• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN GURU DALAM LAYANAN BIMBINGAN PADA SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSI (Studi Lapangan pada sekolah penyelenggara Inklusi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMAHAMAN GURU DALAM LAYANAN BIMBINGAN PADA SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSI (Studi Lapangan pada sekolah penyelenggara Inklusi)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal CARE Edisi Khusus Temu Ilmiah (Vol.03 No.3 Maret 2016) 1 PEMAHAMAN GURU DALAM LAYANAN BIMBINGAN PADA SEKOLAH

PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSI (Studi Lapangan pada sekolah penyelenggara Inklusi)

Suharni (IKIP PGRI Madiun) harnibkl@gmail.com

ABSTRAK

Siapapun tidak ingin dilahirkan untuk mengalami hambatan dalam perkembangannya. Akan tetapi tidak semua anak dilahirkan dan tumbuh dengan normal. Kenyataannya, banyak anak-anak yang mengalami kekurangan dalam dirinya. Sudah sewajarnya mereka juga mendapatkan kesempatan untuk pendidikan seperti anak pada umumnya. Memberikan layanan anak untuk memperbolehkan belajar bersama teman seusianya merupakan program layanan pendidikan yang humanistik.

Penyelenggaraan pendidikan inklusi menuntut lembaga melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik. Yang tidak kalah penting adalah pemahaman pendidik/guru yang terlibat langsung dengan peserta didik.

Hasil studi lapangan diperoleh data bahwa ketersediaan pendidik khusus yang menangani masalah inklusi sangat sedikit. Sarana dan prasarana belum cukup memadai. Sistem pembelajaran yang dilaksanakan masih sebatas pada pelaksanaan inklusi saja belum mengarah pada pendidikan inklusi yang sebenarnya. Adanya faktor pendukung dan penghambat dalam penyelenggaraan PAUD Inklusi akan menjadi referensi untuk menentukan rencana tindak lanjut yang akan dilaksanakan untuk penyelenggaraan pendidikan inklusi tahun berikutnya.

Langkah yang ditempuh untuk mengembangkan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik pada pendidikan inklusi sangat bervariasi. Dukungan dari lembaga yang terbuka untuk menerima sumbangsih ide atau gagasan untuk memberikan peningkatan pelayanan pendidikan inklusi serta koordinasi dengan lintas sektor lembaga yang terkait dengan pendidikan inklusi anak usia dini.

Kata Kunci: Inklusi, PAUD, Pemahaman guru Pendahuluan

Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Siapapun tidak ingin dilahirkan untuk mengalami hambatan dalam perkembangannya. Akan tetapi tidak semua anak dilahirkan dan tumbuh dengan normal. Kenyataannya, banyak anak-anak yang mengalami kekurangan dalam dirinya. Sudah sewajarnya mereka juga mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan seperti anak pada umumnya. Memberikan layanan anak untuk memperbolehkan belajar bersama teman seusianya merupakan program layanan pendidikan yang humanistik.

Secara jelas sudah dijelaskan pada Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal Pasal 31 ayat (1) yaitu: Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran yang layak. Sesuai dengan Sila ke-5 dalam Pancasila yaitu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bahwa dengan memberikan kesempatan kepada seluruh warga negara dengan seadil-adilnya untuk mendapatkan pengajaran. Pengakuan terhadap anak yang

(2)

Jurnal CARE Edisi Khusus Temu Ilmiah (Vol.03 No.3 Maret 2016) 2 berkebutuhan juga sesuai dengan sila ke-2 Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.

Inklusi memberi kesempatan kepada anak berkelainan dan anak lainnya yang selama ini tidak bisa sekolah karena berbagai hal yang menghambat mereka untuk mendapatkan kesempatan sekolah, misalnya letak sekolah luar biasa yang jauh. Dengan adanya program inklusi kiranya dapat meminimalkan jumlah mereka yang tidak sekolah. Pada gilirannya dapat mendorong pencapaian target pelaksanaan wajib belajar.

Salah satu faktor yang dapat meningkatkan keberhasilan pendidikan inklusi adalah pemahaman guru dalam memberikan layanan bimbingan pada anak didik dalam pembelajaran. Bagaimana kemampuan guru untuk melaksanakan layanan sesuai dengan tahapan dan prosedur yang benar, serta memberikan penilaian terhadap anak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara obyektif tentang pelaksanaan pendidikan inklusi, pemahaman guru dalam memberikan layanan bimbingan, kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan inklusi, dan usaha-usaha apakah yang telah dilakukan sekolah dalam mengatasi kendala pelaksanaan pendidikan inklusi.

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai: sebagai bahan informasi untuk pengembangan pendidikan inklusi pada lembaga lain; sebagai bahan acuan dalam pengembangan kurikulum yang fleksibel sehingga dapat digunakan sesuai dengan kemampuan anak berkebutuhan; sebagai bahan acuan dalam meningkatkan sumber daya tenaga kependidikan dalam sistem pendidikan inklusi; sebagai bahan acuan dalam upaya pengembangan fasilitas, sarana dan prasarana serta bangunan yang representatif sebagai lembaga pendidikan yang inklusi; dan sebagai bahan acuan dalam pengembangan pola kerjasama kemitraan dalam pengembangan sistem pendidikan inklusi;

Pembahasan

Pemahaman Guru Dalam Memberi Layanan Bimbingan

Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya (1) pengertian, pengetahuan yang banyak, (2) pendapat pikiran, (3) aliran, pandangan, (4) mengerti besar (akan); tahu benar (akan); (5) pandai dan mengerti benar. Apabila mendapat imbuhan me-I menjadi memahami, berarti: (1) mengerti benar (akan); mengetahui benar, (2) memaklumi, (3) cara memahami. Dan jika mendapat imbuhan pe-an menjadi pemahaman, artinya (1) proses, (2) perbuatan, (3) cara memahami atau memahamkan (mempelajari baik-baik supaya paham). Sehingga dapat diartikan bahwa pemahaman adalah suatu proses, cara memahami cara mempelajari baik-baik supaya pemahaman pengetahuan banyak (Depdikbud, 1994)

Pemahaman mencakup kemampuan untuk menyangka makna dan arti bahan yang dipelajari (W.S. Winkel, 1996:245). W.S. Winkel mengambil dari taksonomi bloom, yaitu satu

(3)

Jurnal CARE Edisi Khusus Temu Ilmiah (Vol.03 No.3 Maret 2016) 3 taksonomi yang dikembangkan untuk mengklasifikasikan tujuan instruksional. Bloom membagi ke dalam 3 kategori, yaitu termasuk salah satu bagian dari aspek kognitif karena dalam ranah kognitif tersebut terdapat aspek pengetahuan pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Keenam aspek bidang kognitif ini merupakan hirarki kesukaran tingkat berfikir dari yang rendah sampai yang tertinggi.

Hasil belajar pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi dibandingkan tipe belajar pengetahuan (Nana Sudjana, 1992: 24) menyatakan bahwa pemahaman dapat dibedakan kedalam 3 kategori yaitu: (1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menterjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip, (2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok dan (3) tingkat ketiga merupakan tingkat pemaknaan ekstrapolasi.

Memiliki pemahaman tingkat ektrapolasi berarti seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis dapat membuat estimasi, prediksi berdasarkan pada pengertian dan kondisi yang diterangkan dalam ide-ide atau simbol, serta kemampuan membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan konsekuensinya.

Menurut Suharsimi Arikunto (1995:115) Pemahaman (comprehension) siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep menurut nana Sudjana (1992:24) pemahaman dapat dibedakan dalam tiga kategori antara lain: )1) tingkat terendah adalah terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya mengartikan prinsip-prinsip, (2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok, dan (3) tingkat ketiga merupakan tingkat tertinggi yaitu pemahaman ektrapolasi.

Menurut Suharsimi (1991) pemahaman seseorang dapat membuktikan bahwa yang bersangkutan mampu menghubungkan fakta-fakta atau konsep-konsep secara sederhana. Selain itu yang bersangkutan juga menambahkan bahwa dengan memahami sesuatu, seseorang akan dapat membedakan, mempertahankan, menduga, menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, menuliskan kembali, memberi contoh, dan memperkirakan.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa pengetahuan dan pemahaman tidak dapat dipisahkan meskipun dapat dibedakan. Hakekat pengetahuan adalah tingkat kemampuan yang hanya meminta responden untuk mengenal mengetahui konsep, fakta-fakta atau istilah-istilah tanpa harus mengerti atau dapat menilai atau dapat menggunakan, sedangkan pemahaman adalah kemampuan untuk menghubungkan fakta-fakta atau konsep-konsep yang telah diketahui dengan segala sesuatu.Memahami sesuatu berarti seseorang dapat

(4)

Jurnal CARE Edisi Khusus Temu Ilmiah (Vol.03 No.3 Maret 2016) 4 mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberi contoh, menuliskan kembali, memperkirakan, mengklasifikasikan, dan mengiktisarkan. Kriteria tersebut menunjukkan bahwa pemahaman mengandung arti lebih dalam daripada pengetahuan.

Mengacu uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti dengan sungguh-sungguh terhadap sesuatu yang telah dipelajari atau diingat sebelumnya untuk diaplikasikannya.

Pelayanan Bimbingan

Bagi guru atau pembimbing yang melakukan pelayanan bimbingan pada anak usia dini, Syaodih, 2008 (dalam Susanto, 2011:195) menyarankan hendaknya guru memperhatikan rambu-rambu yang dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan pelayanan bimbingan kepada anak yaitu:

1. Proses bimbingan harus disesuaikan dengan pola pikir dan pemahaman anak. Di mana anak usia dini masih memiliki bahasa dan pola pikir sederhana, sehingga dialog yang dilakukan guru dengan anak untuk menemukan dan memberikan pemahaman tentang masalah yang sedang dihadapi relatif sulit dilakukan.

2. Pelaksanaan bimbingan terintegrasi dengan pembelajaran. artinya, guru saat merencanakan kegiatan pembelajaran memikirkan perencanaan bimbingannya.

3. Waktu pelaksanaan bimbingan sangat terbatas. Interaksi dengan anak relatif singkat, rata-rata pertemuan dalam sehari 2,5 - 3jam. Keterbatasan waktu ini mengharuskan guru untuk merancang kegiatan secara efektif baik yang terkait dengan pengembangan dalam kegiatan pembelajaran secara rutin dan bimbingan bagi anak.

4. Pelaksanaan bimbingan dilaksanakan dalam nuansa bermain. Pelaksanaan bimbingan untuk anak usia dini dilaksanakan nuansa bermain, karena prinsip ini merupakan esensi aktivitas anak usia dini. Bermain merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dunia anak dan bahkan dapat dikatakan tiada bermain.

5. Adanya keterlibatan teman sebaya. Pada usia dini, ketertarikan anak pada interaksi teman sebaya mulai tumbuh dan anak sering terlihat berkelompok dan berkomunikasi dengan teman sebayanya. Dorongan untuk mendapatkan teman aktivitas bermain, membuat anak memiliki keterikatan terhadap teman sebaya.

6. Adanya keterlibatan orang tua. Orang tua merupakan orang terdekat anak sehingga tidak dapat dipisahkan dari proses bimbingan. Ketika anak belajar, guru berperan sebagai pengganti orang tua, sedangkan waktu yang tersedia untuk melaksanakan layanan bimbingan relatif singkat.

Fungsi Layanan Bimbingan Bagi Anak Usia Dini

(5)

Jurnal CARE Edisi Khusus Temu Ilmiah (Vol.03 No.3 Maret 2016) 5 1. Fungsi pemahaman, yaitu usaha bimbingan yang akan menghasilkan pemahaman

tentang: (a) pemahaman diri anak didik terutama oleh orang tua dan guru; (b) pemahaman lingkungan anak didik yang mencakup lingkungan keluarga dan kelompok bermain terutama oleh orang tua, guru dan pembimbing; (c) pemahaman lingkungan yang lebih luas (di luar rumah dan sekolah); dan (d) pemahaman cara-cara penyesuaian dan pengembangan diri.

2. Fungsi Pencegahan yaitu usaha bimbingan yang menghasilkan tercegahnya anak didik dari berbagai permasalahan yang dapat mengganggu, menghambat, ataupun menimbulkan kesulitan dalam proses perkembangannya.

3. Fungsi perbaikan, yakni usaha bimbingan yang akan menghasilkan terpecahnya berbagai permasalahan yang dialami oleh anak didik

4. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yakni usaha bimbingan yang menghasilkan terpeliharanya dan berkembangnya berbagai potensi dan kondisi positif anak didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan. (Depdikbud, 1994: 184)

Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada umumnya untuk belajar. Menurut Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2007;82), pendidikan inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat, berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja anak berasal dari populasi terpencil atau berpindah-pindah. Anak yang berasal dari populasi etnis minoritas, linguistik, atau budaya dan anak-anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termajinalisasi. (Marthan, 2007:145)

Menurut Staub dan Peck (Tarmansyah, 2007;83), pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas. Hal ini menunjukan kelas regular merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak-anak berkelainan, apapun jenis kelainannya

Dari beberapa pendapat, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya untuk bersama-sama mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah regular

Kesiapan Untuk Sekolah Inklusi

Kesiapan sebuah sekolah umum untuk menjadi sekolah inklusi mungkin kuncinya adalah penyatuan yang lebih besar siswa-siswa penyandang hambatan supaya berhasil bagi semua pihak yang berkepentingan. Schultz (dalam Smith, 2009) telah menemukan 10

(6)

Jurnal CARE Edisi Khusus Temu Ilmiah (Vol.03 No.3 Maret 2016) 6 kategori utama kesiapan yang merupakan prasyarat bagi sekolah yang lebih ramah dan inklusi. Adapun kategori tersebut adalah :

- Sikap (Attitudes): Guru dan administrator harus percaya bahwa inklusi yang lebih besar akan menghasilkan proses pengajaran dan pembelajaran yang meningkat bagi semua orang.

- Persahabatan (Relationship): Persahabatan dan kerjasama antara siswa dengan atau tanpa hambatan harus dipandang sebagai suatu norma yang berlaku. '

- Dukungan bagi Siswa (Support for Students): Harus ada personil dan sumber daya lain yang diperlukan untuk memberikan layanan kebutuhan bagi siswa yang berbeda di kelas inklusi supaya berhasil.

- Dukungan untuk Guru (Support for Teacher): Guru harus mempunyai kesempatan latihan yang akan digunakan dalam menangani jumlah keragaman siswa yang lebih berbeda. - Kepemimpinan Administratif (Administrative Leadership): Kepala Sekolah dan staf lain

harus antusias dalam memberikan dukungan dan kepemimpinan di sekolah yang lebih inklusi

- Kurikulum (Curriculum): Kurikulum harus cukup fleksibel sehingga tiap siswa dapat tertantang meraih yang terbaik.

- Penilaian (Assessment): Pencapaian prestasi dan tujuan belajar harus diberi penilaian yang memberi gambaran akhir setiap siswa.

- Program dan Evaluasi Staf (Program and Staf evaluation): Suatu sistem harus diletakkan dalam mengevaluasi keberhasilan sekolah yang menyeluruh supaya dapat memberikan suatu lingkungan inklusi dan ramah bagi siswa.

- Keterlibatan Orang tua (Parental Involvement): Orang tua siswa dengan ataupun tanpa hambatan harus memahami rencana untuk membentuk suatu lingkungan inklusi dan ramah bagi setiap siswa.

- Keterlibatan Masyarakat (Community Involvement): Melalui publikasi media dan sekolah, masyarakat harus diberi tahu dan dilibatkan dalam usaha-usaha meningkatkan keterlibatan dan diterimanya siswa penyandang hambatan di dalam kehidupan sekolah. Penerimaan ini harus didorong untuk memperluas penerimaan di dalam masyarakat itu sendiri.

Pembelajaran di sekolah Inklusi

Sapon-Shevin (Fardana, 2011: 4) mengemukakan lima profil pembelajaran di sekolah inklusi, yaitu:

1. Pendidikan inklusi berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan.

Guru mempunyai tanggungjawab menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana dan perilaku sosial yang menghargai

(7)

Jurnal CARE Edisi Khusus Temu Ilmiah (Vol.03 No.3 Maret 2016) 7 perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi, suku, agama, dan sebagainya. Pendidikan inklusi berarti penerapan kurikulum yang multilevel dan multimodalitas.

2. Mengajar kelas yang heterogen memerlukan perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar.

Pembelajaran di kelas inklusi akan bergerser dari pendekatan pembelajaran kompetitif yang kaku, mengacu materi tertentu, ke pendekatan pembelajaran kooperatif yang melibatkan kerjasama antarsiswa, dan bahan belajar tematik.

3. Pendidikan inklusi berarti menyiapkan dan mendorong guru untuk mengajar secara interaktif.

Perubahan dalam kurikulum berkatian erat dengan perubahan metode pembelajaran. Model kelas tradisional di mana seorang guru secara sendirian berjuang untuk dapat memenuhi kebutuhan semua anak di kelas harus bergeser dengan model antarsiswa saling bekerjasama, saling mengajar dan belajar, dan secara aktif saling berpartisipasi dan bertanggung jawab terhadap pendidikannya sendiri dan pendidikan teman-temannya. Semua anak berada di satu kelas bukan untuk berkompetisi melainkan untuk saling belajar dan mengajar dengan yang lain.

4. Pendidikan inklusi berarti penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi. Meskipun guru selalu berinteraksi dengan orang lain, pekerjaan mengajar dapat menjadi profesi yang terisolasi. Aspek terpenting dari pendidikan inklusif adalah pengejaran dengan tim, kolaborasi dan konsultasi, dan berbagai cara mengukur keterampilan, pengetahuan, dan bantuan individu yang bertugas mendidik sekelompok anak. Kerjasama antara guru dengan profesi lain dalam suatu tim sangat diperlukan, seperti dengan para professional, ahli bina bicara, petugas bimbingan, guru pembimbing khusus, dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk dapat bekerjasama dengan orang lain secara baik memerlukan pelatihan dan dorongan secara terus-menerus.

5. Pendidikan inklusi berarti melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan.

Keberhasilan pendidikan inklusif sangat bergantung kepada partisipasi aktif dari orang tua pada pendidikan anaknya, misalnya keterlibatan mereka dalam penyusunan Program Pengajaran Individual (PPI) dan bantuan dalam belajar di rumah.

Setiap sekolah inklusi dapat memilih model mana yang akan diterapkan, terutama bergantung kepada:

1) Jumlah anak berkelainan yang akan dilayani, 2) Jenis kelainan masing-masing anak,

3) Gradasi (tingkat) kelainan anak,

(8)

Jurnal CARE Edisi Khusus Temu Ilmiah (Vol.03 No.3 Maret 2016) 8 5) Sarana-prasara yang tersedia.

Karakteristik Pendidikan Inklusi

Karakteristik dalam pendidikan inklusi tergabung dalam beberapa hal seperti hubungan, kemampuan, pengaturan tempat duduk, materi belajar, sumber dan evaluasi yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Hubungan

Ramah dan hangat, contoh untuk anak tuna rungu; guru selalu berada di dekatnya dengan wajah terarah pada anak dan tersenyum. Pendamping kelas (orang tua) memuji anak tuna rungu dan membantu lannya.

b. Kemampuan

Guru, peserta didik dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda serta orng tua sebagai pendamping.

c. Pengaturan tempat duduk

Berbagai bahan yang bervariasi seperti, duduk berkelompok di lantai membentuk lingkaran atau duduk di bangku bersama-sama sehingga mereka dapat melihat satu sama lain

d. Materi belajar

Berbagai bahan yang bervariasi untuk semua aktivitas, contoh pembelajaran kognitif disampaikan melalui kegiatan yang lebih menarik, menantang dan menyenangkan melalui bermain.

e. Sumber

Guru menyusun rencana harian dengan melibatkan anak, contoh meminta anak membawa media belajar yang murah dan mudah didapat di dalam kelas untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran tertentu.

f. Evaluasi

Penilaian, observasi, portofolio yakni karya anak dalam krun waktu tertentu dikumpulkan dan dinilai (Marthan, 2007: 152)

Pengembangan Kurikulum Inklusi

Kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan anak inklusi harus disusun secara sistematis agar dalam pelaksanaan pembelajaran pendidik tidak lagi melakukan kegiatan pembelajaran secara asal. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

1. Apakah dan sampai dimanakah konten kurikulum sesuai dengan kepentingan anak, dapat dikuasainya secara tuntas tanpa mengabaikan kurikulum umum yang dijabarkan dari UU No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional? Kurikulum harus didasarkan pada kebutuhan individu yang belajar, dan tidak semata-mata pada perubahan kurikulum

(9)

Jurnal CARE Edisi Khusus Temu Ilmiah (Vol.03 No.3 Maret 2016) 9 secara umum untuk anak. Dalam rangka ini harus diidentifikasi individu mana? Memerlukan apa?

2. Harus ada pengetahuan kurikulum tentang yang dituntut, tujuannya, dan kompetensi keterampilan dasar yang harus dikembangkan dalam setiap bidang utama dan tidak boleh dilihat terlepas dari tujuan umum pendidikan sesuai dengan ketentuan yang ada. (Semiawan, 2010:153)

Menurut Tarmansyah (2007: 154) kurikulum hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan anak. Untuk modifikasi kurikulum merupakan model kurikulum dalam sekolah inklusi. Modifikasi pertama adalah mengenai pemahaman bahwa teori model itu selalu merupakan representasi yang disederhanakan dari realitas yang kompleks. Modifikasi kedua adalah mengenai aspek kurikulum yang secara khusus difokuskan dalam pembelajaran yang akan dibahas lebih banyak dalam praktek pembelajaran. Kurikulum yang digunakan di sekolah inklusi adalah kurikulum anak normal (regular) yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa.

Selanjutnya modifikasi dapat dilakukan dengan cara modifikasi alokasi waktu, modifikasi isi/materi, modifikasi lingkungan belajar, modifikasi sarana dan prasarana, modifikasi proses belajar, modifikasi pengelolaan kelas. Dengan kurikulum akan memberikan peluang terhadap tiap-tiap anak untuk mengaktualisasikan potensinya sesuai dengan bakat, kemampuannya dan perbedaan yang ada pada setiap anak.

Langkah-langkah asesmen

Dalam memberikan pelayanan pendidikan inklusi pada suatu lembaga diharapkan ada proses asesmen untuk mengetahui hasil dari pelaksanaan pendidikan. Adapun langkah-langkah assesmen adalah sebagai berikut:

1) Screening, yang dimaksudkan untuk mencari indikator kemampuan melalui berbagai cara terkait dengan nominasi orang ta, siswa, guru dan menilainya melalui berbagai tes 2) Identifikasi; perluasan dan pendalaman data disertai dengan pencocokan program dan

kemampuan.

3) Perencanaan program terkait dengan “how to” pembelajaran harus dilakukan dengan penempatan anak sesuai materi yang memenuhi kebutuhan mereka

4) Evaluasi; mencakup pengukuran terhadap program dan hasil belajar siswa.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga PAUD Inklusi Annisa Mukti Kabupaten Ponorogo. Yang berada di Jl. Pahlawan 31, Kelurahan bangunsari, Kecamatan Ponorogo Kabupaten Ponorogo.

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah Deskriptif dengan pendekatan Kualitatif, hal ini didukung oleh Suharsimi Arikunto (1993:309) yang mengemukakan:”Penelitian deskriptif

(10)

Jurnal CARE Edisi Khusus Temu Ilmiah (Vol.03 No.3 Maret 2016) 10 merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status sesuatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala yang menurut apa adanya

pada saat penelitian dilakukan”. Subyek dalam penelitian ini adalah personal yang ada di lingkungan PAUD Inklusi Anisa yang meliputi: Kepala sekolah, guru kelas, guru pembimbing khusus, dan orang tua. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan Wawancara untuk mengumpulkan data penelitian ini. Teknik analisis data mengacu kepada tujuan penelitian yaitu menyusun jawaban terhadap tujuan penelitian yang dilaksanakan. Keabsahan data yang diperoleh dari lapangan diperiksa melalui kriteria dan teknik tertentu. Maka dalam menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan data. Moleong (l998:l78).

Deskripsi Hasil Studi Lapangan

Hasil studi lapangan menunjukkan bahwa guru sudah melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan kemampuannya. Guru melakukan layanan bimbingan dalam proses pembelajaran anak usia dini. Guru juga melakukan asesmen terkait dengan kegiatannya. Namun kurikulum yang digunakan guru masih kurikulum reguler, guru masih belum memahami secara rinci cara mengasesmen kemampuan anak didik sesuai dengan kebutuhannya, guru hanya asal dalam membuat catatan. Dalam memodifikasi kurikulum masih abstrak belum terfokus pada anak, dengan demikian juga metode yang digunakan guru dalam memberikan layanan bimbingan masih bersifat umum, proses layanan bimbingan yang dilakukan hanya sebatas pemberian stimulasi belum mengarah pada aspek yang diinginkan sesuai dengan tahap perkembangan anak, serta belum maksimal. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman guru dalam memberikan layanan pendidikan inklusi masih kurang.

Terkait dengan keberhasilan manajemen sekolah, kemampuan dan kemahiran seorang kepala sekolah sebagai pengambil keputusan rasional, logis, realistic dan pragmatis merupakan salah satu tolok ukur utama dalam mengukur keberhasilan. Keberhasilan yang diperoleh sekolah belum maksimal, antara lain belum adanya aturan formal yang dijadikan dasar dalam pelaksanaan pendidikan inklusi. Sekolah masih sebatas melaksanakan pendidikan inklusi, namun belum melakukan inklusi yang sebenarnya. Sekolah belum mampu memberikan layanan yang maksimal terlihat dari sarana dan prasarana di sekolah masih sebatas sarana yang ada sebelumnya.

Walaupun sekolah inklusi masih belum maksimal namun kepercayaan masyarakat akan penyelenggaraan inklusi di sekolah tersebut sangat baik, terlihat dari peningkatan jumlah siswa yang berkebutuhan yang masuk ke lembaga tersebut.

Tentang kesiswaan, masih terjadi diskriminasi antara siswa normal dengan siswa berkebutuhan khusus. Anak-anak normal banyak yang masih mengesampingkan teman ABKnya yang juga perlu diajak bermain.

(11)

Jurnal CARE Edisi Khusus Temu Ilmiah (Vol.03 No.3 Maret 2016) 11 Dari segi orang tua siswa, berdasarkan wawancara individu banyak orang tua yang tidak setuju dengan diadakan pendidikan inklusi, mereka merasa belum nyaman jika kelas anaknya dimasuki anak berkebutuhan, menurut mereka jika ada anak berkebutuhan khusus maka akan terganggu proses pembelajaran untuk anaknya. Sedangkan dari orang tua yang mempunyai anak ABK, mereka masih punya perasaan minder dan takut jika anaknya didalam kegiatan pembelajaran akan diganggu oleh teman-temannya.

Kurikulum yang berlaku di lembaga PAUD tersebut dalam pelaksanaannya masih menyelenggarakan pendidikan terpadu, belum menyelenggarakan pendidikan inklusi yang sesuai dengan konsep yang ada. Lembaga sudah mempunyai buku pedoman namun belum bisa melaksanakan dengan maksimal sesuai prosedur, dengan alasan masih banyak tugas yang harus dikerjakan.

SIMPULAN DAN SARAN

Pelaksanaan pendidikan inklusi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak hal yang harus dipersiapkan dalam melaksanakan pendidikan inklusi. Dukungan dari Instansi terkait, kepala sekolah selaku pemangku jabatan di lembaga PAUD, pemahaman guru dalam memberikan layanan bimbingan serta melaksanakan pembelajaran dan dukungan orang tua serta masyarakat sangat berpengaruh pada bagaimana tingkat keberhasilan lembaga dalam melaksanakan pendidikan ink;usi.

Banyak hal yang dapat dilakukan guru dalam mengembangkan kemampuannya dalam memberikan layanan pendidikan inklusi dengan cara meningkatkan potensinya melalui KKG, Seminar, Pelatihan, dan bahkan mengambil pendidikan sesuai dengan kebutuhan pendidikan inklusi agar dapat memberikan layanan yang maksimal..

Sosialisasi program inklusi kepada masyarakat secara menyeluruh agar perkembangan pendidikan inklusi benar-benar dapat diakses oleh masyarakat sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai.

Koordinasi dengan lintas sektor untuk mengembangkan potensi sekolah inklusi, serta menggandeng mitra lain agar pelaksanaan pendidikan inklusi dapat berjalan lancar sesuai dengan harapan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1991. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara ----. 1993. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdikbud. 2004. Standar Kompetensi Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal. Jakarta: Pusat Kurikulum Depdiknas.

Depdiknas.2004. Pengembangan Tingkat Penilaian Kinerja Guru. Jakarta. Ditjen Dikti Bagian Proyek P2TK

(12)

Jurnal CARE Edisi Khusus Temu Ilmiah (Vol.03 No.3 Maret 2016) 12 Fardana Nur Aini. 2011. Pendekatan Inklusi Pada Pendidikan Anak Usia Dini. Surabaya:

Diknas Jawa Timur: Materi Loka Karya PAUD Inklusi.

Lay Kekeh Marthan, 2007. Manajemen Pendidikan Inklusif. Jakarta: DIRJEN DIKTI. Lexi. J. Moleong. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Jaya.

Risaldy Sabil & Idris H Meithy. 2015. Implementasi Bimbingan dan Konseling Pada

Pendidikan Anak Usia Dini. Akarta: Luxima.

Semiawan, R. Conny, 2010. Kreativitas Keberbakatan. Jakarta: PT. Indeks Smith David J., 2009. Inklusi: Sekolah Ramah Untuk Semua. Bandung: Nuansa.

Susanto Ahmad, 2011. Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya. Jakarta: Kencana.

Referensi

Dokumen terkait

(3) Pada kurun waktu 2004-2008, Indonesia mempunyai daya saing yang kuat atau Indonesia cenderung sebagai negara pengekspor dari komoditas kopi robusta (suplai

[r]

Pada pemilihan pose atau gerakan tentu tidak sembarang, selain bersumber dari para ahli, gerakan asanas juga harus memiliki kebermanfaatan yang sesuai dengan penyakit yang

Survei karakteristik tempat perindukan dilakukan pada 100 rumah yang terpilih di wilayah Kelurahan Sorosutan dan Kelurahan Panjatan, meliputi pemeriksaan barang atau

QGSC menyediakan jasa survei dan pengolahan data Gravity yang merupakan salah satu metoda geofisika untuk menggambarkan struktur bawah permukaan berdasarkan nilai anomaly

Menu login digunakan untuk menentukan hak akses pada program ini, menu lembur digunakan untuk meninputkan data lembur, menu presensi digunakan untuk menginputkan

Apabila kondisi kegawatdaruratan pasien sudah teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan, tetapi pasien tidak bersedia untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang

[r]