Bedah Saraf
1. Jelaskan definisi, patofisiologi, dan diagnosis pasti dari difus axonal injury
Definisi: diffuse axonal injury merupakan salah satu jenis diffuse brain injury (kerusakan otak menyeluruh), di mana pasien mengalami koma sejak peristiwa cedera terjadi, namun tidak didapatkan lesi desak ruang pada pemeriksaan CT Scan. Pada DAI, kerusakan terletak pada akson, yang tersebar luas pada hemisfer cerebri, korpus kalosum, batang otak, dan juga serebelum.
Patofisiologi: Kebanyakan kasus disebabkan karena cedera yang mekanismenya akselerasi dan deselerasi, misalnya pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi. Pada cedera tersebut, kerusakan terjadi karena adanya regangan pada saat terjadinya benturan, yang tidak dapat lagi ditoleransi oleh ketahanan akson. Sebagai dampaknya terjadi robekan dan fragmentasi aksolemma (pembungkus akson), yang disebut sebagai aksotomy primer. Karena adanya kerusakan dalam sitoskeleton, setelah 12-48 jam dapat juga terjadi pembengkakan akson (retraction ball) yang pada akhirnya menyebabkan akson terputus. Peristiwa ini disebut aksotomi sekunder. Kerusakan ini bersifat ireversibel.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis, sebab pemeriksaan CT scan dan MRI kurang memberikan gambaran yang spesifik. Pada pemeriksaan patologi anatomi, kerusakan yang ditemukan dapat berupa:
Axonal ballooning (12-24 jam setelah cedera, hingga minggu pertama) pembengkakan akson karena retraksi.
Microglial scars (beberapa hari-minggu). Pembengkakan akson menyebabkan mikroglia teraktivasi. Mikroglia yang teraktivasi ini penting untuk menguraikan debris selular dan remodelling sinaps. Namun, mikroglia teraktivasi ini juga mengeluarkan zat toksik yang dapat menyebabkan kematian sel neuron.
Degenerasi Wallerian (beberapa minggu)
Gliosis (setelah beberapa tahun) Proses pembentukan skar pada SSP yang melibatkan produksi jaringan fibrous padat dari neuroglia di area yang mengalami cedera.
2. Jelaskan mengenai sindrom post cedera kepala
Sindrom post cedera kepala (post concussion syndrome) yaitu gejala menetap (sakit kepala, vertigo, mual, muntah amnesia, gangguan konsentrasi, labilitas emosi,
gangguan tidur, diplopia, pandangan kabur), atau bahkan semakin menghebat sampai mencapai puncaknya 4-6 minggu kemudian dan baru menghilang setelah 2-4 bulan. Secara keseluruhan, dalam kurun waktu 1 tahun, hampir seluruh penderita telah pulih kembali seperti semula. Dalam keadaan yang berat, keadaan ini akan menyebabkan disabilitas bagi penderitanya untuk melakukan aktivitas sehari-hari. 3. Jelaskan patofisiologi diabetes insipidus pasca craniotomy
Diabetes insipidus sentral adalah gangguan metabolik akibat serangan langsung terhadap neurohipofisis. Diabetes insipidus transient post craniotomi adalah hasil dari udem inflamasi di sekeliling hipotalamus atau pituitary posterior. Dapat juga terjadi secara sekunder dari kerusakan neuron paraventrikular dan supraoptik dari hipotalamus, atau akson terminal dari pituitary posterior. Akibatnya, terjadi
penurunan sekresi atau gangguan transportasi dari vasopresin arginin, hormon antidiuretik (ADH). Vasopresin arginin disekresi oleh nukleus paraventrikular dan supraoptic di hipotalamus dan disimpan di pituitary posterior.
4. Jelaskan patofisiologi hiperventilasi pada cidera kepala
5. Bagaimana gambaran ct scan, diagnosis, Penanganan igd, penatalaksanaan SDH
6. Seorang laki-laki 19 tahun tidak sadar setelah KLL sepeda motor dengan sepeda
motor dijemput oleh petugas 118 dibawa ke UGD, Anda adalah seorang dokter UGD yang bertugas pada saat itu, laporan petugas 118: tensi 120/80, nadi 90 x/menit. Penderita membuka mata dengan rangsangan nyeri, suara hanya bisa merintih, dengan rangsangan nyeri, menarik lengan, pupil anisokor D>S, gerakan lengan kiri dan kaki kiri lebih lemah dibanding yang kanan, didapat luka berdarah pada temporal kanan, di tempat anda bekerja tidak ada CT scan dan tidak ada dokter spesialis bedah saraf.
a) Apa tindakan yang saudara lakukan?
b) Apa diagnosa pasien ini dan bagaimana merujuknya
7. Seorang ibu membawa bayinya yang berusia 5 bulan ke poliklinik, dengan keluhan
kepalanya membesar.
a) anamnesis apakah yang perlu dilakukan?
b) pemeriksaan fisik dan cara melakukan pemeriksaan?
c) pemeriksaan penunjang yang diperlukan, jelaskan kelainan yang dicari dan
d) kemungkinan penatalaksanaan?
8. Gambarkan jaras refleks konsensual
9. Bayi usia 2 hari datang dengan benjolan di punggung. Persalinan di dukun bayi. Sebutkan diagnosis dan penanganannya (meningocele?)
10. Penderita anak-anak umur 3 tahun, dibawa ke IGD, setelah kecelakaan lalu lintas ditabrak sepeda motor dalam keadaan sadar baik. Terdapat luka + 5 cm di kepala, dengan perdarahan aktif dan ditemukan benda putih lunak seperti jaringan otak keluar dari luka. Apa diagnosa pasien ini dan ceritakan penatalaksanaannya
11. Seorang laki-laki 22 tahun datang ke poli bedah saraf dengan keluhan lemah kedua kaki sejak 2 bulan yang lalu.
a) apakah anamnesis lanjutan dan pemeriksaan fisik yang diperlukan Anamnesis:
Bagaimana kronologi terjadinya keluhan? Apakah didahului dengan trauma
atau tidak? Jika ya, bagaimana mekanise traumanya/di mana tempat traumanya?
Apakah ada demam atau diare sebelumnya?
Apakah kelemahan kedua kaki tetap sampai sekarang, ataukah memberat
atau membaik?
Apakah masih dapat digunakan berjalan? Apakah masih bisa bekerja seperti
biasa?
Apakah terasa nyeri atau tebal?
Apakah ada nyeri di daerah punggung atau tempat lain saat trauma (jika ada
trauma)? Apakah nyeri masih dirasakan sampai sekarang?
Adakah gangguan BAB dan BAK?
Pemeriksaan:
Tanda vital
Pemeriksaan sistemik
Pemeriksaan status lokalis (motorik, sensorik, provokasi nyeri)
Pemeriksaan status neurologis (kesadaran, fungsi luhur, tanda meningeal,
refleks fisiologis, patologis, motorik sensorik, nervus cranialis, fungsi vegetatif)
b) Apakah kemungkinan diagnosis bandingannya
Trauma/fraktur vertebra thorakal
HNP
Infeksi medula spinalis: misal Poliomyelitis, spondilitis
Tumor di medula spinalis segemen thorakal
Guillain barre syndrome
Multiple sklerosis
c) pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan Foto thorakolumbal AP lateral
MRI thorakolumbal
Pemeriksaan laboratorium darah
d) bagaimana kemungkinan penatalaksanaannya
Jika terjadi karena trauma, maka kemungkinan penatalaksanaannya adalah imobilisasi dan dapat dilakukan operasi jika terjadi kompresi saraf spinal. 12. Seorang laki-laki 24 tahun diantar ke IGD RSDM oleh polisi dalam keadaan tidak
sadar. Ditemukan tergeletak tidak sadar setelah mengalami kecelakaan jatuh dari sepeda motor 6 jam yang lalu. Inspeksi, ditemukan hematom subkutan pada regio temporal kiri diameter 5 cm, keluar darah cair dari telinga kiri. Kesadaran: respon buka mata 3, verbal 4 dan motorik 5. Hasil CT scan kepala hasil seperti di bawah ini:
a) Apabila Anda sebagai dokter jaga di IRD, sebaiknya bagaimana urutan tatalaksana penderita tersebut (secara sistematis)?
General precautions
Stabilisasi airway, breathing dan sirkulasi (ABC), pasang collar brace
Lapor jaga bedah saraf
Atasi hipotensi dengan cairan isotonis, cari penyebabnya
Pemeriksaan darah (DL, BGA, GDA, cross match)
Bila tensi stabil, infus 0,9 NS 1,5 ml/kgBB/jam
Anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Obat simptomatik IV atau supp
Bila telah stabil CT scan kepala, foto leher lat, thorak foto AP Pemeriksaan radiologis lain atas indikasi
Pasang kateter, evaluasi produksi urine
b) Apakah arti respon buka mata 3, verbal 4 dan motorik 5?
Buka mata 3: pasien dapat membuka mata jika diperintah dengan suara Verbal 4: pasien dapat berbicara dalam kalimat, namun orientasi kurang baik (antar satu kalimat dengan kalimat lain tidak berhubungan)
Motorik 5: pasien dapat melokalisir rangsang nyeri dengan tangannya. c) Apakah yang Anda temukan pada gambaran CT scan kepala penderita ini?
Pada CT scan didapatkan massa subkutan di regio temporal kiri yang mengesankan hematom subkutan regio temporal kiri
Calvaria intak
Didapatkan double convex sign di regio temporoparietal kanan yang mengesankan EDH regio teporoparietal kanan
d) Apakah diagnosa pada penderita ini?
Cedera otak sedang dengan perdarahan epidural di regio temporoparietal kanan.
Fistula cairan serebrospinalis susp. fraktur basis cranii fossa media. e) Terapi utama apa saja yang Anda usulkan pada penderita ini?
Non definitif
Penurunan TIK: head up 30 derajat, hiperventilasi, diuretik, manitol
Terapi cairan NS 35 tpm
Neuroprotektan: piracetam
Observasi 24 jam pertama sejak trauma sampai nilai GCS 15 + observasi
otorhea. Dilakukan setiap 30 menit pada 6 jam pertama, lalu setiap jam pada 6 jam kedua dan setiap jam pada 12 jam berikutnya. Selanjutnya dilakukan setiap 4 jam hingga sadar tujuan : memantau kemungkinan perdarahan yang meluas.
Berikan antasida, AH2 (ranitidin) karena sering terjdi gastritis erosi berkaitan dengan stresor.
Analgetik
Definitif: dekompresi jika: Volume ≥ 30 cc Tebal ≥ 1 cm MLS ≥ 0,5 cm
13. Penderita laki-laki umur 56 tahun, berat badan 90 kg, dibawa oleh keluarga ke UGD dengan riwayat tiba-tiba lemas dan jatuh saat memimpin rapat di kantornya. Saat tiba di UGD hasil pemeriksaan sementara: penderita buka mata hanya saat dirangsang nyeri pada tangan, respon bicara tidak jelas dan tidak bisa menjawab
apa yang ditanyakan, tidak bisa diperintah hanya bisa menggerakkan tangan dan kaki kanan spontan. Tensi 220/110, nadi 58 kali permenit, RR 20 kali permenit. Riwayat saat di ambulans mengalami muntah dan kejang 1 kali.
Soal:
a) Kesimpulan klinis awal apa yang didapatkan pada kasus di atas?
Pasien laki-laki usia 56 tahun, penurunan kesadaran onset akut dengan GCS E2V3M6. Hemiparese sinistra. Hipertensi, bradikardi, muntah, dan kejang mendukung adanya peningkatan tekanan intrakranial.
b) Diagnosis kerja awal?
Cedera otak sedang dengan suspek lesi intrakranial c) Apa pemeriksaan dan tindakan selanjutnya?
General precautions
Stabilisasi airway, breathing dan sirkulasi (ABC), pasang collar brace
Lapor jaga bedah saraf
Atasi hipotensi dengan cairan isotonis, cari penyebabnya
Pemeriksaan darah (DL, BGA, GDA, cross match)
Bila tensi stabil, infus 0,9 NS 1,5 ml/kgBB/jam
Anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Obat simptomatik IV atau supp
Bila telah stabil CT scan kepala, foto leher lat, thorak foto AP Pemeriksaan radiologis lain atas indikasi
Pasang kateter, evaluasi produksi urine
d) Apa langkah diagnostik selanjutnya?
Bila telah stabil CT scan kepala, foto leher lat, thorak foto AP Pemeriksaan radiologis lain atas indikasi
Pemeriksaan darah (DL, BGA, GDA, cross match)
Indikasi pemeriksaan CT kepala pada pasien cedera otak : 1. GCS < 13 setelah resusitasi.
2. Deteorisasi neurologis : penurunan GCS 2 poin atau lebih, hemiparesis, kejang. 3. Nyeri kepala, muntah yang menetap
5. Terdapat tanda Fraktur, atau kecurigaan fraktur 6. Trauma tembus, atau kecurigaan trauma tembus 7. Evaluasi pasca operasi
8. Pasien multitrauma ( trauma signifikan lebih dari 1 organ ) 9. Indikasi sosial
e) Diagnosis akhir?
Cedera otak sedang dengan perdarahan intracerebral regio temporoparietal dextra
f) Tindakan apa yang bisa dilakukan? (foto CT scan terlampir) Non definitif:
Penurunan TIK: head up 30 derajat, hiperventilasi, diuretik, manitol
Terapi cairan NS 35 tpm
Neuroprotektan: piracetam
Antihipertensi: nikardipin
Observasi 24 jam pertama sejak trauma sampai nilai GCS 15. Dilakukan
setiap 30 menit pada 6 jam pertama, lalu setiap jam pada 6 jam kedua dan setiap jam pada 12 jam berikutnya. Selanjutnya dilakukan setiap 4 jam hingga sadar tujuan : memantau kemungkinan perdarahan yang meluas.
Berikan antasida, AH2 (ranitidin) karena sering terjdi gastritis erosi berkaitan dengan stresor.
Analgetik
Definitif: dekompresi
g) Apa indikasi operasi secara radiologis? Volume > 20 cc
MLS > 0,5 cm Foto CT Scan: