• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Moral Hazard

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengertian Moral Hazard"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1.

1. Pengertian Moral HazardPengertian Moral Hazard

Adalah keadaan yang berkaitan dengan sifat, pembawaan dan karakter manusia yang dapat menambah besarnya kerugian Adalah keadaan yang berkaitan dengan sifat, pembawaan dan karakter manusia yang dapat menambah besarnya kerugian dibanding dengan risiko rata-rata.

dibanding dengan risiko rata-rata.

Contoh Moral Hazard dalam era JKN Contoh Moral Hazard dalam era JKN

Dari sisi BPJS sebagai pengelola, juga bisa

Dari sisi BPJS sebagai pengelola, juga bisa terjadi moral hazard dalam bentuk terjadi moral hazard dalam bentuk “sekedar menekankan aspek bisnis sehingga pelayanan“sekedar menekankan aspek bisnis sehingga pelayanan kesehatan hanya dinilai sebagai transaksi matematis”. Bahkan,

kesehatan hanya dinilai sebagai transaksi matematis”. Bahkan, pemerintah sebagai regulator bagi ketiga pihak pun, tidak pemerintah sebagai regulator bagi ketiga pihak pun, tidak luputluput  dari dari risiko moral hazard bila regulasi yang dibuat

risiko moral hazard bila regulasi yang dibuat – – maupun lupa dibuat maupun lupa dibuat – – membuat konstelasi diantara ketiga pihak  membuat konstelasi diantara ketiga pihak menjadi tidak fair.menjadi tidak fair. Satu contoh tentu saja soal penetapan subsidi premi bagi kelompok PBI misalnya. Atau masih relatif banyaknya celah aturan yang Satu contoh tentu saja soal penetapan subsidi premi bagi kelompok PBI misalnya. Atau masih relatif banyaknya celah aturan yang membuat BPJS terpaksa menyusun aturan

membuat BPJS terpaksa menyusun aturan sendiri sehingga sampai pada tingkat “mengatur” pihak lain. Dasendiri sehingga sampai pada tingkat “mengatur” pihak lain. Da lam kenyataannya,lam kenyataannya, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak

program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak menghalangi penduduk dengan kondisi pre-existing (telah menderita penyakit)menghalangi penduduk dengan kondisi pre-existing (telah menderita penyakit) untuk mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan. Berbeda

untuk mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan. Berbeda dengan asuransi kesehatan komersial, dimana calon pdengan asuransi kesehatan komersial, dimana calon p eserta denganeserta dengan kondisi

pre-kondisi pre-existing umumnya menghadapi “hambatan” misalnya premi lebih tinggi dan existing umumnya menghadapi “hambatan” misalnya premi lebih tinggi dan urun biaya (deductible, copayment,urun biaya (deductible, copayment, coinsurance).

coinsurance).

Peserta mandiri dengan kondisi pre-existing mungkin lebih tertarik segera mendaftar

Peserta mandiri dengan kondisi pre-existing mungkin lebih tertarik segera mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan untukmenjadi peserta BPJS Kesehatan untuk memperoleh manfaat pelayanan kesehatan. Sebaliknya sebagian dari

memperoleh manfaat pelayanan kesehatan. Sebaliknya sebagian dari yang merasa cukup sehat mungkin tidak yang merasa cukup sehat mungkin tidak terdesak untuk segeraterdesak untuk segera mendaftar. Keduanya tidak terkait dengan moralitas maupun etika. Himbauan agar mendaftar sebelum sakit tidak efektif bagi

mendaftar. Keduanya tidak terkait dengan moralitas maupun etika. Himbauan agar mendaftar sebelum sakit tidak efektif bagi penduduk dengan kondisi pre-existing.

penduduk dengan kondisi pre-existing.

Sebagian besar kondisi pre-existing umumnya penyakit kronik,

Sebagian besar kondisi pre-existing umumnya penyakit kronik, misalnya hipertensi, diabetes, jantung koroner, stroke danmisalnya hipertensi, diabetes, jantung koroner, stroke dan

sebagainya, yang lazim disebut kondisi kronik. Beberapa kondisi kronik mungkin tidak mengakibatkan ketidakberdayaan pada saat sebagainya, yang lazim disebut kondisi kronik. Beberapa kondisi kronik mungkin tidak mengakibatkan ketidakberdayaan pada saat ini tetapi akan menuju kesana bila tidak di terapi secara dini dan efektif. Beberapa orang dengan kondisi kronik dapat tetap ini tetapi akan menuju kesana bila tidak di terapi secara dini dan efektif. Beberapa orang dengan kondisi kronik dapat tetap hiduphidup produktif dan bermanfaat; bagi yang lain menyebabkan depresi, terisolasi, dan menderita karena kesakitan.[11]

produktif dan bermanfaat; bagi yang lain menyebabkan depresi, terisolasi, dan menderita karena kesakitan.[11] 2.

2. Pilar asuransi social beserta contoh penerapannya di Indonesia pada jkn.Pilar asuransi social beserta contoh penerapannya di Indonesia pada jkn. a.

a. Revenue CollectionRevenue Collection (pengumpulan pendapatan), fungsi ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan sumber dana (pengumpulan pendapatan), fungsi ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan sumber dana pelayanan kesehatan;

pelayanan kesehatan; b.

b. Risk PoolingRisk Pooling (pengumpulan Risiko), fungsi ini bertujuan untuk memastikan adanya subsidi silang antar peserta. (pengumpulan Risiko), fungsi ini bertujuan untuk memastikan adanya subsidi silang antar peserta. c.

c. PurchasingPurchasing (Pembelian), yang bertujuan memastikan tersedianya pola dan besaran pembayaran bagi fasilitas kesehatan. (Pembelian), yang bertujuan memastikan tersedianya pola dan besaran pembayaran bagi fasilitas kesehatan. Program asuransi sosial yang bersifat wajib, dibiayai oleh iuran yang ditarik dari perusahaan dan pekerja. Iuran yang harus Program asuransi sosial yang bersifat wajib, dibiayai oleh iuran yang ditarik dari perusahaan dan pekerja. Iuran yang harus dibayar oleh peserta ditetapkan berdasarkan tingkat pendapatan/gaji, dan berdasarkan suatu standar hidup minimum yang dibayar oleh peserta ditetapkan berdasarkan tingkat pendapatan/gaji, dan berdasarkan suatu standar hidup minimum yang berlaku di masyarakat.

berlaku di masyarakat. 3.

3. Prinsip kemanfaatan jkn adalah sesuai indikasi medis dan komprehensifPrinsip kemanfaatan jkn adalah sesuai indikasi medis dan komprehensif

manfaat JKN mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis manfaat JKN mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis.

habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. 4.

(2)

5. Pengaruh signifikan yang dialami oleh rs dengan a danya transformasi sistempembayaran pada era askes(dengan fee for service) menjadi INA-CBG’s pada era JKN

 fee for service merupakan metode pembayaran rumah sakit berjenis retrospektif, dimana pembayaran ditetapkan setelah pelayanan kesehatan diberikan. Dengan sistem tarif ini, pihak provider, atau penyedia layanan kesehatan seperti rumah sakit, dapat memperoleh income yang tidak terbatas. Sebab, provider dapat menawarkan segala macam pelayanan kesehatan kepada pasien, bahkan termasuk pelayanan kesehatan yang sebenarnya tidak diperlukan sekalipun. Sehingga, hal ini berpotensi

menimbulkan terjadinya over treatment  (pemeriksaan yang berlebihan), over prescription (peresepan obat yang berlebihan), sertaover utilility  (penggunaan alat pemeriksa yang berlebihan). “Di samping itu, tidak ada kepastian dalam pembiayaan pelayanan kesehatan fee for service, sebab setiap provider menerapkan biaya yang berbeda-beda satu sama lain sehingga menyulitkan pasien dan pembayar untuk memprediksi besarnya biaya pelayanan kesehatan yang harus ditanggung. Misalnya, biaya operasi caesar di rumah sakit A lebih mahal ketimbang rumah sakit B, padahal t indakan medis yang dilakukan sama,” jelas Bambang. Berbeda dengan fee for service, sistem tarif INA CBGs termasuk dalam metode pembayaran prospektif, dimana tarif pelayanan kesehatan telah ditetapkan sebelum pelayanan kesehatan diberikan kepada pasien. Dengan sistem ini, pasien memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhannya tanpa ada pengurangan kualitas. Bagi pembayar, keuntungan sistem tarif INA CBGs adalah terdapat pembagian resiko keuangan dengan provider, biaya administrasi lebih rendah, serta dapat mendorong peningkatan sistem informasi. INA CBGs adalah tarif paket pelayanan k esehatan yang mencakup seluruh komponen biaya RS, mulai dari pelayanan non medis hingga tindakan medis. Dalam sistem INA CBGs, pasien dikelompokkan ke dalam satu episode yang dikaitkan dengan biaya pelayanan. Setiap kelompok memiliki ciri klinis yang sama, sehingga pemakaian sumber daya dan biaya yang dikeluarkan juga kurang lebih sama. Pengelompokan ini didasarkan pada data biaya dan data coding

penyakit dari beberapa rumah sakit terpilih. Sistem tarif INA CBGs ini memiliki 1077 case based groups (CBG) yang terdiri dari 789 CBG untuk rawat inap dan 288 CBG untuk rawat jalan, dengan tiga tingkat keparahan. Di sisi lain, dengan sistem tarif INA CBGs, bukan berarti pihak provider tak bisa mendapat keuntungan. Provider tetap bisa surplus, asalkan sanggup melakukan tindakan efisiensi. Dari data Kemenkes hingga akhir Maret 2014, terdapat 319 rumah sakit y ang mengalami surplus dan hanya ada 11 rumah sakit yang merugi. Selain itu, terjadi surplus di seluruh RS tipe A, 96% surplus di RS tipe B dan C, serta 97% surplus di RS

(3)

tipe D yang didata. Adapun RS yang merugi disebabkan karena banyak yang salah memasukkan data CBGs ( coding) karena terbiasa dengan sistem fee for service.

Salah satu rumah sakit yang mendulang surplus dengan tarif INA CBGs adalah RS Annisa Tangerang. Menurut Direktur RS Annisa, dr. Ediansyah, efisiensi utama yang dilakukan oleh RS adalah menggunakan obat generik alih-alih obat paten. Sekitar 35-40 persen biaya pengeluaran untuk obat, sehingga kondisi tersebut harus diefisiensikan dengan mengubah obat paten menjadi obat generik. “Intinya, bukan mengurangi jumlah obatnya, tapi menggantinya dengan obat generik, sehingga harganya lebih rendah namun mutunya tetapprima,” tegasnya.

Mengacu pada berbagai penjelasan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa dibanding  fee for service, sistem tarif INA CBGs lebih adil dan merata dalam menguntungkan semua pihak, mulai dari pasien, provider, hingga pembayar. Melalui sistem pentarifan ini, tanggungan biaya pelayanan kesehatan dapat diprediksi dan ditekan hingga batas tertentu, sehingga tidak memberatkan pasien dan pembayar, namun juga tetap bisa memberikan angka surplus pada provider pelayanan kesehatan.

6. Pengertian fraud

merupakan kejahatan manipulasi informasi dengan tujuan mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya. Biasanya kejahatan yang dilakukan adalah memanipulasi informasi keuangan.

fraud secara khusus dapat dipahami sebagai suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk mencurangi atau mendapat manfaat dari program layanan kesehatan dengan cara yang tidak sepantasnya sehingga merugikan Negara sebagai

penyelenggara dan penyandang dana (peserta) system JKN.

1. Up coding; berusaha membuat kode diagnose dan tindakan dan pelayanan yang ada lebih tinggi atau lebih kompleks dari yang sebenarnya dikerjakan di instittusi faskes . contoh sesorang penderita Diabetes Mellitus tipe 2 tanpa komplikasi, di coding dengan komplikasi neuropatik.

2. Phantom Billing; bagian penagihan di institusi faskes membuat suatu tagihan ke pihak penyelenggara JKN dari suatu tagihan yang tidak ada pelayanannya.

3. Inflated Bills: suatu tindakan membuat tagihan dari suatu pelayanan di RS menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya. 4. Service unbundling or fragmentation: yaitu suatu tindakan yang sengaja melakukan pelayanan tidak langsung secara

keseluruhan tetapi dibuat beberapa kali pelayanan, contohnya : pasang pen tiga buah pada tindakan operasi patah tulang, dipasang 2 pen dulu selama masa rawat inap pertama, dan pen yang lain dipasang kemudian pada periode perawatan berikutnya.

5. Standard of Care:suatu tindakan yang berusaha untuk memberikan pelayanan dengan menyesuaikan dari tariff INA-CBGs yang ada, sehingga dikawatirkan cenderung menurunkan kualitas dan standar pelayanan yang diberikan.

6. Cancelled service: melakukan penagihan atas tindakan pelayanan yang dibatalkan.

7. No Medical Value :melakukan pelayanan kesehatan yang tidak memberikan manfaat untuk pemeriksaan dan penataaksanaan pasien. Contoh: pemeriksaan penunjang yang tidak dipelukan.

8. Unnecessary treatment:melakukan suatu pengobatan atau memberikan suatu layanan kesehatan yang tidak dibutuhkan dan tidak diperlukan oleh pasien.

9. Lengh of Stay: melakukan perpanjangan masa rawat di faskes, biasanya diruangan ICU dengan ventilator kurang dari 36  jam tapi masa rawat inapnya dibuat lebih lama lebih 72 jam agar mendapatkan tariff yang lebih tinggi.

10. Keystroke Mistake: kesalahan yang dilakukan dengan sengaja dalam penginputan penagihan pasien dalam system tariff untuk mencapai penggantian tariff yang lebih tinggi.

7. Realisasi kendali biaya dari sisi suplai dalam meminimalisasi moral hazard a. Metode pembayaran fasilitas kesehatan.

Menurut Liu & Mills (2007), metode pembayaran PPK yang ideal hendaknya mampu mendorong ke a rah kendali biaya,  jaminan mutu dan efisiensi internal. Selain itu disertai dengan tidak memberikan insentif kepada PPK yang memberikan

pelayanan berlebihan atau bahkan sebaliknya dibawah standar. b. Utilization Review .

Utilization review  merupakan suatu metode untuk menjamin mutu pelayanan terkait penghematan biaya. Mekanisme pengendalian biaya utilization review  dengan memeriksa apakah pelayanan secara medis perlu diberikan dan apakah pelayanan diberikan secara tepat. Utilization review  memiliki keuntungan yang jelas dan telah dipraktekkan oleh banyak

(4)

perusahaan asuransi yaitu mengevaluasi ketepatan penggunaan pelayanan k esehatan agar menghilangkan dan mengurangi hal-hal yang tidak perlu serta resiko potensial pasien.

c. Standarisasi Pelayanan.

Upaya pelayanan kesehatan untuk melakukan kendali biaya sekaligus kendali mutu adalah dengan menerapkan suatu standarisasi pelayanan. Salah satu bentuk standarisasi pelayanan kesehatan adalah dalam bentuk formularium obat. Obat merupakan komoditi menarik dari industri rumah sakit. Obat bahkan mencapai lebih dari 40 % komponen biaya pelayanan kesehatan. Peningkatan biaya kesehatan bisa disebabkan karena pemakaian obat diluar formularium yang telah disepakati (Adipratikto, 2004). Kondisi ini diperparah dengan kondisi dokter yang kurang peduli dengan harga obat yang diresepkan dan seringkali merasa tidak cocok dengan formularium yang berlaku (khan et al, 2008). Formularium obat merupakan suatu daftar obat yang disediakan untuk memebuhi kebutuhan medis dengan jenis obat ya ng dinilai lebih efektif dan lebih efisien (Kongstvedt, 2009). Nama obat yang tercantum dalam formularium adalah nama generik. Saat ini pemanfaatan obat generik di rumah sakit pemerintah belum mencapai 76 % (Depkes, 2009b). Kewajiban menggunakan obat generik pada PPK milik pemerintah diatur dalam Peraturan menteri kesehatan no HK 02.02 Tahun 2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah (kemenkes, 2010)

8. Mekanisme pelayanan gawat darurat di fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak bekerjasama denganbpjs

1. Pada kasus gawat darurat peserta BPJS dapat langsung mendapatkan pelayanan di Faskes terdekat meskipun Faskes tersebut tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

2. Pelayanan gawat darurat di Faskes rujukan dapat langsung diberikan tanpa surat rujukan dari Faskes tingkat pertama 3. Peserta melaporkan status kepesertaan BPJS Kesehatan-nya kepada Fasilitas kesehatan dalam jangka waktu:

Pelayanan rawat jalan: pada saat diberikan pelayan gawat darurat

Pelayanan rawat inap: pada saat diberikan pelayan gawat darurat atau sebelum pasien dirujuk ke Faskes yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

4. Faskes akan memastikan status kepesertaan BPJS Kesehatan dengan cara mengakses master file kepesertaan melalui website BPJS Kesehatan (www.bpjs-kesehatan.go.id), smsgateway , atau media lain.

5. Jika kondisi kegawatdaruratan peserta telah teratasi dan dapat dipindahkan, maka harus segera dirujuk ke Fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

6. Apabila kondisi kegawatdaruratan pasien sudah teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan, tetapi pasien tidak bersedia untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka biaya pelayanan selanjutnya tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan. Faskes harus menjelaskan hal ini kepada peserta dan peserta harus menandatangani surat pernyataan bersedia menanggung biaya pelayanan selanjutnya

7. Penanganan kondisi kegawatdaruratan di Faskes yang tidak bekerjasama ditanggung sebagai pelayanan rawat jalan kecuali kondisi tertentu yang mengharuskan pasien dirawat inap.

8. Kondisi tertentu yang dimaksud diatas adalah sebagai berikut: Tidak ada sarana transportasi untuk evakuasi pasien

Sarana transportasi yang tersedia tidak memenuhi syarat medis untuk evakuasi

Kondisi pasien yang tidak memungkinkan secara medis untuk dievakuasi, yang dibuktikan d engan surat keterangan medis dari dokter yang merawat

9. Bagi pasien dengan kondisi kegawatdaruratan sudah teratasi serta dapat dipindahkan akan tetapi masih memerlukan perawatan lanjutan, maka pasien dapat dirujuk ke Faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan menggunakan ambulan yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

(5)

9. Mekanisme cob bpjs kesehatan, jasa raharja, asuransi tambahan pada era jkn

COB adalah suatu proses di mana dua atau lebih penanggung ( payer ) yang menanggung orang yang sama untuk benefit asuransi kesehatan yang sama, membatasi total benefit dalam jumlah tertentu yang tidak melebihi jumlah pelayanan kesehatan yang dibiayakan. Prinsip COB BPJS Kesehatan ini adalah koordinasi manfaat yang diberlakukan bila peserta BPJS Kesehatan membeli asuransi kesehatan tambahan dari Penyelenggara Program Asuransi Kesehatan Tambahan atau Badan Penjamin lainnya y ang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Melalui mekanisme ini, peserta asuransi bisa naik kelas perawatan, mendapatkan benefit lain yang tidak ditanggung dalam aturan JKN, serta mendapatkan perawatan lanjutan yang ekslusif dan bisa berobat di rumah sakit swasta yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, jika dalam keadaan gawat darurat. BPJS Kesehatan nantinya akan menjamin biaya sesuai tarif ya ng berlaku pada program JKN, sedangkan selisihnya menjadi tangung jawab asuransi komersial selama sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku

Seseorang pasien yang dijamin oleh JKN dan juga mempunyai asuransi kesehatan dirujuk untuk perawatan spesialis. Program JKN yang dimiliki hanya bisa menjamin perawatan kelas 2, namun si pasien ingin dirawat dalam kelas VIP.

Sebagai penjamin utama, BPJS hanya akan menjamin tagihan kelas 2 sementara perbedaan biaya antara kelas 2 dan kelas VIP akan ditanggung oleh asuransi swasta sebagai pembayar top-up sesuai dengan manfaat polisnya. Manfaat jaminan kesehatan dengan demikian akan di koordinasikan antara semua penjamin, dan pembayaran tidak melebihi 100% dari biaya yang

(6)
(7)
(8)

10. Upaya preventif dan promotif yang dapat dilakukan oleh dokter pada fasilitaspelayanan kesehatan dasar/primer dalam rangka mengontrol utilisasi uapaya pelayan kesehatan kepada pesera.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul: “Pengaruh Struktur

Anak-anak sekolah dasar di kecamatan Ngargoyoso biasa mengkonsumsi bahan makanan yang telah dikenal bersifat goitrogenik seperti tahu, tempe, berambang-bawang,

5.3.1 Luas Panen Tanaman Perkebunan Menurut Kecamatan dan Jenis Tanaman di Kabupaten Bengkalis, 2015 (ha).. Harvested Area of Estate Crops by Subdistrict and Kinds

Jika memungkinkan, yang paling baik adalah kita dapat hidup bersama dengan orang tua, untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang anak kepada orang tuanya, juga sebagai

Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara mengambil nilai maksimum aturan, kemudian menggunakannya untuk memodifikasi daerah fuzzy dan mengaplikasikannya

Secara garis besar pada pertemuan ini mempelajari tentang Sistem bilangan yang dapat diolah pada komputer yaitu bilangan desimal, biner, oktal dan heksadesimal, BCD, BCH dan

Dugaan batu kandung kemih juga perlu dibandingkan dengan kemungkinan tumor  kandung kemih, terutama bila batu yang terdapat dari jenis radiolusen.. Batu prostat biasanya tidak

diselesaikan persoalan hak atas penguasaan lahannya terlebih dahulu yang dapat diselesaikan melalui pengadilan atau di luar pengadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 74 ayat (1)