• Tidak ada hasil yang ditemukan

Shafa Prasita, Mahasiswa Baru FKG UNAIR Berusia 15 Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Shafa Prasita, Mahasiswa Baru FKG UNAIR Berusia 15 Tahun"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Shafa Prasita, Mahasiswa Baru

FKG UNAIR Berusia 15 Tahun

UNAIR NEWS – Shafa Prasita, calon mahasiswa baru (camaba) yang

diterima di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Airlangga merupakan salah satu camaba termuda UNAIR yang diterima melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Ia dinyatakan diterima di FKG UNAIR pada usia 15 tahun.

Shafa, sapaan akrabnya, telah mengikuti percepatan belajar (program akselerasi) sejak duduk di bangku SMP. Akunya, ia cukup mengalami kesulitan waktu SMP. Namun demikian, ia mampu lulus percepatan belajar dengan prestasi yang patut diacungi jempol.

“Dari SMP sudah mengikuti program akselerasi. Kesulitan sih enggak terlalu. Paling ya waktu SMP itu. Karena program akselerasi waktu aku SMP baru dibuka pertama kali,” kenang alumnus SMPN I Sedati itu.

Uniknya, di waktu senggang, meski terhitung memiliki prestasi bidang akademik yang unggul, gadis kelahiran 21 Mei 2001 ini memiliki hobi membaca novel. Hobi ini bermula ketika kedua orangtuanya gemar membelikannya buku bacaan ketika Shafa kecil.

“Pada saat saya kecil, saya sering dibelikan buku cerita Kecil Kecil Punya Karya. Mulai dari situ saya senang sekali dengan membaca,” kenangnya.

Ada beberapa novel favorit Shafa, mulai bertema komedi hingga romantis. Tere Liye adalah penulis favoritnya.

“Apapun buku karya Tere Liye paling suka sampai sekarang. Apalagi yang judulnya Hujan. Kalau nganggur, ya, baca buku,” ucap gadis yang sempat mengikuti ektrakurikuler paduan suara

(2)

ketika sekolah.

Kepada UNAIR News Shafa mengaku, kedua orangtua sangat mendukung segala cita-citanya. Salah satu dukungan itu, selain doa, adalah upaya menyediaan segala fasilitas dalam hal belajar.

“Orangtua sangat mendukung. Disediain apapun yang dimau untuk fasilitas belajar. Didorong untuk terus belajar dan tidak kalah dengan yang lain. Awalnya pengin masuk Fakultas Kedokteran (FK). Tapi masuk FKG. Ortu terserah maunya kemana,” pungkas putri dari pasangan Nanang Prasetiyono dan Zafnita ini.

“Karena sudah niat dari awal, jadi bikin jadwal. Tahu kapan kita belajar, dan tau kapan kita pergi untuk main dan berkumpul bersama keluarga. Percaya deh, hasil tidak akan mengkhianati usaha,” pungkasnya. (*)

Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S

Hanik

Endang

Kembangkan

Psikospiritual

untuk

Penderita Kanker Payudara

UNAIR NEWS – Aktivitas ibadah yang dilakukan sungguh-sungguh

diyakini mampu menyeimbangkan gejolak stress dan emosi seseorang. Karena itu ketika seseorang usai beribadah, pikiran, hati, dan emosi menjadi lebih tenang dan stabil. Pengobatan dengan pendekatan psikospiritual inilah yang sedang dan terus diteliti oleh Hanik Endang Nihayati. Hasil

(3)

penelitian yang ditulis sebagai Disertasinya itulah termasuk yang menunjang Hanik meraih predikat wisudawan terbaik jenjang doktoral Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga periode Maret 2016.

Ia memilih kasus penyakit kanker payudara sebagai contoh. Mengapa? Karena kanker payudara merupakan penyebab kematian tertinggi perempuan antara usia 18 – 54 tahun. Kemudian kunjungan di Poli Onkologi Satu Atap (POSA) RSUD Dr. Soetomo menunjukkan kasus kanker payudara menjadi kasus tertinggi juga setelah kanker serviks. Data lain juga menunjukkan bahwa jumlah pasien baru kanker payudara setiap tahun cenderung mengalami peningkatan.

Hanik berfikir keras untuk mengembangkan keilmuan tentang keperawatan jiwa yang mengantisipasi persoalan psikososialnya. Mengapa masalah psikososial begitu penting? Menurut Hanik, perempuan penderita kanker itu selalu dihantui rasa takut terus-menerus. Penderita sering mengalami ketidaknyamanan hidup dan berimbas pada aspek kehidupannya, seperti ekonomi, keluarga, fisik, dan kepercayaan diri yang berangsur-angsur meredup.

Dalam situasi sulit begini, pasien memerlukan tindakan intervensi berupa pendekatan asuhan psikospiritual SEHAT (Syukur Selalu Hati dan Tubuh). Pendekatan SEHAT ini merupakan cara untuk meningkatkan hubungan dengan Tuhan agar emosi terkendali. Harapannya, penderita kanker dapat menghadapi

rasa sakitnya dengan sikap bersyukur.

“Penanganan distress pada penderita kanker payudara tidak selalu sama. Penderita memerlukan suatu pemahaman dan diagnosis yang tepat agar pemilihan terapi adekuat kualitas hidupnya bisa diperbaiki. Kompleksitas masalah yang dialami penderita kanker menyebabkan munculnya kebutuhan spiritual,” imbuh Hanik.

(4)

Dhuha, membaca Alquran, dzikir dan motivasi spiritual dengan menuliskan nikmat Allah SWT. Strategi ini diharapkan dapat mengubah mekanisme koping, mengubah persepsi stress dari distress menjadi eustress yang akan berpengaruh pada respon tubuh. Mekanisme demikian sejalan dengan konsep psikologis yang menyatakan bahwa perubahan kognitif dapat menurunkan intensitas stress.

Perjuangan menuntaskan studi yang dilalui oleh pengajar pada Departemen Keperawatan Jiwa, Fakultas Keperawatan UNAIR ini, tidaklah mudah. Hanik harus melalui pengalaman dramatis saat menjelang semester III. Saat itu Hanik, yang juga wisudawan terbaik magister Keperawatan UNAIR tahun 2011, tengah mengandung anak kembar. Namun, kehamilannya saat ini disertai dengan berbagai macam komplikasi, salah satunya pre-eklampsia berat dan kelainan jantung.

“Sungguh luar biasa. Saya harus bedrest total. Mau tidak mau, saya harus mengesampingkan semua kewajiban sekolah. Jadi, inilah yang terus memotivasi saya selama saya sehat,” tandas penggerak Lingkungan Terbaik Kota Surabaya tahun 2015 ini. (*) Penulis : Sefya H. Istighfaricha

Editor : Defrina Sukma S.

Penyiar

Jadi

Wisudawan

Terbaik

WARTA UNAIR – Selain mampu berprestasi secara akademik, Danan Prima Nanda juga membuktikan bahwa ia berprestasi di bidang non akademik. Laki-laki ini tercatat sebagai wisudawan terbaik S-1 Fakultas Psikologi Universitas Airlangga periode Juli 2017. Ia meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,78.

(5)

Selama disibukkan dengan kegiatan perkuliahan, ia bekerja sebagai penyiar di televisi dan radio. Tahun 2013-2015, ia adalah penyiar radio EBS FM. Pada tahun 2014-2016 Danan menjadi pembaca berita di BBS TV.

Lepas dari BBS TV, Danan menjadi News Reader di stasiun televisi RCTI. Selain itu, ia juga mengajar di Professional Broadcasting School dan menjadi pembicara di beberapa acara yang mengangkat topik public speaking, hingga sekarang.

Danan mengaku, sejak SMP dan SMA tidak pernah mendapatkan peringkat 10 besar di kelas. Namun, berkat kerja keras, doa, dan dukungan orangtua, ia mampu merasakan dinobatkan sebagai wisudawan terbaik.

“Sejujurnya saya tidak pernah mendapatkan ranking 10 besar selama mengenyam pendidikan di jenjang SMP dan SMA. Saya ranking 10 besar itupun ranking 7 saat kelas 2 SD,” ucap lelaki kelahiran 13 Mei 1994 ini, seraya mengaku perjuangan m e n e m p u h s t u d i i n i s a n g a t l a h k e r a s . I a h a r u s b i s a menyeimbangkan waktu dan stamina agar semua peran dapat dijalani dengan maksimal.

”Sempat ada masalah di pekerjaan dan kuliah seperti jadwal dosen yang mendadak mengajar di hari tertentu, sementara jadwal bekerja sudah diumumkan pada minggu sebelumnya, ingin tukar jadwal dengan rekan kerja tapi semuanya nggak bisa. Terpaksa saya harus memenuhi kewajiban di pekerjaan,” katanya. Namun berkat kerja keras mengejar ketertinggalan, ia lulus dengan IPK terbesar diantara teman-temannya. Saat ini, Danan tengah meningkatkan kemampuan bahasa asing dan ingin meneruskan studi master di luar negeri.

“Kalau timbul rasa malas, ingat aja perjuangan orang tua buat biayain SPP, orang tua sudah berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk membayar biaya kuliah, kamu juga harus memberikan yang terbaik juga,” ujar Danan berbagi tips. (*)

(6)

Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Defrina Sukma S.

Mahasiswa Asing Ini Ingin

Menjadi Menteri di Madagaskar

UNAIR NEWS – “Saya ingin menjadi pengusaha atau Menteri

Perikanan dan kelautan di Madagaskar,” ujar Randriamamisoa Heriniaina Olivia atau yang kerap disapa Olivia, mahasisiwi asing UNAIR asal Madagaskar.

Sudah tiga tahun Olivia tinggal di Indonesia. Di tahun 2013 hingga 2014, ia mengikuti program Beasiswa Darmasiswa, program beasiswa dari Pemerintah Indonesia yang dikhususkan bagi siswa dari negara lain yang ingin mempelajari bahasa Indonesia. Olivia mendapatkan kesempatan belajar bahasa Indonesia di salah satu perguruan tinggi di Surabaya.

Nampaknya, Olivia tak kesulitan belajar bahasa Indonesia. Terbukti, setelah satu tahun mengikuti program Darmasiswa, Olivia lancar berbahasa Indonesai dan nyaris tidak ada slip of the tongue ketika berkomunikasi.

Setelah menyelesaikan program Dharmasiswa, Olivia tak langsung pulang ke negara asalnya. Keinginannya untuk kuliah di Indonesia ia mantapkan dengan mendaftar beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB) dengan mengambil program studi S-1 di Fakultas Perikanan dan Kelautan UNAIR. Ia lolos seleksi dan resmi tercatat sebagai mahasiswa FPK UNAIR sejak September 2014.

(7)

jurusan ini. Sebenarnya di Madagskar ada jurusan ini tapi jauh dari tempat tinggal saya. Kampusnya berada di kota lain,” ujar mahasiswa yang tinggal di Asrama Putri, Kampus C UNAIR ini.

Ingin kembangkan potensi laut Madagaskar

Mengambil kuliah di FPK UNAIR bukan tanpa alasan. Hidup di negara kepulauan yang kaya akan potensi alam, membuat Olivia ingin turut andil dalam pengembangan kekayaan di negaranya. Selain berkeinginan untuk menjadi pengusaha, Olivia mengaku ingin menjadi Menteri Perikanan dan Kelautan di Madagaskar. “Ahli perikanan dan kelautan di Madagaskar masih sedikit,” ujarnya.

Olivia berharap, bisa lekas menyelesaikan program sarjana dan mendapatkan pekerjan di bidang perikanan dan kelautan di Madagaskar. “Saya ingin pulang, dapat kerjaan dulu di sana. Setelah itu lanjut S2,” tambahnya.

Kepada UNAIR NEWS, Olivia banyak bercerita mengenai kekayaan laut di Madagaskar yang melimpah namun kurang begitu dimaanfaatkan. Ia nampak tak sabar untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat untuk diterapkan di negaranya. Jika cita-citanya tercapai untuk menjadi menteri suatu saat nanti, rasanya ia ingin bekerjasama dengan Indonesia.

“Saya kan bisa berbahasa Indonesia. Jadi kemampuan komunikasi dalam bahasa Indonesia saya ini bisa saya gunakan ke depannya. Termasuk bila nanti saya jadi orang sukses, saya ingin menjalin kerjasama dengan Indonesia,” terangnya.

Hingga kini, setelah lebih dari dua tahun menjadi mahasiswa UNAIR, Olivia mengaku tak mendapatkan kendala yang berarti. Dengan modal bahasa Indonesia yang ia miliki, Olivia tak ragu untuk berkomunikasi dengan teman sejawatnya menggunakan bahasa Indonesia. Itu membuatnya lebih nyaman dan nyambung.

(8)

berbicara. Saya tidak paham,” ujar Olivia sambal meringis.

Olivia mengaku, sudah paham menulis dan membaca artikel maupun buku diktat dalam bahasa Indonesia. Ia mengaku kagum dengan karakterisitik orang Indonesia yang menurutnya ramah dan suka tersenyum. Kehangatan yang ia dapatkan di lingkungan kuliah maupun asrama, membuatnya merasakan memiliki rumah kedua. Ia juga mengaku, selama berkuliah di UNAIR, ia sangat terbantu dengan rekan-rekan dan staf di International Office and Partnership (IOP).

“Dosen dosen di sini baik sekali, semua teman mengerti saya. Jika saya ada yang tidak mengerti, mereka membantu saya hingga mengerti. Itu berarti sekali untuk saya,” ungkapnya. (*)

Penulis : Faridah Hariani Editor : Binti Q. Masruroh

Nadia Intan, Model yang Lulus

Terbaik Fakultas Hukum UNAIR

UNAIR NEWS – Sempat ganti dosen pembimbing saat menyelesaikan

skripsi, tak membuat Nadia Intan Belinda putus asa. Lantaran dosen pembimbingnya Prof. Dr. Eman, S.H., MS meninggal dunia Mei lalu, Nadia harus ngebut merevisi skripsinya. Berkat kegigihannya, ia berhasil merampungkan studi dengan predikat wisudawan terbaik S-1 Fakultas Hukum Universitas Airlangga dan meraih IPK 3,66.

Skripsi berjudul “Perolehan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Melalui Jual Beli” ini membahas karakteristik hak milik atas satuan rumah susun dianggap selesai dan perolehan hak milik atas satuan rumah susun melalui Perjanjian Pengikatan Jual

(9)

Beli (PPJB) yang diikuti dengan Akta Jual Beli (AJB).

Nadia memiliki beragam kegiatan, baik intra dan ekstra kampus. Misalnya mengembangkan dengan bakat modelling-nya, finalis Ning Surabaya tahun 2015 ini pernah menjadi Juara Favorit Hijabers Surabaya Model 2014, dan Juara I Miss Hijab by GlamourLook Model Management tahun 2015. Juga Juara Favorit Hijabers Surabaya Model tahun 2014. Selain itu, pada kegiatan akademik ia pernah Juara III & Majelis Hakim Terbaik dalam Kompetisi Peradilan Semu Nasional piala Mahkamah Agung tahun 2013.

Sejak masih berstatus mahasiswa baru, Nadia sudah tertarik dengan study club pada BSO Komite Mahasiswa Fakultas Hukum UNAIR (KOMAHI). Anggota Paskibrakan Kota Surabaya tahun 2011 ini juga terhitung aktif mengikuti kegiatan intra dan ekstra kampus, seperti BEM UNAIR, HMI, dan Management Hijabers Surabaya. Kepada WARTA UNAIR Nadia membagi tipsnya agar dapat berprestasi, baik dalam akademik dan non-akademik.

“Tak perlu terlalu sibuk dengan politik, cukup tahu saja. Karena biaya kuliah tidak murah dan tak semua orang beruntung bisa kuliah. Imbangi kuliah dengan hal positif yang kita senangi. Jangan pernah menghalalkan segala cara untuk memperoleh hasil yang diinginkan,” kata penerima beasiswa Pembangunan Jaya tahun 2015 ini. Saat ini ia mengisi waktu di Paguyuban Cak & Ning Surabaya serta magang di Kejaksaan Negeri Surabaya. (*)

Penulis: Binti Quryatul Masruroh Editor: Nury Hermawan

(10)

Kuliah Dianggap ‘Sampingan’,

Sermada Lulus Terbaik S-3

FISIP UNAIR

UNAIR NEWS – Menjadi dosen tetap di universitas yang berada

diluar kota, sekaligus punya tanggungjawab untuk menyelesaikan perkuliahan jenjang doktoral di Universitas Airlangga, merupakan perjuangan tersendiri bagi Sermada Kelen Donatus. Namun ia menganggap kesibukannya sebagai mahasiswa Doktoral di UNAIR ini sebagai “sampingan” semata.

Kendati hanya “sampingan”, tetapi Sermada berhasil menyelesaikan studi S-3 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan predikat wisudawan terbaik. Ia memperoleh IPK 3,92. “Saya berterima kasih kepada UNAIR, karena kegiatan ‘sampingan’ semacam ini dimungkinkan oleh UNAIR untuk program S-3,” kata laki-laki yang pernah menjadi Pastor Katolik di Jerman Selatan (selama libur perkuliahan) tahun 1990-1998.

Sermada adalah dosen tetap pengajar filsafat pada program sarjana dan master di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Widya Sasana, Malang. Sehari-hari, di program S-1 ia mengajar Filsafat Manusia, Filsafat Ketuhanan, Filsafat India, dan Filsafat Nusantara. Sedangkan untuk program S-2, ia mengajar Filsafat Perbandingan dan Filsafat Ilmu Pengetahuan.

Ia mengaku, perjuangannya untuk menyelesaikan studi S-3 di UNAIR ini cukup berat. Ia harus membagi waktu antara kuliah dan pekerjaannya itu.

“Usia saya yang tidak lagi muda, jarak antara tempat tinggal di Malang dengan UNAIR, keterbatasan finansial, transportasi angkutan umum, tuntutan lain yang banyak untuk program S-3 dan keterbatasan tenaga, waktu dan pikiran saya,” ujar laki-laki kelahiran Tenawahang, Flores, 27 Februari 1955 ini.

(11)

Namun akhirnya ia sangat bersyukur dapat merampungkan tanggungjawab studinya dan memperoleh predikat sebagai lulusan terbaik FISIP UNAIR. Pada studi S3 ini, Sermada memilih topik tesis seputar respon dinamis para penyelenggara sekolah Katolik terhadap kebijakan Inpres pendidikan dasar nasional Indonesia. Ia tuangkan topik itu dalam disertas berjudul “Dinamika Respons Penyelenggara Sekolah Katolik Terhadap Kebijakan Inpres Pendidikan Dasar Nasional Indonesia – Suatu Studi Fenomenologi Pelaku Pendidikan di Kabupaten Flores Timur”.

“Judul itu saya ambil karena sebagai anak desa yang mengalami SD Katolik di wilayah Kab. Flores Timur. Saya meneropong secara ilmiah kemelut yang menimpa eksistensi SDK oleh karena penerapan program SD Inpres di wilayah itu oleh pemerintah Orde Baru,” katanya.

Setelah meraih gelar Doktor ini, Sermada akan tetap menjalani profesinya sebagai dosen. “Saya mau mendedikasikan diri dalam profesi ini untuk kepentingan pencerdasan manusia sampai saya dipanggil Tuhan,” katanya.

Ia juga berkeinginan untuk menulis artikel dan jurnal ilmiah, menulis buku ajar, dan menerjemahkan buku Filsafat dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia. (*)

Penulis: Binti Quryatul Masruroh Editor: Defrina Sukma

(12)

Mahasiswa FKG yang Mewakili

Papua Barat dalam Ajang

Puteri Indonesia

UNAIR NEWS – Menjadi seorang Puteri Indonesia merupakan impian

sejak kecil seorang Leidy Herlin Rumbiak, calon dokter gigi muda Universitas Airlangga (UNAIR). Leidy, sapaan akrabnya, adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) UNAIR tahun angkatan 2015. Betapa bahagianya Leidy karena salah satu mimpinya itu berjalan jadi nyata.

Awalnya, ia mengetahui bahwa ada pemilihan finalis Puteri Indonesia 2017 di tiap-tiap provinsi. Karena rasa cinta Leidy terhadap kota kelahirannya, ia ingin mewakili daerahnya untuk bisa maju mewakili Papua Barat dalam ajang pemilihan Puteri Indonesia 2017.

Namun Leidy sempat khawatir. Sebab tak terbayang betapa berat perjuangannya bila ia harus pulang ke tanah kelahirannya hanya untuk mendaftarkan diri. Jarak tempuh Surabaya ke Papua dan sebaliknya, menjadi tantangan bagi dirinya. Terlebih, Leidy adalah seorang mahasiswa yang tak mungkin meninggalkan aktivitas perkuliahannya untuk waktu yang lumayan lama.

Namun, nampaknya angin segar menghampiri gadis berusia 19 tahun ini. Yayasan Puteri Indonesia membuka audisi di Jakarta untuk mewakili beberapa provinsi. Salah satunya adalah provinsi Papua Barat.

“Awalnya saya tahunya harus daftar di provinsi masing-masing. Namun waktu saya lihat di akun Instagram bahwa di Jakarta juga di buka pendaftaran,” ungkap gadis kelahiran Jayapura ini.

Akhirnya, ia mulai memantapkan hatinya untuk menjadi perwakilan Papua Barat dalam ajang Puteri Indonesia 2017. Leidy segera mengunduh formulir dan melengkapi seluruh berkas

(13)

yang menjadi syarat pendaftaran.

Pada tanggal 3 Februari lalu, Leidy melakukan seleksi wawancara melalui media sosial. Tiga hari kemudian, Senin (6/2), Leidy mengikuti audisi di Jakarta. Malam harinya, panitia mengumumkan bahwa dirinya lolos menjadi Puteri Indonesia Papua Barat 2017.

“Senang rasanya perjuangan saya tidak sia-sia,” ungkap Leidy dengan mata berbinar-binar.

Ditanya soal motivasi, Leidy ingin membuktikan bahwa Papua memiliki sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu bersaing di ajang penganugerahan baik tingkat nasional dan internasional. Meski tak berhasil terpilih menjadi Puteri Indonesia 2017, setidaknya Leidy berhasil mengantongi penghargaan lainnya. Leidy terpilih menjadi Puteri Indonesia Favorit Media Sosial Wilayah Papua.

Sebelum berkuliah, gadis berkulit sawo matang itu memiliki banyak pengalaman sejak menimba ilmu di sekolah menengah atas. Leidy pernah menjadi mayoret SMA Negeri I Manokwari, juara I Lomba Fashion Show Busana Kasual, dan 6 Besar Finalis Duta Mahasiswa FKG UNAIR.

Kini, mahasiswa yang pernah menjadi Finalis Duta FKG UNAIR ini merasa dirinya harus tetap berjuang untuk mewujudkan cita-citanya yang lain. “Saya tidak lantas berbangga diri, namun saya tetap harus berjuang untuk semua impian saya,” tandasnya. Penulis: Ainul Fitriyah

(14)

Studi Maskulinitas untuk

Ciptakan Tatanan Gender yang

Egaliter

UNAIR NEWS – Secara spesifik, Dra. Nur Wulan, M.A., PhD

menaruh perhatian pada bidang studi maskulinitas, atau norma-norma kelelakian. Studi kelelakian mempelajari konsep kelelakian dalam masyarakat, dan representasinya dalam sastra. Representasi maskulinitas dalam sastra yang ia kaji khususnya mengacu pada sastra anak dan remaja.

Bagi Wulan, sapaan akrabnya, konsep maskulinitas dan sastra anak dan remaja adalah dua hal yang penting. Sastra anak biasanya dikaitkan dengan peran sebagai sarana untuk mendidik. Sedangkan sastra untuk orang dewasa, memiliki misi yang lebih dari sekadar mendidik, yakni bisa jadi untuk mendobrak sebuah norma maupun menawarkan nilai yang bersifat subversi. Pada umumnya, apa yang ada dalam sastra anak dan remaja merefleksikan norma yang dianggap lebih ideal oleh sebuah masyarakat.

Studi ini Wulan pilih sebab tidak banyak studi gender yang membahas maskulinitas. “Umumnya, studi gender yang banyak dibahas selama ini adalah studi feminisme atau norma keperempuanan. Sementara studi mengenai bagaimana representasi laki-laki dalam sastra sangat minim,” ujar Wulan.

Untuk itu, riset studi S-3 di Universitas Sydney yang ia tulis, mengambil topik konsep maskulinitas dalam sastra untuk anak dan remaja di Indonesia.

Dalam dunia akademik tingkat global, pembahasan maskulinitas berkembang sekitar tahun 1980, dengan pelopor tokoh-tokoh dunia bagian utara. Sehingga, sumber-sumber mengenai studi maskulinitas bersumber pada penelitian mengenai laki-laki di Barat.

(15)

“Di Indonesia, studi ini belum banyak diproduksi. Ini kesempatan yang masih luas karena belum banyak dieksplor dan membantu kita untuk memahami mengenai bagaimana laki-laki di Indonesia,” ujar dosen yang mengambil program magister di Universitas Auckland ini.

Untuk menunjang kepakarannya, Nur Wulan mengikuti dua asosiasi skala internasional yaitu American Men’s Studies Association dan Inter Asia Cultural Studies Consortium. Di sana, ia memiliki banyak kesempatan untuk bertukar pikiran dengan akademisi dengan rumpun keilmuan yang sama dari berbagai belahan dunia. Sebagian besar yang ikut dalam asosiasi tersebut adalah orang-orang dari belahan dunia utara.

“Saya memiliki banyak kesempatan untuk berkontribusi memberikan pemahaman kepada akademisi di dunia mengenai maskulinitas, agar pengetahuan mengenai maskulinitas lebih beragam dan imbang. Tidak hanya didominasi maskulinitas Barat,” ungkapnya.

Dengan bergelut pada studi ini, Wulan memiliki keinginan untuk memperluas horizon pengetahuan masyarakat tentang maskulinitas dan feminitas agar imbang. Sebab selama ini, apa yang yang bersumber dari Barat lebih sering dianggap sebagai nilai yang universal. Padahal, banyak hal yang tidak universal tapi dianggap universal karena yang memproduksi adalah orang Barat. Wulan berharap, studi maskulinitas di Indonesia bisa berkembang dan bisa memberi pemahaman mengenai konsep kelelakian. Dengan demikian laki-laki bisa lebih sadar bahwa untuk menjadi laki-laki sejati tidak harus straight, rasional, dan dominan. Agar ada sinergi antara laki-laki dan perempuan. “Studi gender masih banyak berkutat mengenai feminis dan keperempuanan. Sebetulnya, mempelajari maskulinitas studies itu sangat penting untuk menciptakan tatanan gender yang lebih egaliter. Karena selama ini yang dipelajadi dalam studi jender kan perempuan, feminisme. Laki-laki punya peran penting

(16)

untuk mendukung gender order yang lebih egaliter,” tambahnya. (*)

Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Nuri Hermawan

Terkesan Saat Praktik, Dewa

Ayu Mirah Indrayani Lulus

Terbaik S-1 FK UNAIR

UNAIR NEWS – Kegiatan praktikum seringkali menghadirkan

pengalaman berkesan. Ini pula yang dirasakan Dewa Ayu Mirah Indrayani, lulusan terbaik asal Program Studi S-1 Pendidikan Bidan.

Selama menempuh pendidikan sebagai calon bidan, pengalaman paling mengesankan baginya adalah ketika ia duduk di semester empat. Saat itu, Mirah dan teman-teman seangkatannya mengikuti praktik klinik selama dua minggu yang selalu diadakan setiap akhir semester. Namanya stase persalinan fisiologis.

“Untuk pertama kalinya saya menyaksikan langsung bagaimana jalannya proses persalinan. Betapa kerasnya perjuangan wanita melahirkan anak. Karena terbawa suasana, sampai saya lupa harus ngapain (melakukan sesuatu),” ungkapnya. Ditambahkan, bahkan sensasi merasakan pengalaman pertama membantu menangani persalinan masih terbawa sampai sekarang.

“Sampai sekarang, setiap praktik klinik dan menangani pasien bersalin, saya teringat ibu terus. Rasanya ingin pulang, peluk ibu dan bilang terima kasih,” ungkapnya.

(17)

Namun setiap kali dirundung rindu, Mirah tidak serta merta bisa pulang dan bertemu langsung dengan sang ibu. Sebab, tempat tinggal keduanya kini sedang berjauhan. Mirah di Surabaya, sementara keluarganya berkumpul di Klungkung, Bali. Sejak kecil, Mirah tidak pernah jauh dari orang tua. Pilihan untuk menempuh pendidikan S-1 di Surabaya mendorongnya untuk berani hidup mandiri.

“Wajar ya, awal kuliah sering homesick. Tapi itu malah menjadikan motivasi saya untuk belajar lebih giat. Kalau kepengin liburan, saya harus belajar lebih giat agar nanti tidak tersita dengan perbaikan ujian,” ungkapnya.

Rencananya setelah diwisuda, peraih juara III lomba penulisan artikel Artikel Penyegaran dalam ajang National Camp Midwifery Students Competition (NCMSC) 2015 ini masih akan melanjutkan ke jenjang profesi. Setelah itu, ia berencana akan kembali ke kampung halaman dan mengabdikan diri sebagai bidan di Bali. (*)

Penulis: Sefya Hayu Istighfaricha Editor: Defrina SS, Bes

’Double Degree’ 1,5 Tahun,

Dian Ayu Lulus Terbaik S-2

FKH UNAIR

UNAIR NEWS – ”Kapan papa dan mama bisa duduk di kursi VIP?”

Kalimat itu selalu terngiang dan memotivasi Dian Ayu Permatasari, drh., M.Vet., untuk mewujudkan impian kedua orang tuanya menjadi wisudawan terbaik S-2 Fakultas Kedokteran Hewan

(18)

Universitas Airlangga, Maret 2017. Selain lulus terbaik, perempuan yang gemar menyanyi ini mampu menyelesaikan studi S-2 dan profesi dokter hewan hanya 1,5 tahun. Dian meraih IPK 3.90.

“Alhamdulillah saya bisa menjalani double degree (S-2 dan profesi dokter hewan, red) selama 1,5 tahun saja. Yang terpenting bagi saya menentukan target dengan jelas, fokus untuk mencapainya, bisa mengatur waktu, dan terus berjuang hingga tujuan tercapai,” jelasnya bangga.

Dian juga percaya bahwa proses tidak akan menghianati hasil, meskipun di semester 1 ia sibuk merangkap kuliah dengan Praktek Kerja Lapangan di Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan Nongkojajar, Pasuruan, selama satu bulan, tapi hal itu tak pernah mengurungkan niatnya untuk berprestasi.

“Perjuangannya tersebut akhirnya terbayarkan dengan tercapainya mimpi dari orang tua saya yaitu bisa duduk di VIP waktu wisuda,” imbuh Dian.

Ia melakukan penelitian untuk tesisnya yang berjudul “Analisis Efisiensi Biaya Produksi Telur Itik Olahan dan Tanpa Olahan sebagai Pemilihan Usaha Pengembangan Ternak Itik di Candi Sidoarjo”. Meski sempat berganti judul tesis, revisi berkali kali, dan harus ganti judul saat seminar hasil penelitian oleh dosen penguji dan pembimbing, akhirnya mahasiswa yang bercita-cita sebagai dosen itu mengerti bahwa dari situlah muncul seni dari penulisan tesis yang ia kerjakan.

“Saya sudah terbiasa mengerjakan tesis di malam hari hingga subuh supaya revisi dari dosen pembimbing segera terselesaikan dengan baik, intinya jangan pernah menunda pekerjaan,” pesan Dian mengakhiri. (*)

Penulis: Disih Sugianti Editor: Nuri Hermawan

Referensi

Dokumen terkait