• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Laut Bering lepas pantai Chukotka, Rusia. Juru bicara Kementerian Kelautan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Laut Bering lepas pantai Chukotka, Rusia. Juru bicara Kementerian Kelautan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Kasus tenggelamnya kapal penangkap ikan “Oryong 501” milik Korea Selatan pada Desember tahun 2014 lalu, menambah tragedi terjadinya musibah buruk yang menimpa anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di luar negeri. Kapal Oryong 501 tenggelam pada tanggal 1 Desember 2014 di barat Laut Bering lepas pantai Chukotka, Rusia. Juru bicara Kementerian Kelautan dan Perikanan Korea Selatan mengungkapkan Kapal Oryong 501 tersebut dioperasikan oleh Sajo Industries untuk menangkap ikan Pollock dan memiliki awak kapal berjumlah 60 orang. Para penumpang dari kapal berusia 36 tahun yang memiliki berat 1.753 ton itu terdiri dari 35 awak asal Indonesia, 13 dari Filipina, 11 Korea Selatan, dan 1 inspektur asal Rusia.1

Spekulasi penyebab tenggelamnya Kapal Oryong 501 tersebut masih bermunculan dari cuaca buruk hingga kelalaian yang dilakukan kapten kapal ataupun perusahaan. Sajo Industries sebagai perusahaan besar pencari ikan diketahui memiliki rekam jejak buruk. 2 Terdapat laporan mengenai pelanggaran serius yang dilakukan perusahaan, seperti pelecehan dan berbagai kekerasan terhadap ABK, ada pula pelanggaran kontrak kerja seperti

1

Sita Hidriyah, 2014, Kasus Tenggelamnya Kapal Oryong 501 dan Perlindungan TKI ABK, Info Singkat Hubungan Internasional Vol. VI, No. 23/I/P3DI/Desember/2014, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI, hlm. 5.

2

(2)

gaji para kru yang tidak dibayar sesuai kesepakatan, jam kerja berlebihan, serta minimnya fasilitas kerja. Bahkan The Korea Times menulis bahwa di tahun 2011, Sajo Industries digugat oleh 32 kru kapal asal Indonesia yang turun dari Kapal “Oryong 75” karena gaji yang tidak dibayar, mengalami pelecehan fisik, menjalani beban kerja tak sesuai ketentuan, dan membahayakan jiwa.3

Jika melihat pada kondisi tersebut, perlindungan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ABK perlu dilakukan secara lebih maksimal oleh Pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, komitmen Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Luar Negeri untuk memberikan perlindungan yang berkualitas, menyeluruh, dan berkelanjutan bagi para TKI di luar negeri harus benar-benar dibuktikan. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, sejatinya ABK yang bekerja di kapal asing juga termasuk TKI yang dilindungi. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia perlu memberikan perhatian lebih terhadap upaya perlindungan TKI ABK di luar negeri, apalagi melihat realita bahwa dari tahun ke tahun memang semakin terasa bertambah besarnya animo TKI untuk bekerja ke luar negeri. Animo tersebut tidak terkecuali juga terjadi di sektor kelautan dan perikanan, bahkan TKI yang dikirim untuk bekerja sebagai ABK ke luar negeri bisa mencapai 10.000 orang per tahunnya.4

3 Ibid.

4

(3)

Besarnya animo para tenaga kerja yang ingin bekerja ke luar negeri dan besarnya jumlah TKI yang sedang bekerja di luar negeri di satu sisi mempunyai sisi positif, yaitu mengatasi sebagian masalah pengangguran di dalam negeri, namun di sisi lain mempunyai sisi negatif berupa risiko kemungkinan terjadinya permasalahan-permasalahan hukum yang dialami oleh TKI di luar negeri. Perwakilan Diplomatik maupun Perwakilan Konsuler di luar negeri selaku wakil Negara pengirim (sending State) di Negara penerima (receiving State) tentunya memiliki andil dan peranan yang penting dalam hal pemberian perlindungan kepada warga Negara pengirim, di mana hal ini otomatis juga mencakup perlindungan yang ditujukan kepada para warga Negaranya yang menjadi tenaga kerja di luar negeri.

Dalam hubungan antar Negara dengan Perwakilan Diplomatik maupun Perwakilan Konsuler sebagai agen di dalamnya, tentunya memiliki lingkup dalam level internasional, maka dari itu aturan main yang digunakan tentunya adalah ketentuan yang berlaku dalam hukum internasional. Hukum internasional sendiri dapat dirumuskan sebagai sekumpulan hukum (body of

law) yang sebagian terdiri atas asas-asas dan peraturan-peraturan yang ditaati

dalam hubungan antar Negara satu dengan lainnya, hubungan organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga internasional masing-masing, serta hubungannya dengan Negara-negara dan individu-individu.5 Sebagai suatu sistem hukum, hukum internasional mempunyai beberapa sumber. Menurut

5

(4)

Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber hukum internasional dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu:6

1. Sumber utama, yaitu perjanjian-perjanjian internasional, kebiasaan-kebiasaan internasional, dan prinsip-prinsip hukum umum; dan 2. Sumber sekunder, yaitu keputusan-keputusan pengadilan,

ajaran-ajaran sarjana (doktrin) yang paling terkemuka dari berbagai Negara. Perjanjian internasional sebagai sumber hukum utama dalam hukum internasional, dewasa ini memainkan peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan masyarakat internasional. Kaitannya dengan hubungan antar bangsa dan Negara, terdapat beberapa perjanjian internasional yang mengatur tentang hal tersebut di antaranya, yaitu: Konvensi Wina Tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik (Vienna Convention on Diplomatic

Relations 1961) dan Konvensi Wina Tahun 1963 tentang Hubungan Konsuler

(Vienna Convention on Consular Relations 1963). Kedua konvensi tersebut juga diikuti dengan protokol-protokol tambahannya, serta konvensi-konvensi pendukung antara lain, seperti: Konvensi tentang Misi Khusus (Convention

on Special Mission 1969); Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman

Kejahatan terhadap Orang-Orang yang Menurut Hukum Internasional Dilindungi Termasuk Para Agen Diplomatik (Convention on Prevention and

Punishment of Crimes Against Internationally Protected Persons, Including Diplomatic Agents 1973); dan Konvensi tentang Perwakilan Negara dalam

Hubungannya dengan Organisasi Internasional yang Bersifat Universal

6

(5)

(Convention on Representation of States in their Relations with International

Organization of a Universal Character 1975).

Berangkat dari ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Konvensi Wina Tahun 1961 dan Konvensi Wina Tahun 1963, dapat diketahui bahwa Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan Konsuler memiliki tugas dan fungsi utama, salah satunya ialah fungsi perlindungan (protection). Fungsi perlindungan dari Perwakilan Diplomatik telah ditentukan di dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b Konvensi Wina Tahun 1961, dalam konvensi tersebut ditegaskan bahwa Perwakilan Diplomatik berfungsi melindungi kepentingan-kepentingan Negara pengirim serta warga Negaranya di dalam wilayah di mana ia diakreditasikan dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum internasional.7 Sedangkan, fungsi perlindungan dari Perwakilan Konsuler diatur dalam Pasal 5 Konvensi Wina Tahun 1963.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa sesungguhnya Perwakilan Negara pengirim di Negara penerima berkewajiban untuk melindungi warga Negaranya dan kepentingan mereka. Oleh karena itu, apabila terdapat Warga Negara Indonesia (WNI) yang mengalami suatu masalah di Negara penerima, maka Perwakilan Republik Indonesia yang berada di Negara penerima wajib melindungi mereka sebagai bagian dari perlindungan terhadap warga Negara. Warga Negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok suatu Negara. Adanya status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga Negara dan Negaranya.

(6)

Setiap warga Negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap Negaranya, sebaliknya Negara mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warganya. 8 Dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, terdapat asas perlindungan maksimum. Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh terhadap setiap WNI dalam keadaan apapun, baik di dalam maupun di luar negeri.9

Terlebih lagi, apabila WNI yang mengalami permasalahan di luar negeri adalah TKI ABK yang bekerja di kapal-kapal asing, maka sudah barang pasti diperlukan penegakan hukum untuk dapat menjamin hak-hak mereka. Tentunya penegakan hukum bisa dilakukan jika sinergi kelembagaan secara lintas sektoral dapat terjalin. Sebagai contoh, koordinasi antara Perwakilan Republik Indonesia, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, dan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) inilah yang perlu ditingkatkan sebagai upaya perlindungan lebih intensif dan maksimal bagi para TKI ABK.

Berangkat dari adanya koordinasi antar instansi tersebut, akan muncul apa yang menjadi tugas dan kewajiban dari masing-masing instansi apabila dihadapkan pada suatu kasus kecelakaan yang menimpa TKI ABK. Misalnya tugas dan kewajiban yang dimiliki oleh Perwakilan Republik Indonesia antara

8 Kansil, 2008, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 206. 9

(7)

lain seperti: memberikan pemberitahuan adanya kecelakaan kapal yang menimpa TKI ABK kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia; mengirimkan staf untuk terjun ke lapangan dan memberntuk satuan tugas dalam rangka membantu proses penyelamatan; bekerja sama dengan instansi dan otoritas terkait di Negara penerima; memfasilitasi TKI ABK yang menjadi korban kecelakaan dan memberikan pendampingan, perlindungan, dan mengupayakan pemulangan terhadap para korban.

Sementara itu, tugas dan kewajiban yang dimiliki oleh masing-masing instansi terkait sebagai tindak lanjut penanganan di dalam negeri antara lain seperti: Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia melalui Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) melakukan pencarian data terkait identitas TKI ABK korban kecelakaan kapal, menghubungi langsung keluarga TKI ABK korban kecelakaan dan menyampaikan informasi berkaitan dengan perkembangan terkiri yang ada di luar negeri, serta bekerja sama dengan instansi terkait guna mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan. Kemudian, untuk Kementerian Perhubungan Republik Indonesia serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, pelaksanaan tugas dapat dilakukan melalui Atase yang ditempatkan di Negara setempat terjadinya kecelakaan kapal, yang kemudian melakukan pengamatan, diplomasi dan keperluan lain terkait penanganan kasus. Sedangkan untuk BNP2TKI, ruang lingkup kerjanya yaitu membantu kementerian-kementerian terkait dalam

(8)

menelusuri identitas dan dokumen TKI ABK yang menjadi korban beserta perusahaan yang memberangkatkan para TKI ABK tersebut (Ship Manning

Agency), selain itu BNP2TKI juga berperan dalam mengupayakan

pemenuhan hak-hak TKI ABK yang menjadi korban, baik pemenuhan hak oleh perusahaan yang memberangkatkan (Ship Manning Agency) maupun oleh perusahan pemilik atau operator kapal yang mempekerjakan TKI ABK.

Berdasarkan uraian di atas, maka Penulis tertarik untuk melakukan

Penulisan Hukum dengan judul: ”PERANAN PERWAKILAN

DIPLOMATIK DAN KONSULER REPUBLIK INDONESIA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TKI YANG BEKERJA SEBAGAI ABK DI KAPAL BERBENDERA ASING (Studi Kasus: Tenggelamnya Kapal Penangkap Ikan Korea Selatan “Oryong 501”)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam Penulisan Hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peranan Perwakilan Diplomatik dan Konsuler Republik Indonesia dalam memberikan perlindungan hukum terhadap TKI ABK?

2. Apa hambatan dan kemudahan yang umum ditemui oleh Perwakilan Diplomatik dan Konsuler Republik Indonesia dalam memberikan perlindungan hukum terhadap TKI ABK?

(9)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai Penulis dalam Penulisan Hukum ini mencakup 2 (dua) hal, yaitu sebagai berikut:

1. Tujuan Subyektif

Penelitian ini digunakan sebagai bahan untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

2. Tujuan Obyektif

Penelitian ini bertujuan:

a. Untuk mengetahui dan menganalisis peranan Perwakilan Diplomatik dan Konsuler Republik Indonesia dalam memberikan perlindungan hukum terhadap TKI ABK; dan b. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan dan

kemudahan yang umum ditemui oleh Perwakilan Diplomatik dan Konsuler Republik Indonesia dalam memberikan perlindungan hukum terhadap TKI ABK.

D. Manfaat Penelitian

Nilai suatu penelitian dapat ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diberikan oleh penelitian tersebut. Manfaat Penulisan Hukum ini dapat ditinjau dari dua segi yang saling berkaitan yaitu segi akademis dan praktis. Adapun manfaat dari Penulisan Hukum ini adalah sebagai berikut:

(10)

1. Manfaat Akademis

Hasil Penulisan Hukum ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya, terlebih di dalam bidang Hukum Internasional yaitu Hukum Diplomatik mengenai peranan Perwakilan Diplomatik dan Konsuler Republik Indonesia dalam memberikan perlindungan hukum terhadap TKI ABK.

2. Manfaat Praktis

Hasil Penulisan Hukum ini secara praktis bermanfaat bagi Penulis, di mana secara nyata dapat mengembangkan kemampuan Penulis, baik kemampuan menulis maupun kemampuan menganalisis data yang ada, serta menarik kesimpulan berdasarkan hasil penulisan. Hasil Penulisan Hukum ini juga diharapkan dapat memberikan suatu data dan informasi kepada para pembaca mengenai peranan Perwakilan Diplomatik dan Konsuler Republik Indonesia dalam memberikan perlindungan hukum terhadap TKI ABK.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh Penulis, ditemukan penelitian maupun karya-karya ilmiah dengan topik yang hampir sama dengan Penulisan Hukum Penulis, yaitu:

(11)

1. Peran Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dalam Upaya Pemajuan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang disususun oleh Muhammad Syafiq pada tahun 2009 dalam bentuk Penulisan Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hal yang membedakan penelitian tersebut dengan Penulisan Hukum Penulis adalah pada konsep perumusan masalahnya. Penelitian tersebut memiliki rumusan masalah yang berbeda dengan Penulisan Hukum Penulis. Fokus dalam penelitian tersebut adalah meneliti mengenai peranan dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), sedangkan fokus dalam Penulisan Hukum Penulis adalah meneliti mengenai peranan dari Perwakilan Diplomatik dan Konsuler Republik Indonesia. Dengan demikian, maka subyek penelitian keduanya sudah berbeda. Selain itu, keduanya sama-sama memberikan suatu pembahasan mengenai perlindungan terhadap TKI di luar negeri, akan tetapi dalam Penulisan Hukum yang Penulis angkat lebih tertuju pada TKI yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di kapal asing, sehingga hal ini juga lah yang menjadikannya berbeda dengan penelitian terdahulu.

2. Peran Consular Assistance dalam Upaya Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang Mengalami Permasalahan Hukum di Luar Negeri, yang disususun oleh Saida Rahmawati B.S. pada tahun 2013 dalam

(12)

bentuk Penulisan Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hal yang membedakan penelitian tersebut dengan Penulisan Hukum Penulis adalah pada konsep perumusan masalahnya. Penelitian tersebut memiliki rumusan masalah yang berbeda dengan Penulisan Hukum Penulis karena fokus dalam penelitian tersebut adalah meneliti mengenai peran dari Consular

Assistance dalam perlindungan TKI yang mengalami permasalahan

hukum di luar negeri, sedangkan yang menjadi fokus dalam Penulisan Hukum Penulis adalah mengenai peran dari Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan Konsuler Republik Indonesia dalam memberikan perlindungan hukum bagi TKI ABK di kapal asing. Dengan demikian, keduanya berbeda dalam hal subyek penelitian, penelitian tersebut bersubyek jabatan Consular Assistance, sedangkan Penulis mengambil subyek Perwakilan Diplomatik dan Konsuler Republik Indonesia. Meskipun objeknya hampir serupa yaitu TKI, namun dalam Penulisan Hukum ini Penulis lebih spesifik memusatkan penelitian kepada TKI yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di kapal berbendera asing. Selain itu, dalam Penulisan Hukum Penulis, pembahasan berpusat tentang perlindungan hukum kepada para TKI ABK, sehingga cakupannya berbeda dengan penelitian sebelumnya yang membahas mengenai TKI yang mengalami permasalahan hukum di luar negeri yang lingkupnya

(13)

membahas mengenai tindak pidana dan bantuan hukum yang diberikan kepada para TKI di pengadilan Negara penerima.

3. Prospek Ratifikasi Maritime Labour Convention 2006 (MLC) oleh Pemerintah Indonesia dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Pekerja Maritim di Indonesia, yang disususun oleh Riesqi M. Febrika pada tahun 2014 dalam bentuk Penulisan Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hal yang membedakan penelitian tersebut dengan Penulisan Hukum Penulis adalah pada konsep perumusan masalahnya. Penelitian tersebut memiliki rumusan masalah yang berbeda dengan Penulisan Hukum Penulis. Meskipun penelitian tersebut dan Penulisan Hukum Penulis sama-sama memberikan suatu pembahasan mengenai peningkatan kesejahteraan yang juga meliputi perlindungan terhadap pekerja maritim, termasuk di dalamnya adalah TKI ABK, akan tetapi fokus yang diangkat dalam penelitian tersebut berbeda dengan yang Penulis angkat. Penelitian tersebut fokusnya adalah meneliti mengenai prospek ratifikasi suatu konvensi internasional yang belum diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, sedangkan dalam Penulisan Hukum Penulis fokusnya adalah meneliti mengenai peranan dari Perwakilan Diplomatik dan Konsuler Republik Indonesia di luar negeri.

(14)

Berdasarkan permasalahan dari penelitian yang ada sebelumya, dapat dinyatakan bahwa Penulisan Hukum dengan judul: “PERANAN

PERWAKILAN DIPLOMATIK DAN KONSULER REPUBLIK

INDONESIA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TKI YANG BEKERJA SEBAGAI ABK DI KAPAL BERBENDERA ASING (Studi Kasus: Tenggelamnya Kapal Penangkap Ikan Korea Selatan “Oryong 501”)” ini berbeda dengan penelitian yang pernah ada sebelumnya. Apabila tanpa sepengetahuan Penulis ternyata pernah ada penelitian yang sama dengan Penulisan Hukum ini, maka diharapkan Penulisan Hukum ini dapat melengkapi penelitian yang pernah ada sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa laporan keuangan masing-masing perusahaan asuransi yang telah dipublikasikan dan

Dari pernyataan kuisoner berikut : aplikasi ini mempunyai kemampuan dan fungsi sesuai yang diharapkan, dengan adanya aplikasi ini proses permintaan, pemasangan,

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi mahasiswa terhadap pelaksanaan micro teaching dalam memberikan kompetensi guru sebagai bekal untuk PPL pada mahasiswa

Hasil penelitian PATANAS 2010 tentang kegiatan transaksi lahan di pedesaan, terutama menyangkut penambahan dan pelepasan lahan menunjukkan bahwa kasus penambahan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara perilaku hidup bersih sehat pada ibu dengan angka kesakitan balita akibat diare di Desa

Dari berbagai hasil tentang proses komunikasi yang dilakukan oleh guru PAI sudah jelas bahwa di MTs Negeri Kunir, guru PAI sudah melaksanakan penyampaian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengatasi masalah yang terjadi yaitu merancang dan menghasilkan sebuah sistem informasi sewa lapangan futsal yang lebih efisien

Nilai Indeks kinerja dosen Universitas Riau menurut Fakultas Periode Januari-Juni 2019 yang tertinggi adalah Pascasarjana dengan nilai 3,94 (kategori Istimewa) dan terendah