「
FAKTOR.FAKTOR
YANG
BERPENGARUH TERHADAP
KEKAMBUHAN
PASIEN
PTERIGIUM POST OPERASI DI RSUD ABDUL
WAHAB
SJAHRANIE
SAMARINDA
lda Farida', Syamsul Hidayatb Nataniel
Tandirogang'
"Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, Samarinda
bLaboratorium
llmu Kesehatan Mata Kedokteran Universitas Mulawarman, Samarinda "Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, Samarinda
Korespondensi: idafarida2l@yahoo.com
Abstrak
Pterygium adalah penyakit konjungtiva yang memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi pasca operasi. Beberapa
faktor
dapat mempengaruhi rekurensi pterygium seperti jenis operasi. Tujuan penelitianini
adalah untuk mengetahui seberapa besarjenis
operasi, usia,jenis
kelamin danjenis
pekerjaan dapat mempengaruhi kekambuhan post operatif pterygium. Metode penelitian adalah cross-sectionol dengan menggunakan data sekunder rekam medis pada periodel
Januari 2011 sampai 31 Desember 2015. Data yang diambil adalah data yang sesuai dengan kriteria inklusi. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis regresi logistik. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa masing-masing faktor memiliki nilai p > 0,05, dimana faktor seksmemiliki nilai p dan OR masing-masing 0,08 dan L,23; faktor usia memiliki nilai p dan OR masing-masing 0,41 dan 7,02; dan faktor jenis operasi memiliki nilai p dan OR masing-masing 0,99 dan 0,46. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh factor-faktor tersebut dengan kejadian pterigium
tidak
signifikan. Kesimpulannya adalah faktor jenis operasi, umur, jenis kelamin dan jenis pekerjaan tidak mempengaruhi kekambuhan post operatif pterygium dengan bore sclero dan outograft konjungtiva.Kata kunci: kekambuhan pterygium, bore sclero, outogroft konjungtiva
Abstract
Pterygium is a conjunctival disease that have high level of recurrence postoperative. Many factors influence the reccurence
of
pterygium such as kindof
operation. This reesearch aimto
knowhow
muchthe type
of operation, age, sex and type of job affect postoperative recurrence of pterygium.This study is a cross-sectional study, using secondary data in the medical record in the period 1 January 2011 - December 31, 2015 and thenselected according
to
the
criteria
specified investigators.The
resultswill
be
analyzedusing
logistic regression.Based on logistic regression analysis showed that each factor has a value ( p = > 0.05 ). Sex with avalue(OR=L.225)andvalues(p=O.Oll),agegetvalue(OR=1.0]-9)withvalues(p=0.+fS)andtypeof
operation value(
OR = 457370390.844 ) values(
p = 0.999 ), sothe
results arenot
meaningful.lt
can beconcluded that there are not influence of the type of operation, age, sex and type
ofjob
against postoperative recurrence of pterygium using the bare sclera and conjunctival autograft.The difference results with published sources because there are other risk factors that can not be controlled.Keywords: pterygium recurrence,bare sclera , conjunctival autograft
PENDAHUTUAN
Pterigium
merupakan
suatu
pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratifdan invasif. Biasanya pertumbuhan terjadi
di
celahkelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas
ke
kornea berbentuk segitiga denganpuncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Jika pteregium membesar dan meluas ke daerah pupil dapat mengganggu penglihatan.
Penyebab pterigium diduga merupakan suatu
fenomena
iritatif
akibat
sinar
ultraviolet,pengeringan,
dan
lingkungan
yang
berangin.Sebagian besar pterigium sering terdapat pada orang yang berada
di
lingkungan berangin, berdebu, atauberpasir
dan
penuh sinar
matahari.
lndonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan dengan paparan sinar ultraviolet yang tinggi oleh karena itu angka kejadian pterigium cukup tinggi di lndoneisa.Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya
pterigium adalah usia,
jenis
kelamin dan aktivitas luar ruangan. Pada usia tua banyak yang menderita pterigium karena lebih sering dan lama beraktivitasdi
luar
ruangan
serta lebih sering
mengalami gangguan pada mata. Dari hasil studi yang dilakukan Gazzarddi
Kepulauan Riau menyebutkan pada usiadibawah 21 tahun sebesar 1O% dan diatas 40 tahun
sebesar 16,8%. Penelitian
di
Cina
tahun
2006sebanyak 14,49%
-
33,0to/o
penduduk
desamenderita pterigium
dan
2,9%
penduduk kota, karena penduduk desa lebih banyak yang bekerja diluar ruangan seperti petani. Hal ini juga dibuktikan
pada penelitian yang dilakukan
oleh
Laszuarni diMedan bahwa nelayan, petani dan
kuli
bangunan 53,5% menderita pterigium sedangkan guru, perawatdan Pegawai Negeri
Sipil
273%16. Penelitian yang dilakukanoleh
Liuet.,
al
(2007) hampirtidak
adaperbedaan antara laki-laki dan perempuan, sebanyak 14,5%laki
-
laki di dunia menderita pterigium karena memiliki ahivitasdi
luar ruangan lebih banyak dan 13,6%pada wanita.Penatalaksanaan
untuk
pterigium tergantung pada derajat pterigium yang diderita pasien. Padapterigium
derajat ringan
disarankan
untuk menghindari debu, sinar matahari serta diberikanobat topikal,
vasokonstriktordan
kortikosteroiduntuk
menghilangkan gejalae.Tindakan
bedah dilakukan pada pterigium derajat berat karena sudaht2
Jurlral(*dokiera*
ltriulawarr-lan, 2018: 4i1imengganggu penglihatan
pasien. Metode
bedahyang
dilakukan adalahbare
sclero, sliding flap,rotionol flop,
conjunctivol
autogroft,conju nctivolimbol o utograft daa o mniotic membro ne
tronsplontotion.
Metode yang
sering
digunakan sampai saatini
adalah bore sclera dan conjunctivol outogroft.Keberhasilan penanganan
pterigium
adalahtantangan
untuk
dokter
mata
karena
tingkat kekambuhan yang tinggi 2,1% menjadi 87%. Metodebore
sclero dengancara
melakukan eksisi dapatmenimbulkan kekambuhan
antara
24%-89% sedangkan transplantasi menimbulkan kekambuhan 2%-40%. Tingkat kekambuhan pasca ekstirpasi dilndonesia
berkisar 35% -
52%.
Penelitian yang dilakukan oleh (Swastika, 2008) menyebutkan bahwa kekambuhan terbanyak pada laki-
laki 60% dengan metode bore sclero sedangkan metode conjunctivoloutogroft lebih
banyakterjadi
kekambuhan padawanita 83,33% namun hasilnya belum mendapatkan
cukup
bukti
karena
pada
penelitian
terdahulu dengan hasil yang berbeda. Pada usia kurang dari 40tahun lebih sering mengalami kekambuhan dengan metode bore sclero dan usia lebih atau sama dengan
40
tahun
denganmetode
conjunctival autogroft lebih banyak mengalami ke kambuhan. Kekambuhan akibat lingkungan kerja luar ruangan dengan metodebore
sclera
90%
dan
83,33%
menimbulkan kekambuhan dengan metode conjunctivol autogroft pada lingkungan kerja dalam ruangan. Kekambuhan lebih dipengaruhi oleh letak geografis, pekerjaan dan kebiasaan hidup.Kekambuhan
pterigium merupakanpertumbuhan
kembali jaringan
fibrovaskularkonjungtiva
ke
kornea pada bekas pembedahan. Gazzardet ol.,
l2OO2), menyebutkan kekambuhan pterigium ditandai dengan adanya jaringan granulasidan
neurovaskularisasi pada daerah bekas bedahserta dijumpai jaringan yang menyerupai konju ngtiva
yang bertumbuh
ke
arah
kornea. Tanda khas ini biasanya muncul2
minggu sampai4
bulan pascabedah
dengan gambaranpatologi fibroblas
danfibrovaskular yang meningkat.
Dari latar
belakangdiatas terlihat
bahwaterdapat
beberapa
faktor
yang
mempengaruhikekambuhan
pterigium
post
operasi, Hal
inimenimbulkan pertanyaan seberapa besar
faktor-faktor
tersebut
memberikan konstribusi terhadap kekambuhan pterigiumpost
operasidan
apakah faktor-faktortersebut berdiri
sendiriatau
secarabersamaan
dapat
menyebabkan
kekambuhanpterigium
post
operasi. Penelitianini
bertujuanuntuk
mengetahuDisini
peneliti tertarik
untukmenelitifaktor-faktor
yang
berpengaruh terhadap kekambuhan pasien pterigium post operasidi
unitbagian
mata
di
RSUDA.W.
Sjahranie Samarinda untuk menimalisirkan kekambuhan yang terjadi padapasien pterigium. Dengan mengetahui faktor-faktor
yang
berpengaruhterhadap
kekambuhan pasienpterigium
post
operasi
diharapkan
dapatmenimalisirkan kekambuhan
yang terjadi
padapasien pterigium.
Penelitian
ini
bertujuan
untukTujuan dilakukannya penelitian ini adalah Untuk mengetahuiperbedaan antara
jenis
operasibore sclero
danconjunctivol
autogroft
yang
mempengaruhiterjadinya
kekambuhanpterigium
post
operasi, mengetahui pengaruh usia, jenis kelamin dan jenis pekerjaan sebagai faktor kekambuhan pterigium post operasi dan untuk mengetahui seberapa besar jenisoperasi, usia,
jenis
kelamindan
jenis
pekerjaanmemberikan pengaruh
terhadap
kekambuhanpterigium
post
operasidi unit
bagian mata RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.Manfaat penelitian bagi praktisi medis adalah
untuk
memberikan gambaranfaktor-faktor
yangberpengaruh terhadap kekambuhan pterigium post operasi
di
unit
bagian matadi
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, manfaat ilmiah bagi institusipendidikan kedokteran,
yaitu penelitian
ini diharapkandapat
dijadikan bahan referensi dan acuan bagi peneliti selanjutnya dan manfaat bagipeneliti yaitu
menambah wawasanilmiah
dan pengetahuanpenulis tentang faktor-faktor
yangberpengaruh
terhadap
kekambuhan
pasienpterigium post operasi.
METODE PENELITIAN
Penelitan
ini
adalah
menggunakan jenispenelitian bersifatanalitik cross sectional. Metode
penelitian
analitikuntuk
menjelaskan hubungan antara faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap kekambuhan pasien pterigium post operasi metodebare sclera dengan conjunctivol outogroft
di
rsud abdul wahab sjahranie samarinda.Cara pengambilan data dengan menggunakan
data
sekunde yang Data sekunder diperoleh daridata rekam medik
pasien
rawat inap
dengan diagnosa Pterigium di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda periode 01 Januari 2Ot4-
31 Desember 2015. ObjekResponden penelitian ini adalah seluruh pasien pterigium yang menjalani operasi bore scleroalau
conjunctivoloutogroft
danyang mengalami kekambuhanpost
operasidi
RSUD Abdul WahabSjahranie Samarinda selama
periode
01
Januari 2OL4-3L Desember 2015dan
memenuhi kriteriainklusi. Adapun
kriteria
inklusi pada penelitian iniyaitu
pasien pterigium dengan perlakuan operasibore sclero atau conjunctivol
qutagroft
dan yang mengalami kekambuhan post operasi di RSUD AbdulWahab Sjahranie Samarinda. Kriteria inklusi pada penelitian
ini
adalah pasien dengandata
rekam medis yang tidak lengkap atau tidak mencantumkanvariabe: yang dite:iti o:eh pene:iti dan pasien vang tidak dapat dihubungi Oleh pene‖ti.
Variabel pene!itian ini adalah ieniS Operasi
pterigium′ kekarnbuhan pterigium ροst operasi′ usia
pasien yang menialani Operasi pterigium′ ienis ke:amin pasien yang menia:ani Operasi pterigium dan ieniS pekettaan paSien vang meniaiani Operasi
pterigiurn.
Data yang diperoleh ditabulasikan menurut frekuensi distribusi dan presentase.Pengoiahan data
d‖akukan dengan menggunakan sけ wareMiCrosar
″Ord 201l dan SPSS Statistics y20‐ 32わたPenvalian data dilakukan da!am bentuk narasi dan tabel.Analisis univariat di!akukan dengan menghitung frekuensi dan ditampi:kan da:am bentuk tabe!/gra■k,sedangkan ana:もヽb市anat dibkukan dengan membandingkan masing‐ masing faktor resiko terhadap kekambuhan pterigium ροst operasi vang dihitung berdasarkan persamaan regresi:ogistik dengan menentukan OR{Odds RatFO)pada Setiap tabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pene:itian ini menggunakan data sekunder dari
ruamg data rekam medik RSUD Abdu: Wahab
Siahranie samannda selama pe‖
ode 01 Januan
2014‐31 Desember 2015, Ditemukan Terdapat 73
kasus pterigium post operasi. Sebanyak 47 kasus teriadi pada tahun 2014 dan 26 kasus pada tahun 2015. Sebanvak 57 kasus yang memenuhi kriteria ink!usi. Sedangkan 16 kasus diekslusi karena tidak
memenuhi kriteria inklusi.
Data Hasi! penelitian vang dituniukkan pada
Tabe1 l memperlihatkan menuttukkan bahwa
frekuensi pterigium ρost operasi paiing banyak ditemukan pada kelompok usia 41‐65 tahun sebanvak 32 kasus{56′ 1%).POSiSi kedua ke!ompok
14 Jurnal KedokteFan Mulawarrran,2018,4(1)
usia 31-40 tahun sebanyak 11 kasus (19,3%) serta kelompok usia 21-30 tahun terdapat 7 kasus (12,3%1.
Tabel 1. Distribusi frekuensi sampel berdasarkan usia
Jumlah Persentase 5′
3%
12,3% 19,3% 56′1%
7′0%
TotalSedangkan pada kelompok usia >65
tahun
ada 4kasus (7,0%l
dan
kelompok
usia <20
tahun ditemukan 3 kasus (5,3%).Tabel
2.
Distribusi frekuensi sampel berdasarkan jenis kelaminJenis Kelamin Jumlah Persentase く20 21‐30 31-40 41‐65 >65 3 7 11 32 4 Laki‐Laki perempuan 34 23 59′
6%
40,4%100%
Data hasil
penelitianyang ditunjukan
padaTabel
2
memperlihatkanbahwa
selama periode 2014-20L5, frekuensi pterigiumpost
operasi lebihbanyak ditemukan pada
jenis
kelamin
laki-lakidibandingkan dengan
jenis
kelamin
perempuansebesar
34
kasus
{.59,6%1,sedangkan
untukpterigium
post
operasi
yang
berjenis
kelamin perempuan sebesar 23 kasus (40,4%1.Tabel
3.
Distribusi frekuensi sampel berdasarkan jenis pekerjaanlenis
Pekeriaan
Jumlah Persentase DalamRuangan Luar Ruangan
Tota:
100%
Data hasil penelitian
yang
ditunjukkan padaTabel
3
memperlihatkanmenunjukkan
bahwafrekuensi pterigium
post
operasi
paling
banyak5 8 38,5% 61′
5%
iSSN 2443-0439 Total-ditemukan pada kelompok yang bekerja luar ruangan sebanyak 8 kasus 161,5%1, sedangkan kelompok yang bekerja dalam ruangan sebanyak
5
kasus (38,5%).Tetapi
data
tersebut
sebenarnyatidak
dapatdidefinisikan karena
jumlah
sampel variabel yangdidapat
tidak
sebanding denganjumlah
sampel variabel yang lainnya.Data hasll
penelitianyang
ditunjukan padatabel 4 memperlihatkan bahwa selama periode 2014
-
2015, jenis operasi paling sering digunakan adalahconjunctivol
outogroft
sebanyak50
kasus (87,7%ldan bare sclero sebanyak 7 kasus (72,3%1.
Tabel 4. Distribusi frekuensi sampel berdasarkan jenis operasi
Jenis Operasi Jumlah Presentase
sclero. Tabel
5
menunjukkan bahwa kekambuhan pterigium post operasi didapatkan pada jenis operasi conjunctival o utog rafi .Tabel 5 Distribusi Frekuensi Kekambuhan Pterigium
Post Operasi Berdasarkan Jenis Operasi di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
jenis Operasi Kambuh Tidak Ya Bore Sclero Conjuncvtivol Autogrofi 0 17,5 Totai
100%
Analisis UnivariatPenelitian menunjukkan bahwa sampel yang mengalami kekambuhan post operasi paling banyak
pada
jenis
operasi
conjunctivoloutogroft,
Yaitu sebanyak 10 kasus lL7,SYol sebagaimana yang dapatdilihat
pada Tabel
5
dan
sampelyang
banyak mengalami kekambuhan terjadi pada usia antara41-65 tahun yaitu 6 kasus (60%).
Untuk
jenis
kelamin yang banyak mengalami kekambuhan adalah pada laki-laki5
kasus (60%)sedangkan perempuan
4
kasus
l4O%1. Jenispekerjaan
tidak
terdapat
adanya perbedaan darisampel
mengalami kekambuhanpekerja
dalam ruangan 5 kasus (50%) begitu juga dengan pekerja di luar ruangan 5 kasus {50%) pada Tabel 6.Analisis Bivariat
Berdasarkan hasil penelitian
tidak
ditemukan kekambuhan posfoperasi
pada jenis operasi bore57 77,5
Pada
Tabel
7
didapatkanhasll
uji
analisisdidapatkan jenis kelamin dengan nilai (OR
=
1,226)dan
nilai @=
A,077), usia didapatkannilai
{OR = 1,019) dengan nilai (p = 0,418) dan jenis operasi nilai (OR = 457370390.844) nilai (p = 0,999). Dari masing-masing setiap
faktor yang
berpengaruh terhadap kekambuhan pterigiumpost
operasi mendapatkannilai (p = > 0,05). Maka disimpulkan tidak terdapat adanya pengaruh antara
jenis
kelamin, usia sertajenis operasi bare sclera dan conjunctivol outograft terhadap
terjadinya
kekambuhanpterigium
post operasi di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.Berdasarkan hasil penelitian, pasien pterigium
post operasi lebih banyak pada kelompok usia 41
-65 tahun yaitu sebanyak 32 orang (55,1%). Hal ini
sesuai dengan
epidemiologi
pterigium
bahwaprevalensi
akan meningkat
seiring
denganbertambahnya usia. lnsiden tertinggi antara usia
20-49
tahun tetapi jarang
ditemukan padausia
20tahun.
Hasil penelitian
ini
juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syukriet al.,
112072l,yang
menyebutkanbahwa pasien pterigium
di BKMM (Balai Kesehatan Mata Masyarakat) SulawesiSelatan mayoritas berusia 50 tahun.
Di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda,..r).1
. :: |
'.:. , .,,:;,:--)
.-::
.:
'
15 Bore Sclera Conjunctivol Autogroft 72,3% 87,7% 7 5。Jenis operasi yang lebih sering dipilih untuk tindakan operasi pterigium
di
RSUD Abdul Wahab SjahranieSamarindaadalah
conjunctivol outogrofi,
yaitu sebanyak50
kasus (.87,7%1. Kenyonet
ol.,
(t9851yang
pertama
kali
menjelaskanbahwa
operasipterigium
dengan
mengBunakan
conjunctivoloutogroft
efektif untuk menurunkan
resiko kekambuhan pterigium post operasi. Sejak saat ituconjunctivol
outogroft
merupakanpilihan
primer untuk penanganan pterigium.Tabel
6
Distribusi Frekuensi Kekambuhan Pterigium Posf Operasi Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan Jenis Pekerjaandi
RSUDAbdul
Wahab Sjahranie Samarinda Variabel Junllah {"=101 く20 21-30 31‐40 41‐65 >65 Jenis Ke:amin Laki‐laki Perempuan 6 4 Jenis Pekerjaan Dalam ruangan Luar ruangan 5 5 Analisis UnivariatTabel
5
menunjukkanbahwa
kekambuhanpterigium
post
operasi
ada
pada
kelompok conjunctivol outogroft sebanyak10
kasus 117,5%1. Hasil operasi conjunctival outogroft memangrelatifrendah
untuk
menimbulkan kekambuhan tetapisebagai
teknik
ia
lebih sulitla.
Sehingga tidak menutup ke mu ngkina n conj u n cti vo I o utogroft
untukmenimbulkan kekambuhan karena selain tekniknya yang lebih sulit, sebagai seorang ahli juga harus tahu mekanisme dari kekambuhan pterigium post operasi.
Penelitian
yang
dilakukanKwon
&
Kim
(2015)menyebutkan
terdapat
14
kasuspterigium
yangmenjaf a ni operasi dengan menggu nakan conjun ctivo
I
outograft dan didapatkan5
kasus yang mengalami kekambuhan secara signifikan.Dari Tabel
6
terlihat
pada usia antara 41-65yang paling banyak mengalami kekambuhan post operasi yaitu 6 kasus (60%l.Dari beberapa penelitian tidak terdapat hasil yang signifikan untuk usia namun
penelitian
yang
dilakukanoleh
Youngson (1972) menyebutkan bahwa terdapatjumlah lebih
besar pada usia yang lebih muda dengan nilai media 44 tahun dari rentang usia 24-7L. Penelitian Youngson(1972) sejalan dengan penenelitian yang dilakukan
oleh
Zauberman (1967)di
lsrael yang disebabkan karena lesi pada usia muda lebih aktif. Jenis kelaminyang mengalami kekambuhan post operasi banyak
pada laki-laki
6
kasus
(60%)2s.Elder
(1965)menyebutkan
laki-laki
lebih
sering
mengalami kekambuhan karena berhubungan dengan pekerjaandan lebih
sering beradadi
luar
ruangan. Sejalandengan pernyataan Elder (1965), dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rao et o/., {1998) bahwa laki-laki lebih banyak mengalami kekambuhan sebanyak 47
kasus
l,58,75%ldan
33
kasus
(4t,25%l
pada perempuan.Dari
jenis
pekerjaantidak
memilikiperbedaan yanB bermakna karena
baik yang
didalam ruangan maupun
di
luar
ruangan memilikipersentase
yang
sama
50
kasus
(50%f '21.0 2。 2。 60 0 0 2 2 6 0 0 0 6 4 0 0 5 5
Tabel 7 Distribusi Frekuensi Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kekambuhan Pterigium Post Operasi di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
VVa:d df Sig. Exp(3)
950/.C.l for EXP(B) Lower Upper Jenis Kelamin(1) .732 1 ,781 5,149 Step lキ .655 1 418 1.019 1.066 Jenis Operasi(1) 19.941 15156.382 .000 1 .999 457370390.844 Consta nt -22.260 15156.382 000 1 999 .000
a.Variable(s) entered on step 1: Jenis Kelamin, Umur, Jenis Operasi.
Woodcock et ol.,
(z0ltl
menyebutkan bahwa tidakada
hubungan
antara
pekerjaan
dengankekambuhan
pterigium
karena
dari
banyak penelitian yang dilakukanterjadinya
pterigium dankekambuhan
pterigium
berhubungan
dengan lamanya terpapar sinar ultraviolet. Penelitian yang dilakukan oleh Lima dan Manuputty (2014) juga tidak mendapatkan hasil yang bermakna.2Analisis Bivariat
Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
analisis statistik regresi logistik menunjukkan tidak terdapat adanya perbedaan antara jenis operasi bare sclerodan
conjunctivolautografi yang
mempengaruhiterjadinya kekambuhan pterigium
post
operasi di RSUDAbdul
Wahab Sjahranie Samarinda dengan nilai sig. lebih dari 0,05. Penelitian ini sejalan denganpenelitian
yang
dilakukan oleh
Swastika
di Semarang(Swastika, 2008) yangjuga
menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti antarajenis operasi bore sclera dan conjunctivol autogroft
terhadap angka terjadinya kekambuhan.
Tantangan
utama pada
operasi
pterigiumadalah mencegah kekambuhan, laporan
-
laporanangka
kekambuhan banyak yang tidak sesuai. Kekambuhan pterigium merupakan pertumbuhan kembali jaringan
fibrovaskular konjungtiva
ke
kornea pada
bekaspembedahan.
Mekanisme kekambuhan
pterigium
tidakberbeda dengan
mekanismepterigium
primer.Patogenesis pterigium berhubungan dengan ekspresi okogen p53, tranformasi fibroblas
dan
perubahansitokin seperti
TronslormingGrowth
Factor Beto (TCF-B) serta aktivitas maktriks metolloproteinose.Sinar
ultraviolet
menyebabkan
mutasi
tumor supresorgen
p53, yang
kemudian memfasilitasiproliferasi abnormal
dari
epitel
limbus.
Sinarultraviolet
juga dapat
menyebabkan perubahanhistologis
sel epitel,
yaitu
jaringan
subepitel menunjukkan elastosis senilis (degenerasi basofilik)dari
substansiapropria
denganjaringan
kolagen abnormal. Terjadi disolusi membran Bowmon yang diikuti oleh invasi kornea superfisial, akibatnya fungsiborier limbus
tidak
ada sehingga konjungtiva yang mengalami inflamasi dan degenerasi dapat denganmudah menjalar melewati limbus menuju kornea
dan
membentukjaringan
pterigium
di
daerah interpalpebra (celah kelopak).Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat
sinar ultraviolet yang
lebih
banyak dibandingkandengan bagian konjungtiva
yang lain
karena di samping kontak langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultraviolet secara tidak langsungakibat pantulan dari hidung. Oleh karena
itu
pada bagian nasal konjungtivalebih
sering didapatkanpterigium dibandingkan dengan bagian temporal.
Peran
paparan
UV
kronis dalam
patogenesispterigium
didukungoleh studi
epidemiologi danasosiasi klinis. Radiasi ultraviolet yang kronis sangat
berperan
pada
patogenesisterjadinya
pterigium. Sinar UV-B merupakan UV yang dominan di absorbsi jaringan mata, dimana sinar ini dapat menyebabkantrauma
padaepitel
konjungtivaserta
perubahanfungsi dan biokimiawi jaringan. Kerusakan jaringan
akibat UV
disebabkan adanya reaksi intermedietyaitu sebuah reaksi pembentukan molekul-molekul
tanpa ikatan
elektronyang
dikenal terbentuknyaprekursor kolagen
yang
abnormal
danmengakibatkan terjadinya degenerasi hialin. Radiasi
sinar UV
dapat
juga
menyebabkanmutasi pada gen seperti gen supresor
tumor
p53, sehinggaberakibat pada
terekspresinyagen
inisecara abnormal pada epitel pterigium. Temuan ini
menunjukkan bahwa pterigium bukan hanya lesi degeneratif,
tetapi
bisa
menjadi manifestasi dariproliferasi
sel
yang
tak
terkendali.
Matriksmetalloproteinose
(MMP) dan
jaringan
inhibitor metalloproteinoses tMMPs) tissue inhibitor motriksmetolloproteinoses (TlMPs)
pada
tepi
pterigium mungkin bertanggung jawab untuk proses inflamasi, tissue remodeling, dan angiogenesis yang menjadiciri
pterigium, serta kerusakan membran bowmandan
invasi pterigiumke
dalam kornea. Sinar UVmenyebabkan mutasi pada gen suppressor tumor
TP53 di sel basal limbal dan fibroblast etastik gen di
epitel limbal karena
kerusakanpada
program apoptosis p53 oleh sinar UV, halini
menyebabkanmulti step perkembangan pterigium dan tumor sel
limbal oleh ekspresi p53 pada sel epitel limbal.
Dari penelitian yang dilakukan
oleh
Kwon &Kim" (2015) mendapatkan beberapa kemungkinan penyebab kekambuhan dari pteregium post operasi dengan menggunakan conjunctivol autograft yaitu,
proliferasi
dari
jaringan pterigium
yang
belumdieksisi selain
itu juga
dapat
disebabkan karenaepitelnya
yang cacat
sehingga
menyebabkan proliferasi lebih agresif. Proliferasi epitel yang cacattumbuh pelan
-
pelan sehingga menjadi penghalang untuk epitel yang sehat tumbuh.SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yanB
telah dilakukan, dapat disimpulkan, yaitu :
1.
Berdasarkankonsultasi dengan ahliT
tidak terdapat adanya perbedaan antara jenis operasibore
sclera dan conjunctivoloutogroft
yangmempengaruhi
terjadinya
kekambuhan pterigiu m post operasi.2.
Berdasarkankonsultasi dengan
ahliy
tidakterdapat adanya hubungan antara usia, jenis
kelamin
dan
jenis
pekerjaan dengan faktorterjadinya kekambuhan pterigium post operasi.
3.
Berdasarkankonsultasi dengan ahliT
tidakterdapat adanya pengaruh antara jenis operasi,
usia, jenis kelamin dan jenis pekerjaan terhadap kekambuhan pterigium post operasi.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa
saran yang sebagai berikut:
1.
Perlu dilakukan penelitian ulang dengan sampel penelitian yang lebih besar.2.
Diharapkan adanya kelengkapandata
rekammedis
secarateliti
di
RSUDAbdul
wahab Sjahranie Samarinda.DAFTAR PUSTAKA
l. A‖an, B.′ Sho軋 P.′ & Crawford′ G.{1988).
Pinguecuia and Pterygia. Sury Oρ 力!力armοみ 32
{41),9.
2. Aminiari, A., Singh′ R.′ & Liang, D.(2010).
Management of Pterygium.Opわめα′隣たPcarrs COrFea.
3. Dushku′ N.′ John′ K.′ Schultz′ S.′ & Reid, W.
(2001). COrneal invasion by Matrix Metal:oproteinase ExpreSsing Aitered Limbal
Ephiteilal Basal Ce‖s.Pre句燿ガα PhalogeresrsP 13. 4. Dushku, N.′
& Reid, T. (1994).
Imrnnunohistochemica: Evidence That Human pterygia Originate From an invaston of Vimentin‐ Expressing Aitered Lirnbal Epitheliai Basai Celis.
Curr Eソe Resr 13(473)′ 81.
5. Dzunic,3.′ &Jovanovic, P.{2010).Analysis of Pathohisto:ogicai Characteristics of Pterygium .
3os″Far Joυrra′o/3asたMedicar scierce′ ユ
o13.
6. Ekantini′ Rり Suhard,o,&Kathmansyah.(2006).
Successfu: of Cs2mak MOdification and sclera Merest Methods w:th ApplicatiOn of Mitomycin C in PHmary Pterygium. Kumpura″ Makaraカ κO″gres IVas′ο,a′32 perdamら 9,
7.Elder Duke S.System●J Oρ力tharmOrOgy(■965).
(Vo:.8).Henry KimptOn.London′ 573-582.
8.[rry.MulyanL u.A.′ &Susilowati′ D.(2011). Distribusi dan Karakteristik Pterigium indonesia. Buretin Pa″ aritian sistem Kese力σta19r 14,84-89.
日shet p.(2015).Pterygium.Departmart of
Op力働a′膚Orogy.
9. Francisco′J.′Ferrer,G.,Schwab′ l.′&Shet:ar,D.
{2014).1/aυgわ
α″
&Asわtr7 0ra′morog′ t/mυ膚
〔
17 ed,).Jakarta:EGC.10.Gazzard, G.′ Saw, S.′ Faroot M.′ Koh, D.′ Widia"a,D.′
&Chia,S.〔
2002).Pterygium in indonesia prevalance Severity and Risk Factors.3ritis力 Joυ
“
σ
′
oJ oρわめ
armοrOgy7 8ら1341-1346.
11.Ho::and′ E.′&Mannis,M.{2002).OGurarsuFare
D′sease Л
"edica′
●″dSurgicar Manageme″
i New
York.
12.‖yas′ S.′
&Yunanu,s.(2013).′
麟 υ Perya″tMαla.Jakarta:FKUI.
13. KenyOn, K.′ Wagoneら M.′ & HettingerJ M. (1985〕. ConiunctiVa:Autograft Transp:antation for Advance and Recurrent pterygium. Oρ力働araOrogyr 92(1461),70.
14. Kwon,S.H.′ &Kim,K.H.(2015).Analysis of
Recurrence Patterns Folowing Pterygium Surgery With Coniunctival Autografts,Madirine ,4(4).
15.Las2uarni.(2009).Prevarersf agrigル″ ″
Kabtrpatep l● ng々at universitas Sumatera Utara, 1:rnu Kesehatan Mata.
16.Liu′ L.′ Wu′ J.′ Yuan,Z.′ &Huangr D.(2013).
6oograp力
た
o′ Prevare″ε
e a″JRお々
Factors for PterygilJa.BMJ OPEN.17. Lu,P.′ Chen′X.′ Kangじ Y.′Ke′ L.,Wei′X.′a zhangr W.{2007).PFerygilJ""ribetans a PoptrratiOrl
Based StJdy"G力
"a.Amenncan Academy of
Ophthiamoiogy.
18. McCa疇
,A.C.′ Fu′ L.C.′ &Tav!oL R.H.{2000〕.Epidemio:ogv of Pterygium in Victoria,Austra‖a.
BrJ Ophめ ●′moみ84′289‐292`
19.Putra′ A.{2003}・ Penata:aksanaan Pterigium. MaJ.κ edo々θtera″ハtma rayら 2.Raiu′ K.′Chandra′ A.′
& Doctoら
R.{2008),Management of
pterygium.KereraJournar oJορヵ
"働armol。
9,4.
20。
Rao S t T.Lekha′
B,N.Mukesh{1998).
conJunctiva卜 Limbal Autograft for Primary and
Recurrent Pterygla."dla″
Joυ rrlar OrOp力
働α″
η
Orogy.{Voi.46)′ 203-209,21.Sharma′ K.,Wa‖
′
V.′ & Pandita′ A.(2004}. corneai ConiunctiVal Auto Grafting in Pterygium. POstgradllate Dep●■
mm=oo/Ophttα
′
笏
o′ο
gy74.
JurnaI Kedokteran Mulawarman,
2018;4(1]
19「
22.Soewono,W.′ Oetomo,M.′ &Eddyanto.(2006). Pterigivm pedoma″ Diagnosls dar rerapi Bag.SMFi:mu penvakit Mata
23.Swastika′
M.〔
2008).Parbedaa″降
ka″わ″
わ
α″
Pasca Fkstirpas′ PFerygium Malode 3are Screra
crergO■ cOttυ ″ctiVα′ハυtog″ヵ Universitas
DipOnegoro.
24.Youngson,R.M.{1972}.R“tlrrerce orρ
に
,J臨
a■er eКiSiO″(Vol.56).Brit.F.Ophthal.
25,Woodcock,M.′ Huntbach′ J.,Scott′ R{2011).パ Gase oF