• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT, JOB ENGAGEMENT, DAN TASK PERFORMANCE DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR. Ivan A.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT, JOB ENGAGEMENT, DAN TASK PERFORMANCE DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR. Ivan A."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA

PERCEIVED ORGANIZATIONAL

SUPPORT,

JOB ENGAGEMENT, DAN

TASK

PERFORMANCE

DENGAN

ORGANIZATIONAL

CITIZENSHIP BEHAVIOR

Ivan A. Setiawan

ABSTRAK

Job engagementmerupakan istilah yang populer dan secara luas digunakan. Namun demikian, sebagian besar tulisan mengenai

job engagement ditemukan pada jurnal praktisi dimana yang menjadi dasar adalah praktek, bukan teori maupun riset empiris. Sangat mengejutkan, hanya sedikit riset akademik dan empiris atas topik yang sedemikian populer ini. Studi ini bermaksud mengkaji job engagement dalam hubungannya dengan aspek-aspek sikap karyawan baik sebagai anteseden maupun konsekuensi. Subjek adalah 66 karyawan level staf, dan hasil studi menunjukkan bahwa perceived organizational support

merupakan prediktor positif bagi job engagement dan task performance, sertajob engagementsebagai prediktor positiftask performance dan organizational citizenship behavior adalah positif. Studi ini juga menemukan bahwa job engagement merupakan mediator yang signifikan antara hubungan perceived organizational support dengan task performance dan

organizational citizenship behavior

Kata kunci :asuransi,job engagement,perceived organizational support,task performance,organizational citizenship behavior

I. PENDAHULUAN

Untuk dapat mempertahankan hidup dan memiliki kemampuan bersaing dalam lingkungan ekonomi yang semakin dinamis, organisasi membutuhkan

(2)

karyawan yang proaktif, inisiatif, memiliki keterlibatan dalam perannya, serta memiliki komitmen kuat untuk bekerja dengan standar yang tinggi (Bakker dan Leiter, 2010). Organisasi yang lincah membutuhkan karyawan yang menunjukkan enerji, kepercayaan diri, serta antusias dan gairah untuk pekerjaannya (Bakker dan Schaufeli, 2008). Intinya, organisasi modern membutuhkan tenaga kerja yangengaged (Chugtai dan Buckley, 2011). Secara konseptual, kebutuhan ini dikenal dengan konsepjob engagement.

Dalam artikel yang yang berbasis theory-generating ethnograpic, Kahn (1990) secara formal mendefinisikanjob engagementsebagai “the simultaneous employment and expression of a person’s ‘preferred self’ in task behaviors that promote connections to work and to others, personal presence (physical, cognitive, and emotional)and active, full performances”.

Dalam satu dekade terakhir, konsepjob engagementsering muncul dalam literatur karena konsep ini dikaitkan dengan sejumlah indikator kinerja. Sebagai contoh, beberapa studi menunjukkan bahwa job engagement secara positif diasosiasikan dengan beberapa aspek sikap karyawan (Rich et al., 2010; Schaufeli et al., 2006), loyalitas dan kepuasan pelanggan (Salanova et al., 2005), inovasi (Hakanen et al., 2008) dan financial turnover (Xanthopoulou et al., 2009). Karenanya, tidak mengejutkan jika manajer sumber daya manusia secara konsisten menempatkan engagement tenaga kerja sebagai prioritas organisasi (Shuck and Wollard, 2009, p. 2). Rich et al. (2010) mengemukakan, meskipun

job engagement merupakan istilah yang populer dan secara luas digunakan, namun demikian, sebagian besar tulisan mengenai job engagement ditemukan pada jurnal praktisi dimana yang menjadi dasar adalah praktek, bukan teori maupun riset empiris. Sangat mengejutkan, hanya sedikit riset akademik dan empiris atas topik yang sedemikian populer ini (Robinson et al., 2004).

(3)

Dalam konteks yang sederhana, studi ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan (gap) dalam literaturengagement. Studi ini secara parsial mengkaji

job engagementdengan menempatkanperceived organizational support sebagai anteseden sertatask performancedanorganizational citizenship behaviorsebagai konsekuensi. Dengan demikian, penulis mengharapkan bahwa riset empiris sederhana ini dapat memberikan kontribusi positif bagi pemahaman job engagementdalam kaitannya dengan aspek sikap pegawai lainnya.

II. REVIEW LITERATUR & PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Rasa aman secara psikologis melibatkan rasa mampu untuk menunjukkan dan melibatkan diri pada pekerjaan tanpa konsekuensi negatif (Kahn, 1990). Salah satu aspek penting rasa aman berasal dari perhatian dan dukungan yang ditunjukkan oleh organisasi. Secara empiris, Kahn (1990) menemukan bahwa dukungan manajemen dapat memajukan rasa aman secara psikologis. Anggota organisasi yang merasa aman dalam lingkungan kerjanya dicirikan oleh keterbukaan dan dukungan. Lingkungan yang mendukung memungkinkan anggotanya untuk memcoba hal-hal baru dan meskipun gagal anggota organisasi tidak merasa takut atas konsekuensi negatif (Kahn, 1990).

Salah satu variabel yang memiliki esensi dukungan sosial adalahperceived organizational support. Perceived organizational support mengacu pada kepercayaan umum bahwa organisasi menghargai kontribusi karyawannya dan peduli tentang kesejahteraan mereka (Rhoades dan Eisenberger, 2002). Lebih spesifik, perceived organizational support menciptakan tanggung jawab bagi karyawan untuk peduli terhadap kesejahteraan organisasi dan membantu organisasi mencapai tujuannya (Rhoades et al., 2001).

Meskipun studi-studi empiris menunjukkan bahwa perceived organizational support memiliki hubungan positif dengan sejumlah outcomes

(4)

seperti kepuasan kerja, komitmen organisasional, dan kinerja (Rhoades and Eisenberger, 2002), hanya sedikit studi yang mengkaitkannya dengan job engagement.

Berdasarkan rujukan dari Kahn (1990) dan Maslach et al. (2001), Saks (2006) menetapkan enam anteseden job engagement. Dari keenam anteseden tersebut, kajian empiris Saks (2006) menunjukkan hanyajob characteristicsdan

perceived organizational support yang memiliki hubungan positif dengan job engagement. Studi sejenis dilakukan oleh Rich et al. (2010) dan Ram dan Prahbkar (2011) yang menemukan bahwa perceived organizational support

merupakan prediktor penting job engagement. Studi Taipale et al. (2011) juga menunjukkan bahwa social support merupakan prediktor positif bagi job engagement.

Faktor pendorong popularitas job engagement adalah bahwa job engagement memiliki konsekuensi positif bagi organisasi. Seperti yang dikemukakan sebelumnya, terdapat keyakinan umum bahwa terdapat kaitan antara engagement dengan keberhasilan bisnis (Harter et al., 2002). Namun demikian,engagementmerupakan konstruk level-individual dan jika mendorong keberhasilan bisnis, konstruk ini terlebih dahulu harus memiliki dampak terhadap

outcomes pada level individual. Dengan demikian, terdapat alasan untuk mengharapkan bahwa job engagement berhubungan dengan sikap, kecenderungan, dan perilaku individual.

Kahn (1990) menyatakan bahwa job engagement mendorong tercapainya kualitas pekerjaan dan pengalaman individu dalam pekerjaannya, sertaoutcomes

pada level organisasi yaitu pertumbuhan dan produktivitas organisasi. Studi Schaufeli dan Bakker, 2004) serta Sonnentag (2003) serta kajian teoritis Whittington dan Galpin (2010) menunjukkan bahwa job engagement memiliki hubungan positif dengantask performancedanextra-role behavior.

(5)

Job performance tidak hanya mencakup task performance, tetapi juga perilaku kurang formal yang memberikan kontribusi positif terhadap organisasi (Motowidlo et al., 1997). Jenis perilaku tersebut yang mencakup helpfulness, sportsmanship, conscientiousness, dan civic virtue (Organ, 1988), tidak memberikan konstribusi secara langsung bagi inti teknis organisasi, tetapi memberikan kontribusi pada organisasi dengan mengembangkan lingkungan sosial dan psikologis yang kondusif bagi pencapaian pekerjaan yang dilibatkan dalam inti teknis organisasi (Motowidlo et al., 1997). Penamaan yang umum bagi perilaku kinerja tersebut adalah organizational citizenship behavior (Organ, 1988). Studi empiris Saks (2006) menunjukkan bahwajob engagementmemiliki hubungan positif dengan organizational citizenship behavior. Demikian juga Ram dan Prahbkar (2011) menemukan hal yang sama.

Dengan demikian, hipotesis yang diajukan adalah :

H1 : Perceived organizational supportmemiliki hubungan positif denganjob engagement.

H2 : Perceived organizational supportmemiliki hubungan positif dengantask performance.

H3 : Job engagementmemiliki hubungan positif dengantask performance. H4 : Job engagement memiliki hubungan positif dengan organizational

citizenship behavior.

H5 : Task performance memiliki hubungan positif dengan organizational citizenship behavior.

(6)

.Gambar 1. Model Analisis

III. METODE & PROSEDUR PENELITIAN

Responden adalah 66 karyawan level staf pada perusahaan asuransi. Rata-rata usia responden adalah 32 tahun. 60 persen responden adalah laki-laki. Masa kerja responden rata-rata 4 tahun, dan lebih dari 50 persen responden berpendidikan sarjana.

Instrumenperceived organizational supportmengadaptasi instrumen yang dikembangkan oleh Eisenberger et al. (2001). Job engagement mengacu pada instrumen yang dikembangkan oleh Rich et al. (2010) yang mencakup physical engagement,emotional engagement, dancognitive engagement. Pengukurantask performance mengacu pada instrumen dari Williams dan Anderson’s (1991). Ketiga skala pengukuran tersebut adalah tipe Likert 5-skala pengukuran, mulai dari (1) Sangat Tidak Setuju sampai (5) Sangat Setuju.Organizational citizenship behaviordiukur melalui instrumen yang mengadaptasi dari Lee dan Allen (2002). Skala pengukuran instrumen ini adalah tipe Likert 7-skala, mulai dari (1) Sangat Tidak Setuju dan (7) Sangat Setuju. Teknik analisis menggunakan analisis jalur.

(7)

IV. TEMUAN-TEMUAN

Tabel berikut menyajikan statistik deskriptif dan reliabilitas masing-masing konstruk yang diteliti.

Tabel 1. Statistik Deskriptif

Konstruk Mean S.D 1 2 3 4 1. POS 3.5855 .45937 .7647 2. Job engagement 3.9361 .41748 .571(**) .8784 3. Task performance 4.0788 .39981 .336(**) .507(**) .7262 4. OCB 4.9226 .66146 .218 .382(**) .373(**) .6394

** korelasi signifikan pada level 0.01 ; Off-diagonal adalah koefisien reliabilitas masing-masing konstruk

Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa seluruh konstruk adalah reliabel dengan kisaran antara 0,6394 – 0,8784. Seluruh korelasi antar konstruk adalah signifikan pada level 0,01 kecuali untuk korelasi antaraperceived organizational supportdenganorganizational citizenship behaviortidak signifikan.

Gambar 2 berikut menyajikan model struktural mengenai hubungan antar variabel yang dihipotesiskan.

(8)

Gambar 2. Model Empiris

Tabel 2 berikut memberikan informasi lebih rinci mengenai pengujian hipotesis.

Tabel 2. Estimasi Koefisien Jalur

Estimate S.E. C.R. P

Job engagement  POS .519 .093 5.613 ***

Task performance  POS .060 .113 .526 .599

Task performanceJob engagement .448 .124 3.601 *** OCB  Task performance .430 .214 2.004 .045

OCB  Job engagement .382 .180 2.121 .034

Tabel 2 menunjukkan bahwa hubungan antara perceived organizational support dengan job engagement adalah positif dan signifikan pada level 0,01. Dengan demikian pula, hipotesis 1 dapat dikonfirmasikan. Hipotesis 2 mengenai hubungan antaraperceived organizational supportdengantask performancetidak dapat dikonfirmasikan karena hanya mencapai level signifikansi 0,599. Hipotesis 3 mengenai hubungan antara job engagement dengan task performance dapat dikonfirmasikan pada level 0,05. Hubungan antara task performance dan job

(9)

engagement dengan organizational citizenship behavior dalah positif dan signifikan pada level 0,05. Dengan demikian, hipotesis 3 dan hipotesis 4 dapat dikonfirmasikan.

Tabel 3 Koefisien Korelasi Kuadrat

Variabel Dependen Estimate Job engagement .326

OCB .139

Efek MediasiJob EngagementdanTask Performance

Menurut Baron dan Kenny (1986), untuk memastikan keberadaan efek mediasi harus memenuhi tiga kondisi. Pertama, variabel independen variable (anteseden job engagement) harus memiliki hubungan signifikan dengan mediator (job engagement). Kedua, mediator (job engagement) harus memiliki hubungan signifikan dengan variabel dependen (konsekuensi engagement). Ketiga, signifikasi hubungan antara variabel independen (antecedent job engagement) dengan variabel dependent (konsekuensi job engagement) akan berkurang atau tidak lagi signifikan. Kondisi pertama dan kedua sudah diuraikan di atas (tabel 1). Untuk kondisi ketiga, anteseden harus dihubungkan dengan konsekuensi.

Untuk menguji model mediasi dimana job engagement menengahi hubungan antaraperceived organizational supportdanorganizational citizenship behavior, tambahan analisis regresi dilakukan. Tabel berikut menyajikan hasil analisis regresi antara perceived organizational support dengan organizational citizenship behavior.

(10)

Tabel 4. Estimasi Koefisien Regresi

Estimate S.E. C.R. P OCB ← POS .313 .174 1.798 .072 POS :Perceived Organizational Support OCB :Organizational Citizenship Behavior

Tabel tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara perceived organizational support denganorganizational citizenship behavior adalah tidak signifikan (p = 0,072). Besaran koefisien determinasi 4,7% menunjukkan penurunan dari besar awal 15,67%. Antesedenperceived organizational support

hanya mampu menjelaskan 4,7% variasi pada organizational citizenship behavior. Secara keseluruhan, hasil ini mengindikasikan bahwajob engagement

secara signifikan menengahi hubungan antara perceived organizational support

denganorganizational citizenship behavior.

Pada studi ini, task performance memediasi hubungan yaitu hubungan antara perceived organizational support dan job engagement dengan

organizational citizenship behavior. Untuk hubungan antara perceived organizational support dengan organizational citizenship behavior, task performance tidak berhasil menjadi mediator yang signifikan, karena hubungannya dengan perceived organizational support (anteseden) tidak signifikan.

Dalam posisinya sebagai mediator hubungan antara job engagement

dengan organizational citizenship behavior, task performance memenuhi dua kondisi pertama, yaitu memiliki hubungan signifikan dengan job engagement

(anteseden) danorganizational citizenship behavior(konsekuensi). Untuk kondisi ketiga, tabel 2 menunjukkan bahwa hubungan antara task performance dengan

(11)

hubungan antara job engagement dengan organizational citizenship behavior. Dengan demikian, posisitask performancesebagai mediator hubungan antarajob engagementdenganorganizational citizenship behavioradalah signifikan.

V. DISKUSI, IMPLIKASI DAN KETERBATASAN

Dewasa ini, terdapat sejumlah ketertarikan yang besar mengenai job engagement khususnya di kalangan praktisi dan konsultan. Meskipun job engagement dianggap penting bagi kinerja organisasi dan keberhasiln bisnis, namun hanya sedikit studi empiris mengenaijob engagementuntuk mendukung gagasan pentingnya job engagement sehingga konstruk ini dianggap sebagai bentuk lain mode manajemen (Saks, 2006).

Tujuan studi ini untuk mengisi kesenjangan (gap) dalam literatur

engagement yang menempatkan job engagement sebagai anteseden dan konsekuensi variabel sikap lainnya. Studi ini menemukan bahwa perceived organizational supportmemiliki hubungan positif denganjob engagementnamun hubungan perceived organizational support dengan task performance tidak signifikan. Job engagement memiliki efek positif task performance dan

organizational citizenship behavior. Selain itu, hubungan antara task performancedenganorganizational citizenship behaviorjuga positif.

Studi ini mengindikasikan tiga hal. Pertama, adanya dukungan organisasional (perceived organizational support) memberikan efek positif bagi karyawan untuk semakin mengikatkan diri dengan organisasi. Hal ini merupakan modal dasar bagi organisasi untuk mengembangkan kemampuan bersaing menurut perspektif sikap karyawan. Secara praktis, skor rata-rata perceived organizational support pada Tabel 1 mengindikasikan masih terdapatnya ruang bagi organisasi untuk meningkatkan dukungannya. Hubungan positif antara

(12)

(1990), mengindikasikan adanya rasa aman secara psikologis tanpa rasa takut adanya konsekuensi negatif terhadap citra-diri, status, atau karir. Dengan demikian, karyawan dapat lebih engage dengan organisasi. Karyawan dapat menjadi lebih siap, baik secara fisik, emosi, maupun psikologis.

Kedua, adanya hubungan penting antaraperceived organizational support,

job engagement, task performance dan organizational citizenship behavior

mengukuhkan model teoritis yang dikembangkan peneliti sebelumnya (Rich, 2010; Saks, 2006) maupun model dasar yang dikembangkan oleh Kahn (1990). Tentunya, hal ini memperkaya pemahaman peneliti yang mencari model-model keperilakuan karyawan dalam organisasi.

Ketiga, dalam posisinya sebagai mediator, job engagement menengahi hubungan antara perceived organizational support dengan organizational citizenship behavior. Temuan ini mendukung model umumjob engagementyang dikembangkan oleh Kahn (1990). Secara empiris, studi ini sejalan dengan studi-studi sebelumnya yang menegaskan keberadaanjob engagementsebagai mediator (Rich et al., 2010; Saks, 2006; Schaufeli and Bakker, 2004; Sonnentag, 2003).

Meskipun temuan-temuan pada studi ini secara umum mendukung hipotesis yang diajukan, studi ini memiliki beberapa keterbatasan yang dapat diperbaiki pada studi lanjutan. Pertama, sejauhmana hasil studi ini dapat digeneralisasikan pada karyawan lain tidak dapat diketahui. Sebagai contoh, cara kerja karyawan asuransi secara fisik maupun kognitif berbeda dengan karyawan lain misalnya karyawan pada industri manufaktur. Kedua, data pada studi ini bersifat cross-cross-sectional dan memiliki rujukan hasil-hasil studi empiris, kesimpulan yang menunjukkan kausalitas dapat dipertanyakan karena terdapat kemungkinan adanya model berbeda. Dalam kaitan ini, penulis tidak sepenuhnya yakin akan urutan kausalitas pada model yang diuji. Sebagai contoh, Saks (2006) menyebutkan performance bisa mendahului job engagement. Karenanya, riset

(13)

berikutnya perlu mempertimbangan job performance sebagai anteseden job engagement.

REFERENSI

Baron, R.M. and Kenny, D.A. 1986. The Moderator-mediator Variable Distinction in Social Psychological Sesearch: Conceptual, Strategic and Statistical Considerations. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 51, pp. 1173-82.

Chughtai, Aamir Ali., and Finian BuckleyWork. 2011. Work Engagement: Antecedents, the Mediating Role of Learning Goal Orientation and Job Performance. Career Development International, Vol. 16 No. 7, pp. 684-705

Bakker, Arnold B., and Wilmar B. Schaufeli. 2008. Positive organizational behavior: Engaged Employees in Flourishing Organizations. Journal of Organizational Behavior, Vol. 29, pp. 147–154.

Hakanen, J., Schaufeli, W. and Ahola, K. 2008. The Job Demands-resources Model: A Three-Year Cross-lagged Study of Burnout, Depression, Commitment, and Work Engagement. Work & Stress, Vol. 22 No. 3, pp. 224-41.

Harter, J. K., Schmidt, F. L., and Hayes, T. L. 2002. Business Unit-level relationship between Employee Satisfaction, Employee Engagement, and Business Outcomes: A Meta-analysis. Journal of Applied Psychology, Vol. 87, pp. 268–279.

Kahn, W. A. 1990. Psychological Conditions of Personal Engagement and Disengagement at Work. Academy of Management Journal, Vol. 33, pp. 692–724.

Kahn, W. A. 1992. To be Fully There: Psychological Presence at Work.Human Relations, Vol. 45, pp. 321-349.

Motowidlo, S. J., Borman, W. C., and Schmit, M. J. 1997. A Theory of Individual Differences in Task and Contextual Performance. Human Performance, Vol. 10, pp. 71-83.

(14)

Rich, Bruce Louis., Jeffrey A. Lepine., and Eean R. Crawford. 2010. Job engagement: Antecedents and Effects on Job Performance. Academy of Management Journal, Vol. 53, No. 3, pp. 617–635.

Ram, Padmakumar., and Gantasala V. Prabhakar. 2011. The role of Employee Engagement in Work-related Outcomes. Interdisciplinary Journal of Research in Business, Vol. 1, Issue. 3, pp.47-61.

Robinson, D., Perryman, S. and Hayday, S. 2004. The Drivers of Employee Engagement. Institute for Employment Studies, Brighton.

Rhoades, L., and Eisenberger, R. 2002. Perceived organizational support: A review of the Literature.Journal of Applied Psychology, Vol. 87, pp. 698– 714.

Saks, A. M. 2006. Antecedents and Consequences of Employee Engagement.

Journal of Managerial Psychology, Vol. 21, pp. 600–619.

Salanova, M., Agut, S., & Peiro´ , J. M. 2005. Linking Organizational Resources and Work Engagement to Employee Performance and Customer Loyalty: The Mediation of Service Climate.Journal of Applied Psychology, Vol. 90, pp. 1217–1227.

Schaufeli, W. B., and Bakker, A. B. 2004. Job demands, Job Resources and Their Relationship with Burnout and Engagement: A Multi-sample Study. Journal of Organizational Behavior, 25: 293–315.

Sonnentag, S. 2003. Recovery, Work Engagement, and Proactive Behavior: a New Look at the Interface between Nonwork and Work. Journal of Applied Psychology, Vol. 88, pp. 518-28.

Taipale, Sakari ., Kirsikka Selander., and Timo Anttila. 2011. Work Engagement in Eight European countries: The Role of Job Demands, Autonomy, and Social Support.International Journal of Sociology and Social Policy, Vol. 31, No. 7/8, pp. 486-504.

Xanthopoulou, D., Bakker, A.B., Demerouti, E., and Schaufeli, W.B. 2009. Work Engagement and Financial Returns: A Diary Study on the Role of Job and Personal Resources. Journal of Occupational and Organizational Psychology, Vol. 82, pp. 183–200.

Gambar

Tabel berikut menyajikan statistik deskriptif dan reliabilitas masing-masing konstruk yang diteliti.
Gambar 2. Model Empiris
Tabel 3 Koefisien Korelasi Kuadrat

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat disimpulakan bahwa perempuan dalam hal ini para parengge-rengge berjuang untuk memenuhi kebutuhan harian dalam rumah

Praktik jual beli makanan ringan yang tidak mencantumkan tanggal kadalursa ini masih ada penjual yang belum memenihu hak-hak konsumen dalam pasal 4 nomor 8

Peserta didik diberikan pekerjaan rumah mempersiapkan diri untuk materi siklus kegiatan ekonomi 4 sektor.. Peserta didik diberikan

Hasil penelitian tingkat kesejahteraan keluarga pedagang di obyek wisata Waduk Penjalin Desa Winduaji Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes dapat diketahui dari 10

Singh dan Bhalodiya (2004) di India meneliti pemeriksaan kultur jamur yang berasal dari sinus paranasal pada 251 penderita rinosinusitis maksila kronis didapatkan 201 sampel kultur

Seminari merupakan sebuah lembaga khusus dan istimewa karena seminari adalah wadah pendidikan dan pembinaan orang-orang terpanggil untuk menjadi imam dengan tata cara

Diharapkan dapat meningkatkan penyuluhan yang berkualitas dalam melakukan pendidikan kesehatan dengan penggunaan media lembar balik untuk deteksi dini autis pada

memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka, atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak- anak mereka, atau anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara