• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE. Gambar 9 Kubah penangkaran IPB.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAHAN DAN METODE. Gambar 9 Kubah penangkaran IPB."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari 2008 sampai bulan Oktober 2009 bertempat di laboratorium Biomolekuler PPSHB PAU dan kubah penangkaran IPB (Gambar 9).

Gambar 9 Kubah penangkaran IPB.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 10 Pupa T. h. helena dan 10 pupa T. h. hephaestus, tanaman pakan larva berupa sirih hutan (Aristolochia tagala) yang bibitnya sebagian didatangkan dari Bantimurung dan Cilember. Tanaman pakan imago berupa berbagai jenis tanaman berbunga, yaitu: pagoda (Clerodendrum sp.), soka (Ixora paludosa), pacar air (Impatients

balsamina), lantana (Lantana camara), lolipop merah (Justicia carnea), jengger

ayam, teratai (Nymphaea sp.), batavia (Jathropa integerrima), beauty (Cuphea

hissofolia), merak (Caesalpinia pulcherrima), cucur bebek (Kalanchoe pinnuta),

(2)

madu dengan perbandingan air dan madu 9:1, alkohol, tisu, selotip, lem fox, tali plastik, styrofoam, dan air.

Alat yang digunakan yaitu: pinset, gunting, pipet tetes, kuas, lup, labu semprot, jam, kamera digital merek Fujifilm tipe FinePix S700 – 7,1 megapixels 10 x optical zoom dilengkapi tripod, timbangan digital AND HX-100 berskala 0.0001 gram, termometer minimum – maksimum, luxmeter merek Extech model 401025, higrometer merek Kawe, mistar, jangka sorong, mikrometer, mikroskop stereo merek Zeiss model Stemi 2000-C pembesaran 62.5 x , oven merek Heraeus

D-6450 Hanau max 250 ºC, botol film, nampan plastik, jaring serangga dan alat

tulis menulis (Lampiran 2). Sarana penunjang lain terdiri dari: kubah penangkaran, kandang kawin, kandang pupa, cawan petri, toples gelas, dan toples plastik.

C. Metode Penelitian a. Persiapan

1. Penyiapan Kubah Penangkaran, Kandang Kawin dan Kandang Pupa

Kubah penangkaran IPB yang berukuran tinggi 9 m dan diameter 13 m pada awalnya merupakan tempat pembibitan dan penyimpanan tanaman hias yang dikelola oleh Direktorat Properti Bagian Pertamanan IPB. Setelah mendapatkan persetujuan peminjaman kubah, dilakukan penyiapan kubah penangkaran dengan mengadakan renovasi dan pembersihan bagian kubah untuk memastikan tidak adanya lubang yang memungkinkan imago lepas dan predator masuk ke penangkaran. Suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya di kubah penangkaran dan di laboratorium diukur agar diketahui kondisi lingkungan.

Kandang kawin di dalam kubah penangkaran dibuat dari bambu dan paranet berukuran 3 x 2 x 3 m (Gambar 10a). Sebelum ukuran kandang kawin ditentukan, diadakan penelitian pendahuluan untuk memastikan pasangan imago dapat menempati luasan minimum agar dapat melakukan perkawinan.

Kandang pupa terbuat dari rangka kayu dan kain kasa berukuran 40 x 40 x 40 cm dan ditempatkan di laboratorium (Gambar 10b). Salah satu sisi dibuat pintu untuk memasukkan pupa dan mengeluarkan imago jika ada imago yang keluar dari pupa (eklosi), serta diberi kapur pengaman predator semut. Penetapan

(3)

ukuran dan model kandang pupa didapatkan setelah dilakukan penelitian pendahuluan untuk memastikan imago dapat mengalami eklosi dan tidak keluar dari kandang pupa setelah eklosi.

a b

Gambar 10 Kandang yang digunakan untuk penelitian: kandang kawin (a) dan kandang pupa (b).

2. Penyiapan Pakan Imago dan Pakan Larva

Kubah penangkaran dan kandang kawin berisi pakan imago berupa berbagai tanaman berbunga seperti pagoda (Clerodendrum sp.), soka (Ixora

paludosa), pacar air (Impatients balsamina), lantana (Lantana camara), lolipop

merah (Justicia carnea), jengger ayam, teratai (Nymphaea sp.), batavia (Jathropa

integerrima), beauty (Cuphea hissofolia), merak (Caesalpinia pulcherima), cucur

bebek (Kalanchoe pinnuta), dan sirih pagar. Di dalam kubah penangkaran ini dilengkapi pula dengan tanaman pelindung, seperti bambu jepang dan sanseviera.

Langkah berikutnya adalah pembibitan pakan larva (Gambar 11), dengan menyemai biji A. tagala menggunakan nampan plastik yang diberi beberapa lubang pada bagian bawahnya. Nampan yang telah diisi biji A. tagala kemudian ditutup dengan plastik. Apabila biji-biji tersebut telah tumbuh dan memiliki tiga sampai empat daun, maka bibit dipindahkan ke polibag. Pembibitan dapat juga berasal dari stek tangkai tua yang ditanam dalam polibag. Biji yang telah disemai ditutup dengan sungkup plastik, sedangkan polibag berisi bibit dan stek tangkai diletakkan ditempat yang aman yaitu tidak terkena hujan dan sinar matahari langsung. Bibit A. tagala yang telah tumbuh kemudian ditanam di bagian tepi

(4)

dalam kubah penangkaran dan diberi tali untuk sarana merambat, sedangkan sebagian lagi ditempatkan dalam pot yang diberi kawat besi (Gambar 12).

a b d c

Gambar 11 Proses pembibitan pakan larva: biji A. tagala (a), biji A. tagala disemai dalam nampan (b), bibit satu minggu setelah disemai (c), dan bibit umur satu bulan (d).

a b

Gambar 12 Posisi peletakan tanaman pakan larva: stek A. tagala di polibag telah tumbuh (a), A. tagala di pot (b).

(5)

3. Pemilihan Pupa

Pupa T. h. helena didapatkan dari hasil budidaya di Wana Wisata Curug Cilember (Gambar 13), sedangkan T. h. hephaestus berasal dari Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (Gambar 14). Banyaknya pupa dari masing-masing subspesies tersebut adalah 10 dengan kondisi baik. Pupa-pupa tersebut ditempatkan di kandang pupa dalam laboratorium. Tangkai tanaman tempat bergantungnya pupa ditancapkan pada styrofoam dalam kandang pupa. Apabila ada pupa yang terlepas, maka bagian ventral pupa direkatkan pada kayu dengan menggunakan lem fox.

(6)

Gambar 14 Peta lokasi Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung.

b. Pelaksanaan penelitian 1. Teknik Penangkaran

Bagian tepi dalam kubah penangkaran ditanami A. tagala yang diberi sarana untuk merambat berupa tanaman bambu jepang. Diantara tiang kubah penangkaran diberi bentangan tali plastik sebagai sarana merambat A. tagala. Bagian tengah kubah penangkaran ditanami A. tagala yang ditempatkan dalam wadah pot mengelilingi kolam penampungan air. Tanaman berbunga sebagai sumber nektar imago juga ditanam pada bagian tepi dan tengah kubah penangkaran secara teratur, dan sebagian ditempatkan dalam wadah pot. Kandang kawin dalam kubah penangkaran juga ditanami A. tagala dan bunga sebagai sumber nektar imago. Pemberian nektar buatan dari larutan madu ditempatkan pada wadah yang diberi bunga. Setiap dua hari sekali, nektar buatan diganti dengan larutan baru dan bunga yang masih segar. Setiap dua hari sekali, kubah

(7)

penangkaran diperiksa dan dibersihkan dari predator. Setiap hari atap dan dinding kubah penangkaran diperiksa dari kebocoran yang memungkinkan imago lepas dari kubah penangkaran. Setiap lima hari, tanaman pakan larva dan pakan imago diperiksa dan dibersihkan dari hama dan gulma yang menyerang.

Laboratorium tempat pemeliharaan telur sampai pupa diperiksa dan dibersihkan setiap hari dari serangan musuh alami, khususnya semut dan tikus. Penampungan air dan pencahayaan juga setiap hari diperiksa untuk menjaga kelembaban laboratorium. Jendela laboratorium dibuka pada siang hari, jika suhu udara mencapai 37 ºC.

Stadia telur sampai larva instar ke 3 ditempatkan dalam cawan petri. Larva instar ke 4 sampai instar ke 5 dan prepupa sampai pupa berumur satu hari ditempatkan dalam toples gelas. Pupa berumur satu hari ditempatkan dalam kandang pupa sampai imago keluar. Imago yang telah kering sayapnya dipindahkan ke kubah penangkaran menggunakan toples plastik yang bagian atasnya ditutup kain kasa.

2. Pengukuran Lingkungan Fisik Laboratorium dan Kubah Penangkaran

Suhu dan kelembaban ruangan di laboratorium diukur tiga kali sehari (pukul 07.00, 12.00 dan 17.00). Sedangkan di kubah penangkaran dilakukan pengukuran suhu, kelembaban dan intensitas cahaya tiga kali sehari (pukul 07.00, 12.00 dan 17.00) untuk diketahui kondisi lingkungan. Intensitas cahaya di laboratorium tidak diukur, karena cahaya berasal dari lampu yang intensitasnya sudah diketahui dan tetap (500 lux). Data lingkungan diukur secara rutin mulai bulan Februari 2009 sampai Oktober 2009.

3. Pengamatan Lama Waktu Setiap Stadia dan Kelangsungan Hidup

Pasangan imago yang melakukan perkawinan dicatat waktu dan lamanya perkawinan dan direkam imago yang melangsungkan perkawinan, dengan bantuan kamera digital. Telur yang telah diletakkan oleh imago betina di daun sirih hutan, kemudian diambil dan ditempatkan dalam cawan petri di laboratorium. Pada cawan tersebut diberi label hari peletakan telur. Telur diambil dengan cara menggunting daun tempat menempelnya telur atau dengan menggunakan kuas.

(8)

Data penunjang dicatat, seperti tempat dan posisi diletakkannya telur dan jumlah telur yang menetas menjadi larva instar ke 1. Setiap hari, telur diperiksa untuk memastikan ada tidaknya parasitoid yang menyerang telur. Telur yang terserang parasitoid segera dipisahkan.

Telur yang telah menetas menjadi larva instar ke 1 segera ditempatkan dalam cawan petri berdiameter 9 cm tinggi 2 cm di laboratorium. Cawan-cawan tersebut diisi dengan daun A. tagala sampai larva mencapai instar ke 4. Ujung tangkai A. tagala dibalut dengan tisu basah agar daun tetap segar. Waktu menetasnya telur dicatat untuk diketahui lama masa telur dan umur awal larva. Setiap 1 cawan petri hanya diisi 1 larva untuk memudahkan pengamatan (Gambar 15). Setiap hari cawan petri dibersihkan dari kotoran larva. Kapsul kepala yang terlepas saat larva mengalami ganti kulit (moulting) dipisahkan dan dikumpulkan dalam wadah tersendiri sebagai indikator bahwa larva telah mengalami ganti kulit.

Gambar 15 Larva instar ke 3 dalam cawan petri yang berisi A. tagala.

Larva instar ke 4 dipindahkan ke toples gelas berdiameter 14.5 cm dengan tinggi 23 cm dan ditempatkan di laboratorium (Gambar 16a). Toples diberi daun

A. tagala yang tangkainya ditempatkan dalam botol film berisi air untuk menjaga

agar daun tetap segar. Tiga kali dalam sehari, kotoran larva dibersihkan dan diperiksa ketersediaan pakan agar larva tidak kekurangan pakan. Larva yang

(9)

mengeluarkan cairan dari analnya sebagai tanda akan memasuki stadia prepupa, maka di dalam toples tersebut diberi sarana untuk memanjat berupa kayu yang ditancapkan pada botol film. Setiap hari diamati dan dicatat fase perkembangan yang terjadi pada larva (instar) untuk mengetahui lamanya masa larva setiap fase instar. Jumlah larva yang hidup pada setiap fase dihitung, kemudian diamati perilaku selama stadia larva. Periode larva atau lamanya masa larva dihitung sejak menetas dari telur sampai menjadi prepupa. Toples gelas segera dibersihkan dari kotoran dan dikosongkan dari pakan apabila larva telah memasuki stadia prepupa (Gambar 16b).

(a) (b)

Gambar 16: Larva instar ke 4 dalam toples gelas berisi daun A. tagala (a), stadia prepupa (b).

Individu yang telah berada pada stadia prepupa masih ditempatkan dalam toples gelas di laboratorium sampai larva menjadi pupa (pupasi). Sisa kulit (exuviae) prepupa saat pupasi ditempatkan dalam wadah terpisah. Dicatat waktu pupasi dan jumlah prepupa yang berkembang menjadi pupa. Lamanya stadia prepupa dihitung sejak larva menggantung dengan menggunakan sutera dan kremaster sampai pupasi yang ditandai dengan terlepasnya exuviae prepupa.

Pupa yang telah berumur sehari dipindahkan ke kandang pupa di laboratorium dengan menancapkan kayu tempat menggantungnya pupa pada

styrofoam (Gambar 17). Untuk memudahkan pemantauan pupa, maka satu

(10)

diamati untuk menghindari kerusakan dan kematian pupa dan untuk memeriksa predator. Pupa yang rusak segera dikeluarkan dari kandang untuk mencegah penularan ke pupa lainnya, selanjutnya kandang dibersihkan. Ciri pupa yang akan mengalami eklosi menjadi imago adalah berwarna agak gelap atau kehitaman (Gambar 17b). Jumlah imago yang keluar dari pupa dicatat dan lama stadia pupa dihitung sejak pupasi sampai eklosi.

Imago yang baru mengalami eklosi mengeluarkan cairan dari ujung abdomennya, kemudian mengeringkan sayap di penggantung pupa dengan mengepak-ngepakkan sayap. Selanjutnya, imago bergantung pada dinding kandang sampai sayap benar-benar kering dan membentang dengan sempurna. Imago kemudian diukur bentangan sayapnya menggunakan jangka sorong dan selanjutnya dilepas ke kubah penangkaran. Imago dibawa ke penangkaran menggunakan toples plastik yang ditutup dengan paranet dan satu kotak hanya diisi dengan satu imago. Lama periode imago dihitung sejak eklosi sampai imago mati. Seks rasio antara imago jantan dan imago betina dihitung.

a b

Gambar 17 Pupa T. h. hephaestus: enam pupa dalam kandang pupa (a), perubahan warna pupa menjelang eklosi (b).

4. Pengamatan Morfologi Telur, Larva, Pupa, dan Imago

Sebanyak tiga puluh telur yang berumur 5 hari diukur diameternya menggunakan mikrometer pada mikroskop stereo, dan diamati warna telurnya (Gambar 18). Bobot telur ditimbang menggunakan timbangan digital.

Panjang dan lebar sepuluh larva diukur dengan jangka sorong skala 0.05 mm. Panjang larva diukur dari ujung kapsul kepala sampai ujung abdomen,

(11)

sedangkan lebar larva diukur pada posisi seta ke 6 dari kedua sisi tubuh (Gambar 19). Larva diukur pada saat larva dalam kondisi diam.

a b

Gambar 18 Mikroskop stereo (a), telur T. h. hephaestus, diameter 2.5 cm, berwarna jingga (b).

a b

Gambar 19 Cara pengukuran larva T. h. hephaestus: panjang larva instar ke 5 (a), lebar larva instar ke 5 (b).

Pupa diukur panjang dan lebarnya dengan jangka sorong (Gambar 20). Sebanyak sepuluh pupa diukur setelah berusia satu hari. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar pupa yang diukur adalah pupa yang telah kering dan bentuknya stabil.

(12)

Imago diukur panjang bentangan sayapnya setelah sayap kering dan imago dalam keadaan diam (Gambar 21).. Pengukuran dilakukan terhadap lima imago jantan dan lima betina.

a b

Gambar 20 Cara pengukuran pupa T. h. hephaestus: panjang pupa (a), lebar pupa (b).

Gambar 21 Cara pengukuran panjang bentangan sayap T. h. helena jantan.

5. Pengamatan Fekunditas (Keperidian) Imago Betina

Fekunditas betina dilakukan terhadap tiga ekor betina T. h. helena dan tiga ekor betina T. h. hephaestus yang telah kawin. Jumlah telur yang diletakkan setiap hari dihitung. Total telur yang diletakkan oleh imago betina selama hidupnya juga

(13)

dihitung. Lama peneluran dihitung sejak hari pertama telur diletakkan sampai hari terakhir peletakan telur. Persentase penetasan telur dihitung dari jumlah telur yang menetas dibandingkan dengan total telur. Pengamatan oviposisi dimulai sejak imago betina melakukan perkawinan (mating) sampai imago betina mati. Pengamatan dilakukan setiap hari dari pukul 07.00–17.00.

6. Pengamatan Konsumsi Pakan Larva

Pengamatan konsumsi pakan larva dilakukan terhadap sepuluh larva T.h.

helena dan sepuluh larva T. h. hephaestus sejak fase instar ke 1 sampai fase instar

ke 5. Jumlah pakan yang dikonsumsi selama fase larva dihitung bobot keringnya. Pemberian pakan larva dengan cara daun A. tagala dipotong berukuran 2 x 2 cm. Potongan-potongan daun diberikan kepada setiap larva sesuai keaktifan makan tiap larva. Ketersediaan pakan larva instar ke 1 sampai instar ke 3 diperiksa satu sampai dua kali sehari, sedangkan pakan larva instar ke 4 sampai instar ke 5 diperiksa tiga sampai empat kali sehari. Jumlah potongan daun yang diberikan pada tiap larva di semua fase dicatat setiap hari. Setiap hari sisa pakan segera dikeringkan menggunakan oven, selanjutnya diberi label. Pakan dikeringkan pada suhu 75 ºC selama tiga hari sampai mencapai berat konstan (Sanjaya et al. 2004).

Sepuluh potong daun berukuran 2 x 2 cm dikeringkan untuk diketahui bobot kering rata-rata pada satu potong daun. Jumlah potongan daun yang diberikan pada tiap larva setiap hari dicatat, kemudian dikonversi ke bobot kering. Pakan sisa setiap hari untuk tiap larva dikeringkan, setelah 3 hari ditimbang bobot keringnya untuk diketahui bobot kering sisa pakan. Jumlah pakan yang dikonsumsi tiap larva setiap hari dihitung dengan mengurangkan bobot kering pakan yang diberikan terhadap bobot kering sisa pakan.

Larva T. helena hanya mengkonsumsi daun A. tagala. Analisis proksimat dilakukan terhadap pakan untuk mengetahui kandungan kimia A. tagala. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB.

(14)

7. Pengamatan Perilaku Selama di Penangkaran.

Pengamatan pada stadia larva meliputi perilaku makan larva dan pengamatan perkembangan larva dari satu fase ke fase berikutnya (instar) yang ditandai dengan adanya pergantian kulit (moulting). Stadia pupa diamati bagaimana proses perubahan dari prepupa menjadi pupa (pupasi) yang ditandai dengan adanya sisa kulit prepupa (exuviae) dan perilaku pupa saat mengalami gangguan.

Imago diamati meliputi perilaku saat pertama keluar dari pupa (eklosi), perilaku selama mengeringkan sayap sampai bisa terbang, cara mencari pakan (feeding) sumber nektar, perilaku kawin, dan perilaku peletakan telur (egg laying).

Pengamatan perilaku T. h. helena dan T. h. hephaestus dilakukan setiap hari pukul 07.00–18.00 bertempat di laboratorium dan kubah penangkaran IPB, dengan kamera digital merek Fujifilm tipe FinePix S700, 7.1 mega pixels, 10 x

optical zoom, dengan bantuan tripod.

D. Analisis Data

a. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus

Teknik penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus di laboratorium dan kubah penangkaran, disajikan secara deskriptif.

b. Pengukuran Lingkungan Fisik Laboratorium dan Kubah Penangkaran

Suhu udara minimum dan maksimum, kelembaban udara, dan intensitas cahaya di laboratorium dan kubah penangkaran IPB ditampilkan dalam grafik.

c. Lama Waktu Setiap Stadia T. h. helena dan T. h. hephaestus

Lama waktu setiap stadia yang dibutuhkan oleh T. h. helena dan T. h.

hephaestus pada stadia telur, stadia larva pada tiap fase, stadia prepupa, stadia

pupa, dan stadia imago betina ditampilkan dalam tabel.

d. Kelangsungan Hidup T. h. helena dan T. h. hephaestus

Rataan Jumlah individu yang hidup pada setiap kelas umur dan fase (telur, larva instar ke 1 sampai instar ke 5, prepupa, pupa dan imago betina) dari 3

(15)

ulangan dihitung kemudian dimasukkan ke dalam life table (tabel neraca kehidupan) (Gomes-Filho 2003; Gabre et al. 2005). Harapan hidup dan peluang hidup dihitung, kemudian dibuat kurva kelangsungan hidup (Price 1984; Tarumingkeng 1994) dan dilanjutkan dengan pembuatan life table diagramatik. Neraca kehidupan disusun seperti gambar 22.

Gambar 22 Komponen-komponen yang digunakan untuk menyusun neraca kehidupan.

Rumus-rumus yang digunakan adalah: lx = ax/a0

dx= lx-lx+1 qx= dx/ax Lx= lx+lx+1)/2

Tx= x =0...w (x=w adalah kelas umur terakhir) ex= Tx/lx

px= x+1 (lx+1+lx+2/lx+ lx+1). Keterangan-keterangan: x = kelas umur

ax = jumlah individu yang hidup pada setiap kelas umur x

lx = proporsi individu yang hidup pada kelas umur x setelah distandarkan dx= jumlah individu yang mati padakelas umur x

qx= proporsi individu yang mati pada kelas umur x

Lx= jumlah rata-rata individu pada kelas umur x dan kelas umur berikutnya Tx= jumlah individu yang hidup Pada kelas umur x

ex= harapan hidup individu pada setiap kelas umur x

px= proporsi individu yang hidup pada kelas umur x dan mencapai kelas umur x+1. x (1) ax (2) lx (3) dx (4) qx (5) Lx (6) Tx (7) ex (8) Px (9)

(16)

e. Morfologi Telur, Larva, Pupa, dan Imago.

Data morfologi stadia telur, pupa, dan imago hasil penangkaran kemudian dibandingkan dengan data dari alam, selanjutnya dilakukan uji t dua sampel untuk mengetahui perbedaan dua populasi (Mattjik & Sumertajaya 2006).

f. Fekunditas (Keperidian) Imago Betina.

Jumlah telur yang diletakkan, total telur yang diletakkan, lama peneluran, dan persentase penetasan ditampilkan dalam tabel, kemudian jumlah telur yang diletakkan setiap hari ditampilkan dalam grafik.

g. Konsumsi Pakan Larva.

Bobot kering pakan yang dikonsumsi oleh larva diketahui dengan menghitung bobot kering pakan yang diberikan dikurangi dengan bobot kering pakan yang tersisa (Syamsu 2003). Bobot kering pakan yang dikonsumsi ditampilkan dalam tabel.

h. Perilaku Selama di Penangkaran.

Perilaku imago, larva, dan pupa yang diamati selama di penangkaran disajikan secara deskriptif.

Gambar

Gambar 9  Kubah penangkaran IPB.
Gambar  10    Kandang  yang  digunakan  untuk  penelitian:  kandang  kawin  (a)  dan  kandang pupa (b)
Gambar  11    Proses  pembibitan  pakan  larva:  biji  A.  tagala  (a),  biji  A.  tagala   disemai  dalam  nampan  (b),  bibit  satu  minggu  setelah  disemai  (c),  dan bibit umur satu bulan (d)
Gambar 13  Peta lokasi Wana Wisata Curug Cilember.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 1 Nilai Rerata, Selang, Koefisien Keragaman Fenotip, Koefisien Keragaman Genetik, dan Heritabilitas Karakter Kuantitatif dalam Populasi BM UB 1 Karakter Tinggi Tanaman cm

Terjadinya perbedaan konversi ransum pada penelitian ini, dapat dijelaskan sebagai berikut: konsumsi ransum tidak dipengaruhi oleh ransum perlakuan, tetapi bila dikaitkan

ketidakpastian lingkungan terhadap penerapan transparansi pelaporan keuangan dalam penelitian Arsyadi (2012) menunjukan hasil yang tidak. konsisten, yaitu

Secara umum, hasil penelitian mereka menyatakan bahwa bila pengusaha di sektor UMKM (dalam penelitian ini UMKM sektor industri kerajinan, kuliner dan fashion di

Nilai Kebersamaan dan Toleransi adalah dua nilai yang saling melengkapi. Nilai kebersamaan adalah nilai yang dimiliki manusia dalam interaksinya dengan sesama

231 Menteng Dalam Tebet Jakarta Selatan, telp.

2 Rumah Jawa Barat Bandung Riung Bandung – Sukarno Hatta Bandung Kantor Jawa Barat Bandung Barat Ngamprah Mekarsari Jl.. Raya Padalarang –

Berdasarkan hasil uraian dan pembahasan perbaikan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembentukan standar kompetensi diawali dengan menentukan