• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketuaan dan Kematangan Buah Durian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ketuaan dan Kematangan Buah Durian"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ketuaan dan Kematangan Buah Durian

Di dalam buah dikenal istilah 'tua' (mature) dan 'matang' (ripe). Reid dalam Kader (1992) menyebutkan 'tua' sebagai peitumbuhan yang secara alami telah sempurna perkembangannya, sehingga pada fase ini segera akan memasuki fase pematangan. Ketuaan buah dapat ditunjukkan dengan suatu indeks yang disebut ketuaan (Firmness index). Informasi h i penting bagi produsen, pedagang maupun yang bergerak di bidang kontrol mutu (quality control). Pada proses penuaan buah terjadi perubahan struktural dengan kisaran yang luas seperti perubahan dalam tebal dinding sel, permeabilitas plasma dan banyaknya ruang antar sel. Sedangkan menjadi lunaknya kulit dan jaringan yang dianggap sebagai petunjuk utama terjadi pematangan (Pantastico et al., 1996).

Selama pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata terhadap wama, tekstur, bau dan rasa yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan- perubahan dalam susunannya. Untuk mencapai derajat konsumsi maksimal bagi buah di perlukan terjadinya perubahan kimia. Hal ini dapat terjadi bila buah dipungut pada tingkat kematangan yang tepat. Bila pemetikan tidak tepat waktunya buah akan menghasilkan mutu yang kurang baik. Pada proses pematangan buah terjadi perubahan kandungan kimia dan aktifitas enzimatik pada buah tersebut. Disamping terjadi perubahan wama dan tekstur buah selama pematangan juga tirnbul dalam bentuk ester, alkohol dan asam lemak rantai

(2)

pendek. Dengan meningkatnya penuaan, kandungan gula total naik secara cepat. Peningkatan kadar gula secara mendadak in. dapat digunakan sebagai petunjuk secara kimia telah terjadinya ketuaan buah.

Untuk memenuhi selera pasar, tiap negara mempunyai kriteria selera yang berbeda-beda. Negara Singapura dan Malaysia pada umumnya lebih menyukai durian jatuh yang sudah matang sekali dan beraroma tajam, sedangkan dari Thailand cenderung menyukai buah durian yang masih agak keras, manis dan beraroma lembut. Thailand dan Malaysia telah menetapkan waktu pemetikan. Pengertian waktu pemetikan adalah saat durian memasuki tahapan yang disebut dengan tahap green mature atau 80% matang dan kemudian mengalami pengolahan pasca panen. Menurut Subroto (1990) buah durian yang telah dewasa ditunjukkan dengan tidak adanya penambahan ukuran buah. Selama pematangan, buah tersebut banyak mengalami perubahan. Perubahan tersebut yaitu adanya penurunan kadar tanin, peningkatan kadar gula, pelunakan kulit, pelunakan daging buah dan degradasi klorofil. Perubahan-perubahan selama proses pematangan tersebut merupakan tanda atau kriteria yang tepat dapat digunakan untuk pemanenan buah.

Bentuk dan penampilan buah berpengaruh sekali dengan nilai jual. Namun bentuk dan penampilan buah yang baik belum menjamin adanya daging buah yang baik pula. Tidak jarang ditemukan buah durian yang kosong atau berdaging tipis dan tidak manis saat dibuka, walaupun penampilan fisiknya baik. Durian yang digolongkan dalam kategori buah yang bermutu baik yaitu buah yang

(3)

10 terdiri dari 4-5 lokus (juring) yang penuh, daging buah tebal, kering dan manis rasanya (Setiadi, 1998). Dalam satu juring durian biasanya terdapat 1-3 biji yang berwarna kuning yang besarnya tergantung varietas durian. Biji tersebut dibungkus oleh daging buah (ad). Persentase a d dalam satu buah berkisar 20-45

% dari bobot buah, sedangkan biji berkisar 5- 15 % (Sabadrabandhu et al., 199 1). Meuurut Laksmi (1984), beberapa parameter dalam pemilihan buah durian yang baik disajikan (Tabel 1).

Tabel 1. Perbedaan buah durian mentah, peraman dan masak

di

pohon

Sumber: Laksmi (1984).

Menurut Budiastra (1998) berat jenis buah durian jenis lokal Ciapus yang belum matang tidak rusak lebih besar dari belum matang rusak, matang rusak, belum matang bagus dan matang tidak rusak dengan nilai masing- masing 0.93 (g/cm3), 0.90 (&m3), 0.85 (g/cm3) dan 0.82 (g/cm3). Sifat kimia akan dipengaruhi oleh matangnya buah durian yaitu buah matang mempunyai nilai kekerasan, total padatan terlarut, kadar air, total gula dan total asam masing- masing 2.5 N, 17.6

"

brix, 62.8 %, 18.2 %, dan 0.069 %. Sedangkan buah yang

Duri Rapat Agak renggang Renggang Kulit Tajam dan h a t (keras) Kurang tajam Tajam, lembek Tangkai buah Patahan persis di mas tangkai Diirisldipatahkan secara rapi tetapi l a p Patahan persis di ruas tangkai, bekasnya jelas terlihat Warna Kulit Gelap hijau Buram hijau, l a p Terang Durian Mentah Peraman Masak Aroma Tidak ada Sedang Tajam

(4)

11 belum matang bernilai masing-masing 3.05 N, 16.5 O brix, 65.89 %, 14.17 % dan 0.069 %.

Menurut Sumardi ( 1999) penyimpanan beberapa tingkat ketuaan buah durian kultivar

lilin

yaitu buah tua'penuh (umur 120 hari setelah bunga mekar), buah 2-3 hari sebelum tua penuh (umur 117- 118 hari setelah bunga mekar), dan 5- 7 hari sebdum tua penuh (umur 113-1 15 hari setelah bunga mekar) pada suhu kamar dapat bertahan masing-masing selama 3-4 hari, 5-7 hari dan 9-11 hari dengan komposisi kimia yang dihasilkan selama penyimpanan adalah kadar air 75.80 %, total gula 9.50 % dan total asam sebesar 0.95 %. Sedangkan buah durian jenis

lilin

yang disimpan dalam atmosfir termodifikasi dengan komposisi

10% O2 dan 5% C02 pada suhu 10 OC disimpan selama 45 hari menghasilkan kadar air, total gula, total asam, dan kekerasan yaitu masing-masing 71.93 %, 8.41 %, 0.35%, dan 11.95 N.

Kerusakan Buah Durian

Buah-buahan termasuk produk pertanian yang memiliki sifat mudah mengalami kerusakan, demikian pula pada buah durian, setelah dipetik pada umur tertentu danlama disimpan akan mengalami kerusakan. Pengertian kerusakan tidak mudah untuk didefisikan, mengingat kaitannya dengan manusia sehingga sifatnya relatif dan sangat tergantung pada masyarakat tertentu yang dipengaruhi oleh tingkat sosial budaya. Sebagai contoh bau durian, yang bagi masyarakat Indonesia dianggap menyenangkan, tetapi bagi masyarakat Belanda, bau durian dianggap sebagai bau busuk (Setiadi, 1998). Mengingat cakupan

(5)

kerusakan produk pertanian sangat luas maka pengertian kerusakan dapat digolongkan dalam 1) arti sempit, 2) arti luas, dan 3) losses. Definisi kerusakan dalam arti sempit adalah sudah tidak etisnya suatu produk pangan untuk dikonsumsi. Sedangkan kerusakan dalam arti luas adalah mencakup kerusakan arti sempit dan juga penurunan mutu, penurunan berat dan penunman daya simpan yang pendek. Sedangkan losses adalah kerusakan yang mencakup kerusakan dalam arti sempit, sebagian arti luas dan termasuk keracunan, produk cacat, tercecer, tercuri dan bila dilakukan proses lebih lanjut rendemen akan

turun

dan alat menjadi rusak (Soekarto, 1997). Khusus buah durian kerusakan dapat terjadi karena adanya serangan hama sejak awal seperti ulat penggerek buah yang merusak kulit dan buah (Sunarjono, 1995). Sedangkan kerusakan yang lainnya dapat disebabkan oleh kondisi lewat matang, sehingga kulitnya mengalami keretakan dan timbul bau yang tidak enak, mengeluarkan alkohol dan daging durian mengeluarkan air. Sumardi (1998) mendiskripsikan kerusakan durian jenis lilin yang ditunjukkan pada Lampiran 13 dan 14. Sumardi (1999) mendiskripsikan kerusakan durian jenis lilin bahwa durian tua penuh apabila dilakukan penyimpanan selama 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 hari maka kondisi buah menjadi baik, cukup baik, sedang, agak rusak, rusak, dan sangat rusak.

Buah durian dikatakan rusak apabila terdapat penyimpangan keadaan pada buah yang dapat diamati secara visual, baik pada kulit maupun isi sehingga tidak layak lagi dikonsumsi (Anonimous, 1997). Durian tergolong rusak seperti kulit retak, b u d , berulat, daging buah berwarna coklat dan empulur basah.

(6)

13 Sedangkan buah durian yang digunakan untuk penelitian, dikatakan utuh adalah buah durian yang masih berkulit, tidak retak dan tidak berulat.

Penggunaan Sifat akustik untuk Evaluasi Kualitas Internal Buah

Durian

Gelombang adalah suatu gejala dimana te rjadi penjalaran suatu gangguan melalui satu medium. Gangguan dapat berupa medan listrik dan magnit (gelombang elektromagnetik), dapat pula berupa simpangan (gelombang tali, ombak dan lain-lain) atau dapat pula berupa perpindahan partikel (gelombang ultrasonik). Keadaan disatu titik di dalam medium akan kembali seperti semula setelah dilalui gelombang atau partikel-partikel medium tersebut akan bergetar di tit& kesetimbangannya. Partikel-partikel suatu medium tersebut akan bergetar bila medium tersebut merupakan medium elastis dan karena itulah gelombang perpindahan partikel disebut gelombang elastik (Trisnobudi, 1986). Gelombang elastik tergantung dari jenis medium yang dilaluinya dan gelombang elastik tidak mungkin terjadi di dalam ruang hampa, karena gelombang ini memerlukan partikel untuk menjalar. Karena partikel yang bergetar maka perlu diketahui fiekuensinya.

Berdasarkan besarnya fi-ekuensi, gelombang elastik dapat dibagi menjadi tiga yaitu 1) gelombang idi-asonik, 2) gelombang sonik, dan 3) gelombang ultrasonik. Gelombang sonik adalah gelombang elastik yang dapat didengar oleh telinga manusia yang memiliki fiekuensi 20 Hz sampai 20

kHz.

Gelombang sonik sering disebut sebagai gelombang suara atau bunyi. Gelombang sonik ini

(7)

analog dengan cahaya tampak, gelombang optik yang dapat dilihat. Sedangkan gelombang Masonik adalah gelombang elastik yang mempunyai fi-ekuensi dibawah 20 Hz sehingga tidak terdengar oleh telinga manusia. Gelombang Masonik analog dengan sinar hfia merah yang mempunyai fiekuensi rendah sehingga tidak dapat dilihat. Gelombang ultrasonik adalah gelombang elastik yang mempunyai fiekuensi lebih besar dari 20 kJ3z sehingga tidak dapat didengar

oleh telinga manusia.

Aplikasi ultrasonik pada dasarnya menggunakan prinsip yang sama yaitu dengan mengamati sifat akustik dari gelombang ultrasonik yang dirambatkan melalui medium yang akan diamati. Sifat-sifat akustik yang biasanya diukur adalah kecepatan gelombang dan atenuasi. Kedua parameter

ini

selalu tergantung pada sifat-sifat medium yang dilaluinya. Supaya tidak mengganggu sifat medium biasanya gelombang ultrasonik yang digunakan hams memiliki intensitas rendah. Di samping kecepatan gelombang, parameter ultrasonik lain adalah atenuasi. Atenuasi adalah besaran yang menggambarkan kehilangan suatu energi karena gelombang ultrasonik melewati medium tertentu. Besarnya energi yang hilang atau diabsorbsi oleh medium bergantung pada jenis mediumnya (Cracknell, 1980).

Aplikasi teknologi gelombang ultrasonik pada komoditas pertanian telah berhasil dilakukan oleh Garret dan Furry, (1992) bahwa pada buah yang tidak berbiji seperti ape1 dapat ditentukan sifatnya dengan mengukur kecepatan gelombangnya. Sedangkan pada buah-buahan berbiji seperti mangga, biasanya

(8)

tidak ada hubungan yang jelas antara keadaan buah dengan kecepatan sehingga perlu dilakukan pengukuran atenuasinya (Mizrach et al., 1997). Trisnobudi (1998) telah melaporkan hasil pengukuran kecepatan gelombang longitudinal pada t o m t yang dihubungkan dengan tingkat kemtangannya. Modulus Young dan perbandingan Poison adalah modulus elastis yang merupakan sifat kekenyalan yang akan menentukan kekerasan buah. Sedangkan kekerasan buah merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menentukan kematangannya (Trisnobudi, 1998).

Galili et al. (1993), menggunakan amplitudo dan transmisi gelombang 50 kHz pada buah alpokat dan mendapatkan hubungan kuadratik antara amplitudo dan kekerasan alpokat. Sedangkan Mizrach et al. (1997) menggunakan atenuasi dari transmisi gelombang ultrasonik 50 kHz pada mangga dan memperoleh hubungan linier antara atenuasi dan kekerasan. Sedangkan Cheng dan Haugh (1994) menerapkan zero moment dari spektrum power gelombang 250 kHz untuk mendeteksi kerusakan dalam pada kentang dan menemukan bahwa zero moment power dari kentang rusak lebih kecil dari zero moment power kentang bagus. Sedangkan Budiastra et al. (1998) melakukan pengukuran gelombang ultrasonik pada sejumlah buah-buahan tropik (manggis utuh dan durian utuh) dengan menggunakan tiga tranduser dengan fiekuensi 1 MHz, 500 kHz, dan 50 kHz.

Penelitian menunjukkan bahwa pada fiekuensi lebih besar dari 50 kHz, atenuasi gelombang ultrasonik pada buah-buahan tersebut sangat besar sehingga gelombang ultrasonik tidak dapat menembus buah sedangkan fiekuensi 50 kHz

(9)

16 dapat digunakan untuk menentukan sifat gelombang ultrasonik buah manggis. Dari hasil penelitian Haryanto (2001) sifat akustik, Mo akan menurun sejalan dengan bertambahnya kematangan dan rusaknya buah durian seperti dengan mengklasifikasikan buah durian

matang, setengah matang, belum matang, matang rusak, belum matang rusak

menghasilkanmasing-masing2.14, 2.32, 8.95, 0.81, dan 1.35.

Secara umum sifat-sifat akustik adalah 1) Transmisi, 2) Atenuasi, dan 3) Kecepatan suara, dan Kecepatan Gelombang. Tetapi yang umum sifat-sifat akustik yang dapat menentukan sifat fisiko-kimia bahan pertanian adalah 1) Kecepatan dan 2) Atenuasi. Karena kedua parameter ini selalu tergantung pada sifat-sifat atau keadaan dari medium dilaluinya. Oleh karena tidak boleh mempengaruhi atau merusak medium yang sedang diteliti, maka biasanya gelombang ultrasonik yang digunakan berintensitas rendah.

Prinsip yang sama dari uji tidak merusak ultrasonik ini dapat dimanfaatkan di bidang pertanian, misalnya untuk menentukan sifat-sifat buah-buahan dan sayuran. Sifat-sifat yang diinginkan diketahui dari buah-buahan antara lain adalah kandungan gula (sugar), keasaman (acidity), dan kekerasan ( h e s s ) .

Kecepatan Gelombang

Pada buah-bauahan yang sederhana seperti ape1 tomat di mana di dalamnya tidak terdapat biji, kedaan buah dapat ditentukan dengan mengukur kecepatannya. Dalam perambatannya di dalam buah, gelombang ultrasonik akan mengalami atenuasi yang cukup besar apalagi fiekuensinya tinggi karena besarnya

(10)

17 atenuasi umumnya sebanding dengan kuadrat dari fiekuensi. Gelombang ultrasonik dapat merambat di dalam padatan, cairan dan gas. Di dalam cairan dan gas hanya ada satu jenis gelombang yang dapat menjalar, yaitu gelombang longitudinal dimana gerakan partikel sejajar dengan arah gelombang. Di dalam padatan selain gelombang longitodinal dapat juga menjalar jenis gelombang lain, yaitu gelombang transversal b a gerakan partikel tegak lurus pada arah gelombang. Besarnya kecepatan gelombang longitodinal ini tergantung pada rapat massa, modulus Young dan perbandingan Poisson seperti terlihat pada persamaan (2- 1) dibawah ini:

Menurut Garret dan

Furry

(1992) bahwa pada buah yang tidak berbiji sep erti ape1 dapat ditentukan sifatnya dengan mengukur kecepatan gelombangnya. Sedangkan pada buah-buahan berbiji seperti mangga, biasanya tidak ada hubungan yang jelas antara keadaan buah dengan kecepatan sehingga perlu dilakukan pengukuran atenuasinya (Mizrach et al., 1997). Trisnobudi (1 998) telah melaporkan hasil pengukuran kecepatan gelombang longitudinal pada tomat yang dihubungkan dengan tingkat kematangannya. Menurut Gooberman (1968) besarnya kecepatan gelombang longitudinal tergantung pada rapat masa, modulus Young dan perbandingan Poisson.

dimana: p = kerapatan masa

(11)

v = perbandingan Poison V = kecepatan gelombang

Modulus Young dan perbandingan Poison adalah modulus elastis yang merupakan sifat kekenyalan yang akan menentukan kekerasan buah. Sedangkan kekerasan buah merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menentukan kematangannya (Trisnobudi, 1998). Disamping kecepatan gelombang, parameter ultrasonik lain adalah atenuasi. Atenuasi adalah besaran yang menggambarkan kehilangan suatu energi karena gelombang ultrasonik melewati medium tertentu. Besarnya energi yang hilang atau diabsorbsi oleh medium bergantung pada jenis mediumnya (Cracknell, 1980). Seperti yang telah dilakukan oleh Trisnobudi, (1997) bahwa, dengan menggunakan 120 sampel buah tomat diperoleh persamaan empiris antara tingkat kematangan dan kecepatan gelombang ultrasonik yaitu:

TM

= 0.00945 V - 0.839.

Kecepatan Suara

Kecepatan suara dari suatu contoh dengan tebal tertentu dapat dihitung dengan rumus berikut (Krautkramer and Krautkramer, 1983).

I At = - L + a

C (2-2)

dimana

At = waktu yang dibutuhkan gelombang ultrasonik untuk merambat pada contoh dengan tebal L (detik)

(12)

C = kecepatan suara (ddet) L = tebal contoh (m)

Atenuasi Gelombang Ultrasonik

Sebenarnya gelombang ultrasonik yang melewati suatu medium akan selalu kehilangan energi. Sumber terjadinya kehilangan energi atau disipasi hi secara umum dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. Kehilangan energi akibat absorbsi oleh medium

2. Kehilangan energi akibat peristiwa-peristiwa gelombang pada bidang batas medium

Peristiwa-peristiwa gelombang seperti pernantulan, pembiasan, difiaksi dan hamburan (scattering) yang terjadi pada bidang batas suatu medium akan menyebabkan berubahnya arah penjalaran gelombang sehingga berkas gelombang ultrasonik yang menjalar pada arah tertentu akan menyebar. Hal ini menyebabkan penurunan intensitas atau penurunan tekanan akustik akibat kehilangan energi.

Kehilangan energi akibat absorpsi tergantung pada macam medium, apakah berupa fluida atau padatan. Pada peristiwa ini adalah terjadi konversi energi, dari energi akustik menjadi bentuk-bentuk energi lain. Jadi berbeda dengan kehilangan energi akibat peristiwa-peristiwa gelombang dimana tidak terjadi konversi energi, tetapi hanya berupa perubahan arah aliran energi akustik. Penurunan intensitas akibat peristiwa-peristiwa gelombang.

(13)

Jika suatu gelombang ultrasonik dilewatkan pada suatu medium (padat, cair maupun gas), maka pulsa gelombang ultrasonik akan direfleksikan dan ditransmisikan. Peristiwa-peristiwa gelombang yang terjadi pada bidang batas medium akan menyebabkan perubahan arah penjalaran gelombang sehingga berkas gelombang yang menjalar pada arah tertentu akan menyebar. Amplitude

pulsa gelombang yang direfleksikan maupun ditransmisikan tergantung pada koefisien refleksi pada bidang batas, yang dinyatakan dengan (Zhang et al.,

1994).

Koefisien transmisi pada bidang batas,

Hubungan antara koefisien refleksi dan transmisi dinyatakan sebagai berikut

T = l - R (2-5)

dimana: R = koefisien refleksi T = koefisien transmisi Z = p c = impedansi akustik

dimana: c = kecepatan suara dalam medium p = kerapatan medium

Akibat adanya peristiwa-peristiwa refleksi dan transmisi maka gelombang akan mengalami kehilangan energi yang dinyatakan dalam bentuk penurunan

(14)

2 1 intensitas atau tekanan akustik dari nilai awalnya dan merupakan h g s i dari jarak perambatan seperti persamaan (2-7).

I =

L

e"" (2-7)

dimana :

I = intensitas pada jarak x 10 = intensitas mula-mula

a = konstanta kesebandingan

Jika yang ingin ditentukan adalah tekanan akustiknya, maka persamaannya menjadi:

P =P,ea (2-8)

Pada dasarnya gelombang ultrasonik akan menjalar melewati berbagai medium. Selama penjalaran dalam medium, intensitas gelombang ultrasonik akan berkurang terhadap jarak yang ditempuh. P e n m a n intensitas biasanya dinyatakan dengan atenuasi dan dinyatakan dalam persamaan 2-9 (Trisnobudi,

1986 dan Cracknell, 1980).

E =lOlog&/A,

b a :

Ao = intensitas mula-mula (volt)

Ax = intensitas setelah menempuh jarak x (volt)

Atenuasi adalah besaran yang menggambarkan kehilangan suatu energi karena gelombang ultrasonik melewati medium tertentu. Besarnya energi yang hilang atau diabsorbsi oleh medium bergantung pada jenis mediumnnya

(15)

22 (Cracknell, 1980). Mizrach et al. (1997) melaporkan untuk mengetahui atenuasi ditunjukkan pada persamaan (2- 10).

a =(l/x)lnA,/& (2- 10)

dimana :

a = atenuasi (Nplcm)

Ax = amplitudo gelombang x (volt)

Ao = amplitudo gelombang mula-mula (volt)

X = tebal sampel (cm)

Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan dalam Penilaian Mutu Buah-

buahan

Jaringan syaraf t h a n (JST) merupakan jaringan yang dibuat manusia dengan diilhami oleh struktw: dan cara kerja otak dan sel syaraf manusia. Meskipun pengetahuan tentang otak manusia terbatas, namun informasi tentang anatomi dan cara kerja flsiologis otak telah diketahui cukup terinci. Anatomi dasar dari sebuah sel syarac yang disebut neuron, telah diketahui demikian juga reaksi biokimia yang paling penting yang menyebabkan aktivitas neuron telah dapat diidentiiikasi.

Perkembangan jaringan syaraf t h a n sudah lama berkembang dimulai oleh Rosenblatt ( 195 7) yaitu pengenalan hump cetak namun mempunyai kelemahan tidak dapat mengenali karakter kompleks, peka terhadap perbedaan skala pergeseran, dan distorsi. Namun penerapan di bidang pertanian baru dimulai

(16)

sekitar tahun 1980-an. Boshereu (1 992) melakukan penelitian untuk memprediksi kualitas ape1 dari hasil pengukuran NIR dengan jaringan syaraf t h a n . Huang, et al. (1998) menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk memprediksi proses pengeringan makanan kecil secara kontinuous. Penelitian lainnya dilakukan oleh Susanto (2000) yang menerapkan jaringan syaraf tiruan

mtuk sortasi mangga gedong berdasarkan konsentrasi sukrosa dan asam malat buah yang diukur dengan

NIR.

Penerapan jaringan syaraf t h a n dengan input komponen utama memprediksi asam malat dengan Root mean square error predicting (RMSEP) adalah 0.1170 sampai 0.2034 % sedangkan RMSEP untuk penentuan sukrosa antara 0.1556 dan 0.1773 %. Dwinanto (2000) melakukan penelitian penerapan teknologi image processing dan jaringan syaraf t h a n untuk menduga keberadaan air dan nutrisi pada pertumbuhan tanaman cabai merah. Hasil dari penelitian ini dengan pelatihan 87 set data dan iterasi 250000 menghasilkan RMSEP sebesar 0.013309, sedangkan validasi menunjukkan nilai koefisien determinasi sebesar 0.973 1.

Rejo et al. (2000) melakukan penelitian pengembangan model

untuk

penentuan tingkat kematangan buah durian dengan neural network. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa error terjadi penurunan dengan meningkatnya iterasi yang dilakukan. Sedangkan tingkat validasi model buah durian belum matang dan matang dengan iterasi 1000,2000 dan 5000 pada simpul2,4,6, dan 8 sudah tinggi dengan tingkat ketepatan masing-masing 94.6-98.8% dan 87.5-

(17)

97.1%. Untuk durian setengah matang baru iterasi 1000 dan 2000 pada simpul2 sudah menunjukkan tingkat validasi 65.7 sampai 92.5%.

Purwanto (2000) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi respon kumulatif buah tomat selama penyimpanan dengan met ode neural network. Berbagai temperatur sebagai input dan kehilangan air, warna sebagai output didapatkan estimasi error adalah 0.0033 dan 0.1066. Respon buah tomat selama penyimpanan mempunyai hubungan linier dengan kehilangan air sedangkan mempunyai hubungan secara nonlinier dengan perubahan warna. Menurut Hendri et al. (2001) aplikasikan neural network untuk mengevaluasi secara non- destruktif biji buah duku dengan menggunakan siuar tampak, pelatihan dengan simpul 3, 4, 5, 6 dan iterasi 2000, 4000, 6000 dan 8000 menghasilkan RMSE yang terendah pada iterasi 4000, simpul4 dan koefisien determinasi 0.86.

Menurut Rejo et al. (200 1) bahwa model jaringan syaraf tiruan dapat digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat ketuaan dan kematangan buah durian. Tingkat validasi model jaringan syaraf t h a n untuk k l a a a s i tingkat ketuaan dan kematangan pada iterasi 1000 dan 5000 dengan simpul 10, 8,6, dan 4 menghasilkan akurasi sebesar 87.5 sampai 100%.

Senoaji (2001) melakukan pengembanagan model pendugaan mutu ketimun Jepang dengan teknologi image processing dan artificial neural network bahwa dengan iterasi 3000 menghasilkan RMSE 0.0106 dan hasil validasi menghasilkan tingkat validasi 100%. Hasil penelitian Magrib (2001) mengenai

(18)

pendugaan suhu dan kadar air bahan pada pengeringan kacang tanah dengan menggunakan empat model jaringan syaraf t h a n .

Hasil yang didapatkan bahwa RMSE dan error 2.06% bb dan 6.09% untuk model pertama, 0.96"C d m 2.25% untuk model ke dua, 2.5% bb dan 0.09% untuk model ke 3 dan 1.44 "C dan 3.09% untuk model keempat. Keempat struktur model JST yang dikembangkan, model ketiga dan keempat memiliki output atau prediksi yang mendekati target yang diberikan yaitu penurunan kadar air (% bb) dan peningkatan suhu ("C).

Suyantohadi et al. (2001) melakukan identifikasi tingkat ketuaan mangga arumanis dengan menggunakan neural network. Model neural network menggunakan

4 lapisan yaitu lapisan input terdiri dari 4 simpul, lapisan tersembunyi 1 dan 2 terdapat 50 dan 40 simpul, sedangkan lapisan output terdiri dari 5 shpul. Hasil penelitian didapatkan bahwa model neural network sudah dapat mengidentifikasi buah mangga yang mentah, matang dan lewat matang.

Gambar

Tabel 1.  Perbedaan buah durian mentah, peraman dan masak  di  pohon

Referensi

Dokumen terkait

Proses penyelesaian melalui mediasi dapat dilakukan oleh penyidik dalam penegakan hukum tindak pidana ringan dengan catatan perkara tersebut memiliki tingkat kerugian

Pada proses pengambilan data mesin, beberapa parameter mesin akan diukur, seperti putaran mesin (N mesin ), putaran generator (N generator ), tegangan listrik (V),

la hanya memegang manajemen pabrik gula Colo Madu selama 8 tahun, pada tahun 1870 ia digantikan oleh putranya G Smith, karena ia mendapat tugas dari Mangkunegara IV untuk

Dari hal ini investasi mengenai prulink yang terdapat fixed income fund ada banyak keuntungan yang bisa kita nikmati antara lain keuntungan investasi yang lebih tinggi dari pada

Hasil dari penelitian Analisis faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan pada kantor PT Telkom Wilayah Riau Kepulauan Sekupang Batam ini diharapkan dapat

Dari hasil analisis akun instagram @dakwahquransunnah ini penulis menemukan bahwa, satu; dalam konten dakwah Persis masih lekat dan tidak bisa lepas dari kekhasannya

Hal yang ideal adalah media dan sumber belajar harus memberikan kemudahan bagi siswa dalam memperoleh materi yang nantinya dapat dikembangkan dalam tema pembelajaran.. Salah

Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan stakeholder dan kompetensi lulusan yang mempunyai daya saing di dunia kerja, maka FISIP Universitas Brawijaya akan