• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sketsa Teologi Kristen: Teologi Injili

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sketsa Teologi Kristen: Teologi Injili"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

RHEMA (Jurnal Teologi Biblika dan Praktika) Vol. 5 No. 2 Desember 2019 // ISSN: 2716 0548 (e) 27164306 (p) | 38

Sketsa Teologi Kristen

:

Teologi Injili

Ilona Olvy Karamoy

Sekolah Tinggi Teologi Yestoya Malang

ilonakaramoy@gmail.com

Abstrak

Sejak awal kemunculannya hingga sekarang, gerakan Evangelicalisme/Injili seringkali disalah artikan. Sebuah majalah Kristen terkemuka, Christianity Today, dalam sebuah artikel What Does “Evangelical’ mean? mengatakan bahwa pada tahun-tahun belakangan ini istilah Evangelical atau Injili telah menjadi sangat terpolitisasi, terutama pada masa pemilihan presiden AS pada tahun 2016. Di sisi lain, evangelikalisme seringkali diberi label konservatisme yang kaku, non kompromistis bahkan diidentikkan dengan fundamentalisme, meskipun keduanya berbeda. Menurut hemat penulis kesalahpahaman dan penyimpangan di atas dilatar belakangi ketidaktahuan atau keacuhan dari kalangan luar Injili atau bahkan kalangan Injili sendiri mengenai hakikat dari gerakan Injili itu sendiri terutama teologinya. Oleh karena itu, agar gerakan ini tidak disalahpahami dan kembali kepada panggilannya yang semula yaitu sebagai gerakan kekristenan yang bercirikan kesetiaan pada Alkitab, maka teologi Injili penting untuk dipahami terutama oleh kalangan Injili itu sendiri. Artikel ini berusaha untuk menjawab kebutuhan tersebut dengan pendekatan sketsa untuk membahas teologi Injili mulai dari sejarah, presuposisi, metodologi dan pokok-pokok penting teologi tersebut dengan penyajian deskriptif dengan maksud agar lebih mudah dipahami dan dengan tujuan agar dapat meluruskan kesalahpahaman yang selama ini terjadi dari kalangan luar Injili dan bagi kaum Injili agar menghargai identitasnya dan memenuhi panggilannya.

Kata Kunci: Teologi, Injili, doktrin, alkitab, denominasi

I. PENDAHULUAN

Kata Injili menurut Kamus Teologi memiliki arti: Protestan; Injili; Menurut injil; fundametalis.1 Injili adalah istilah alkitabiah yang berasal dari kata Yunani ευαγγελιον

(euangelion), yang berarti kabar baik. Jadi seorang Injili adalah seseorang yang memberitakan kabar baik tentang Yesus Kristus.2 Namun demikian menurut Enns, istilah itu harus dimengerti sesuai dengan konteksnya. Di Eropa, seorang Injili telah menjadi sinonim dengan Protestan, di Amerika istilah itu dimengerti untuk menunjuk pada seseorang yang berpegang pada doktrin-doktrin historic dari iman Kristen. Injili seringkali merupakan istilah yang lebih disukai dibandingkan dengan fundamnetalis, karena yang pertama dianggap lebih merupakan istilah yang dikaitkan dengan kedamaian atau moderat, sedangkan fundamentalis seringkali dikaitkan dengan separatism dan legalisme.3

Pada abad pertama, gereja mula-mula menggunakan istilah “Injili” sesuai dengan arti yang dikemukakan oleh Alkitab. Arti “Injili” bukan saja sebagai kuasa

1 Henk ten Napel, Kamus Teologi Inggris – Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 130.

2 Paul Enns, The Moody Handbook of Theology, Buku Pegangan Teologi ( Malang: Literatur SAAT, 2007), 273.

(2)

RHEMA (Jurnal Teologi Biblika dan Praktika) Vol. 5 No. 2 Desember 2019 // ISSN: 2716 0548 (e) 27164306 (p) | 39

Allah yang menyelamatkan bagi orang percaya (Rm. 1:16), melainkan juga harus diberitakan (Mrk. 16:16) dan diajarkan untuk ditaati (Mat. 28:19-20). Setelah abad pertama, yaitu sebelum abad-abad reformasi, istilah ini tidak mempunyai arti yang istimewa. Tetapi setelah reformasi, gereja-gereja telah melepaskan diri dari Roma Katolik, menganggap bahwa dirinya telah memperoleh hakekat Injil. Mulai saat itu, di kalangan Protestan, istilah “Injili” mempunyai arti yang sangat penting dan istimewa.4

Penggunaan istilah “Injili” untuk gereja masa kini, baik di Eropa, Inggris maupun Australia, pada umumnya dimaksudkan untuk gereja golongan Protestan. Tetapi di Amerika, istilah ini mempunyai arti lain. Biasanya istilah ini dipakai untuk orang Kristen Konservatif yang telah memisahkan diri dengan kaum Fundamentalis ekstrim. Menurut pengamatan Carl F.H Henry banyak kaum Fundamentalis beralih kepada Injili karena alasan: pertama, istilah “Injili” bersumber dari Alkitab dan mempunyai arti sejarah; kedua, istilah “Fundamentalis” mengandung arti yang sedikit sempit dan juga isinya ditambah dengan arti yang bukan bersifat alkitabiah.5

Penggunaan istilah “Injili” oleh kaum Konservatif, mendapat tantangan dari berbagai pihak, khususnya pada tahun 60-an, gereja-gereja besar yang ada dan pimpinan gerakan oikumene menentang keras penggunaan istilah ini oleh segolongan orang saja. Meskipun penggunaan istilah “Injili” ditentang, baik dari dalam maupun luar, tapi secara perlahan-lahan penggunaan istilah ini makin mantap, baik dari segi arti maupun penggunaanya.6

Dengan melihat dari segi penggunaan istilah “Injili” maka menurut M.O. Cheung dalam bukunya “Evangelical Movement” dapat disimpulkan bahwa kaum Injili dalam arti luas adalah orang-orang Kristen yang menggunakan Alkitab sebagai dasar dan menganut paham Ortodoks; sedangkan arti sempitnya, ditujukan kepada kaum Konservatif yang tidak puas pada kekurangan/kelemahan dari kaum Fundamentalis.7

Gerakan Injili sendiri bermula dari jaringan Kekristenan global yang muncul dari gerakan-gerakan kebangunan abad ke delapan belas yang dihubungkan dengan John Wesley dan George Whitefield. Kedua nama ini berfungsi untuk mengidentifikasi jaringan orang percaya yang terus berlanjut sejak saat itu, meskipun nama-nama lain dari generasi pertama mungkin juga memiliki fungsi yang sama (seperti Jonathan Edwards di Massachusetts atau Howel Harris di Wales). Meskipun keduanya memiliki latar belakang berbeda; Wesley adalah seorang Arminian sedangkan Whitefield Calvinis, namun pandangan mereka tentang Alkitab, karya Kristus di kayu salib, karya Roh Kudus, dan kewajiban-kewajiban orang percaya saling bersesuaian. Dari generasi Wesley dan Whitefield sampai saat ini, orang percaya yang berpegang pada keyakinan-keyakinan di atas telah bekerja bersama untuk mengejar tujuan-tujuan yang sama. Mereka juga berhasil menyebarkan keyakinan-keyakinan mereka. Pengaruh yang meluas ini telah menghasilkan jaringan yang berakar di setiap ujung bumi: hanya Gereja Katolik Roma yang dapat

4 Paulus Daun, Apakah Evangelicalisme itu? (Yogyakarta: Penerbit Andi Offset, 1986), 1-2. 5 Carl F.H. Henry, Injili and Fundamentalis, 20.

6 Paulus Daun, Apakah Evangelicalisme itu?, 13

(3)

RHEMA (Jurnal Teologi Biblika dan Praktika) Vol. 5 No. 2 Desember 2019 // ISSN: 2716 0548 (e) 27164306 (p) | 40

menyaingi keluasan kepada mana Evangelicalisme sungguh-sungguh sebuah gerakan keagamaan global. Jaringan Kristen yang menonjol dan mendunia telah pula memengaruhi banyak konteks denominasional yang berbeda dan menyediakan daya dorong dalam menciptakan jaringan-jaringan baru yang luas. Jaringan inilah yang dirujuk oleh kata “Injili”.8

Dalam Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani, Tony Lane menyatakan bahwa Kelompok Injili atau Injili telah berusaha dengan lebih atau kurang menyesuaikan diri dengan dunia modern. Namun mereka menandaskan bahwa proses ini tidak boleh mengakibatkan penyimpangan dalam Injil yang diberitakan Alkitab.9

Sampai tahun 1940-an, banyak teolog konservatif telah merasakan anti intelektualisme fundamentalis, isolasionisme, dan keseriusan yang hampa semata. Sehingga beberapa pemimpin Kristen menetapkan sebuah arah baru antara penolakan liberal dari kekristenan yang historis dan penolakan fundamentalis dari yang lainnya. Mereka membentuk The National Association of Injilis, mendirikan seminari-seminari dan perguruan-perguruan tinggi yang baru, mendirikan penerbitan, dan mengatur pelayanan-pelayanan untuk menjangkau anak-anak muda.10

Jan Aritonang menyampaikan bahwa bila kita berbicara tentang gerakan atau aliran Injili pada masa kini, maka yang dimaksudkan adalah gerakan atau aliran gerejawi yang terutama muncul di Amerika Serikat sejak 1940-an (didahului atau dicikalbakali oleh gerakan dan paham fundamentalisme), lalu menyebar ke seluruh dunia, dan mencapai puncak perkembangannya pada dasawarsa 1970-an (mungkin masih berlanjut hingga sekarang).11

II. PRESUPOSISI

Presuposisi adalah hal yang sangat penting dalam berteologi. Presuposisi-presuposisi teologi yang kita percaya atau anut akan membentuk wawasan dunia (worldview) kita.12 Presuposisi dalam pengertian sempit boleh dimengerti sebagai titik awal yang harus diambil dalam proses berpikir atau berteori. Tetapi dalam pengertian yang luas presuposisi adalah komitmen yang paling utama atas sesuatu yang pada gilirannya mendasari wawasan dunia kita.13

Ada tiga presuposisi subordinat dengan mana teologi Injili bekerja. Pertama, adalah peristiwa umum dari eksistensi manusia dalam dialektikanya yang tidak dapat disatukan, yang teologi lihat dikonfrontasikan oleh proklamasi diri Allah dalam Injil. Kedua, ada iman tertentu dari orang-orang itu yang tidak hanya diijinkan namun juga siap dan bersedia untuk mengakui proklamasi diri Allah. Mereka mengetahui dan

8

Timothy Larsen & Daniel J. Treler (ed.), The Cambridge Companion to Injili Theology, (New York: Cambridge University Press, 2007), 15-16.

9 Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 205.

10 Rick Cornish, 5 Menit Sejarah Gereja, (Bandung: Pioner Jaya, 2007), 298.

11 Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 228

12 Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika Kristen., Dari Perspektif Reformed. (Malang: GKKR, 2017), 21. Band. Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996), 885-6.

(4)

RHEMA (Jurnal Teologi Biblika dan Praktika) Vol. 5 No. 2 Desember 2019 // ISSN: 2716 0548 (e) 27164306 (p) | 41

mengakui bagi semua orang dan secara khusus bagi saksi-saksi-Nya yang terpilih yang Allah buktikan sendiri. Ketiga, ada presuposisi umum dan khusus dari nalar, kapasitas persepsi, penilaian dan bahasa yang umum bagi orang percaya seperti juga bagi semua orang. Kapasitas inilah yang membuatnya secara teknis mungkin bagi mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengejaran teologis pengetahuan, sebuah upaya yang ditujukan kepada Allah yang memproklamasikan diri-Nya dalam Injil.14

Iman Injili berpegang teguh pada kenyataan dari tindakan ilahi dalam penciptaan, providensi, pewahyuan dan penebusan. Sejarah bukanlah sebuah proses yang hampa, namun penyingkapan peristiwa-peristiwa yang melaluinya Allah tritunggal mengerjakan tujuan-tujuan-Nya dalam alam semesta. Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, dan Allah Alkitab adalah Tuhan yang berdaulat yang mengendalikan takdir bangsa-bangsa dan membimbing rincian-rincian intim dari kehidupan pribadi. Rambut di kepala kita terhitung semuanya, dan Allah melihat setiap burung pipit yang jatuh.15

III. METODE

Metode ini “melihat tugas teologi sebagai identifikasi, kompilasi dan penjelasan lengkap yang koheren dari nas-nas Alkitab yang relevan pada topik teologis tertentu”. Dalam buku Evangelical Theological Method, salah seorang penulisnya yaitu Sung Wook Chung berpendapat bahwa pendekatan ini cocok untuk merumuskan sebuah teologi mengingat “ia ditanamkan dalam-dalam dalam seluruh Alkitab”. Chung mencatat bahwa khotbah di Bukit (Matius 5-7), dan juga di banyak tempat lain dalam Alkitab, merupakan contoh akan hal ini. seperti itu, Chung menyatakan bahwa metode ini “adalah metode teologi yang paling populer dan dominan dalam lingkaran teologi Injili”16. Untuk menambah keterpercayaan kepada metode ini menerangkan bahwa “teologi” tidak dapat berarti pengejaran intelektual dan akademik semata mengenai informasi tentang Allah, namun juga komitmen personal untuk memiliki hubungan yang sejati dengan Allah yang menghasilkan hubungan saling mengasihi antara Allah dan orang percaya.”17

Selanjutnya Chung mencatat empat sarjana, termasuk dirinya sendiri, yang telah mengidentifikasi empat langkah dalam mengeksekusi metodologi ini:

Metodologi-metodologi dalam mengkodifikasi Firman Allah

Millard J. Erickson Gordon Lewis Wayne Grudem Sung Wook Chung Bruce Demarest

1. Mengumpulkan 1. Topik 1. Mengumpulkan 1. Mengumpulkan

14 Karl Barth, Injili Theology, An Introduction (Cambridge: Eerdmans Publishing co. Reprint edition, 1992), 7

15 Kenneth S. Kantzer & Carl F.H. Henry, Injili Affirmations, (Michigan: Zondervan Publishing, 1990), 28

16 Stanley E. Porter dan Steven M. Studebaker (Ed.), Injili Theological Method: Five Views. ( Illinois: InterVarsity, Spectrum Multiview Book Series. Downers Grove, 2018), 35

(5)

RHEMA (Jurnal Teologi Biblika dan Praktika) Vol. 5 No. 2 Desember 2019 // ISSN: 2716 0548 (e) 27164306 (p) | 42

2. Menyatukan 2. Sejarah 2. Esensi 2. Menganalisis 3. Menganalisis 3. Mengumpulkan 3. Penyusunan 3. Teologi Alkitab 4. Sejarah 4. Esensi 4. Sejarah 5. Kultur 5. Apologetik 5. Esensi 6. Esensi 6. Aplikasi 6. Aplikasi 7. Ekstrabiblikal

8. Kontemporer 9. Pusat

10. Penyusunan

Di bagian akhir, Chung menegaskan bahwa kodifikasi firman Allah kepada kebenaran-kebenaran doktrinal haruslah menjadi “metode pertama pilihan kita dalam mengerjakan teologi”.18 Metode-metode teologi Injili menunjukkan kebergantungan fundamentalnya pada Alkitab sebagai “sumber utama” dari pengetahuan teologis.

IV. POKOK PIKIRAN

Teologi Injili berawal pada pengakuan iman era Kristen abad pertama, dimana gereja mula-mula berusaha untuk mengkorelasikan pengajaran Kitab Suci, menangkap maknanya dan membelanya. Seiring dengan pemikiran masa itu, teologi Injili menegaskan bahwa: Alkitab adalah pewahyuan Allah yang benar dan melaluinya suara Allah yang memberi hidup itu berbicara; Allah adalah Pencipta yang Mahakuasa dan kita adalah ciptaan yang bergantung kepada-Nya.19

Teologi Injili juga mempunyai ikatan yang kuat dengan gereja zaman pertengahan. Teologi Injili sangat bergantung pada pandangan penyucian dan penebusan yang disampaikan secara terang oleh Anselmus dari Canterbury dan ikut bersama dalam pengakuan yang ditekankan pada penderitaan Yesus Kristus yang dinyatakan secara paling penuh oleh Bernard dari Clairvaux.20

Teologi Injili mempunyai ikatan tersendiri dengan kekhususan reformasi Protestan. Secara dalam mengakui sentralitas Alkitab, atas kuasanya oleh Roh Kudus dengan referensi khusus dalam pemberitaan firman, atas finalitas otoritasnya dalam segala pengajaran dan kehidupan, dan atas keharusan untuk menafsirkannya senatural mungkin dan menyebarkannya secara luas dalam bahasa asli setempat. Teologi Injili juga mengakui pembenaran melalui iman yang melaluinya penerimaan Allah didapatkan dengan percaya kepada penyataan diri-Nya yang penuh kasih dan sama sekali bukan dengan usaha manusia. Teologi Injili juga mengakui bahwa gereja terdiri dari semua orang percaya yang sudah dipersatukan oleh Roh Kudus, yang sudah mempimpin, secara pribadi dan konstan untuk datang kepada Bapa sorgawi mereka.21

18 Stanley E. Porter dan Steven M. Studebaker (Ed.), Injili Theological Method: Five Views., 51 19 Sinclair B. Ferguson, David F. Wright (Ed.), New Dictionary of Theology (2) (Malang:

Literatus SAAT, 2009), 76 20 Ibid, 77

(6)

RHEMA (Jurnal Teologi Biblika dan Praktika) Vol. 5 No. 2 Desember 2019 // ISSN: 2716 0548 (e) 27164306 (p) | 43 The Lausanne Covenant, yang ditulis oleh John Stott22 memberikan tiga penekanan utama yaitu:

1. Kaum Injili memberikan tempat utama bagi Alkitab dalam kehidupan Kristennya sebagai diinspirasikan secara ilahi, otoritas terakhir dalam hal iman dan praktik.

Alkitab adalah sentral bagi kaum Injili sebagai sebuah pokok doktrin, sebagai otoritas yang olehnya mereka memertahankan semua keyakinan teologis mereka, dan sebagai komponen fundamental dari praktik kristiani mereka. Dalam hal yang terakhir, sebuah pola devosi yang menyebar luas dalam Evangelicalisme adalah praktik pembacaan Alkitab harian.

Praktik kristiani semacam itu mencerminkan keyakinan-keyakinan doktrinal menyangkut sifat dari Alkitab. Yang mendasar bagi keyakinan ini adalah prinsip sola scriptura Protestan. Tidak seperti sebagian kaum Protestan liberal, kaum Injili menolak gagasan bahwa kesadaran modern akan pluralisme agama mengikis kepercayaan terhadap Alkitab sebagai teks ilahi yang unik, atau bahwa kritik alkitabiah modern telah mengompromikan Alkitab sebagai sumber kebenaran yang dapat diandalkan (reliabel), dan seterusnya. Kaum Injili percaya bahwa Alkitab adalah firman Allah tertulis yang unik. Keseluruhan Alkitab adalah otoritatif dan tidak ada dokumen lain yang memiliki tingkat otoritas yang eksklusif ini. oleh karenanya, semua pernyataan doktrinal haruslah diuji dengan pengajaran kitab suci. Kaum Injili percaya bahwa manusia dihakimi oleh Alkitab dan dipanggil untuk berubah berdasarkan Alkitab itu, dan bukannya berdiri sebagai hakim atas Alkitab dan menolak bagian-bagiannya yang tidak sejalan dengan nalarnya sendiri. Dalam seratus tahun terakhir, banyak kaum Injili yang menggunakan istilah “ineransi” untuk mengungkapkan keyakinan-keyakinan menyangkut natur dari kitab suci.

Organisasi Injili global yang resmi adalah World Evangelical Fellowship

(sekarang Alliance). Dalam pernyataan imannya, yang ditulis pada 1951 dan masih digunakan, poin pertamanya (dari tujuh poin) adalah: Kitab suci sebagai asalnya diberikan Allah, diinspirasikan secara ilahi, tidak salah (infallible), sepenuhnya dapat dipercaya; dan memiliki otoritas mutlak dalam semua hal mengenai iman dan praktik.”

2. Kaum Injili menekankan rekonsiliasi dengan Allah melalui karya pendamaian Yesus Kristus di kayu salib

Kaum Injili adalah umat Injil, dan Injil yang mereka beritakan adalah bahwa manusia dapat diampuni dosanya dan didamaikan dengan Allah melalui karya pendamaian Kristus di kayu salib. Kaum Injili melihat natur dari karya Kristus di kayu salib sebagai vicarious dan/atau substitutionary (pengganti). Sehingga, pernyataan iman dari National Association of Injilis di Amerika mengakui sebuah kepercayaan kepada “kematian yang menggantikan (vicarious) dan mendamaikan (atoning) melalui Darah-Nya yang tertumpah” dari Kristus. “Menggantikan dan mendamaikan”

22 John Stott, The Lausanne Covenant – An Exposition and Commentary (Minneapolis, MN: World Wide Publications, 1975), 33.

(7)

RHEMA (Jurnal Teologi Biblika dan Praktika) Vol. 5 No. 2 Desember 2019 // ISSN: 2716 0548 (e) 27164306 (p) | 44

juga adalah kata-kata dalam pernyataan iman dari World Evangelical Alliance, dan banyak lembaga-lembaga lain di seluruh dunia juga menerima kata ini. meskipun ada diskusi-diskusi intra-Injili mengenai natur yang sebenarnya dari pendamaian dan cara yang terbaik untuk mengungkapkan doktrin ini dalam bahasa, seluruh kaum Injili setuju bahwa karya Kristus di kayu salib telah memungkinkan satu-satunya harapan, rencana, dan cara pendamaian dengan Allah yang dimiliki oleh umat manusia. Bagi kaum Injili, “Kristus dan Dia yang tersalib” (1Kor. 2:2) adalah inti injil.

3. Kaum Injili menekankan karya Roh Kudus dalam kehidupan seseorang untuk membawa pertobatan dan kehidupan persekutuan dengan Allah dan pelayanan kepada Allah dan satu sama lain, termasuk kewajiban semua orang percaya untuk berpartisipasi dalam memproklamasikan Injil bagi semua orang.

Sebuah tema yang menyeluruh dan yang menyatukan dapat dikenali dalam beberapa segi Injili yang sering didiskusikan secara terpisah, yaitu “konversionisme (pertobatan)” dan “aktivisme.” Tema yang mengikat keduanya bersama-sama adalah karya Allah melalui Roh Kudus dalam kehidupan individu-individu. Dari titik mula pada permulaan abad kedua puluh, ungkapan-ungkapan Pentakostal dan Karismatik dari kekristenan telah memberikan pengaruh yang sangat kuat pada penginjilan global. Pengaruh ini telah meningkatkan keutamaan dari pneumatologi dalam pemikiran Injili. Meskipun demikian, sebuah penekanan pada karya Roh telah senantiasa merupakan tanda pembeda dari kehidupan Kristen Injili, tidak kurang dalam generasi pertama dari Wesley dan Whitefield. Pada pendiriannya tahun 1846,

Injili Alliance di Inggris Raya memiliki sebagai poin ketujuhnya dalam sebuah basis doktrin iman sembilan poin: “Karya Roh Kudus dalam Pertobatan dan Pengudusan orang berdosa.” Sebuah perkumpulan bersejarah dari para pemimpin Injili global terjadi pada 1974 di Kongres Internasional Penginjilan Dunia di Lausanne, Swiss. Dengan para pemimpin dari lebih 150 negara yang hadir, pertemuan itu sungguh-sungguh merupakan tingkatan yang luar biasa dari standar pergerakan atau organisasi mana pun. Kongres internasional ini menyetujui 5 poin pernyataan, yaitu wasiat Lausanne, semuanya berhubungan dengan tugas penginjilan. Berikut adalah poin keempat belas, pada kuasa Roh Kudus.23

Jan Aritonang menyampaikan beberapa pokok keyakinan dan ajaran dari kaum injil mengacu pada salah satu dokumen Pernyataan Iman Seminari Fuller yang terdiri dari 10 butir:24

1) (Allah yang kita sembah) Allah telah mewahyukan diri-Nya sebagai Allah yang hidup dan benar, sempurna di dalam kasih dan benar dalam semua jalan-Nya; esa dalam hakekat, berada secara kekal di dalam tiga pribadi Tritunggal: Bapa, Putera dan Roh Kudus.

23 John Stott, The Lausanne Covenant – An Exposition and, 33.

24 Isi pernyataan Iman dari Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia (YPII), yang terdiri dari tujuh butir (dimuat dalam Pondaag 1980:21-22) pada umumnya dicakup dalam Pernyataan Iman Seminari Fuller ini.

(8)

RHEMA (Jurnal Teologi Biblika dan Praktika) Vol. 5 No. 2 Desember 2019 // ISSN: 2716 0548 (e) 27164306 (p) | 45

2) (Allah yang kita seru Juruselamat) Allah, yang menyingkapkan diri-Nya kepada umat manusia melalui ciptaan-Nya, dalam rangka menyelamatkan telah berfirman dalam bentuk kata-kata maupun peristiwa-peristiwa sejarah yang bermakna penebusan.

3) (Kitab Suci yang kita taati) Kitab suci adalah bagian hakiki dan rekaman yang patut dipercaya tentang penyingkapan diri yang ilahi ini. Semua kitab di dalam Perjanjian Lama dan Baru, yang diberikan oleh pengilhaman ilahi, adalah Firman Allah yang tertulis, satu-satunya aturan yang mutlak bagi iman dan kelakuan. Kitab-kitab itu harus ditafsirkan sesuai dengan konteks dan maksudnya, dan di dalam ketaaatan yang penuh hormat kepada Tuhan yang berbicara melaluinya di dalam kuasa yang hidup.

4) (Manusia yang menjadi alamat iman) Allah, oleh firman-Nya dan bagi kemuliaan-Nya, secara bebas menciptakan dunia dari yang tiada. Ia akan membuuat manusia menurut citra-Nya, sebagai mahkota ciptaan, agar manusia boleh memiliki persekutuan dengan Dia. Dicobai oleh iblis, manusia memberontak terhadap Allah. Diasingkan dari Pembuat-Nya, namun bertanggung jawab kepada-Nya, ia harus terkena murka ilahi, bejat secara batiniah dan – terpisah dari karunia – tak mampu kembali kepada Allah.

5) (Kristus yang kita percayai) Perantara satu-satunya antara Allah dan manusia adalah Kristus Yesus Tuhan kita, Putera Allah yang kekal, yang dikandung dari Roh Kudus dan lahir dari Perawan Maria – sepenuhnya ambil bagian dan memenuhi kemanuasiaan kita di dalam hidup yang taat dan sempurna. Di dalam kematian-Nya sebagai ganti kita, ia mengungkapkan kasih ilahi dan menegakkan keadilan ilahi, menghapus kesalahan kita dan memperdamaikan kita kepada Allah. Setelah menebus kita dari dosa, pada hari ketiga Ia bangkit secara jasmani dari kubur, menang atas maut dan kuasa-kuasa kegelapan. Ia naik ke sorga, di sebelah kanan Allah, dimana Ia menjadi Jurusyafaat bagi umat-Nya dan memerintah sebagai Tuhan atas semuanya.

6) (Roh yang bekerja di dalam kita) Roh Kudus, melalui proklamasi Injil, membarui hati kita, membujuk kita agar bertobat dri dosa-dosa kita dan mengaku Yesus sebagai Tuhan. Oleh Roh yang sama kita dipimpin untuk percaya pada belas-kasihan ilahi, yang olehnya kita diampuni dari semua dosa kita, dibenarkan oleh iman semata-mata melalui jasa Kristus Juruselamat kita, dan terjamin mendapat anugerah cuma-cuma berupa kehidupan kekal.

7) (Kehidupan yang harus kita hidupi) Allah dengan penuh kasih karunia mengangkat kita ke dalam keluarga-Nya memampukan kita memanggil Dia Bapa. Karena kita dipimpin oleh Roh Kudus, kita bertumbuh di dalam pengetahuan akan Tuhan, secara bebas memelihara perintah-perintah-Nya dan berupaya memberlakukannya dalam hidup kita di dunia ini, agar orang-orang melihat perbuatan baik kita dan memuliakan Bapa kita yang ada di sorga.

(9)

RHEMA (Jurnal Teologi Biblika dan Praktika) Vol. 5 No. 2 Desember 2019 // ISSN: 2716 0548 (e) 27164306 (p) | 46

8) (Gereja di mana kita terhisab) Allah yang oleh firman dan Roh-Nya menciptakan suatu gereja yang kudus, am dan rasuli memanggil orang-orang berdosa dari segala bangsa ke dalam persekutuan tubuh Kristus. Dengan firman dan Roh yang sama Ia menuntun dan memelihara sampai pada kekekalan, di mana kemanusiaan baru yang sudah ditebus, yang kendati terbentuk di dalam setiap budaya – secara rohani adalah satu dengan umat Allah di segala zaman.

9) (Gereja yang di dalamnya kita melayani) Gereja diundang oleh Kristus untuk mempersembahkan ibadah yang berkenan kepada Allah dan melayani Dia dengan memberitakan Injil dan menjadikan segala bangsa murid-Nya dengan menggembalakan kawanan domba itu melalui pelayanan Firman dan keadilan social dan menyembuhkan duka dan derita manusia.

10) (Pengharapan di masa depan) Rencana penebusan Allah akan digenapkan oleh kedatangan kembali Kristus, membangkitkan orang mati, menghakimi semua orang sesuai dengan perbuatannya, dan menegakkan Kerajaan-Nya yang mulia. Orang-orang jahat akan dipisahkan dari hadapan Allah, tetapi yang benar, di dalam tubuh yang mulia, akan hidup dan memerintah bersama Dia selama-lamanya. Maka terpenuhilah apa yang sangat dirindukan oleh seluruh ciptaan dan seluruh bumi akan mempermaklumkan kemuliaan Allah yang menjadikan segalanya baru.25

Pengakuan doktrinal dari Injili menurut Paul Enns dalam The Moody Handbook of Theology, Buku Pegangan Teologi adalah: Doktrin dasar dari Injili adalah ineransi Kitab suci sebagaimana yang dapat dijumpai dalam penyataan doctrinal dari

Evangelical Theological Society: “Hanya Alkitab, dan Alkitab secara keseluruhan , merupakan Firman Allah tertulis dan karena itu ineran dalam penulisan aslinya.” Pada umumnya, Injili berpegang pada inspirasi verbal plenary (Mat. 5:18), bukan inspirasi konseptual atau mekanikal.26

Injili percaya pada Allah tritunggal yang berdaulat, yang ada sebagai Bapa, Putra dan Roh Kudus. Secara particular, kelahiran dari Putra dan personalitas dari Roh Kudus diakui.27

Injili juga mengakui bahwa manusia pada mulanya diciptakan tanpa dosa (Kol. 3:10), tetapi melalui pelanggaran Adam, dosa memasuki umat manusia dan diturunkan pada generasi yang selanjutnya (Rm. 5:12). Oleh karena kejatuhan, manusia telah rusak total dan tercemar sehingga menuntut anugerah Allah untuk bertindak menyediakan penebusan. Yesus Kristus membayar harga penebusan untuk seluruh umat manusia sebagai substitusi yang cukup (Mat. 20:28; 2Kor. 5:21; 1Tim. 2:6). Melalui kematian penebusan, Kristus memuaskan keadilan dari Allah yang kudus dan dengan itu merekonsiliasi manusia dengan Allah (2Kor. 5:19). Untuk meneguhkan relaitas penebusan, Kristus bangkit secara tubuh dari kubur (Mat.

25 Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di Sekitar Gereja, 252.

26 Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology, Buku Pegangan Teologi ( Malang: Literatur SAAT, 2007), 275.

(10)

RHEMA (Jurnal Teologi Biblika dan Praktika) Vol. 5 No. 2 Desember 2019 // ISSN: 2716 0548 (e) 27164306 (p) | 47

28:6), suatu buah sulung bagi orang percaya yang akan mengikuti-Nya (1Kor. 15:20-23). Kristus naik ke surga secara tubuh (Kis. 1:9) dan akan datang lagi secara fisik (Kis. 1:11).28

Injili terbagi dalam kaitan dengan natur dari peristiwa akhir zaman, premilenialis percaya Kristus akan mendirikan kerajaan harfiah di atas bumi selama seribu tahun, sementara amilenialis percaya kedatangan kembali Kristus akan memimpin pada hidup kekal.29

Keselamatan karena anugerah melalui iman dan bukan perbuatan baik adalah doktrin yang penting dalam Evangelicalisme (Ef. 2:8-9). Hanya melalui iman, orang percaya dideklarasikan benar (Rm. 5:1) dan direkonsiliasikan dengan Allah (2Kor. 5:19) Oleh karena nama Injili berimplikasi “kabar baik”, maka Injili memiliki kepercayaan yang sangat kuat pada penginjilan, keharusan untuk mengabarkan berita keselamatan karena anugerah melalui iman (Mat. 28:18-20; Luk. 24:47; Kis. 1:8).30

Selanjutnya pandangan teologi dari kaum Injili oleh Dr. Yakub Susabda dijelaskan dalam bukunya Kaum Injili Membangkitkan Kembali Iman Kristiani Ortodoks, serta rangkuman dari beberapa pokok pemikiran teologinya. 31

Dengan melepaskan diri dari Fundamentalisme yang “eksklusif”, dengan sendirinyanya kaum Injili menunjukkan warna teologinya yang tidak akan mencoba “menyeragamkan” setiap manisfetasi pergumulan iman pribadi. Ada reformed Injili, ada Lutheran Injili, ada Baptis Injili, ada Dispensationalis Injili, bahkan ada “Katolik Injili dan Ekumenis Injili” dst, dan semuanya “boleh” merasakan kesatuan iman, visi, dan misinya melalui “persamaan dasariah” dalam beberapa “doktrin Kristen yang primer (Christian primary doctrines)”

Kekayaan pengalaman iman yang tersedia melalui apa yang hendak disaksikan dalam “Christian primary doctrines” tak berhingga, sehingga tidak mustahil setiap pribadi pun “kalau mau” bisa memformulasikan “primary doctrines” tersebut secara berbeda-beda. Justru perbedaan (tetapi bukan pertentangan) pengalaman iman inilah yang akan memperkaya kesatuan iman dan “teologi” kaum Injili.

Apostolic faith dan reformational orthodoxy” (iman para rasul dan teologi ortodoks dari para Reformator) hanya memberikan fondasi dan dasar untuk perkembangan dan penerapan teologi Injili pada zamannya masing-masing. Apa yang menjadi tantangan iman Injili abad 20 tak sama dengan abad 19 atau 21, tetapi jawaban teologi Injili selalu akan berangkat dari landasan “Apostolic faith dan reformational orthodoxy” tersebut. Oleh sebab itulah Teologi Injili (dari denominasi apa pun) membentuk sistemnya sekitar beberapa tema, yaitu:

28 Ibid, 275

29 Ibid 30 Ibid.

31 Yakub B. Susabda, “Kaum Injili, Membangkitkan Kembali Iman Kristiani Ortodoks” ( Malang: Penerbit Gandum Mas, 1991), 35

(11)

RHEMA (Jurnal Teologi Biblika dan Praktika) Vol. 5 No. 2 Desember 2019 // ISSN: 2716 0548 (e) 27164306 (p) | 48

Keabsahan Alkitab

Persis seperti Reformator Martin Luther, yang berkata “Here I Stand,” begitu juga kamum Injili memproklamirkan pembelaan mereka atas keabsahan Alkitab ditengah tantangan zaman ini. Mereka percaya bahwa teologi yang benar, bahkan gereja yang benar, hanya lahir dari keabsahan Alkitab.

Dari pendekatan iman Reformasi itulah, keabsahan Alkitab dapat disimpulkan dalam dua poin:

1. Kaum “Reformed Injili” memakai istilah “Biblical Innerancy and Biblical Infallibility” secara bersama-sama sebagai satu kesatuan.

2. Reformed Injili mengakui “keterbatasan” manusiawi para penulis Alkitab. Pengakuan akan “Biblical Inerrancy dan Biblical Infabillity” adalah pengakuan bahwa “the Author” dari manuskrip yang asli dari seluruh kanon Alkitab Perjanjian Lama dan Baru (66 Kitab) adalah Allah sendiri.

Keselamatan yang “holistik/menyeluruh”

Apostolic faith dan reformational orthodoxy” yang didasarkan atas keabsahan Alkitab telah menghasilkan konsepsi tentang keselamatan yang holistik. Keselamatan yang holistik adalah keselamatan dalam Kristus yang meliputi keseluruhan pengalaman hidup manusia, baik secara individual maupun secara sosial dalam hubungan dengan sesamanya, baik secara spiritual maupun materiel, baik secara temporal maupun eternal. Jika Kristus adalah Juruselamat, maka tidak ada satu aspek kehidupan pun yang berada di luar jangkauan keselamatan tersebut.

Masih menurut Yakub Susabda, iman kaum Injili dapat dijelaskan melalui beberapa pokok pemikiran teologi di bawah ini:

1. Inkarnasi Anak Allah. Begitu jelas para rasul menyaksikan, secara harafiah dalam Alkitab, bahwa iman Kristen yang sejati adalah iman Kristen yang percaya bahwa Yesus Kristus adalah inkarnasi Anak Allah yang Tunggal. 2. Kerajaan Allah. Kalau inkarnasi Anak Allah berhubungan dengan iman

kepada “siapa” kaum Injili percaya, maka konsepsi tentang “kerajaan Allah” menyangkut akan “aplikasi” dari iman tersebut. Umat Kristen Injili yang mendasarkan imannya atau “apostolic faith dan reformational orthodokxy” terpanggil untuk meneladani Kristus dalam kehiduoan, kesaksian, dan pelayanan-Nya.

3. Pembenaran & penyucian oleh Allah.

Reformed Injili percaya akan adanya “kesatuan” antara iman dan perbuatan. Iman yang dibenarkan Allah adalah iman yang ditandai dengan interaksi pergumulan antara orang percaya dengan Allah. Yaitu pergumulan dalam proses penyucian Allah, yang dalam konteks keselamatan yang holistik mencakup “past, present, and future.” Setiap orang beriman dapat disebut “sudah disucikan” (1Kor. 6:11; 1:2), “sedang disucikan” untuk menjadi serupa dengan gambar-Nya (2Kor. 3:18) dan “akan” disucikan (Flp. 3: 12-14)

(12)

RHEMA (Jurnal Teologi Biblika dan Praktika) Vol. 5 No. 2 Desember 2019 // ISSN: 2716 0548 (e) 27164306 (p) | 49 Sejarah yang “linear (merupakan garis lurus: ada permulaan dan ada akhirnya)” dan bukan “cyclical (merupakan suatu perputaran)”

Alkitab menyaksikan betapa Allah adalah Tuhan sejarah dan Ia menyatakan diri di dalam Anak-Nya yang Tunggal Kristus Yesus sebagai Alfa dan Omega (Wah. 1:8; 21:6; 22:13) Ia adalah Allah yang memulai sejarah dan Ia juga Allah yang akan mengakhiri sejarah. Ditengah sejarah yang serupa inilah umat kristiani ditempatkan Allah.

1. Mengenal siapakah Allah yang telah memanggil mereka. Allah yang disaksikan Alkitab adalah Allah yang tidak pernah berubah (Ibr. 13:8; Yak. 1:17) Tetapi, “ketidakberubahan” Allah telah disingkapkan di tengah sejarah dunia yang terus berubah.

2. Berjalan bersama Allah di tengah proses realitas sejarah yang “linear”. Kebebasan diberikan pada manusia untuk membuat sejarahnya sendiri, termasuk sejarahnya yang memburuk. Meskipun demikian, Allah tetap disebut sebagai Allah yang “in control”, oleh karena kebebasan manusia tidak membatasi kebebasan Allah. Apa yang menjadi realitas sejarah tidak pernah menggagalkan rencana Allah, dan tidak pernah dapat menghambat kebebasan Allah.

3. Menjadi terang dan garam di tengah proses sejarah yang “linear”. Alkitab berbicara mengenai panggilan umat kristiani untuk bercahaya di tengah dunia, bukan sebagai bulan yang hanya memantulkan cahaya, tetapi sebagai bintang-bintang yang adalah sumber cahaya (Flp. 2:15). Alkitab juga bicara tentang panggilan kristiani untuk menjadi garam dunia. Garam bukan ragi. Ajaran kaum Farisi dan Sadukilah yang disebut ragi (Mat. 16:6), karena mengkhamirkan dan mengubah natur alami. Hanya Allah yang berhak untuk mengubah natur dan keberadaan manusia. Manusia tidak pernah terpanggil untuk mengubah natur dan keberadaan sesamanya, kalaupun maksudnya “baik” kaum “Injili” tidak terpanggil untuk “playing God (memainkan role dari Allah).” Panggilannya hanya untuk menjadi terang dan garam dunia.

Keistimewaan Evangelicalisme32  Menitikberatkan pada doktrin

Kaum Injili berpendirian bahwa mereka harus mempertahankan paham Ortodoks, dan membela paham ini terhadap serangan yang datang dari ilmu pengetahuan Liberalisme.

 Menitikberatkan pada bidang akademik

Pimpinan kaum Injili sejak permulaan sudah menentukan sikap untuk tidak mengabaikan segala sesuatu yang bersifat akademis. Sebab itu, baik majalah yang diterbitkan, maupun sekolah teologia yang didirikan sangat memperhatikan dan meningkatkan segala yang berhubungan dengan akademik. Di dalam hal ini, kaum Injili mencapai hasil yang gemilang, khususnya setelah Perang Dunia kedua. Louis

32 Paulus Daun, 27-30

(13)

RHEMA (Jurnal Teologi Biblika dan Praktika) Vol. 5 No. 2 Desember 2019 // ISSN: 2716 0548 (e) 27164306 (p) | 50

Gasper memberi komentar para sarjana lulusan sekolah teologia aliran Injili dengan mengatakan, bahwa mereka sangat berbobot. Mereka bukan saja dapat menulis dengan baik, melainkan juga dapat mengungkapkan pandangan-pandangan teologia aliran lain dengan berpijak pada pahamnya sendiri.

Dalam majalah “The Christian Century”, Arnold Hearn mengatakan bahwa kaum Injili menunjukkan pengertian dan perhatian terhadap pemikiran teologia secara menyeluruh dan juga lebih menguasai perkembangan pemikiran filsafat dan teologia masa kini. Dengan sikap obyektif mereka menghadapi hasil penemuan ilmu pengetahuan dan menunjukkan juga perhatian terhadap etik moral masyarakat.

 Menitikberatkan keterbukaan :

Kaum Injili sangat terbuka di bidang kerja sama dengan semua denominasi. Hal ini terlihat dalam kegiatan Billy Graham dan kawan-kawan. Setiap kali ia mengadakan kebaktian kebangunan rohani di suatu tempat, ia terlebih dahulu meminta persetujuan dan menjalin kerjasama dengan gereja-gereja setempat. Karena sikap yang demikian ini, maka Billy Graham bukan saja mendapat dukungan dari berbagai pihak, melainkan juga mempunyai nama harum di kalangan Gereja Roma Katolik dan Yahudi.

Dalam bidang tulis-menulis, kaum Injili tidak mengabaikan dan tidak menutup pintu bagi penemuan-penemuan baru dibidang pengetahuan, filsafat, teologia dan lain-lain. Hal ini terlihat dalam buku karangan Bernard Ramm yang berjudul “The Christian View of Science and Scripture”. Di dalam buku ini diungkapkan tentang usaha kaum Injili untuk mengharmoniskan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan dengan pengajaran Alkitab.

Menitikberatkan penginjilan dan gerakan misi :

Keistimewaan kaum Ortodoks terletak pada kegairahan mereka untuk mengabarkan Injil; hal ini juga ditunjukkan oleh kaum Injili. Pelayanan mereka di bidang penginjilan, baik di dalam maupun di luar negeri sangat berkembang. Hal ini dengan jelas dapat dilihat melalui pekerjaan Billy Graham bersama timnya.

Sebagaimana telah disebut di bagian pelayanan kaum Injili di bidang penginjilan, bukan hanya dengan menyelenggarakan kebangunan rohani, melainkan juga memanfaatkan berbagai sarana, baik radio, televisi, film, literatur dan lain-lain. Mereka juga tidak ketinggalan dalam gerakan misi. Mereka bukan saja mendirikan badan-badan misi, melainkan juga mendirikan institut riset bagi perkembangan misi dan pertumbuhan gereja.

 Menitikberatkan perhatian kepada masyarakat :

Sebenarnya perhatian kepada masyarakat telah dilakukan oleh kaum Ortodoks, kemudian dilanjutkan oleh Reformed, Metodis, Kaum Injili Anglikan dan lain-lain. Tapi pada masa kejayaan kaum Fundamentalis, tugas dan tanggung jawab orang Kristen terhadap masyarakat diabaikan. Dan sekarang, kaum Injili mengembalikan tugas dan tanggung jawab tersebut.

 Menitikberatkan persatuan :

Kaum Injili menentang bentuk separatism dan menitikberatkan kerjasama dengan semua denominasi. Dengan semboyan dan semangat untuk mengutamakan

(14)

RHEMA (Jurnal Teologi Biblika dan Praktika) Vol. 5 No. 2 Desember 2019 // ISSN: 2716 0548 (e) 27164306 (p) | 51

pekabaran Injil, mereka mengesampingkan perbedaan pandangan yang tidak begitu penting dan yang non-prinsipil.

 Menitikberatkan peningkatan nilai pengalaman hidup :

Carl. F.H Henry dalam bukunya berjudul “Injili Responsibility in Contemporary Theology” menyebutkan bahwa kehidupan seorang umat Kristen tidak mungkin dapat dipisahkan dengan kenyataan. Jika umat Kristen menganggap Kristus sebagai Tuhannya, maka di dalam keluarga, perkawinan, pekerjaan, pelajaran, bahkan juga dibidang politik, ekonomi, sosial, seni dan lain-lain, Yesus Kristus tetap menjadi Tuhannya. Di dalam keberadaan umat Kristen, dimanapun juga, ia harus merupakan suatu kesaksian dan memiliki tugas yang mahakudus.

Akhirnya, harus ditekankan bahwa teologi Injili adalah apa yang bisa diistilahkan sebagai teologi spiritual. Ia memliki cara berteologi yang merupakan bagian dari tradisi teologis yang agung. Ia merupakan ortoksi yang ‘hidup’. Alkitab tidak hanya sentral bagi dunia teologi, tetapi direnungkan, didoakan dan dipelajari. Tujuan dari karya-karya teologis bukan hanya untuk mengenal Allah; godaan untuk kebanggaan akademis harus dimatikan, teologi harus dikerjakan di dalam suatu komunitas kasih dan kasih kepada sesama, dan di dalam kesadaran bahwa kedatangan Kristus dan hari pertanggungjawaban sudah dekat. Jadi, seluruh usaha teologi Injili adalah untuk kemuliaan Allah.33

V. PENUTUP

Dengan melihat dari etimologi kata, perkembangan sejarah, pandangan dan pokok-pokok pemikiran teologi, betapa peranan kaum Injili tetap akan sangat diperlukan dalam menjalankan amanat agung Tuhan Yesus Kristus, menggenapi rencana Allah bagi dunia ini. Dan sebagai penutup, untuk selalu mengingatkan kita akan “Hakikat Penginjilan” dikutip dari wasiat Lausanne (Lausane Covenant): 34

“Menginjil berarti menyebarkan kabar baik bahwa Yesus Kristus mati untuk dosa-dosa kita dan bangkit dari antara orang mati sesuai dengan Alkitab, dan sebagai Tuhan yang memerintah Ia kini menawarkan pengampunan dosa dan karunia Roh yang membebaskan kepada semua orang yang bertobat dan percaya. Kehadiran kristiani kita di dunia ini tak terpisahkan dari tugas penginjilan, sama halnya dengan dialog yang maksudnya adalah mendengar dengan peka agar mengerti. Tetapi penginjilan itu sendiri adalah proklamasi tentang Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan yang historis dan alkitabiah, dengan maksud mengajak orang datang kepada-Nya secara pribadi dan dengan demikian diperdamaikan dengan Allah. Dalam memberitakan Injil kita tidak punya kebebasan untuk membatalkan harga kemuridan. Yesus masih tetap memanggil barangsiapa yang mau mengikut Dia untuk menyangkal dirinya, memikul salib, dan memhami dirinya sebagai bagian dari persekutuan-Nya yang baru. Hasil penginjilan termasuk ketaatan kepada Kristus, penghisaban ke dalam gereja-Nya, dan pelayanan yang bertanggung jawab di dalam dunia.

33 Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology, 78.

34 Butir 4 dari Wasiat Lausanne (Lausanne Covenant), dirumuskan pada Kongres

(15)

RHEMA (Jurnal Teologi Biblika dan Praktika) Vol. 5 No. 2 Desember 2019 // ISSN: 2716 0548 (e) 27164306 (p) | 52 REFERENSI

Aritonang, Jan S. Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia, 1996.

Barth, Karl. Injili Theology, An Introduction. Cambridge: Eerdmans Publishing co. Reprint edition, 1992.

Cheung, M.O. Injili Movement. Hongkong: t.p., 1981.

Cornish, Rick. 5 Menit Sejarah Gereja. Bandung: Pioner Jaya, 2007. Daun, Paulus. Apakah Evangelicalisme itu? Yogyakarta: ANDI 1986.

Enns, Paul. The Moody Handbook of Theology. Malang: Literatur SAAT, 2007. Ferguson, Sinclair B. & David F. Wright (Ed.). New Dictionary of Theology (2)

Malang: Literatus SAAT, 2009.

Kantzer, Kenneth S. & Carl F.H. Henry. Injili Affirmations. Michigan: Zondervan Publishing, 1990.

Lane, Tony. Runtut Pijar. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.

Larsen, Timothy & Daniel J. Treler (ed.), The Cambridge Companion to Injili Theology. New York: Cambridge University Press, 2007.

Matalu, Muriwali Yanto. Dogmatika Kristendari Perspektif Reformed. Malang: GKKR, 2017.

Napel, Henk Ten. Kamus Teologi Inggris – Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

Porter, Stanley E. dan Steven M. Studebaker (Ed.), Injili Theological Method: Five Views. Illinois: InterVarsity Downers Grove, 2018.

Stott, John. The Lausanne Covenant – An Exposition and Commentary. Minneapolis: World Wide Publications, 1975.

Susabda, Yakub B. Kaum Injili, Membangkitkan Kembali Iman Kristiani Ortodoks. Malang: Gandum Mas, 1991.

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan anggapan Smith yang mengatakan bahwa teologi Nahum tampak kuno, sempit, dan dangkal, pembacaan yang lebih saksama terhadap kitab ini akan memampukan

Agama, sampai Post-Sekularisme (Yogyakarta: Kanisius, 2018), 71-73.. EPIGRAPHE: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani; Vol 3, No. Pula, dua perspektif di atas sedikitnya