• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja (Adolescence) yang berarti tumbuh ke arah kematangan. sering disebut masa pubertas (Widyastuti dkk, 2009).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja (Adolescence) yang berarti tumbuh ke arah kematangan. sering disebut masa pubertas (Widyastuti dkk, 2009)."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Teori 2.1.1. Remaja

a. Pengertian Remaja

Remaja (Adolescence) yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut masa pubertas (Widyastuti dkk, 2009).

Masa Remaja dibedakan dalam :

1) Masa Remaja Awal : 10-13 tahun 2) Masa Remaja Tengah : 14-16 tahun 3) Masa Remaja Akhir : 17-19 tahun

(Depkes RI, 2007).

Masa remaja merupakan masa yang begitu penting dalam hidup manusia, karena pada masa tersebut terjadi proses awal kematangan organ reproduksi manusia yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang berarti menjadi matang, sedangkan remaja atau adolescence berasal dari kata adolescere yang berarti dewasa (Depkes RI, 2007).

Menurut Imelda (2006) dalam Damayanti (2012), masa remaja juga merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini banyak terjadi perubahan baik dalam hal fisik maupun psikis. Perubahan-perubahan

(2)

tersebut dapat mengganggu batin remaja. Kondisi ini juga diperberat dengan adanya globalisasi yang ditandai dengan makin derasnya arus informasi.

b. Perubahan Fisik Pada Remaja

Bila pubertas terjadi sebelum usia 9 tahun, atau belum juga terjadi sampai usia 13-15 tahun, harus dikonsultasikan ke dokter untuk memastikan ada tidaknya kelainan (Manuaba, 2008).

Pada saat pubertas terjadi perubahan fisik yang bermakna sampai pubertas terakhir dan berhenti pada saat dewasa, keadaan ini terjadi pada semua remaja normal. Yang berbeda adalah awal mulainya. Mungkin ada remaja laki-laki yang sudah tumbuh kumis tipis, sementara yang lainnya belum. Seringkali perkembangan yang berbeda dengan sebayanya membuat remaja risau, akan tetapi bila tidak terlalu jauh dengan temannya masih bisa dianggap normal dan akan mengejar ketinggalan pertumbuhan tersebut. Harus diingat bahwa seorang anak berkembang pada saat yang berbeda dan dengan kecepatan yang berbeda pula (Manuaba, 2008).

Pada remaja putri terjadi perbedaan perubahan fisik, antara lain pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina, menstruasi awal, pertumbuhan rambut kelamin dan ketiak, payudara membesar, pertumbuhan lemak dan keringat (jerawat), pertambahan berat badan dan tinggi badan (Depkes RI, 2007).

Pada pertumbuhan fisik remaja baik laki-laki maupun perempuan adalah kecepatan tumbuhnya (growth spurt). Pada saat ini pertumbuhan tinggi badan (linier) terjadi amat cepat. Perbedaan pertumbuhan fisik laki-laki dan perempuan adalah pada pertumbuhan organ reproduksinya, dimana akan diproduksi hormon yang berbeda akibat berkembangnya tanda seks sekunder (Depkes RI, 2007).

(3)

Anak perempuan mulai tumbuh pesat fisiknya pada usia 10 tahun dan paling lambat terjadi pada usia 12 tahun. Sedangkan pada laki-laki 2 tahun lebih lambat mulainya, namun setelah itu bertambah tinggi 12-15 cm dalam tempo 1 tahun pada usia 13 tahun sampai menjelang 14 tahun. Pertumbuhan fisik perempuan dan laki-laki tidak sejalan dengan perkembangan emosionalnya. Seorang remaja yang badannya tinggi besar saja belum tentu mempunyai emosi yang lebih matang (Depkes RI, 2007).

Pertumbuhan tinggi remaja dipengaruhi tiga faktor yaitu : genetik ( faktor keturunan), gizi dan variasi individu. Secara genetik orang tua yang tubuhnya tinggi punya anak yang juga tinggi. Faktor gizi juga sangat berpengaruh, remaja dengan status gizi yang baik akan tumbuh lebih tinggi dibanding dengan remaja yang dengan status gizi kurang (Depkes RI, 2007).

Pertumbuhan pesat umumnya pada usia 10-11 tahun. Perkembangan payudara merupakan tanda awal dari pubertas, dimana daerah puting susu dan sekitarnya mulai membesar, kemudian rambut pubis muncul. Pada sepertiga anak remaja, pertumbuhan rambut pubis terjadi sebelum tumbuhnya payudara, rambut ketiak dan badan mulai tumbuh pada usia (12-13) tahun. Tumbuhnya rambut badan bervariasi luas. Pengeluaran sekret vagina terjadi pada usia 12-13 tahun, karena berkembangnya kelenjar apokrin yang juga menyebabkan keringat ketiak mempunyai bau yang khas. Menstruasi terjadi pada usia 11-14 tahun. Pematangan seksual penuh remaja perempuan terjadi pada usia 16 tahun, sedang pada laki-laki pematangan seksual penuh terjadi pada usia 17-18 tahun (Manuaba, 2008).

(4)

c. Perkembangan Jiwa pada Remaja

Pada usia 12-15 tahun, pencarian identitas diri masih berada pada tahap permulaan. Dimulai pada pengukuhan kemampuan yang sering diungkapkan dalam bentuk kemauan yang tidak dapat dikompromikan sehingga mungkin berlawanan dengan kemauan orang lain. Bila kemauan itu ditentang, mereka akan memaksa agar kemauannya dipenuhi.

Psikososial merupakan meniferasi perubahan faktor-faktor emosi, sosial dan intelektual. Depkes RI (2007) menyatakan, bahwa akibat perubahan tersebut maka karakteristik psikososial remaja dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu:

1) Remaja Awal (10-13 tahun)

a) Cemas terhadap penampilan badannya yang berdampak pada meningkatnya kesadaran diri ( self consciousness)

b) Perubahan hormonal berdampak sebagai individu yang mudah berubah-ubah emosinya seperti mudah marah, mudah tersinggung atau menjadi agresif.

c) Menyatakan kebebasan berdampak bereksperimen dalam berpakaian, berdandan trendi dan lain-lain.

d) Perilaku memberontak membuat remaja sering konflik dengan lingkungannya.

e) Kawan lebih penting sehingga remaja berusaha menyesuaikan dengan mode teman sebayanya.

(5)

f) Perasaan memiliki terhadap teman sebaya berdampak punya geng/kelompok sahabat, remaja tidak mau berbeda dengan teman sebayanya.

g) Sangat menuntut keadilan dari sisi pandangnya sendiri dengan membandingkan segala sesuatunya sebagai buruk/hitam atau baik/putih berdampak sulit bertoleransi dan sulit berkompromi.

2) Remaja Pertengahan (14-16 tahun)

a) Lebih mampu untuk berkompromi, berdampak tenang, sabar dan lebih toleran untuk menerima pendapat orang lain.

b) Belajar berfikir independen dan memutuskan sendiri berdampak menolak mencampur tangan orang lain termasuk orang tua.

c) Bereksperimen untuk mendapatkan citra diri yang dirasa nyaman berdampak pada gaya baju, gaya rambut, sikap dan pendapat berubah-ubah.

d) Merasa perlu mengumpulkan pengalaman baru walaupun beresiko yang berdampak mulai bereksperimen dengan merokok, alkohol, seks bebas dan mungkin NAPZA.

e) Tidak lagi terfokus pada diri sendiri yang berdampak pada lebih bersosialisasi dan tidak pemalu.

f) Membangun nilai, norma dan moralitas yang berdampak pada mempertanyakan kebenaran ide, norma yang dianut keluarga.

g) Mulai membutuhkan lebih banyak teman dan solidaritas yang berdampak pada ingin banyak menghabiskan waktu untuk berkumpul dengan teman-teman.

(6)

h) Mulai membina hubungan dengan lawan jenis yang berdampak pada berpacaran tetapi tidak menjurus serius.

i) Mampu berfikir secara abstrak mulai berhipotesa yang berdampak pada mulai peduli yang sebelumnya tidak terkesan dan ingin mendiskusikan atau berdebat.

3) Remaja Akhir (17-19 tahun)

a) Ideal berdampak cenderung menggeluti masalah sosial politik termasuk agama.

b) Terlibat dalam kehidupan, pekerjaan dan hubungan diluar stres keluarga yang berdampak pada mulai belajar mengatasi, dihadapi dan sulit berkumpul dengan keluarga.

c) Belajar mancapai kamandirian secara finansial maupun emosional yang berdampak pada kecemasan dan ketidak pastian masa depan yang dapat merusak keyakinan diri.

d) Lebih mampu membuat hubungan yang stabil dengan lawan jenis berdampak mempunyai pasangan yang lebih serius dan banyak menyita waktu.

e) Merasa sebagai orang dewasa berdampak cenderung mengemukakan pengalaman yang berbeda dengan orang tuanya.

f) Hampir siap menjadi orang dewasa yang mandiri berdampak mulai nampak ingin meninggalkan rumah atau hidup sendiri.

Pergaulan dengan lawan jenisnya juga dapat menjadi sesuatu yang mengesankan bagi remaja. Bila mengalami hambatan, maka remaja akan menarik diri dari lingkungan sosialnya. Akibat perkembangan

(7)

kelenjar kelamin remaja, maka mulai timbul perhatian pada remaja terhadap lawan jenisnya, bahkan hal ini merupakan tanda yang khas bahwa masa remaja sudah dimulai. Depkes RI (2007) menyatakan bahwa proses percintaan remaja dimulai dari :

(1) Crush

Ditandai dengan adanya saling membenci antara anak laki-laki dan perempuan. Penyaluran cinta pada saat ini adalah memuja orang yang lebih tua dan sejenis. Bentuknya misalnya memuja pahlawan dalam cerita film.

(2) Hero-worshping

Mempunyai persamaan dengan crush, yaitu pemujaan terhadap orang yang lebih tua tetapi yang berlawanan. Kadang yang dikagumi tidak juga dikenal.

(3) Boy Crazy dan Girl Crazy

Pada masa ini kasih sayang remaja ditunjukkan kepada teman-teman sebaya, kadang saling perhatian antara anak laki-laki dengan anak perempuan.

(4) Puppy Love (cinta Monyet)

Cinta remaja sudah mulai tertuju pada satu orang, tetapi sifatnya belum stabil sehingga kadang-kadang masih ganti-ganti pasangan. (5) Romantic Love

Cinta remaja menemukan sasarannya dan percintaanya sudah stabil dan jarang berakhir dengan perkawinan.

(8)

2.1.2. Pernikahan

a. Pengertian

Menurut Nastiti (2006) dalam Damayanti (2012), pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat unsur keintiman, pertemuan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat seksual dan menjadi lebih matang. Pernikahan merupakan awal dari terbentuknya keluarga dengan penyatuan dua individu yang berlainan jenis serta lahirnya anak-anak.

Pernikahan menurut Dariyo (2008) dalam Damayanti (2012) adalah ikatan kudus antara pasangan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah menginjak atau dianggap telah memiliki umur cukup dewasa. Pernikahan dianggap sebagai ikatan kudus (holy relationship) karena hubungan pasangan antara laki-laki dan perempuan telah diakui secara sah dalam Negara atau Agama.

Salah satu tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan. Keturunan diperoleh dari kehamilan dalam masa reproduksi yang sehat yaitu umur istri antara 20-30 tahun. Usia tersebut merupakan usia terbaik karena organ-organ reproduksi dalam tubuh perempuan telah tumbuh sempurna.

Pernikahan atau perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

(9)

b. Pernikahan Dini

Pernikahan dini adalah perkawinan yang telah terjadi pada seorang wanita dengan status umur dibawah 20 tahun. Pada tipe orang usia dibawah 20 tahun keadaan organ reproduksi belum sepenuhnya matang dan masih dalam tahap pertumbuhan.

Masa ini disebut dengan istilah masa reproduksi muda artinya meskipun dapat hamil dan melahirkan akan tetapi sebenarnya tubuh belum siap untuk hamil (Manuaba, 2008).

2.1.3. Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Dini

Menurut Suryono (2005), bahwa faktor yang mendorong seseorang untuk melangsungkan pernikahan dini diantaranya :

1) Masalah ekonomi keluarga

2) Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki bahwa ingin mengawinkan anak gadisnya

3) Adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab

4) Di lingkungan masyarakat : a) Ekonomi

b) Pendidikan c) Faktor Orang tua d) Media Massa e) Faktor Adat

(10)

2.1.4. Kesehatan Reproduksi

a. Pengertian

Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sisitem reproduksi (WHO, 2011).

Suatu keadaan fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Depkes RI, 2007). b. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi dalam Siklus Kehidupan Secara

luas, ruang lingkup kesehatan reproduksi meliputi : 1) Kesehatan ibu dan bayi baru lahir

2) Pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi (ISR) termasuk PMS, HIV/AIDS

3) Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi 4) Kesehatan Reproduksi Remaja

5) Pencegahan dan pananganan infertilitas 6) Kanker pada usia lanjut dan osteoporosis

7) Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks, fistula, dll.

(Depkes RI, 2007).

2.1.5. Dampak Pernikahan Dini Dilihat Dari Kesehatan Reproduksi

Perubahan perilaku remaja yang makin dapat menerima hubungan seksual pranikah sebagai cerminan fungsi rekreasi, ketika hubungan seksual telah menghasilkan janin dapat mempengaruhi psikologis dan fisik (Manuaba, 2008).

(11)

a. Dampak Psikologis

Pada usia pernikahan dini yang terjadi dibawah usia 20 tahun dalam keadaan belum matangnya mental seorang remaja akan mempengaruhi penerimaan kehamilannya, dimana alat reproduksi remaja yang belum siap menerima kehamilan, merasa tersisih dari pergaulan karena dianggap belum mampu membawa diri, terkadang perasaan tertekan karena mendapat cercaan dari keluarga, teman atau lingkungan masyarakat (Sarwono, 2006).

Sejatinya, anak berusia dibawah umur belum paham benar mengenai hubungan seks dan apa tujuannya. Mereka hanya melakukan apa yang diharuskan pasangan terhadapnya tanpa memikirkan hal yang melatar belakanginya melakukan itu. Jika sudah demikian, anak akan merasakan penyesalan mendalam dalam hidupnya (Sarwono, 2006).

Akibatnya, remaja sering murung dan tidak bersemangat. Bahkan remaja akan merasa minder untuk bergaul dengan anak-anak seusianya mengingat statusnya sebagai istri. Hal ini biasa disebut depresi berat atau neoritis, depresi akibat pernikahan dini. Dimana terdapat dua jenis depresi kepribadian yaitu pribadi introvertdan ekstrovert (Manuaba, 2008).

Pada pribadi introvert (tertutup ) akan membuat si remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizofrenia atau dalam bahasa awam yang dikenal orang adalah gila. Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak kecil, remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya, seperti perang piring, anak dicekik dan sebagainya. Dengan

(12)

kata lain, secara psikologis kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya khususnya dalam kasus pernikahan dini tersebut (Manuaba, 2008).

Pada sisi lain, pernikahan dini juga berdampak negatif pada keharmonisan keluarga. Hal ini disebabkan oleh kondisi psikologis yang belum matang, sehingga cenderung labil dan emosional. Pada usia yang belum matang ini biasanya remaja masih kurang mampu untuk bersosialisasi dan adaptasi, dikarenakan ego remaja yang masih tinggi serta belum matangnya sisi kedewasaan untuk berkeluarga sehingga banyak ditemukannya kasus perceraian yang merupakan dampak dari mudanya usia untuk menikah (Sarwono, 2006).

b. Dampak Fisik

Fisik atau dalam bahasa Inggris “Body” adalah sebuah kata yang berarti badan/benda dan dapat terlihat oleh mata juga terdefinisi oleh pikiran. Kata fisik biasanya digunakan untuk suatu benda/badan yang terlihat oleh mata.

Dampak fisik dalam pernikahan dini memang sangatlah besar baik dalam melakukan hubungan seksual ataupun dalam persalinan. Perkawinan dini yang berlanjut menjadi kehamilan sangat berdampak negatif pada status kesehatan reproduksinya. Proses kehamilan yang dapat terjadi anemi yang berdampak berat badan bayi lahir rendah, intra uteri fetal death, premature, abortus berulang, perdarahan, untuk proses bersalin terkadang belum matangnya alat reproduksi membuat keadaan panggul masih sempit dan sebagainya untuk itu perlu pemantauan dan pemeriksaan ekstra yang lebih lengkap (Manuaba, 2008).

(13)

Menurut Iwan (2006) dalam Damayanti (2012) menyatakan bahwa pada remaja putra dampak dari pernikahan dini dipandang dari kesehatan reproduksi akan berpotensi terjadi impotensi, ejakulasi dini dan disfungsi ereksi, efek yang ditimbulkan dari pernikahan dini yang mengganggu kesehatan reproduksi yang paling banyak terjadi pada perempuan.

Selain itu dampak pernikahan dini apabila dilihat dari sisi fisik dan biologis, juga ditemukan berbagai efek negatif yang bisa dikatakan berbahaya seperti banyaknya seorang ibu yang menderita anemia ketika hamil dan melahirkan, sehingga menyebabkan tingginya angka kematian ibu dan bayi akibat pernikahan dini (Manuaba, 2008).

Secara medis usia bagus untuk hamil yaitu pada usia 21-35 tahun, maka bila usia kurang meski secara fisik telah menstruasi dan bisa dibuahi, namun bukan berarti siap untuk hamil dan melahirkan serta memiliki kematangan mental, yakni berpikir dan dapat menanggulangi resiko-resiko yang akan terjadi pada saat kehamilan dan persalinan. Seperti misalnya terlambat memutuskan mencari pertolongan jika terjadi kegawatdaruratan pada saat persalinan karena minimnya informasi sehingga terlambat mendapat perawatan yang semestinya (Manuaba,2008).

Menurut Manuaba (2008), dampak fisik dari pernikahan diusia muda dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :

a. Dampak bagi ibu

1) Intra Uterin Fetal Death

Intra Uterin Fetal death atau kematian janin dalam kandungan adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam

(14)

kandungan. Keadaan ini sering dijumpai pada kehamilan dibawah 20 minggu dan sesudah 20 minggu, yaitu ditandai kematian janin bila ibu tidak merasakan gerakan janin, biasanya berakhir dengan abortus.

2) Premature

Persalinan prematur adalah suatu proses kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37 minggu atau sebelum 3 minggu dari waktu perkiraan persalinan. Resiko terjadinya kehamilan premature, antara lain :

a) Usia ibu saat hamil kurang dari 20 tahun b) Wanita dengan gizi yang kurang atau anemia c) Lemahnya servik

3) Perdarahan

Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang terlalu lemah dalam proses involusi.

4) Kematian ibu

Kematian ibu saat melahirkan disebabkan oleh perdarahan dan infeksi.

b. Dampak bagi bayi

1) Kemungkinan janin lahir belum cukup usia kehamilan atau kurang dari 37 minggu, pada umur kehamilan tersebut pertumbuhan janin belum sempurna.

2) BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) yaitu bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Kebanyakan hal ini

(15)

dipengaruhi oleh umur ibu saat hamil kurang dari 20 tahun dan ibu kurang gizi ( Manuaba, 2008).

2.2. Penelitian Yang Relevan

Berdasarkan telaah kepustakaan yang telah peneliti lakukan ada beberapa hasil penelitian yang relevan antara lain :

Pertama, hasil penelitian Anthonie (2011) Makna Pernikahan Usia Muda di Kecamatan Tawalian Kabupaten Mamasa (Studi Kasus Pada 3 Pasangan Suami istri Usia Muda). Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum masyarakat di Kecamatan Tawalian memiliki tanggapan yang negatif terhadap pernikahan usia muda, hal itu dibuktikan dari jawaban-jawaban yang diberikan subjek pada angket. Dan diketahui pula bahwa subjek memiliki pemahaman yang cukup baik mengenai aspek-aspek yang diperlukan dalam sebuah pernikahan. Aspek-aspek tersebut adalah aspek biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.

Kedua, hasil penelitian Astuty (2011) Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Usia Muda Dikalangan Remaja di Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penyebab remaja melakukan pernikahan muda antara lain : faktor lingkungan masyarakat dan orangtua cukup berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri pada anak, karena si anak melihat kalau ibunya banyak yang juga melakukan pernikahan dini. Faktor tingkat ekonomi orang tua yang rendah banyak menyebabkan orang tua menikahkan anaknya di usia yang masih muda.

Ketiga, hasil penelitian Damayanti (2012) Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Tentang Dampak Pernikahan Dini Pada Kesehatan Reproduksi Siswi Kelas XI di SMK Batik 2 Surakarta. Hasil penelitian ini ditemukan masih rendahnya

(16)

pengetahuan remaja putri tentang dampak pernikahan dini pada kesehatan reproduksi. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya informasi yang didapat, baik dari institusi sekolah maupun dari keluarga serta petugas kesehatan.

Dari ketiga penelitian yang relevan diatas, secara teoritis memiliki hubungan atau relevansi dengan penelitian ini, secara konseptual dapat dijadikan sebagai acuan teori umum bagi peneliti dalam melakukan penelitian, karena kajiannya sama-sama ingin mengetahui tentang pernikahan dini pada remaja.

Penelitian yang relevan memfokuskan kepada makna, faktor serta dampak pernikahan dini pada remaja, sedangkan studi penelitian ini lebih memfokuskan kepada pendekatan kualitatif tentang pernikahan dini pada remaja putri yang telah menikah. Jadi kajian teori penelitian yang relevan ini dapat dijadikan pedoman peneliti dalam memahami fenomena-fenomena yang ditemukan di lapangan.

Kajian pustaka ini, melalui beberapa teori-teori yang telah peneliti kemukakan dapat dijadikan landasan teori yang akan terus dikembangkan sejalan dengan pengumpulan data penelitian, juga dapat membantu pembaca dalam memahami temuan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

• Ada keterpisahan yang mendekati permanen antara seorang peserta ajar (siswa atau mahasiswa) dari peserta ajar lain selama program pendidikan.. • Ada suatu institusi yang

Biaya tidak langsung didefinisikan sebagai biaya yang tidak secara langsung terhubung dengan sebuah kegiatan, tetapi masih penting dalam pelaksanaan. Contoh kegiatan dari biaya

Konsekuensi dari kondisi ini adalah bahwa rencana proyek pada akhirnya juga harus uptodate apabila pada saat pelaksanaan memungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan baik

Penelitian ini merupakan penelitian sosiologi sastra, yaitu mendeskripsikan secara sosiologis data yang tersedia dari teks sastra dalam novel Ketika Lampu Berwarna

Penerapannya pada sistem web Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Sriwijaya akan memudahkan dosen dan mahasiswa untuk melakukan proses pembelajaran serta

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin

Meski belum terlalu banyak, namun upaya dakwah terus berlanjut dilakukan oleh para da’i di Sumatra, Malaka dan Jawa hingga menyentuh raja-raja di kerajaan Gowa dan Tallo atau