teori dari Venuti dalam menentukan ideologi penerjemahan dengan mengacu pada diagram V dari Newmark untuk menentukan metode yang dipakai penerjemah.

G. Sekilas Tentang Buku Risa@lah Ila@ Syaba@bil-Ummah

Buku yang berjudul Risa@lah ila@ Syaba@bil-Ummah merupakan karya dari Dr. Raghib Al-Sirjani lahir pada tahun 1964 di Provinsi Gharbiyyah, Mesir. Al-Sirjani menyelesaikan perkuliahan S1 (strata satu) di Fakultas Kedokteran Universitas Kairo dengan predikat Summa Cumlaude tahun 1988, kemudian meraih Master di Universitas yang sama pada tahun 1992. Disertasi doctoral beliau terkait Operasi Urologi dan Ginjal, beliau menyelesaikan desertasi dibawah bimbingan gabungan antara kedokteran Mesir dan Amerika, dan menyelesaikannya dengan istimewa pada tahun 1998.

Dalam buku ini beliau menulis bagaimana membangun generasi emas. Ini termasuk buku motivasi dengan penjelasan yang lugas dan runtut. Buku ini terbitan Mua‟ssasah Iqra' Kairo Mesir, tahun 1995 berisi 156 halaman tersusun

(30)

dari enam bab, yaitu; 1) / Muqadimatul-kita@b / mukadimah, 2) / Musykila@tusy-syaba@b / Problem generasi muda kita, 3)

/ A’sy-syaba@bu fi@-Isla@m / Bercermin kepada generasi pertama Islam, 4) / Lima@dza@ hadza@t-taba@yun / Pemandangan kontradiktif, kenapa bisa terjadi, 5) / Nasha@ichu ‘amaliyyati li’sy-syaba@b / 10 Motivasi

bagi pemuda Islam, 6) / Kalimah akhi@rah / Penutup.

Motivasi dari buku ini penting bagi generasi pemuda saat ini untuk menjadi generasi emas dan bermanfaat bagi orang lain.

H. Tinjauan Pustaka

Penelitian penerjemahan yang mengkaji teknik dan kualitas penerjemahan pernah dilakukan oleh Nevia Risky (2015) dengan judul “An Analysis on Techniques and Quality of Basketball Terms Translation in The Movie Entitled Thunderstruck”. Penelitian tersebut fokus pada bentuk teknik yang dipakai dan bagaimana kualitas terjemahan. Penelitan yang mengkaji tentang teknik, metode dan ideologi penerjemahan pernah dilakukan oleh Sakut Anshori (2010) dengan judul “Teknik, Metode dan Ideologi Penerjemahan Buku Economic Concepts Of Ibn Taimiyah ke dalam Bahasa Indonesia dan Dampaknya Pada Kualitas Terjemahan”. Penelitian tersebut fokus pada terjemahan istilah-istilah ekonomi Islam dengan menganalis teknik, metode dan ideologi serta kualitas terjemahan. Sedangkan dalam penelitian buku Risa@lah Ila@ Syaba@bil-Ummah hanya fokus pada klasifikasi teknik terjemahan sehingga dapat diindentifikasi metode dan ideologi penerjemahan yang dipakai penerjemah.

(31)

I. Data dan Sumber Data 1. Data

Data objektif yang bersifat primer dalam penelitian ini adalah satuan bahasa berupa kata, frasa, klausa, hingga kalimat. Sumber satuan bahasa terjemahan ini diambil dari sumber data berupa dokumen buku

/ Risa@lah Ila@ Syaba@bil-Ummah dan buku terjemahannya Menjadi Pemuda Peka Zaman.

2. Sumber Data

Sutopo (2006: 56-61) menyatakan bahwa sumber data dalam penelitian kualitatif dapat berupa narasumber (informan), dokumen, peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, benda, beragam gambar dan rekaman. Sumber data dalam penelitian ini dari dokumen yaitu:

Dokumen yang dijadikan sumber data utama dalam penelitian ini adalah buku asli dan terjemahannya sebagai berikut: Judul buku: / Risa@lah Ila@ Syaba@bil-Ummah, dikarang oleh Dr. Raghib As-Sirjani, diterbitkan pada tahun 1995, nama penerbit Mua‟ssasah IQRA‟, di kota Kairo dan jumlah halaman buku 156 halaman. Sedangkan buku terjemahannya berjudul “Menjadi Pemuda Peka Zaman: Langkah-langkah menjadi generasi idaman” diterjemahkan oleh Sarwedi M. Amin Hasibuan, Lc., diterbitkan pada tahun 2006, nama penerbit AQWAM, di kota Surakarta dan jumlah halaman buku 128 halaman.

(32)

J. Metode dan Teknik 1. Metode

Penelitian dasar ini dikategorikan sebagai penelitian terpancang karena peneliti telah menentukan pokok permasalahan dan fokus penelitian sebelumnya seperti yang tercantum dalam rumusan masalah dan pembatasan masalah. Kemudian, karena peneliti hanya ingin memahami suatu masalah secara individual untuk kepentingan akademis dan untuk mendeskripsikan secara rinci mengenai pokok permasalahan (Sutopo, 2006: 135-136) maka penelitian ini dikategorikan sebagai jenis penelitian dasar.

Penelitian bidang penerjemahan seperti ini disebut Neubert (2004: 10) sebagai “limited case study atau case studies focusing on particular aspects of ST and TT”. Ditinjau dari sisi orientasinya maka penelitian ini menurut Shuttleworth and Crowie (1998: 131-132) termasuk penelitian di bidang penerjemahan yang berorientasi pada produk.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik ini dilakukan melalui teknik baca dan catat. Yin dalam Sutopo (2006: 81) menyebutkan bahwa teknik mencatat dokumen (content analysis) yang merupakan cara untuk menemukan beragam hal sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitiannya.

Dalam pelaksanaannya, teknik ini dilakukan dengan cara membaca buku RSU dan MPPZ secara keseluruhan untuk memperoleh gambaran umum dan mengklasifikasi teknik penerjemahan yang ada.

Dalam pelaksanaannya, teknik ini dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

(33)

1. Pembacaan buku teks asli (RSU) dan karya terjemahannya (MPPZ). 2. Pemilihan dan penandaan teks yang mengandung teknik

penerjemahan.

3. Pengumpulan, pencatatan dan klasifikasi data.

4. Mengklasifikasi penggunaan teknik untuk menganalisis metode dan ideologi yang dipakai oleh penerjemah.

5. Menarik simpulan. 3. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara tiga tahap yaitu sebagai berikut:

a. Tahap pertama, mengklasifikasi teknik penerjemahan pada satuan bahasa dari teks RSU ke MPPZ.

b. Tahap kedua, setelah teknik penerjemahan diklasifikasikan, langkah selanjutnya adalah melihat penerapan teknik penerjemahan tersebut dalam rangka menetapkan metode penerjemahan yang digunakan.

c. Tahap ketiga, analisis ideologi penerjemahan berdasarkan metode yang dipakai penerjemah.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Armiyati dan Soesanto (2014) tentang pemberdayaan kader posbindu lansia sebagai upaya peningkatan

menjual saham; (8) Berbagai proteksi bagi investor di pasar modal. Dengan pemaparan materi yang dikemas dalam berbagai gambar, foto, infografis dan bahkan video

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan terdapat pengaruh nyata varietas tanaman yang diuji terhadap tinggi tanaman, namun tidak terdapat pengaruh nyata

batubara konvensional yang digunakan saat ini sudah habis masa gunanya (life time) sehingga penggunaan pembangkit listrik IGCC merupakan teknologi alternatif yang patut

Observasi pembelajaran di kelas XI MIA2 dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa memiliki pengetahuan serta pengalaman pendahuluan sebelum melaksanakan tugas mengajar

Pendekatan Grass roots merupakan kebalikan dari pendekatan top down yaitu inisiatif pengembagan yang dimulai dari lapangan atau dimulai dari guru-guru sebagai implementator,

Nilai rata - rata diameter batang mangrove di kawasan pesisir Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata - rata diameter

b) Admin dapat mengelola data kendaraan c) Admin dapat mengelola data konsumen d) Admin dapat mengelola data leasing e) Admin dapat mengelola data pengguna f) Admin