• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Surveilans Dbd

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Surveilans Dbd"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

SURVEILANS

SURVEILANS

DEMAM BERDARAH DENGUE

DEMAM BERDARAH DENGUE

OLEH: OLEH: Iresa P.A Toelle

Iresa P.A Toelle Maria S.D Ceme Maria S.D Ceme Maria U.K Gowin Maria U.K Gowin Marini Tamu Apu Marini Tamu Apu Matius Demangkay Matius Demangkay Yesenia Ngefak Yesenia Ngefak Yuni P. Situmorang Yuni P. Situmorang

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(2)

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhna Yang Maha Esa karena atas berkat Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhna Yang Maha Esa karena atas berkat

dan tuntunan-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah dan tuntunan-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah

ini dibuat sebagai sarana peningkatan ilmu pengetahuan mengenai Surveilans Demam ini dibuat sebagai sarana peningkatan ilmu pengetahuan mengenai Surveilans Demam

Berdarah Dengue. Makalah ini dibuat secara spesifik dengan tujuan agar kita semua mampu Berdarah Dengue. Makalah ini dibuat secara spesifik dengan tujuan agar kita semua mampu

mengetahui keseluruhan tentang Surveilans Demam Berdarah Dengue yang menjadi bagian mengetahui keseluruhan tentang Surveilans Demam Berdarah Dengue yang menjadi bagian

 penting

 penting dalam dalam pengamatan pengamatan penyelidikan penyelidikan untuk untuk mencegah mencegah adanya adanya Kejadian Kejadian Luar Luar BiasaBiasa

(KLB). (KLB).

Semoga apa yang kami sampaikan dalam makalah ini, dapat bermanfaat bagi Semoga apa yang kami sampaikan dalam makalah ini, dapat bermanfaat bagi

kehidupan kita khususnya dibidang akademis dan kesehatan. Kami menyadari bahwa kehidupan kita khususnya dibidang akademis dan kesehatan. Kami menyadari bahwa

makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu kami minta kepada para pembaca agar makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu kami minta kepada para pembaca agar

dapat memberika kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk kemajuan makalah ini. dapat memberika kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk kemajuan makalah ini.

(3)

DAFTAR ISI Kata Pengantar ... i Daftar Isi ... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penulisan ... 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Epidemiologi DBD ... 3 2.2 Upaya Pencegahan DBD ... 10 2.3 Pelaksanaan Surveilans DBD ... 10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ... 16

3.2 Saran ... 16

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah  penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu,  penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Menurut laporan Ditjen PPM dan PLP  penyakit ini telah tersebar di 27 propinsi Indonesia. Dari 300 Kabupaten di 27 propinsi  pada tahun 1989 (awal Pelita V) tercatat angka kejadian sebesar 6,9 % dan pada akhir  pelita V meningkat menjadi 9,2 %. Pada kurun waktu yang sama angka kematian tercatat sebesar 4,5 %.Berdasarkan data P2B2, jumlah kasus DBD di Indonesia tahun 2010 ada 150.000 kasus.

Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus  Flavivirus, famili  Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok  B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.

Sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini obat untuk membasmi virus dan vaksin untuk mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue belum tersedia. Cara yang tepat guna untuk menanggulangi penyakit ini secara tuntas adalah memberantas vektor/nyamuk penular. Program pencegahan dan pemberantasan penyakit akan sangat efektif bila dapat dukungan oleh sistem surveilans yang efektif, karena fungsi sistem surveilans yang utama adalah menyediakan informasi epidemiologi yang peka terhadap

(5)

 perubahan yang terjadi dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit yang menjadi proritas pembangunan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu epidemiologi Demam Berdarah Dengue?

2. Apa saja upaya pencegahan Demam Berdarah Dengue?

3. Bagaimana pelaksanaan surveilans Demam Berdarah Dengue?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit Demam Berdarah

2. Untuk mengetahui upaya pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue 3. Untuk mengetahui pelaksanaan surveilans Demam Berdarah Dengue

(6)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue

Penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah Virus Dengue yang termasuk group B Arthropod Borne Viruses (Arbovirosis), terdiri dari 4 tipe (tipe 1, 2, 3, 4). Serotipe virus dominan di Indonesia adalah tipe 3 yang tersebar di berbagai daerah dan menyebabkan kasus yang berat Daerah yang terdapat lebih dari satu serotipe  berkosirkulasi atau daerah mengalami epidemi secara berurutan yang disebabkan oleh serotipe yang berbeda maka akan ditemukan infeksi yang berat dan dikenal sebagai dengue shock sindrome (DSS). Studi epidemiologis menunjukkan DHF/DSS sebagian  besar terjadi pada penderita yang terinfeksi untuk ke dua kalinya oleh virus dengan

serotipe berbeda dari infeksi virus yang pertama kalinya. Infeksi virua DBD dapat asimtomatis dan simptomatis.

2.1.1 Penyebab

Penyebab penyakit ini adalah virus dengue yang sampai se karang dikenal ada 4 tipe (tipe 1, 2, 3dan 4), termasuk dalam group B Anthropod Borne Virus (Arbovirus), keempat virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue tipe-3 merupakan serotype virus yang dominant yang menyebabkan kasus yang berat. Masa inkubasi penyakit demam berdarah dengue diperkirakan ≤ 7 hari.

2.1.2 Penularan

Penularan penyakit demam berdarah dengue umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti  meskipun dapat juga ditularkan oleh Aedes Albopictus yang hidup di kebun. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Orang yang kemasukan virus dengue untuk  pertama kali, umumnya hanya menderita sakit demam dengue atau demam yang

ringan dengan tanda/gejala yang tidak spesifik bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit sama sekali (Asimtomatis). Penderita demam dengue biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu 5 hari tanpa pengobatan. Tetapi apabila orang sebelumnya sudah pernah kemasukan virus dengue, kemudian kemasukan virus

(7)

dengue dengan virus tipe lain maka orang tersebut dapat terserang penyakit demam  berdarah dengue (Teori Infeksi Sekunder).

Secara epidemiologi terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada  penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus

dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.

Selain Eedes aegypti, keberadaan nyamuk Aedes albopictus, Aedes  polynesiensis dapat berperan sebagi vector. Pada Aedes dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang ada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya.

Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif).

Di dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.

Manusia merupakan pembawa utama virus dengue. Berdasarkan beberapa  penelitian, perbaikan transportasi yang disertai perpindahan orang dan barang yang cepat dari daerah dengue ke daerah nondengue atau sebaliknya. Kepadatan  penduduk dapat mempermudah transmisi virus dengue karena sifat multiple-bitting

dari virus

(8)

1) Aspek Cuaca dan Iklim

Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembapan udara. Pada suhu yang panas (28-320C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama.

Ditengarai, penyebaran Aedes aegypti di pedesaan akhir-akhir ini sangat terkait dengan pengembangan sistem penyediaan air bersih pedesaan dan sistem transportasi yang lebih baik.

Selain itu curah curah hujan lebih dari 200 cm per tahun, menjadikan  populasi Aedes aegypti di perkotaan, semi perkotaan dan pedesaan lebih stabil. Menurut data WHO (2003), urbanisasi cenderung meningkatkan jumlah habitat yang cocok untuk Aedes agypti. Di beberapa kota yang banyak  pepohonan, Aedes aegypti dan Aedes albopictus hidup bersamaan, namun  pada umumnya Aedes aegypti lebih dominan, tergantung pada keberadaan dan  jenis habitat jentik serta tingkat urbanisasi

Curah hujan dapat menambah jumlah tempat breading places atau dapat  pula menghilangkan tempat perindukan. Curah hujan dapat juga berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban nisbi udara. Curah hujan 140 mm/minggu dapat menghambat berkembangbiaknya nyamuk. Curah hujan tinggi juga dimungkinkan menyebabkan hilangnya tempat perindukan vektor karena terbawa aliran air.

Berdasarkan aspek suhu, walaupun nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, namun kemampuan proses metabolism nyamuk menurun atau  bahkan terhenti bila suhu udara turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu

diatas 35°C berdampak pada proses fisiologis nyamuk. Sedangkan suhu optimum rata-rata pertumbuhan nyamuk antara 25°C  –   27°C. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali pada suhu kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C. Sementara untuk proses pertumbuhan jentik memerlukan suhu antara 25°C –  30°C.

Sementara berdasarkan aspek kelembaban udara, merupakan faktor  penting dalam pertumbuhan nyamuk. Kelembaban optimal yang diperlukan untuk pertumbuhan nyamuk antara 60% sampai 80%. Jika keadaan suhu udara dan kelembaban yang optimal, umur nyamuk dapat mencapai satu bulan (umur

(9)

nyamuk Aedes aegypti betina rata-rata 10 hari). Fakroe kelembapan secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap umur nyamuk. Misalnya pada kelembaban tinggi menyebabkan nyamuk cepat payah sehingga dapat menyebabkan kematian. Sedangkan pada kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek.

2) Asepek Ketinggian

Menurut WHO (2003), berdasarkan penelitian, aspek ketinggian merupakan faktor penting yang membatasi penyabaran Aedes aegypti. Misalnya pada dataran rendah (kurang dari 500 meter) tingkat populasi nyamuk dari sedang hingga tinggi, sementara di daerah p egunungan (lebih dari 500 meter) populasinya rendah. Di negara-negara Asia Tenggara ketinggian 1000 sampai 1500 meter merupakan batas penyebaran Ae.aegypti. Dibelahan dunia lain, nyamuk tersebut di temukan di daerah yang lebih tinggi seperti di temukan pada ketinggian 2200 meter di Kolumbia

3) Aspek Kecepatan Angin

Kecepatan angin cecara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kelembaban dan suhu udara. Juga dapat berpengaruh pada jarak terbang nyamuk. Sebagaimana diketahui, jarak terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, dengan jarak terbang maksimal 100 meter. Namun jarang terbang secara pasiv dapat lebih jauh sehingga berpengaruh pada proses penyebaran DBD secara kewilayahan.

4) Aspek Lingkungan Biologi

Menurut Depkes RI (1992), banyak lingkungan biologik yang mendukung terjadinya tempat perindukan dan perkembangbiakan vektor DBD, misalnya pot tanaman bias, tempat minum hewan piaraan, perangkap semut dan sebagainya termasuk barang-barang bekas yang potensial sebagai tempat

(10)

2. Tanda-Tanda Pendarahan

Sebab pendarahan pada penderita penyakit DBD ialah: a. Trombositopeni

 b. Gangguan fungsi trombosit

Perdarahan ini terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat berupa:  Uji Tourniquet (Rumple Leede) positif

Uji Torniquet positif sebagai tanda perdarahan ringan, dapat dinilai sebagai ”presumtif test” (dugaan keras) oleh karena Uji Torniquet positif pada hari -hari pertama demam ditemukan pada sebagian besar penderita penyakit DBD. Namum uji Torniquet positif juga dijumpai pada penyakit virus lain (campak, demamchikungunyah) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku (fosa cubiti).

 Petechiae, Purpura, Echymosis dan perdarahan conjunctiva.

(Petechiae sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk membedakannya: regangkan kulit, jika hilang maka bukan  petheciae). Petechiae merupakan tanda perdarahan yang tersering ditemukan. Tanda ini dapat muncul pula perdarahan subkonjunctiva atau hematuri.

 Hematemesis, melena.  Hematuria.

3. Hepatomegali (Pembesaran Hati) Sifat pembesaran hati

a. Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit.  b. Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit.

c.  Nyeri tekan sering kali ini ditemukan tanpa disrtai ikterus. Pembesaran hati mungkin disebabkan strain serotipe virus dengue. 4. Renjatan (Shock)

Tanda-tanda renjatan

a. Kulit terasa dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki,  b. Penderita menjadi gelisah.

c. Sianosis disekitar mulut.

d.  Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba.

(11)

f. Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang).

Sebab renjatan:

a. Karena perdarahan atau

 b. Karena kebocoran plasma ke darah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak.

5. Trombositopeni

a. Jumlah trombosit di bawah 150.000/mm3 biasanya ditemukan diantara heri ketiga samapi ke tujuh sakit.

 b. Pemeriksaan trombosit dilakukan minimal dua kali. Pertama pada waktu pasien masuk dan apabila normal diulangi pada hari kelima sakit. Bila perlu diulangi lagi pada hari ke 6-7 sakit.

6. Hemokonsentrasi

Meningkatnya nilai hematokrit (Ht) merupakan indikator yang peka terhadap akan terjadinya renjatan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan berulang secara  periodik.

7. Gejala Klinik lain

a. Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita penyakit DBD ialah anoreaksi, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang.

 b. Pada beberapa kasus terjadinya kejang disertai hiperpireksia dan penurunan kesadaran sehingga sering di diagnosa sebagai ensefalitis.

c. Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan gastrointestinal dan renjatan.

(12)

 permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap protein plasma dan efusi pada ruang serosa, di daerah peritoneal, pleural dan perikardia.

Pada kasus berat pengurangan volume dapat mencapai 30% atau lebih. Menghilangnya plasma melalui endotelium ditandai oleh pengkatan nilai hematokrit mengakibatkan keadaan hipovolemik dan menimbulkan renjatan. Renjatan yang ditanggulangi secara tidak adekuat menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Kerusakan dinding pembuluh darah bersifat sementara oleh karena itu dengan pemberian cairan yang cukup, renjatan dapat diatasi dengan cepat dan efusi  pleura setelah beberapa hari akan menghilang.

Sebab lain kematian DBD ialah perdarahan hebat pada saluran pencernaan yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi.

Patogenesa perdarahan pada penyakit DBD telah diselidiki secara intensif yaitu disebabkan trombositopeni hebat dan gangguan fungsi trombosit di samping difisiensi ringan atau sedang dari faktor I, II, V, VII, IX dan X dan faktor kapiler. Penyelidikan mendalam mengenai jumlah trombosit Fibrina Degration Produc (FDP), morfologi eritrosit dan penyelidikan post mortem membuktikan bahwa DIC mempunyai peranan dalam terjadinya perdarahan penyakit DBD, tetapi bukan  penyebab utama.

Pada otopsi ditemukan perdarahan di lambung, usus halus, subendokard, kulit, subkapsular hepar, paru, dan jaringan lunak. Di samping itu didapatkan  peningkatan daya fatogenesis dan proliferasi sistem retikuloendotelial. Kelainan

hepar secara patologi anatomi sesuai dengan kelainan dari yellow Feber.

Penyelidikan terakhir membuktikan bahwa kompleks dan aktipasi sitem komplemen memegang peranan penying dalam patogenesa penyakit DBD/DSS. Kompleks imun telah ditemukan pada penderita antara hari ke-5 dan ke-7 sakit, saat terserang renjatan terjadi. Produksi aktifitas komplemen yaitu C3a dan C5a yang mempunyai sifat anafilatoksin dianggap sebagai penyebab kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah.

2.1.5 Diagnosa Penyakit DBD

Diagnosa penyakit DBD ditegakkan jika ditemukan:

1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.

(13)

2. Tanda perdarahan dan/atau 3. Pembesaran hati

4. Thrombositopeni (150.000/mm3 atau kurang)

5. Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya hematokrit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit selama dalam perawatan. Dengan patokan ini, 87% penderita yang tersangka penyakit DBD ternyata diagnosanya tepat (dibuktikan dengan pemeriksaan serologi).

2.2 Upaya Pencegahan Demam Berdarah Dengue

Upaya pencegahan dan pemberantasan DBD yang telah dilakukan pemerintah, antara lain dengan metode pengasapan (fogging) dan abatisasi. Pelaksanaan pengabutan dengan aplikasi ultra low volume (ULV) masih merupakan metode yang paling diandalkan dalam pengendalian vector. Namun metode aplikasi penggunaan bahan kimia  jika tidak terkontrol dapat berakibat pada terjadinya pencemaran lingkungan, serta  berpotensi pada terjadinya resistensi vector.

Sementara secara teknis, beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas  pengkabutan antara lain:

1. Faktor alamiah seperti cuaca yang meliputi faktor angin, suhu, kelembaban, hujan. 2. Faktor sosial seperti masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam melakukan

 pemberantasan sarang nyamuk.

3. Faktor teknis seperti peralatan yang digunakan dan pengetahuan petugas dalam melaksanakan pengendalian vektor DBD.

Metode pengasapan menurut WHO (2000), merupakan metode utama  pemberantasan demam berdarah dengue yang telah dilakukan hampir selama 25 tahun di  banyak Negara. Penyemprotan sebaiknya tidak dipergunakan, kecuali keadaan genting selama terjadi KLB atau wabah. Penyemprotan di masyarakat akan menimbulkan rasa

(14)

terkait. Surveilans DBD terutama ditujukan untuk deteksi KLB dan monitoring  program penanggulangan.

Setiap letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) dilakukan penyelidikan epidemiologi dan pemutusan penularan serta pengambil dan pemeriksaan spesimen.

 Tujuan

Tujuannya adalah tersedianya data dan informasi epidemiologi penyakit DBD sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam  perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan  peningkatan kewaspadaan, dimana surveilans epidemiologi di daerah non endemik menjadi tindakan penanggulangan secara efektif dan efesien untuk mengurangi peningkatan dan penularan penyakit DBD.

 Sasaran

Sasaran surveilans epidemiologi penyakit DBD adalah Sebagai berikut : 1. Individu

Pengamatan dilakukan pada individu yang terinfeksi dan mempunyai  potensi untuk menularkan penyakit DBD sampai individu tersebut tidak

membahayakan dirinya maupun lingkungannya. 2. Populasi lokal

Populasi lokal ialah kelompok penduduk yang terbatas pada orang-orang dengan risiko terkena suatu penyakit (population at risk). Pengamatan dilakukan pada individu yang kontak dengan penderita DBD, pada pejamu yang rentan (misalnya bayi), dan terhadap kelompok individu yang mempunyai peluang untuk kontak dengan penderita (misalnya tenaga medis).

3. Populasi nasional

Populasi nasional ialah pengamatan yang dilakukan terhadap semua  penduduk secara nasional. Hal ini dilakukan setelah program  pemberantasan dilaksanakan.

4. Populasi internasional

Kegiatan ini berupa pengamatan terhadap penyakit yang dilakukan oleh  berbagai negara secara bersama-sama, yang ditujukan untuk penyakit- penyakit yang mudah menimbulkan epidemi atau pandemi. Tujuan dilaksanakannya pengamatan ini adalah untuk saling memberi

(15)

informasi tentang epidemi yang timbul di suatu negara agar negara lain yang tidak terkena dapat melakukan upaya pencegahan.

2.3.2 Definisi Kasus Kriteria klinis DBD:

DBD ditandai dengan gejala awal demam yang mendadak serta timbulnya tanda dan gejala klinis yang tidak khas. Terdapat kecenderungan diatesis hemoragik dan resiko terjadi syok yang dapat berakibat kematian. Hemostatis yang abnormal dan kebocoran plasma adalah perubahan patofisologis yang paling mencolok, disertai trombositoplania dan hemokonsentrasi merupakan temuan yang selalu ada.

1. Kasus Suspek

Demam Dengue: memiliki dua atau lebih tanda-tanda berikut ini:

a. Demam medadak dengan sakit kepala bagian dahi (prontal)

 b.  Nyeri belakang mata c.  Nyeri otot dan sendi

d. Timbul rash/kemerahan

DHF

Kasus dengan demam tinggi mendadak dalam jangka waktu 2-7 hari dengan satu atau lebih gejala berikut ini:

 Tes torniquet positif

 Perdarahan di bawah kulit( Petechiae, Encymoses, Purpura, perdarahan di

sekitar tempat penyuntikan)

 Perdarahan pada mukosa (Hematemisis, Melena)

 Pembesaran hati

DSS

(16)

3. Kasus Pasti (Konfirmasi Laboratorium) adalah kasus dengan gejala di bawah ini:

 Kenaikan titer 4 kali kadar antibodi IgH

 Ditemukan IgM (pada KLB)

 Dapat Isolasi virus dengue dari serum atau spesimen otopsi 4. Klasifikasi Daerah (desa) Rawan DBD

 Desa Rawan I (endemis) yaitu desa yang dalam 3 tahun terakhir selalu ada kasus DBD.

 Desa Rawan II (sporadis) yaitu dalam 3 tahun terakhir ada kasus DBD.

 Desa Rawan III (potensial) yaitu dalam 3 tahun tidak ada kasus, tetapi  berpenduduk padat, transpormasi rawan dan ditemukan jentik ≥ 5%. Desa  bebas yaitu desa yang tidak pernah ada kasus.

2.3.3 Sumber Data Surveilans DBD 1. Rumah Sakit

Laporan morbiditas dan mortalitas bulanan penderita rawat inap dan rawat jalan laporan rumah sakit melalui Laporan RL2a dan RL2b yang dirangkum pada data system surveilans terpadu penyakit (SSTP) Kabupaten/Kota Provinsi.

2. Puskesmas

Laporan morbiditas puskesmas melalui laporan SP2TP atau SP3 atau SIMPUS yang datanya dirangkum dalam data Sistem Surveilans Terpadu Penyakit (SSTP) kabupaten/Kota atau Provinnsi, arau laporan puskesmas sentinel bagi Kabupaten/Kota dan Surveilans Provinsi, serta laporan W1 (24 jam) bila ada indikasi KLB. Laporan bulan program dengan Form K. DBD di Puskesmas dan tingkat Kabupaten/Kota.

3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Belum semua Balai Laboratorium Kesehatan pusat/daerah dapat melakukan  pemeriksaan tetapi data hasil pemeriksaan laboratorium perlu dimanfaatkan

dalam analisa surveilans. 4. Data Kegiatan Program

Laporan pelaksanaan Fogging dari Form K. DBD dan angka jentik berkala (ABJ) hasil kegiatan PJB yang dilakukan surveilans kabupaten/kota.

(17)

2.3.4 Presentasi dan Analisa Data

1. Grafik : Kasus DBD menurut umur, waktu bulan / tahun dan klasifikasi diagnose DBD.

2. Tabel : Kasus dan kematian DBD menurut umur dan klasifikasi diagnose

untuk meningkatkan manajemen kasus. Insiden rate per area geografis kasus.

3. Map : Insiden Rate/100.000 populasi menurut area geografis.

Klasifikasi daerah rawan DBD.

2.3.5 Kegunaan Data Surveilans Untuk Manajemen

Kegunaan informasi epidemiologi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai  berikut:

1. Monitoring Case FatalityRate untuk meningkatkan manajemen kasus di RS.

2. Monitor insiden rate untuk menilai dampak program.

3. Dapat mendeteksi KLB agar dapat melakukan segera tindakan

 penanggulangan.

4. Informasi insidens rate menurut umur, geografis untuk mengetahui daerah

rawan DBD.

5. Penyelidikan epidemiologi KLB akan mengetahui epidemiologi dan

mengetahui faktor penyebab terjadi KLB agar tidak terulang kembali.

2.3.6 Alur Pelaporan Penyakit Demam Berdarah Dengue a. Pelaporan Rutin

1) Pelaporan dari unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas) 2) Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten / kota

(18)

Sistem surveilans penyakit DBD adalah pengamatan penyakit DBD di Puskesmas meliputi kegiatan pencatatan, pengolahan dan penyajian data  penderita DBD untuk pemantauan mingguan, laporan mingguan wabah, laporan bulanan program P2DBD, penentuan desa / kelurahan rawan, mengetahui distribusi kasus DBD / kasus tersangka DBD per RW / dusun, menentukan musim penularan dan mengetahui kecenderungan penyakit.

(19)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah Virus Dengue yang termasuk group B Arthropod Borne Viruses (Arbovirosis), terdiri dari 4 tipe (tipe 1, 2, 3, 4). Serotipe virus dominan di Indonesia adalah tipe 3 yang tersebar di berbagai daerah dan menyebabkan kasus yang berat Daerah yang terdapat lebih dari satu serotipe  berkosirkulasi atau daerah mengalami epidemi secara berurutan yang disebabkan oleh

serotipe yang berbeda maka akan ditemukan infeksi yang berat dan dikenal sebagai dengue shock sindrome (DSS). Studi epidemiologis menunjukkan DHF/DSS sebagian  besar terjadi pada penderita yang terinfeksi untuk ke dua kalinya oleh virus dengan

serotipe berbeda dari infeksi virus yang pertama kalinya. Infeksi virua DBD dapat asimtomatis dan simptomatis.

Upaya pencegahan dan pemberantasan DBD yang telah dilakukan pemerintah, antara lain dengan metode pengasapan (fogging) dan abatisasi. Pelaksanaan pengabutan dengan aplikasi ultra low volume (ULV) masih merupakan metode yang paling

diandalkan dalam pengendalian vector. Namun metode aplikasi penggunaan bahan kimia  jika tidak terkontrol dapat berakibat pada terjadinya pencemaran lingkungan, serta

 berpotensi pada terjadinya resistensi vector.

Pengamatan penyakit DBD merupakan kegiatan pencatatan jumlah kasus DBD dan kasus tersangka DBD menurut waktu dan tempat kejadian, yang dilaksanakan secara teratur dan menyebarkan informasinya sesuai kebutuhan program pemberantasan  penyakit DBD. Laporan kewaspadaan DBD merupakan laporan secepatnya kasus DBD agar dapat segera dilakukan tindakan atau langkah¬langkah untuk membatasi penularan  penyakit DBD.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. www.depkes.go.id [27 Maret 2015]

Ditjen PP & PL Kemkes RI. 2011. http://www.pppl.depkes.go.id/ [27 Maret 2015]

Indonesian Public Helath. 2013. Surveilans Epidemiologi Demam Berdarah Dengue. http://www.indonesian-publichealth.com/ [27 Maret 2015]

WHO dan Depkes RI. 2013. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah  Dengue.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil sekuensing fragmen DNA yang menunjukkan panjang 720 bp yang tramplifikasi primer forward (Gambar 8) dan 780 bp (Gambar 9) untuk yang teramplifikasi primer reverse

Terhadap penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan dengan cara melanggar hukum dapat dilakukan tindakan sebagai berikut: upaya persuasif, agar

1 DIENA NURUL HIKMAH, S.I.Kom... 2 DIENA NURUL

Neobium ditemukan pada 33 percontoh yang dianalisa kimia dengan kandungan antara 0,06 ppm - 15,3 ppm dalam sedimen permukaan dasar laut perairan Kuala Kampar.dengan

Selain dari itu, dari sikap siswa itu sendiri yang dengan cara mengajar guru seperti ini sangatlah berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, yang mana semua orang tahu jika

Email: adrianbanif@gmail.com.. Selain itu, dengan adanya aktivitas lain di sekitar aktivitas komersial ini, tarikan masyarakat untuk datang di lokasi tersebut semakin

Arti dari Concert hall adalah sebuah banguanan yang berfungsi sebagai tempat untuk mempertunjukan atau mementaskan sebuah karya oleh musisi baik dalam negeri maupun luar.. Pengertian

Penelitian ini bertujuan untuk: mengembangkan komik edukasi “Impian Moni” sebagai media pembelajaran literasi keuangan kompetensi anggaran pribadi untuk siswa