6/25/201
6/25/2014 4 LAB. LAB. PPARASITOLOGI-ARASITOLOGI- 11
HIPERSENSITIVITAS
HIPERSENSITIVITAS
Dr
6/25/201
6/25/2014 4 LAB. LAB. PPARASITOLOGI-ARASITOLOGI- 22
Hipersensitivit
Hipersensitivit
as
as
?
?
••
reaksi imunologis yang ber
reaksi imunologis yang ber
sifa
sifa
t
t
patologis, terjadi akibat respon
patologis, terjadi akibat respon
imun yang berlebihan sehingga
imun yang berlebihan sehingga
menimbulkan k
menimbulkan k
er
er
usakan jaringan
usakan jaringan
tubuh.
tubuh.
••
berdasarkan kecepatan dan
berdasarkan kecepatan dan
mekanisme imun yang terjadi,
mekanisme imun yang terjadi,
reaksi hipersensitivitas menurut
reaksi hipersensitivitas menurut
GELL dan COOMBS, dibagi
GELL dan COOMBS, dibagi
menjadi 4 tipe :
6/25/201
6/25/2014 4 LAB. LAB. PPARASITOLOGI-ARASITOLOGI- 22
Hipersensitivit
Hipersensitivit
as
as
?
?
••
reaksi imunologis yang ber
reaksi imunologis yang ber
sifa
sifa
t
t
patologis, terjadi akibat respon
patologis, terjadi akibat respon
imun yang berlebihan sehingga
imun yang berlebihan sehingga
menimbulkan k
menimbulkan k
er
er
usakan jaringan
usakan jaringan
tubuh.
tubuh.
••
berdasarkan kecepatan dan
berdasarkan kecepatan dan
mekanisme imun yang terjadi,
mekanisme imun yang terjadi,
reaksi hipersensitivitas menurut
reaksi hipersensitivitas menurut
GELL dan COOMBS, dibagi
GELL dan COOMBS, dibagi
menjadi 4 tipe :
6/25/201
6/25/2014 4 LAB. LAB. PPARASITOLOGI-ARASITOLOGI- 33
I.
I.
Rea
Rea
ksi
ksi
Hipersensitivitas
Hipersensitivitas
tipe
tipe
I/
I/
reaksi
reaksi
cepat
cepat
(reaksi
(reaksi
anafilaksis,
anafilaksis,
ana
ana
=
=
jauh dari; filaksis
jauh dari; filaksis
= perli
= perli
ndungan)
ndungan)
•
•
Disebut juga reaksi alergi atau reaksi
Disebut juga reaksi alergi atau reaksi
cepat karena timbul segera setelah
cepat karena timbul segera setelah
tubuh terpajan oleh antigen (alergen)
tubuh terpajan oleh antigen (alergen)
dan waktunya adalah 10-15 menit.
dan waktunya adalah 10-15 menit.
••
Pada reaksi ini, allergen yang masuk
Pada reaksi ini, allergen yang masuk
ke dalam tubuh akan menimbulkan
ke dalam tubuh akan menimbulkan
respon imun dengan
respon imun dengan
dibentuknya IgE.
dibentuknya IgE.
••
urutan kejadiannya adalah sebagai
urutan kejadiannya adalah sebagai
berikut
LAB.
PARASITOLOGI-4
1. Fase sensitasi
:waktu yang dibutuhkan
untuk pembentukan IgE, sampai diikatnya
IgE oleh reseptor spesifik (Fc
ε
-R), pada
permukaan sel mast dan basofil
Fase aktivasi
yaitu waktu yang terjadi akibat pajanan ulang
dengan Ag yang spesifik. Sel mast melepas isinya yang berupa granul yang dapat menimbulkan infeksi.
3. Fase efektor
yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks
(anafilaksis) sebagai efek dari mediator (contoh : histamin) yang dilepas oleh sel mast.
6/25/2014 LAB. PARASITOLOGI- 5
•
Urutan pelepasan mediator
memerlukan energi dan terjadi
sebagai berikut :
• Influks kalsium ke dalam mast cell
• Fosfodiesterase dalam sitoplasma diaktifkan
kadar c AMP menurun
• Granul yang penuh berisikan mediator
bergerak ke permukaan sel
• Terjadi eksositosis dan isi granul dilepas ke
luar
• Penyakit yang dapat timbul segera sesudah
tubuh terpajan dengan alergen adalah asma
bronchial, rinitis, urtikaria dan dermatitis
LAB. PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI,
LAB. PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI,
Mediator yang dilepaskan dalam Reaksi
Hipersensitivitas tipe I
Histamin :
vasodilatasi,
permeabilitas
vaskuler, proteolisis, sekresi
mukus, bronchokonstriksi
Triptase
: kinin,vasodilatasi, permeabilitas
vaskuler, edema
ECF-A
: attraktan untuk eosinofil dan
neutrofil
LAB. PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI,
Leukotrin B
4: attraktan untuk basofil
Leukotrin C
4, D
4: seperti histamin tetapi
1000x lebih poten
Prostalglandin D
2dan PAF : agregasi
trombosit dan
agen
pelepas
histamin dan
mikrotrombi
Mediator yang dilepaskan dalam Reaksi
Hipersensitivitas tipe I
cont.
LAB. PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI,
LAB. PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI,
6/25/2014 LAB. PARASITOLOGI- 11
II. Reaksi Hipersensitivitas tipe II
(reaksi sitotoksik)
Reaksi ini melibatkan peran IgG dan IgM
Pembentukan Ab ditujukan kepada Ag yang terdapat
pada permukaan sel atau jaringan tertentu atau yang
merupakan komponen membrane sel
Antibodi dapat mengaktifkan sel yang memiliki
reseptor Fc-
γR,sel NK yang berfungsi sebagai sel
efektor melalui mekanisme
Antibody Dependent
Cellular Cytotoxicity (ADCC). Ikatan Ag-Ab dapat
pula mengaktifkan komplemen melalui reseptor C3b
sehingga memudahkan proses fagositosis atau
menimbulkan lisis.
6/25/2014 LAB. PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI
12
Urutan kejadian :
1.
Proses sitolisis oleh sel efektor
kontak antara sel efektor dengan sel
sasaran
Kontak ini terjadi melalui molekul
yang
terikat
oleh
Ag
pada
permukaan sel sasaran, kemudian
berinteraksi dengan reseptor Fc
yang terdapat pada permukaan
makrofag, neutrofil, eosinofil dan sel
NK.
Dengan
demikian,
fragmen
Fc
merupakan jembatan antara sel
efektor dengan sel sasaran (opsonic
adherence
)
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 13
2. Proses sitolitik oleh komplemen
Terjadi karena C1q merupakan reseptor Fc
yang larut dan pengikatannya pada
kompleks Ag-Ab yang terdapat pada
permukaan sel akan merangsang aktivasi
C3.
Selanjutnya terjadi aktiviasi komplemen
melalui jalur klasik, yaitu aktivasi C5b-9
diikuti lisis sel sasaran secara langsung
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 14
LAB.
PARASITOLOGI-15
3. Proses sitolisis oleh sel efektor dengan
bantuan
komplemen
(
i m m u n o adherence)
Sel sasaran yang dilapisi komplemen dapat
dirusak oleh sel efektor karena sel efektor
memiliki reseptor untuk C3b dan C3d (jalur
alternatif/properdin).
Pengikatan C3b dan C3d melalui reseptor
C3 pada permukaan sel efektor akan
meningkatkan proses sitolisis oleh sel
efektor.
6/25/2014
LAB.
6/25/2014 LAB. PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI
17
Kerja sama komplemen dengan sel K
pada proses ADCC
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 18
Beberapa contoh reaksi hipersensitivitas
tipe II
Kerusakan pada eritrosit seperti yang terlihat pada reaksi
transfusi, anemia hemolitik akibat obat.
HDN (haemolytic Disease of the Newborn) akibat
ketidaksesuaian factor rhesus, kerusakan jaringan pada
penolakan jaringan transplantasi akibat interaksi dengan
Ab yang telah ada sebelumnya pada resipien.
Pada sistim golongan darah ABO, pada golongan darah A,
eritrositnya terdiri atas antibodi kelas IgM, yang dapat
menimbulkan aglutinasi, aktivasi komplemen dan hemolisis
intravaskuler terhadap eritrosit golongan B atau terjadi
reaksi silang antara eritrosit golongan A dan golongan B.
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 19
Beberapa contoh reaksi hipersensitivitas
tipe II
Pada HDN anti-D IgG yang berasal dari plasenta ibu
menembus plasenta, masuk ke dalam sirkulasi darah janin dan melapisi permukaan eritrosit janin. Ini
terjadi apabila seorang ibu Rh- mengandung janin Rh+. Pada kehamilan pertama belum terjadi
sensitasi limfosit. Tetapi pada kehamilan kedua dan berikutnya, limfosit ibu akan membentuk anti-D IgG yang dapat menembus plasenta, kemudian
mengadakan interaksi dengan factor Rh pada permukaan eritrosit janin. Sel yang ditutupi IgG tersebut mudah dirusak, akibat interaksi dengan
reseptor Fc pada fagosit. Akhirnya terjadi kerusakan eritrosit janin dan bayi lahir kuning.
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 20
REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE III
(reaksi kompleks imun)
Reaksi ini juga melibatkan peran IgG dan IgM,
perbedaannya adalah antibodi ditujukan kepada antigen yang terlarut dalam serum.
Di dalam jaringan atau sirkulasi darah
ditemukan kompleks Ag-Ab yang dapat
mengaktifkan komplemen. Selanjutnya
komplemen yang diaktifkan akan melepaskan MCF (Macrophage Chemotactic Factor) berupa C3a dan C5a. Makrofag ditarik ke tempat tersebut dan melepas berbagai mediator, antara lain enzim-enzim yang dapat merusak jaringan sekitarnya.
6/25/2014
LAB.
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 22
Pengelompokan antigen pembentuk
kompleks imun berdasarkan penyebabnya
1.
Antigen yang berasal dari infeksi kuman
yang pathogen
a. Antigen parasit : misalnya malaria
b. Antigen virus : terutama infeksi virus yang
kronik sehingga timbul kompleks antivirus-virus
c. Antigen bakteri : pada infeksi
post-streptococcus. Ag protein M dilepaskan sehingga
akan terbentuk antibodi terhadapnya dan timbul
kompleks imun.
Ketiga jenis antigen ini akan menimbulkan infeksi
persisten. Kompleks imun akan diendapkan pada
organ yang terinfeksi dan pada ginjal.
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 23
2
Adalah antigen dari jaringan sendiri. Contoh : pada penyakit Lupus Erithematosus (LE) terbentuk kompleks anti nuclear dengan antigen nuclear dan membentuk kompleks imun yang mengendap pada ginjal, sendi dan pembuluh darah
3. Faktor ekstrinsik
Ag yang berasal dari lingkungan dapat berupa spora jamur yang ada pada jerami, debu silica, debu asbes yang berasal dari aktivitas industri dan lainnya. Apabila Ag terhirup terus menerus akan menimbulkan kompleks imun yang mengendap pada alveoli paru-paru dan dapat menimbulkan gangguan napas.
Pengelompokan antigen pembentuk
kompleks imun berdasarkan penyebabnya cont.
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 24
Bentuk Reaksi Tipe III
1. Reaksi Arthus (bentuk lokal)
Ditemukan oleh Arthus yang menyuntikkan serum
kuda ke dalam kelinci secara intradermal berulang kali. Ternyata terjadi reaksi yang makin menghebat pada suntikan. Setelah 2-4 jam, terjadi eritema
dan edema ringan serta reaksi tersebut menghilang keesokan harinya. Tetapi pada suntikan ke 5 dan ke 6, menimbulkan edema yang lebih besar dan
akhirnya terjadi perdarahan dan nekrosis yang sulit sembuh. Dijumpai pada penderita asma akibat
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 25
2.
Reaksi serum sickness (bentuk sistemik)
Ditemukan pertama kali oleh Pirquet dan
Schick sebagai konsekuensi imunisasi pasif pada pengobatan infeksi difteri dan tetanus dengan antiserum asal kuda. Setelah 1-2 minggu pemberian serum kuda, akan timbul panas, gatal, bengkak-bengkak dan rasa sakit pada seluruh badan, pada persendian serta kelenjar limfe (getah bening). Hal ini dapat
terjadi pada penderita penyakit
glomerulonefritis, akibat adanya Ag yang berlebihan terbentuk kompleks yang larut dan beredar dalam sirkulasi serta terperangkap di berbagai jaringan di seluruh tubuh, termasuk ginjal dan menimbulkan reaksi inflamasi.
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 26
Mekanisme kerusakan pada hipersensitivitas
tipe III terbentuknya kompleks imun
6/25/2014 LAB. PARASITOLOGI- 27
REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE IV
Reaksi tipe IV tidak melibatkan antibodi, tetapi sel T
sehingga yang terjadi adalah respon imun seluler yang menyimpang. Bentuk hipersensitivitas tipe IV dinamakan sebagai “delayed type hypersensitivity” (DTH). Diketemukan pada beberapa reaksi terhadap bakteri, virus, fungi dan lain-lain. Contoh :
1. Reaksi tuberkulin, sebagai akibat suntikan intradermal tuberkulin pada seseorang yang pernah mengadakan
respon imun seluler terhadap M. tuberculosis . 2. Reaksi Granuloma
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 29
1.REAKSI TUBERKULIN
Reaksi tuberkulin terjadi 20 jam setelah terpajan
dengan Ag, terjadi dari infiltrasi sel mononuklir
(50% limfosit, sisanya monosit). Setelah 48 jam
timbul infiltrasi, monosit dalam jumlah besar di
sekitar pembuluh darah dan merusak hubungan
serat-serat kolagen kulit.
Reaksi tuberkulin
merupakan respons imun seluler yang terbatas.
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 30
2. Reaksi Granuloma
Reaksi ini terjadi sebagai usaha tubuh untuk membatasi
antigen yang persisten dalam tubuh, akibat sensitasi oleh
Ag M. tuberculosis dan M. leprae .
Selain itu, dapat juga dari rangsangan bahan non
antigenik seperti bedak dan sarkodiosis.
Dalam hal ini, makrofag tidak dapat memusnahkan benda
anorganik.
Granuloma merupakan agregat fagosit mononuklier yang
dilapisi limfosit dan sel plasma.
Fagosit berupa monosit yang baru dikerahkan serta
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 31
2. Reaksi Granuloma cont.
Sel lain adalah sel epiteloid yang berasal dari
makrofag dan sel-sel datia (sel raksasa)
LANGHANS
(bukan
Langerhans)
yang
mempunyai nucleus tersebar di daerah perifer
(diduga merupakan differensiasi terminal sel
monosit makrofag) serta dikelilingi limfosit.
Ditemukan pula adanya fibroblast.
Pada
penyakit
tuberculosis,
dibagian
sentral
ditemukan nekrosis dengan hilangnya struktur
jaringan.
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 32
RESPON INFLAMASI PADA HIPERSENSITIVITAS TIPE IV
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 33
Gambar Reaksi Granuloma
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 34
Mekanisme kerusakan pada
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 35
Perbedaan antara reaksi tuberkulin
dan granuloma
Tuberkulin Granuloma
Waktu reaksi
48 jam 4 minggu
Khemis Bengkak, panas, indurasi Indurasi Histologi PMN, limfosit, monosit,
makrofag, menurun
Epiteloid, granuloma, sel datia, makrofag, fibrosis, nekrosis
Antigen Dermal,
tuberkulin/micobacterium, Leishmania
Ag/kompleks Ag-Ab
dalam makrofag yang persisten
6/25/2014
LAB.
PARASITOLOGI-ENTOMOLOGI, FAK. BIOLOGI 36
Perbandingan tipe
hipersensitivitas I-IV
Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV
Karakteristik anafilaksis sitotoksik Kplk. imun Tipe lambat Antigen eksogen Perm. sel Larut Jar.& organ
Antibodi IgE IgG, IgM IgG, IgM Tidak ada
Wkt. respons 15-30 menit
Menit-jam 3-8 jam 48-72 jam
Penampakan R. alergi melebar Lisis & nekrosis Eritema, edema, nekrosis Eritema & indurasi