• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Hukum Perizinan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Hukum Perizinan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang A. Latar Belakang

Pembangunan adalah rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang Pembangunan adalah rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, Negara, dan pemerintah terencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, Negara, dan pemerintah menuju moderanitas dalam rangka pembinaan bangsa. Pembangunan nasional ini menuju moderanitas dalam rangka pembinaan bangsa. Pembangunan nasional ini mencangkup seluruh aspek kehidupan bangsa misalnya aspek politik, ekonomi, sosial mencangkup seluruh aspek kehidupan bangsa misalnya aspek politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional serta khususnya dalam bidang budaya, pertahanan dan keamanan nasional serta khususnya dalam bidang administrasi negara

administrasi negara11. Pembangunan nasional adalah salah satu bentuk pelaksanaan. Pembangunan nasional adalah salah satu bentuk pelaksanaan Pancasila Sila Kelima, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang pada Pancasila Sila Kelima, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang pada umumnya di negara-negara berkembang termasuk Indonesia diprioritaskan pada umumnya di negara-negara berkembang termasuk Indonesia diprioritaskan pada pembangunan di bidang ekonomi. Hal ini mendorong terjadinya urbanisasi yang pembangunan di bidang ekonomi. Hal ini mendorong terjadinya urbanisasi yang merupakan perpindahan penduduk dari daerah pedesaan yang agraris ke daerah merupakan perpindahan penduduk dari daerah pedesaan yang agraris ke daerah masyarakat perkotaan yang kegiatannya ada di bidang manajemen, perdagangan, masyarakat perkotaan yang kegiatannya ada di bidang manajemen, perdagangan, manufaktur, atau kegiatan yang sejenis

manufaktur, atau kegiatan yang sejenis22..

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa banyaknya sektor informal di Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa banyaknya sektor informal di berbagai kota besar di dunia termasuk Indonesia tidak terlepas dari adanya urbanisasi berbagai kota besar di dunia termasuk Indonesia tidak terlepas dari adanya urbanisasi dari desa ke kota. Secara garis besar terjadinya urbanisasi dapat dikategorikan dalam dari desa ke kota. Secara garis besar terjadinya urbanisasi dapat dikategorikan dalam dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor penarik

dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor penarik33. Faktor pendorong timbulnya. Faktor pendorong timbulnya urbanisasi yaitu disebabkan oleh berbagai fasilitas untuk hidup dan pendidikan di desa urbanisasi yaitu disebabkan oleh berbagai fasilitas untuk hidup dan pendidikan di desa yang semakin berkurang. Selain itu, lapangan pekerjaan di pedesaan semakin hari yang semakin berkurang. Selain itu, lapangan pekerjaan di pedesaan semakin hari semakin langka. Hal ini dikarenakan akibat kebijakan pembangunan yang selalu semakin langka. Hal ini dikarenakan akibat kebijakan pembangunan yang selalu mementingkan pembangunan sarana dan prasarana di kota, tanpa memperhatikan mementingkan pembangunan sarana dan prasarana di kota, tanpa memperhatikan sarana prasarana di desa. Sedangkan faktor penarik timbulnya urbanisasi adalah faktor sarana prasarana di desa. Sedangkan faktor penarik timbulnya urbanisasi adalah faktor ekonomi karena kota mempunyai daya tarik tersendiri karena kota menyediakan ekonomi karena kota mempunyai daya tarik tersendiri karena kota menyediakan berbagai fasilitas dan kemudahan untuk mendapatkan uang dan status sosial. Keadaan berbagai fasilitas dan kemudahan untuk mendapatkan uang dan status sosial. Keadaan 1

1

 Sondang P. Siagaan,

 Sondang P. Siagaan, Administrasi Pembangunan  Administrasi Pembangunan Konsep Dimensi dan SKonsep Dimensi dan Strategi trategi , 1990, Jakarta: Gunung Agung, hlm., 1990, Jakarta: Gunung Agung, hlm. 39.

39.

2 2

 R. Bintarto,

 R. Bintarto,Urbanisasi dan PermasalahannyaUrbanisasi dan Permasalahannya, 2000, Jakarta: Graha Indonesia, hlm. 27., 2000, Jakarta: Graha Indonesia, hlm. 27.

3 3

 Yahya Ismail,

 Yahya Ismail,Faktor-Faktor Urbanisasi Faktor-Faktor Urbanisasi , [www.hukumonline.com], diakses tanggal 11 Oktober 2014 pukul 20.35, [www.hukumonline.com], diakses tanggal 11 Oktober 2014 pukul 20.35 WIB.

(2)

semacam ini menyebabkan kebutuhan lapangan kerja diperkotaan semakin tinggi. semacam ini menyebabkan kebutuhan lapangan kerja diperkotaan semakin tinggi. Seiring dengan hal tersebut ternyata sektor formal tidak mampu menyerap seluruh Seiring dengan hal tersebut ternyata sektor formal tidak mampu menyerap seluruh pertambahan angkatan kerja. Akibatnya terjadi kelebihan tenaga kerja yang tidak pertambahan angkatan kerja. Akibatnya terjadi kelebihan tenaga kerja yang tidak tertampung, mengalir dan mempercepat tumbuhnya sektor informal. Salah satu bentuk tertampung, mengalir dan mempercepat tumbuhnya sektor informal. Salah satu bentuk perdagangan informal yang penting adalah pedagang kaki lima

perdagangan informal yang penting adalah pedagang kaki lima44..

Dewasa ini keberadaan pedagang kaki lima keberadaannya seringkali dapat kita Dewasa ini keberadaan pedagang kaki lima keberadaannya seringkali dapat kita  jumpai

 jumpai diperkotaan diperkotaan yang yang berjualan berjualan di di terotoar-terotoar terotoar-terotoar sampai sampai ke ke badan-badan badan-badan jalanjalan maupun lahan parkir. Misalnya saja keberadaan PKL yang berada di sekitaran Unpad maupun lahan parkir. Misalnya saja keberadaan PKL yang berada di sekitaran Unpad dan ITB. Dari hal ini kita bandingkan keberadaan PKL yang berada di sekitaran kampus dan ITB. Dari hal ini kita bandingkan keberadaan PKL yang berada di sekitaran kampus tersebut serta dikaitkan dengan Perda No. 12 Tahun 2002 dan Perwalkot No. 888 tersebut serta dikaitkan dengan Perda No. 12 Tahun 2002 dan Perwalkot No. 888 Tahun 2012.

Tahun 2012.

Dalam Perwalkot No. 888 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Dalam Perwalkot No. 888 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 04 Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pembinaan Daerah Kota Bandung Nomor 04 Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima, Pedagang Kaki Lima merupakan pedagang yang melakukan Pedagang Kaki Lima, Pedagang Kaki Lima merupakan pedagang yang melakukan usaha perdagangan disektor informal yang menggunakan fasilitas umum baik dilahan usaha perdagangan disektor informal yang menggunakan fasilitas umum baik dilahan terbuka dan/atau tertutup dengan menggunakan peralatan bergerak maupun tidak terbuka dan/atau tertutup dengan menggunakan peralatan bergerak maupun tidak bergerak.

bergerak.

Keberadaan pedagang kaki lima tidak lepas dari peran serta mahasiswa yang butuh Keberadaan pedagang kaki lima tidak lepas dari peran serta mahasiswa yang butuh akan jajanan murah dan kebutuhan mahasiswanya itu sendiri. Di lain pihak, keberadaan akan jajanan murah dan kebutuhan mahasiswanya itu sendiri. Di lain pihak, keberadaan PKL saling menguntungkan para pihak penjual dan pembeli. Namun dengan adanya PKL saling menguntungkan para pihak penjual dan pembeli. Namun dengan adanya keberadaan PKL timbulah permasalah baru yaitu adanya masalah perizinan dan keberadaan PKL timbulah permasalah baru yaitu adanya masalah perizinan dan pungutan liar yang timbul dibebankan kepada PKL.

pungutan liar yang timbul dibebankan kepada PKL.

B.

B. Identifikasi Identifikasi MasalahMasalah 1.

1. Bagaimanakah kondisi Bagaimanakah kondisi di dalam di dalam proses pelaksanaan proses pelaksanaan perizinan pedagang kakiperizinan pedagang kaki lima di sekitar kampus Unpad dan ITB?

lima di sekitar kampus Unpad dan ITB?

4 4

 M. Rosul,

 M. Rosul,Pedagang Kaki LimaPedagang Kaki Lima, [http://mrosul.wordpress.com/pedag, [http://mrosul.wordpress.com/pedagang-kaki-lima], diakang-kaki-lima], diak ses pada tanggalses pada tanggal 11 Oktober 2014 pukul 20.30 WIB.

(3)

2. Apakah perizinan di kedua kampus tersebut pada prakteknya sesuai dengan Perda No 12. Tahun 2002 dan Perwalkot No. 888 Tahun 2012?

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Daerah perkotaan yang kini mulai dipadati penduduk dari berbagai daerah memunculkan berbagai persoalan, salah satu diantaranya adalah terkait maraknya kegiatan usaha informal dalam hal ini yaitu Pedagang Kaki Lima yang biasa kita sebut PKL, hal ini tidak terkecuali di Kota Bandung. PKL yang merupakan kegiatan

perekonomian perkotaan memang mempunyai kompleksitas tinggi dalam

pengaturannya, maka untuk menata dan mengontrol pertumbuhan PKL tersebut dibutuhkan suatu izin.

A. Perizinan

Terkait dengan perizinan, Adrian Sutedi mengartikan izin (vergunning) sebagai suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan5. Ateng Syafrudin menyatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh atau sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkrit. Sedangkan Spelt dan ten Berge berpendapat bahwa izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan6. Perizinan dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota, dan izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan.

Perizinan mempunyai fungsi sebagai penertib dan pengatur. Sebagai fungsi penertib, dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan

5

 Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik , 2010, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 167.

6

(5)

dan bentuk kegiatan usaha masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain. Berkaitan dengan itu, maka ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud. Sedangkan izin sebagai fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukkannya, sehingga terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah7.

Pemerintah melalui izin terlibat dalam kegiatan warga negara. Menurut Spelt dan Ten Berge, motif-motif untuk menggunakan sistem izin dapat berupa keinginan untuk mengarahkan (mengendalikan/sturen) aktivitas-aktivitas tertentu, mencegah bahaya bagi lingkungan, keinginan melindungi objek-objek tertentu, hendak membagi benda-benda yang sedikit, dan mengarahkan dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas8. Tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi pemerintah, dan dari sisi masyarakat.

1. Dilihat dari sisi Pemerintah

a. Guna melaksanakan peraturan

 Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam pratiknya atau tidak dan sekaligus untuk mengatur ketertiban.

b. Bermanfaat sebagai sumber pendapatan daerah

Dengan adanya permintaan permohonan izin, maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin banyak pula pendapatan di bidang retribusi tujuan akhirnya, yaitu untuk membiayai pembangunan.

2. Dilihat dari sisi masyarakat

a. Untuk adanya kepastian hokum

7

 Adrian Sutedi, Op.Cit.,hlm. 193.

8

(6)

b. Untuk adanya kepastian hak

c. Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas B. Sektor Usaha Informal

Penggunaan istilah informal pada dasarnya untuk menggambarkan sifat dualistik sistem ekonomi perkotaan. Sektor informal oleh Biro Pusat Statistik (BPS) diartikan sebagai unit usaha berskala kecil yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan  jasa dengan tujuan utama menciptakan kesempatan kerja dan penghasilan bagi dirinya sendiri meskipun mereka menghadapi kendala baik modal maupun sumberdaya fisik dan manusia. Istilah sektor informal pertama kali muncul oleh Keith Hart (1971) dengan menggambarkan sektor informal sebagai bagian angkatan kerja kota yang berada diluar pasar tenaga terorganisasi. Pendekatan teori yang relevan dengan munculnya para pelaku usaha informal ini adalah teori migrasi dan urbanisasi. Migrasi merupakan perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat yang lain, sementara itu urbanisasi merupakan perpindahan penduduk dari desa ke kota dengan maksud dan tujuan-tujuan tertentu, salah satunya adalah faktor ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), dalam tulisannya yang berjudul ’Dilema Migrasi dan Urbanisasi’, menyatakan dilema yang paling kompleks dari proses pembangunan adalah perpindahan penduduk (migrasi) secara besar-besaran dari berbagai daerah pedesaan ke daerah perkotaan. Migrasi ini memperburuk ketidakseimbangan struktural antara desa dan kota secara langsung dalam dua hal, yang pertama, sisi penawaran, migrasi internal secara berlebihan akan meningkatkan jumlah pencari kerja di perkotaan yang melampaui tingkat atau batasan pertumbuhan penduduk, yang sedianya masih dapat didukung oleh segenap kegiatan ekonomi dan jasa-jasa pelayanan yang ada di daerah perkotaan, sehingga dengan datangnya penduduk yang tidak terkontrol ke daerah perkotaan menyebabkan ketimpangan antara tenaga kerja dengan lapangan pekerjaan, hal tersebutlah yang menyebabkan timbulnya pelaku-pelaku usaha informal di daerah perkotaan.

Karakteristik sektor informal antara lain kegiatan usaha tidak terorganisir dengan baik, pada umumnya tidak memiliki izin usaha, aktivitas usahanya tidak teratur dengan baik dalam arti tempat dan waktunya, kebijakan pemerintah tidak menyentuh sektor ini,

(7)

pola usahanya dapat berubah dari sub-sektor satu ke sub-sektor yang lain, menggunakan teknologi sederhana, operasi usahanya dalam skala kecil karena modalnya relatif kecil, pendidikan formal bukan syarat utama untuk menjalankan sektor ini, tetapi lebih mendasarkan pada pengalaman, aktivitas kerjanya dilakukan sendiri dan dibantu anggota keluarga yang tidak diupah, modal diperoleh dari tabungan pribadi atau institusi keuangan yang bukan formal, sebagian besar barang dan jasa yang diproduksi untuk kelompok masyarakat berpendapatan menengah9.

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah, PKL masuk dalam kelompok usaha mikro. Usaha mikro sesuai Pasal 6 ayat (1) mempunyai pengertian usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).

Konsep sektor informal lebih difokuskan pada aspek-aspek ekonomi, aspek sosial dan budaya. Aspek ekonomi diantaranya meliputi penggunaan modal yang rendah, pendapatan rendah, skala usaha relatif kecil. Aspek sosial diantaranya meliputi tingkat pendidikan formal rendah berasal dari kalangan ekonomi lemah, umumnya berasal dari migran. Sedangkan dari aspek budaya diantaranya kecenderungan untuk beroperasi diluar sistem regulasi, penggunaan teknologi sederhana, tidak terikat oleh curahan waktu kerja. Sektor informal sebagai identitas problematika perkotaan berkembang diberbagai bidang meliputi bidang industri, perdagangan, jasa dan sebagainya. Keberadaan sektor ekonomi informal di perkotaan sangat mudah dijumpai dan dikenali di trotoar-trotoar, alun-alun kota, dan dekat pusat keramaian kota serta ruang-ruang publik di perkotaan, keberadaan pedagang sektor informal ini muncul dan berkembang karena memang kehadiran mereka merupakan sebuah respon atas segala kondisi yang ada.

9

 Hidayat,Peranan Sektor Informal Dalam Struktur Pe rekonomian Daerah Yogyakarta, 1978, Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan, Universitas Padjadjaran, Bandung, hlm. 11.

(8)

C. Penataan PKL

Masalah PKL merupakan masalah kehidupan masyarakat banyak yang tidak pernah selesai dari waktu ke waktu. Untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan dari keberadaan PKL, maka diperlukan kesatuan pemahaman antara pihak pemerintah (selaku regulator) dengan pihak PKL itu sendiri. Artinya, sikap pemerintah sudah seharusnya tidak anti PKL dan lebih bertindak persuasif, begitupun juga sebaliknya, para pedagang harus memiliki kesadaran dalam menentukan lokasi usaha dengan tidak mengesampingkan kepentingan masyarakat banyak terhadap fasilitas umum. Disamping itu, peranan pengusaha/perusahaan besar untuk memberikan dukungan modal ataupun kemitraan, juga sangat diperlukan guna pengembangan usaha. Proses pemahaman inilah yang perlu dirumuskan dalam suatu strategi kebijakan penanganan PKL, sehingga dapat memenuhi tujuan/keinginan berbagai pihak.

Pertumbuhan di sektor informal meningkatkan pendapatan golongan ekonomi lemah, mengurangi setengah pengangguran, bahkan bekerja di sektor informal merupakan pilihan kedua yang harus dijalani bagi pekerja golongan ekonomi lemah di sektor formal. Kemajuan di sektor ini sekaligus dapat meningkatkan pendapatan nasional dan memperbaiki distribusi pendapatan. Namun demikian perlindungan ekonomi bagi para pekerja di sektor informal ini tidak mendapat perlindungan hukum sebagaimana mestinya. Pedagang Kaki Lima (PKL) seringkali bertolak belakang dengan pemerintah daerah karena dianggap mengganggu ketertiban umum. Landasan yuridis yang mengacu kepada keadilan sosial sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 perlu dipikirkan.

Menurut Pena (1999), terdapat tiga pilihan mengatasi PKL, pertama, negara harus menjadi kunci dalam mengatur PKL, karena keberadaan negara sangat penting dalam proses pembangunan, kedua, organisasi PKL dibiarkan untuk terus mengatur kegiatan mereka sendiri, ketiga, menyarankan pemerintah dan PKL untuk menegosiasikan ruang-ruang aksinya (lokasi usaha).

(9)

Kebijakan penataan dan pembinaan pelaku usaha informal atau yang biasa disebut sebagai pedagang kaki lima merupakan suatu cara untuk mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh pelaku usaha tersebut. Kota Bandung membuat kebijakan yang tercantum dalam Perda No. 12 Tahun 2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Usaha Perdagangan, Wajib Daftar Perusahaan dan Tanda Daftar Gudang dan Perwalkot No. 888 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 04 Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima, karena relokasi dengan pemberian tempat pengganti juga dapat mengeliminir pandangan stereotif terhadap PKL. Pandangan bahwa PKL sebagai bagian dari sektor informal seolah-olah haram dan harus dihilangkan ternyata sudah kurang relevan10. Hal ini karena baik sektor informal maupun formal ternyata sama-sama dapat menopang perekonomian nasional, terutama dalam menyerap tenaga kerja dan meningkatkan taraf kehidupan yang lebih baik. Sudah semestinya untuk tidak lagi mempersoalkan mana yang menjadi anak emas dan mana yang menjadi anak tiri dalam sektor usaha. Karena pembedaan semacam itu dapat berimplikasi bagi kelangsungan usaha. Tindakan yang semestinya diambil adalah dengan menerapkan adanya asas kesejajaran dan keadilan antara usaha sektor formal dan sektor informal termasuk usaha kaki lima. Dengan adanya Perda tersebut diharapkan dapat menciptakan suasana yang tertib tanpa menimbulkan konflik dari berbagai pihak baik dari pemerintahan maupun pedagang itu sendiri.

10

 Pariaman Sinaga,Masalah Pasar Modern VS Pasar Tradisional. Kementerian Koperasi dan UKM, 2004, Jakarta, hlm. 136.

(10)

BAB III PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Perizinan Pedagang Kaki Lima di Sekitar Kampus Unpad dan ITB Pada Prakteknya

1. Pelaksanaan Perizinan Pedagang Kaki Lima di Sekitar Kampus Unpad

Kami melakukan wawancara dengan Bapak Nana, Ketua PKL Teuku Umar untuk mengetahui seluk-beluk perizinan PKL di sekitar kampus Unpad. Berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan, kami mendapatkan beberapa keterangan, yakni sebagai berikut.

a. PKL di Unpad, sekitar jalan Teuku Umar, dikelola oleh RW sekitar dengan bantuan Ketua PKL dan adanya kerjasama dengan pihak Unpad.

b. Unpad tidak keberatan dengan adanya para PKL di sekitar Jalan Teuku Umar asalkan para PKL tersebut dapat menjaga kebersihan, ketertiban, dan keamanan.

c. Para PKL tersebut tidak mempunyai surat izin resmi untuk berjualan, tetapi selama berjualan di Jalan Teuku Umar tersebut tidak ada masalah terkait izinnya.

d. Adapun pengarahan dari lurah bukan pengarahan mengenai perizinan, melainkan pengarahan terkait menjaga ketertiban, kebersihan, dan keamanan, yang dikoordinasikan dengan RW.

e. Setiap pedagang diminta data untuk pendataan para pedagang yang berjualan di Teuku Umar untuk keanggotaan, karena tiap bulan ada iuran dari setiap pedagang sebesar Rp 20.000 (untuk iuran sampah, dll).

f. Mayoritas pedagang adalah warga sekitar Jalan Teuku Umar. Adapun pedagang dari luar daerah diperbolehkan untuk berdagang, asalkan ada KTP untuk data keanggotaan.

g. Data para PKL pernah diminta oleh Lurah untuk diberi kartu PKL, tetapi sampai sekarang tidak ada.

(11)

h. Ukuran tempat berdagang tidak ditentukan.

i. Satu tempat bisa dipakai oleh dua penjual (malam dan siang).

 j. Jika ada keberatan dari Unpad, maka Unpad akan menyampaikannya langsung pada pemerintahan, lalu dari pemerintah ke lurah, ke RW,

sampai seterusnya. Kemudian, diadakan musyawarah untuk

menyelesaikan keberatan tersebut.

k. Karena tidak adanya surat izin yang resmi, maka bila suatu saat Unpad ingin membongkar lapak para PKL tersebut, mereka tidak dapat berbuat apa-apa dan harus menerima pembongkaran tersebut.

2. Pelaksanaan Perizinan Pedagang Kaki Lima di Sekitar Kampus ITB

Kami melakukan wawancara dengan Bapak Deddy, Ketua RW 04 Gelap Nyawang dan Ketua Forum PKL ITB untuk mengetahui seluk-beluk perizinan PKL di sekitar kampus ITB. Berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan, kami mendapatkan beberapa keterangan, yakni sebagai berikut.

a. Terdapat tiga zona berdagang di ITB, yakni zona merah, zona kuning, dan zona hijau. Zona hijau adalah Jalan Gelap Nyawang, zona kuning adalah Jalan Tamansari, sedangkan zona merah adalah Jalan Ganesha dan  jalan-jalan lainnya. Walaupun begitu, masih banyak adanya pedagang

nakal di zona-zona tertentu.

b. Semula, Jalan Tamansari adalah termasuk zona merah, namun kemudian menjadi zona kuning dikarenakan adanya negosiasi antara penduduk setempat dan Pemerintah Kota Bandung. Penduduk setempat berpendapat bahwa Jalan Tamansari sebaiknya diganti setidaknya menjadi zona kuning, dikarenakan banyaknya kebutuhan masyarakat sekitar, mahasiswa ITB, maupun para PKL ITB. Hal tersebut kemudian diatur di dalam Peraturan Walikota.

c. Walaupun Jalan Gelap Nyawang merupakan zona hijau untuk berdagang, berdasarkan kebijakan RW setempat dan Forum PKL ITB, untuk berdagang di Jalan Gelap Nyawang harus mendapatkan rekomendasi

(12)

terlebih dahulu dari masing-masing RW. Pembatasan jumlah pedagang ini dimaksudkan untuk menjaga ketertiban dan persaingan usaha yang sehat, serta mendahulukan pedagang lokal. Hal ini dikarenakan banyak sekali pedagang pendatang yang ingin berdagang di lingkungan ITB, khususnya di Jalan Gelap Nyawang. Bahkan, kondisi saat ini menunjukkan bahwa Jalan Gelap Nyawang didominasi oleh pedagang pendatang. Bukan hanya itu, varian komoditas dagang pun diperhatikan. d. Melalui Forum PKL ITB, para PKL dibina dengan koordinasi bersama RW

sekitar dan Salman ITB, baik dalam segi agama dan motivasi. Sedangkan mengenai perizinan, PKL dibina oleh Koperasi Makmur Jaya.

e. Bapak Deddy menolak menjelaskan prosedur lebih lanjut mengenai perizinan di sekitar ITB, lalu menyarankan untuk langsung menkonfirmasikannya ke Koperasi Makmur Jaya. Sayangnya, Koperasi Makmur Jaya hanya buka pada hari dan jam tertentu saja.

f. Menurut Bapak Deddy, lingkungan sekitar Unpad merupakan zona merah. g. Pihak ITB sama sekali tidak terlibat dalam pengelolaan ataupun pembinaan PKL. Namun, sempat terlibat pada periode jabatan seorang Rektor.

B. Perizinan di Sekitar Kampus Unpad dan ITB Dikaitkan dengan Perda No. 12 Tahun 2002 dan Perwalkot No. 888 Tahun 2012

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, PKL termasuk ke dalam usaha mikro. Pengaturan izin usaha mikro di Kota Bandung diatur di dalam Perda No. 12 Tahun 2002. Pada Pasal 42, tercantum bahwa:

Perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban memperoleh SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) adalah:

a. Cabang/Perwakilan perusahaan yang dalam menjalankan kegiatan Usaha Perdagangan mempergunakan SIUP Perusahaan Pusat yang telah dilegalisir oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk;

(13)

b. Perusahaan Kecil Perorangan yang dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1) Tidak berbentuk badan hukum atau persekutuan;

2) Diurus, dijalankan atau dikelola sendiri oleh pemiliknya atau dengan mempekerjakan anggota keluarga/kerabat terdekat.

3) Pedagang keliling, pedagang asongan, pedagang pinggir jalan atau pedagang kaki lima.

Berdasarkan pasal tersebut, dapat dianalisis bahwa di Kota Bandung, PKL sebagai bagian dari usaha mikro tidak membutuhkan SIUP ataupun bentuk perizinan perdagangan lainnya. Sementara itu, perlu juga diamati kesesuaian antara pemahaman PKL dengan hukum yang seharusnya. Hal-hal tersebut yakni sebagai berikut.

1. Adanya pengelolaan ataupun pembinaan PKL di sekitar Unpad maupun ITB, baik melalui RW, forum, koperasi, dan lain sebagainya, bukanlah berkenaan mengenai perizinan, melainkan mengenai ketertiban dan keharmonisan antara PKL dan lingkungan sekitar.

2. Eksistensi PKL ditentukan melalui bagaimana hubungan mereka dengan lingkungan sekitar, bukan dengan jangka waktu tertentu berdasarkan SIUP. Maka dari itu, penting bagi PKL untuk menjaga hubungan baik dengan lingkungannya.

Berdasarkan Perwalkot No. 888 Tahun 2012 Pasal 7, lokasi PKL dibagi ke dalam 3 zona meliputi:

a. Zona Merah yaitu lokasi yang tidak boleh terdapat PKL

b. Zona Kuning yaitu lokasi yang bisa tutup buka berdasarkan waktu dan tempat c. Zona Hijau yaitu lokasi yang diperbolehkan berdagang bagi PKL

1. Zona Merah

Zona Merah merupakan wilayah sekitar tempat ibadah, rumah sakit, komplek militer, jalan nasional, jalan provinsi dan tempat-tempat lain yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan kecuali ditentukan lain

(14)

berdasarkan Perda dan Perwalkot terkait. Pada Pasal 11, disebutkan bahwa yang dimaksud tempat-tempat lain antara lain:

a. lokasi 7 titik;

b. sekitar rumah dinas para pejabat Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah;

c. lokasi sekolah;

d. lokasi dan jalan tertentu;

e. setiap persimpangan jalan dengan jarak 100 meter dari titik persimpangan;

f. lokasi jalan yang ditetapkan sebagai car free day (CFD); dan g. kawasan lindung

Sementara itu, Pasal 15 menyebutkan beberapa lokasi dan jalan yang dimaksud Pasal 11 huruf e, yakni antara lain:

a. Jalan Ganesha (Depan Masjid Salman Institut Teknologi Bandung) Kecamatan Coblong;

b. Jalan Dayang Sumbi (Samping kampus Institut Teknologi Bandung) Kecamatan Coblong;

c. Jalan Taman Sari samping Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kelurahan Lebak Siliwangi Kecamatan Coblong;

d. Jalan Sultan Hasanudin (Samping Rumah Sakit Borromeus) Kecamatan Coblong;

e. Dll. 2. Zona Kuning

Zona kuning terdiri dari tiga jenis, yakni:

a. Berdasarkan waktu. Menurut Pasal 17 ayat (1), yang berdasarkan waktu adalah seluruh pasar tumpah di Daerah hanya boleh berdagang pada jam tertentu yaitu mulai pukul 22.00 WIB sampai dengan pukul 06.00 WIB. Sedangkan, menurut Pasal 17 ayat (4), Zona kuning yang

(15)

berdasarkan waktu dari jam 17.00 WIB sampai 04.00 WIB adalah pedagang kuliner.

b. Berdasarkan tempat. Menurut Pasal 17 ayat (5), zona kuning yang berdasarkan tempat yaitu kantor-kantor Pemda yang sudah tidak digunakan, depan mall, dan sekitar lapangan olahraga yang ditetapkan sebagai Ruang Terbuka Non Hijau.

c. Berdasarkan waktu dan tempat. Pada zona kuning berdasarkan waktu dan tempat PKL diperbolehkan berdagang dengan ketentuan:

1) khusus pada hari minggu waktu berdagang dibatasi mulai jam 04.00 WIB sampai dengan jam 10.00 WIB;

2) khusus untuk aneka komoditi waktu berdagang dibatasi mulai jam 10.00 WIB sampai dengan jam 18.00 WIB.

Menurut Pasal 21, lokasi khusus untuk hari minggu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, hanya diperbolehkan pada lokasi antara lain Lapangan Gasibu, Jalan Cibaduyut, Jalan Sukajadi (sebelah selatan PVJ), dll. Sedangkan, menurut Pasal 22, lokasi khusus untuk aneka komoditi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, hanya diperbolehkan pada lokasi antara lain sebagai berikut.

a. Jalan Teuku Umar (samping Kampus UNPAD) Kecamatan Coblong; b. Jalan Sultan Hasanudin (samping Kampus UNPAD) Kecamatan

Coblong;

c. Jalan Dipati Ukur (depan Pasca Sarjana UNPAD) Kecamatan Coblong;

d. Jalan Bagusrangin (samping Pasca Sarjana UNPAD) Kecamatan Coblong;

e. Dll. 3. Zona Hijau

Menurut Pasal 23 ayat (1), zona hijau adalah wilayah tertentu berdasarkan hasil relokasi, revitalisasi pasar, konsep belanja tematik, konsep festival dan

(16)

konsep Pujasera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian menurut Pasal 23 ayat (2), zona hijau terdiri dari antara lain:

a. Jalan Gelap Nyawang Kelurahan Lebak Siliwangi Kecamatan Coblong; b. Jalan Teuku Umar (samping outlet Grande) Kelurahan Dago Kecamatan

Coblong;

c. Jalan Kindang Pananjung Kecamatan Coblong; d. Dll.

Berdasarkan kepada Perwalkot tersebut, dapat dianalisis ada atau tidaknya kesesuaian antara pemahaman PKL dengan hukum yang seharusnya, yang tentunya mempengaruhi keberadaan PKL di Kota Bandung di dalam prakteknya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.

1. Pendapat yang mengatakan bahwa daerah sekitar Unpad adalah merupakan zona merah salah, karena menurut Perwalkot tersebut adalah zona kuning. Bahkan, Jalan Sultan Hasanudin pun termasuk ke dalam zona kuning, walaupun hanya sebatas di sekitar Unpad, bukan di sekitar RS Borromeus.

2. Benar bahwa Jalan Gelap Nyawang adalah satu-satunya zona hijau di sekitar ITB dan beberapa daerah sekitar ITB seperti Jalan Ganesha dan Jalan Dayang Sumbi adalah zona merah. Jalan Tamansari diragukan merupakan zona kuning, sebab berdasarkan Perwalkot tersebut merupakan zona merah.

(17)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Adanya pengelolaan ataupun pembinaan PKL di sekitar Unpad maupun ITB, baik melalui RW, forum, koperasi, dan lain sebagainya, bukanlah berkenaan mengenai perizinan, melainkan mengenai ketertiban dan keharmonisan antara PKL dan lingkungan sekitar.

2. Eksistensi PKL ditentukan melalui bagaimana hubungan mereka dengan lingkungan sekitar, bukan dengan jangka waktu tertentu berdasarkan SIUP. Maka dari itu, penting bagi PKL untuk menjaga hubungan baik dengan lingkungannya.

3. Pendapat yang mengatakan bahwa daerah sekitar Unpad adalah merupakan zona merah salah, karena menurut Perwalkot tersebut adalah zona kuning. Bahkan, Jalan Sultan Hasanudin pun termasuk ke dalam zona kuning, walaupun hanya sebatas di sekitar Unpad, bukan di sekitar RS Borromeus. 4. Benar bahwa Jalan Gelap Nyawang adalah satu-satunya zona hijau di sekitar

ITB dan beberapa daerah sekitar ITB seperti Jalan Ganesha dan Jalan Dayang Sumbi adalah zona merah. Jalan Tamansari diragukan merupakan zona kuning, sebab berdasarkan Perwalkot tersebut merupakan zona merah. B. Saran

1. Adanya beberapa ketidaksesuaian pemahaman antara PKL dan hukum yang seharusnya menunjukkan bahwa sosialisasi Pemda Kota Bandung mengenai

(18)

PKL masih kurang efektif, baik yang berkenaan dengan perlu atau tidaknya perizinan maupun zona-zona berdagang.

2. Walaupun dibebaskan dari perizinan, seharusnya PKL dapat mengikuti pendataan dengan baik sehingga tercipta ketertiban yang seutuhnya. Selain itu, PKL diharapkan dapat menjaga hubungan baik dengan lingkungan masyarakat sekitar melalui silaturahmi ataupun membersihkan lingkungan sehabis berdagang agar tercipta keharmonisan.

3. Seharusnya, pihak-pihak terkait seperti ITB tidak boleh bersikap acuh tak acuh terhadap keberadaan PKL di sekitarnya. Hal ini dikarenakan secara tidak langsung, PKL dan pihak-pihak tersebut memiliki kebutuhan satu sama lain yang apabila dibina dengan baik dapat memberikan manfaat yang lebih, khususnya sebagai institusi pendidikan yang seharusnya mengabdi untuk masyarakat.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

 A. Perundang-undangan

Perda Kota Bandung No. 12 Tahun 2002. Perwalkot Bandung No. 888 Tahun 2012. B. Literatur

Bintarto, R., Urbanisasi dan Permasalahannya, 2000, Jakarta: Graha Indonesia. Hidayat, Peranan Sektor Informal Dalam Struktur Perekonomian Daerah Yogyakarta, 1978, Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan, Universitas Padjadjaran, Bandung.

P. Siagaan, Sondang, Administrasi Pembangunan Konsep Dimensi dan Strategi , 1990, Jakarta: Gunung Agung.

Sinaga, Pariaman, Masalah Pasar Modern VS Pasar Tradisional. Kementerian Koperasi dan UKM , 2004, Jakarta.

Sri, Pudyamoko, Perizinan, 2009, Jakarta: Grasindo.

Sutedi, Adrian, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik , 2010, Jakarta: Sinar Grafika.

C. Internet

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih representatif, sebaiknya digunakan range data yang lebih panjang, sehingga diketahui pengaruh MJO terhadap curah hujan

Karakter dan gaya desain yang digunakan pada desain perancangan ini bersifat classic modern dengan gaya desain classic ke modern yang tidak banyak menggunakan

Tujuan penulisan skripsi ini adalah meningkatkan hasil belajar matematika kelas 2 SDN Candigakatak 1 Boyolali semester II tahun pelajaran 2016/2017 melalui model

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara kualitas pelayanan yang diberikan oleh lembaga zakat Kotagede DIY dengan harapan muzakki dan tingkat

berbasis rumah sakit mendapatkan kesimpulan bahwa insidens demam tifoid pada anak < 5 tahun sangat bervariasi berkisar antara 11 – 46 %, meskipun sebagian besar menunjukkan

Hal tersebut disebabkan karena (A) semakin banyak perumahan semakin sedikit air yang terserap tanah.. (B) semakin banyak perumahan semakin sedikit orang yang

Kedelai yang diperjualbelikan oleh bapak Jamilan ternyata terjadi kenaikan harga, karena selain menjual tentunya bapak Jamilan juga menginginkan laba yang cukup,

Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa belum terlaksananya kegiatan penghapusan dalam pengelolaan aset tetap (Barang Milik Daerah) pada Dinas Sosial dan