BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional merupakan kecerdasan emosi dan keterampilan-keterampilan dalam mengatur emosi yang menyediakan kemampuan untuk menyeimbangkan emosi sehingga dapat memaksimalkan kebahagiaan hidup jangka panjang (Uno.2009:68)
Kecerdasan emosional amat penting peranannya bagi seseorang karena manusia merupakan makhluk emosi. Sering kali seseorang membuat keputusan seharian dengan tidak berlandaskan logika tetapi karena terbawa oleh perasaan atau emosi diri. Orang yang memiliki kecerdasan emosional rendah akan terombang-ambing dengan perasaan yang tidak menentu, sehingga sukar dalam membuat keputusan yang cepat (Mubayidh.2006:32).
Dalam kehidupan sehari-hari keduanya sering diartikan sama. Namun, sesungguhnya perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang, sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang lebih dinamis, bergejolak, terbuka, dan menyangkut ekspresi-ekspresi jasmaniah. Emosi seperti halnya perasaan juga membentuk suatu kontinum, bergerak dari emosi positif sampai yang bersifat negative.
Goleman, (2015:11) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan-kemampuan seperti mampu untuk memotivasi diri sendiri dan bertindak gigih/bertahan menghadapi keadaan-keadaan yang frustasi; mengendalikan dorongan hati/rangsangan dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa.
Kehidupan emosi memang merupakan wilayah yang dapat ditangani dengan keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi atau lebih rendah, dan membutuhkan keahlian tersendiri (Goleman 2015:43). Emosi atau perasaan merupakan suasana psikis atau suasana batin yang dihayati seseorang pada suatu saat.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang diungkapkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan siswa dalam mengidentifikasi dan mengola emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, yang akan berperan dalam pengarahan perilaku individu. Yang ditandai dengan kemampuan siswa dalam mengenali emosi diri, mengelola emosi, mengenali emosi orang lain, serta memotivasi diri sendiri.
2. Indikator Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosi menurut Uno (2009:15) meliputi mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan seni membina hubungan.
a. Mengenali emosi diri (self awarness)
Kesadaran diri (self awarness) berarti waspada, baik terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati. Penggolongan emosi menurut Goleman yaitu amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan (bahagia), cinta, terkejut, jengkel, dan malu.
b. Mengelola emosi
Tujuan pengelolaan emosi adalah tercapainya emosi yang wajar, yang merupakan keselarasan antara perasaan dan lingkungan. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci kesejahteraan emosi
c. Memotivasi diri
Memotivasi merupakan salah satu dasar kecerdasan emosional yang akan meningkatkan keberhasilan dalam segala bidang suatu kumpulan perasaan antusiasme, gairah, dan keyakinan diri dalam mencapai prestasi.
d. Empati (Mengenali emosi orang lain)
Empati adalah kemampuan untuk mengetahui perasaan orang lain. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri. Semakin terbuka seseorang terhadap emosinya sendiri, semakin terampil membaca perasaan. Kegagalan untuk mengetahui perasaan orang lain merupakan kekurangan utama dalam kecerdasan emosional.
Sedangkan Goleman, (2015:430) menyatakan bahwa, kecerdasan emosioanl yang baik dapat dilihat dari indikator seperti berikut:
a. Kesadaran diri emosional
Memahami penyebab perasaan yang timbul Perbaikan dalam mengenali emosi sendiri b. Mengengola emosi
Mampu mengontrol emosi ketika berhubungan dengan orang lain
Kemampuan untuk mengendalikan emosi diri c. Memanfaatkan emosi
Bertanggung jawab
Mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan d. Membaca emosi
Peka terhadap perasaan orang lain Mampu menerima pendapat orang lain e. Membina hubungan
Mampu menyelesaikan permasalahan yang ada Lebih mudah bergaul
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional merupakan sebuah domain dari trait. Kecerdasan emosional di pengaruhi beberapa faktor, baik faktor yang bersifat pribadi, sosial ataupun gabungan beberapa faktor.
Terdapat banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosioal. Menurut Agustian dalam Sisiet (2013 : http://buleksiet.
blogspot.com) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosional, yaitu: a. Faktor psikologis
Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor internal ini akan membantu individu dalam mengelola, mengontrol, mengendalikan dan mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifestasi dalam perilaku secara efektif.
Kecerdasan emosi erat kaitannya dengan keadaan otak emosional. Bagian otak yang mengurusi emosi adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan impuls. Peningkatan kecerdasan emosi secara fisiologis dapat dilakukan dengan puasa. Puasa tidak hanya mengendalikan dorongan
fisiologis manusia, namun juga mampu mengendalikan kekuasaan impuls emosi. Puasa yang dimaksud salah satunya yaitu puasa sunah Senin Kamis.
b. Faktor pelatihan emosi
Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan kebiasaan, dan kebiasaan rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada pembentukan nilai (value). Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan berkembang menjadi suatu kebiasaan.
Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa dilatih. Melalui puasa sunah Senin Kamis, dorongan, keinginan, maupun reaksi emosional yang negatif dilatih agar tidak dilampiaskan begitu saja sehingga mampu menjaga tujuan dari puasa itu sendiri. Kejernihan hati yang terbentuk melalui puasa sunah Senin Kamis akan menghadirkan suara hati yang jernih sebagai landasan penting bagi pembangunan kecerdasan emosi.
c. Faktor pendidikan
Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk mengembangkan kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan bagaimana mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah tidak boleh hanya menekankan pada kecerdasan akademik saja, memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, serta menjadikan ajaran agama sebagai ritual saja.
Menurut Goleman dalam Sisiet, (2013 : http://buleksiet.
blogspot.com) mengungkapkan bahwa terdapat dua faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu: a. Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor yang timbul dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang. Otak emosional dipengaruhi oleh amygdala, neokorteks, sistem limbik, lobus prrefrontal dan hal-hal yang berada pada otak emosional.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal, merupakan faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi atau mengubah sikap pengaruh luar yang bersifat individu dapat secara perorangan, secara kelompok, antara individu dipengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara misalnya media massa baik cetak maupun elektronik serta informasi yang canggih lewat jasa satelit.
4. Ciri-Ciri Seseorang Yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi Seseorang akan memiliki kecerdasan emosi yang berbeda-beda. Ada yang rendah, sedang maupun tinggi.
Dapsari dalam Goleman, (2015: 26) megemukakan ciri-ciri kecerdasan emosi yang tinggi antara lain :
a. Optimal dan selalu berpikir positif pada saat menangani situasi-situasi dalam hidup. Seperti menagani peristiwa dalam hidupnya dan menangani tekanan-tekanan masalah pribadi yang dihadapi. b. Terampil dalam membina emosi, Terampil di dalam mengenali
kesadaran emosi diri dan ekspresi emosi dan kesadaran emosi terhadap orang lain.
c. Optimal pada kecakapan kecerdasan emosi meliputi : intensionalitas, kreativitas, ketangguhan, hubungan antar pribadi, ketidakpuasan konstruktif
d. Optimal pada emosi belas kasihan atau empati, intuisi, kepercayaaan, daya pribadi, dan integritas.
e. Optimal pada kesehatan secara umumkualitas hidup dan kinerja yang optimal.
5. Unsur-Unsur Kecerdasan Emosional
Menurut Casmini, dalam Goleman (2015: 274) ada tujuh unsur kemampuan anak yang berkaitan erat dengan kecerdasan emosi adalah :
a. Keyakinan
Perasaan kendali dan penguasaan seseorang terhadap tubuh, perilaku, dan dunia; perasaan anak bahwa ia lebih cenderung berhasil daripada tidak dalam apa yang dikerjakannya,dan bahwa orang-orang dewasa akan bersedia menolong.
b. Rasa ingin tahu
Perasaan bahwa menyelidiki sesuatu itu bersifat positif dan menimbulkan kesenangan.
c. Niat
Hasrat dan kemapuan untuk berhasil, dan untuk bertindak berdasarkan niat itu dengan tekun, ini berkaitan dengan perasaan terampil, perasaan efektif.
d. Kendali diri
Kemampuan untuk menyesuaikan dan mengendalikan tindakan dengan pola yang sesuai dengan usia; suatu rasa kendali batiniah. e. Kecakapan berkomunikasi
Keyakinan dan kemampuan verbal untuk bertukar gagasan, perasaan dan konsep dengan orang lain. Ini ada kaitannya dengan rasa percaya pada orang lain dan kenikmatan terlibat dengan orang lain, termasuk orang dewasa.
f. Keterkaitan
Kemampuan untuk melibatkan diri dengan orang lain berdasarkan pada perasaan saling memahami.
g. Koperatif
Kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhannya sendiri dengan kebutuhan orang lain, termasuk orang dewasa.
Apabila unsur-unsur di atas dapat terpenuhi dengan baik, akan mempermudah peserta didik untuk mencapai keberhasilan dalam menguasai, mengelola emosi dan memotivasi diri yang berkaitan erat dengan kecerdasan emosi.
B. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Menurut Makmun, (2012:23) menyatakan bahwa dalam proses pendidikan prestasi dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni, penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu.
Prestasi belajar adalah hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar yang diberikan berdasarkan atas pengukuran tertentu (Ilyas dalam Syah, 2011).
Sedangkan menurut Syah, (2011:79) prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku yang dianggap penting yang diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta, dan rasa maupun yang berdimensi karsa.
Jadi prestasi belajar adalah hasil belajar setelah mengikuti program pembelajaran yang dinyatakan dengan skor atau nilai. Pengukuran akan pencapaian prestasi belajar siswa dalam pendidikan formal telah ditetapkan dalam jangka waktu yang bersifat caturwulan dan sering disebut dengan istilah mid semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS), tetapi dalam prestasi belajar diharapkan adalah peningkatan yang dilakukan dalam materi yang diajarkan.
Menurut Slameto, (2010:37) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Winkel dalam Slameto, (2010:39) juga mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.
Sedangkan menurur Ahmadi, Supriyono (2013:15) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Hasil belajar adalah menunjuk pada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh siswa dari proses yang menyebabkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari kegiatan yang dilakukannya.
2. Prinsip-Prinsip Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:16) mengemukakan bahwa terdapat beberapa prinsip umum dalam belajar, yakni :
a. Belajar merupakan bagian dari perkembangan.
Dalam perkembangan dituntut belajar, karena dengan belajar perkembangan individu akan lebih pesat. Selain itu, dalam perkembangan ketika seseorang tidak ingin belajar dan melakukan perubahan dalam hidupnya, maka bisa jadi akan tertinggal di lingkungannya.
b. Belajar berlangsung seumur hidup.
Belajar dilakukan sejak lahir sampai menjelang kematian, sedikit demi sedikit dan terus menerus. Perbuatan belajar dilakukan baik secara sadar atau tidak sadar, disengaja maupun tidak disengaja, dan direncanakan atau tidak direncanakan.
c. Tidak semua hal dapat dipelajari sendiri.
Untuk kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bantuan atau bimbingan orang lain.
d. Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan, faktor lingkungan, kematangan serta usaha dari individu sendiri.
Dengan potensi yang tinggi dan dukungan faktor lingkungan yang menguntungkan, usaha belajar dari individu yang efisien yang dilaksanakan pada tahap kematangan yang tepat akan memberikan hasil belajar yang maksimal.
e. Belajar mencakup semua apek kehidupan.
Belajar bukan hanya berkenaan dengan aspek intelektual, tetapi juga aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, moral, religi, seni, dan lain-lain.
f. Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu.
Kegiatan belajar tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di rumah, di masyarakat, di tempat rekreasi bahkan di mana saja bisa terjadi belajar. Belajar juga terjadi setiap saat, tidak hanya pada jam pelajaran.
g. Belajar berlangsung dengan guru atau tanpa guru.
Proses belajar dapat berjalan dengan bimbingan seorang guru, tetapi tetap berjalan meskipun tanpa guru.
h. Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi
Kegiatan belajar diarahkan kepada penguasaan, pemecahan atau pencapaian sesuatu hal yang bernilai tinggi, yang dilakukan secara sadar dan berencana membutuhkan motivasi yang tinggi. i. Perbuatan belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai
dengan yang paling kompleks.
Perbuatan yang sederhana adalah mengenal tanda, mengenal nama, meniru perbuatan, dan lain-lain. Sedangkan perbuatan yang komplek adalah pemecahan masalah, pelaksanaan suatu rencana. j. Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan.
Proses kegiatan belajar tidak selalu lancar, terkadang terjadi kelambatan atau perhentian. Kelambatan atau perhentian ini dapat terjadi karena belum adanya penyesuaian individu dengan tugasnya.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar secara umum menurut Slameto (2010: 54) pada garis besarnya meliputi faktor intern dan faktor ekstern yaitu:
a. Faktor intern
1) Faktor jasmaniah mencakup: a) Faktor kesehatan
Aspek ini meliputi konsisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menunjukkan kebugaran organ – organ tubuh yang dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi tubuh yang lemah akan berdampak secara langsung pada kualitas penyerapan materi pelajaran, untuk itu perlu asupan gizi yang dari makanan dan minuman agar kondisi terjaga. b) Cacat tubuh
Aspek ini meliputi kondisi tubuh siswa yang dituntut untuk sempurna dalam artian, seluruh panca indera dan jasmani siswa mampu untuk bekerja secara maksimal. Kekurangan dan keterbatasan siswa dapat berpengaruh terhadap pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan karena siswa cenderung lambat dalam memahami materi, serta dapat pula memperlambat proses belajar mengajar di sekolah.
c) Faktor kelelahan
Waktu istirahat yang teratur dan cukup, tetapi harus disertai olahraga ringan secara berkesinambungan juga perlu diperhatikan. Hal ini penting karena perubahan pola hidup akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan semangat mental.
2) Faktor psikologis mencakup: a) Intelegensi
Tingkat intelegensi atau kecerdasan (IQ) tak dapat diragukan lagi sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar. Semakin tinggi kemampuan inteligensi siswa maka semakin besar peluang meraih sukses, akan tetapi sebaliknya semakin rendah kemampuan intelegensi siswa maka semakin kecil peluang meraih sukses.
b) Minat
Minat (interest) dapat diartikan kecenderungan atau kegairahan yang tinggi atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
c) Bakat
Setiap individu mempunyai bakat dan setiap individu yang memiliki bakat akan berpotensi untuk mencapai
prestasi sampai tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing – masing. Bakat akan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya pencapaian prestasi belajar pada bidang – bidang tertentu.
d) Motivasi
Motivasi merupakan keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu atau pemasok daya untuk bertingkah laku secara terarah. Motivasi bisa berasal dari dalam diri dan datang dari luar individu tersebut. b. Faktor ekstern
1) Faktor keluarga mencakup: cara orang tua mendidik relasi antar anggota keluarga suasana rumah
keadaan ekonomi keluarga pengertian orang tua latar belakang kebudayaan 2) Faktor sekolah meliputi :
metode mengajar, kurikulum,
relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah,
alat pelajaran, waktu sekolah, keadaan gedung,
metode belajar, dan tugas rumah 3) Faktor masyarakat meliputi :
kegiatan dalam masyarakat, mass media,
teman bermain,
bentuk kehidupan bermasyarakat,
Sardiman, (2014:27) mengungkapkan bahwa untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain; faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern).
Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya.
a. Faktor dari dalam diri siswa (Intern)
Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu kecedersan/ intelegensi, bakat, minat dan motivasi.
1) Kecerdasan/ intelegensi
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya. Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga seseorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya.
Slameto (2010:56) mengatakan bahwa “tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah.”
2) Bakat
Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Ungkapan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto dalam Slameto (2010:56) bahwa “bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan.
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya sehubungan dengan bakat ini dapat mempunyai tinggi rendahnya prestasi belajar bidangbidang studi tertentu. Dalam proses belajar terutama belajar keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik. Apalagi seorang guru atau orang tua memaksa anaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan bakatnya maka akan merusak keinginan anak tersebut.
3) Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa sayang.
Dengan ini jelaslah bahwa minat besar pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar.
Untuk menambah minat seorang siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah siswa diharapkan dapat mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri. Minat belajar yang telah dimiliki siswa merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya.
Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya.
4) Motivasi
Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar sorang anak didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar.
Dalam perkembangannya motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu (a) Motivasi instrinsik dan (b)
Motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik dimaksudkan dengan motivasi yang bersumber dari dalam diri seseorang yang atas dasarnya kesadaran sendiri untuk melakukan sesuatu pekerjaan belajar. Sedangkan motivasi ekstrinsik dimaksudkan dengan motivasi yang datangnya dari luar diri seseorang siswa yang menyebabkan siswa tersebut melakukan kegiatan belajar.
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalamanpengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya dan sebagainya.
Pengaruh lingkungan ini pada umumnya bersifat positif dan tidak memberikan paksaan kepada individu.
1) Keadaan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan.Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar.
Perhatian orang tua dapat memberikan dorongan dan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun. Karena anak memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik untuk belajar.
2) Keadaan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru dan siswa kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya.
3) Lingkungan Masyarakat
Di samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalam proses pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan alam sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu berada.
Dengan demikian dapat dikatakan lingkungan membentuk kepribadian anak, karena dalam pergaulan
sehari-hari seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya.
4. Cakupan Prestasi Belajar
Menurut Djamarah (2008:53), jenis prestasi belajar itu meliputi 3 (tiga) ranah atau aspek, yaitu:
a. Ranah kognitif (cognitive domain) adalah: pengetahuan, atau pemahaman. b. Ranah afektif (affective domain)
adalah: apresiasi atau kemauan dalam bertidak. c. Ranah psikomotor (psychomotor domain)
adalah: kemampuan yang mendapat pelatihan kerja fisik yang rutin dilakukan.
Untuk mengungkap hasil belajar atau prestasi belajar pada ketiga ranah tersebut di atas diperlukan patokan-patokan atau indikator - indikator sebagai penunjuk bahwa siswa - siswi telah berhasil meraih prestasi belajar yang hendak diukur.
5. Pengukuran Prestasi Belajar Siswa
Prestasi belajar siswa dapat diketahui dari hasil evaluasi yang dilaksanakan oleh guru. Dalam pelaksanaannya seorang guru dapat menggunakan ulangan harian, pemberian tugas, dan ujian. Supaya lebih jelas mengenai alat evaluasi, maka dijelaskan sebagai berikut:
a. Teknik Tes
Teknik tes adalah suatu alat pengumpul informasi yang berupa serentetan pertanyaan atau latihan yang dapat digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu maupun kelompok (Syah, 2013: 150).
Adapun wujud tes ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1) Tes diagnosis
Yaitu tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
2) Tes formatif
Adalah tes yang dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti suatu program tertentu. Dalam kedudukan seperti ini tes formatif dapat juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran.
3) Tes sumatif
Adalah tes yang dilaksanakan berakhirnya pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar. Dalam pengalaman di sekolah tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian, dan sumatif dapat disamakan ulangan umum setiap akhir caturwulan (Arikunto, 2004: 33).
b. Teknik Non Tes
Teknik non tes adalah sekumpulan pertanyaan yang jawabannya tidak memiliki nilai benar atau salah sehingga semua jawaban responden bisa diterima dan mendapatkan skor.
1) Kuesioner (questioner),
Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya.
2) Wawancara
Merupakan dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.
3) Pengamatan/Observasi
Pengamatan adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengamati langsung menggunakan alat indra serta mencatat hasil pengamatan secara sistematis.
4) Skala bertingkat (rating scale)
Skala bertingkat merupakan suatu ukuran subjektif yang dibuat berskala.
5) Dokumentasi
Merupakan tulisan yang dapat dijadikan sumber informasi. Metode dokumentasi dapat dilaksanakan dengan pedoman dokumentasi yang memuat garis-garis besar atau kategori yang akan dicari datanya dan check-list.
C. Keterkaitan Kecerdasan Emosioanal dengan Prestasi Belajar
Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk mengembangkan kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan bagaimana mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah tidak boleh hanya menekankan pada kecerdasan akademik saja, memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, serta menjadikan ajaran agama sebagai ritual saja.
Kesuksesan dan prestasi seorang siswa bukan hanya ditentukan berdasarkan hasil belajar atau kemampuan dirinya di dalam kelas, melainkan oleh ukuran-ukuran emosional dan sosial: yakni mengetahui pola perilaku yang diharapkan orang lain dan bagaimana mengendalikan dorongan hati, mampu mengikuti petunjuk dan mengacu pada guru untuk mencari bantuan; serta mengungkapkan kebutuhan saat bergaul dengan siswa-siswa lain.
Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seorang siswa dalam usaha belajar nya sebagaimana dicantumkan dalam nilai rapor. Melalui prestasi belajar, siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dalam belajar. Prestasi belajar siswa dapat diketahui dari hasil evaluasi yang dilaksanakan oleh guru. Dalam pelaksanaannya seorang guru dapat menggunakan ulangan harian, pemberian tugas, dan ujian. Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain; faktor yang terdapat dalam diri siswa dan faktor yang terdiri dari luar siswa.
Banyak orang berpendapat untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang juga tinggi. Hal ini karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar. Hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, dan untuk menilai keadaan diri sendiri secara kritis dan objektif. Dalam kenyataannya, ada siswa yang mempunyai inteligensi tinggi, tetapi memperoleh prestasi belajarnya yang relatif rendah.
Sebaliknya, ada siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, Karena ada faktor lain yang mempengaruhinya.Kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya kecerdasan emosional (EQ), yakni kemampuan memotivasi dir sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta bekerjasama.
Kecerdasan emosional dapat memotivasi seseorang untuk melakukan segala hal, sehingga imajinasi dan kreativitas yang telah terbentuk akan memacu siswa untuk berfikir tingkat tinggi. Dalam belajar, sesorang dituntun melakukan suatu aktivitas untuk dirinya sendiri karena ingin mendapatkan kesenangan dari pelajaran. Terkadang muncul rasa malas yang timbul dalam siswa dapat disebabkan karena tidak adanya motivasi diri. Motivasi ini kemungkinan belum tumbuh dikarenakan belum terbentuknya kecerdasan emosional secara benar, sehingga mengakibatkan rendahnya prestasi belajar.
Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah. Pendidikan sendiri bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence, yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence siswa.walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan kecerdsan emosional tidak kalah penting dengan IQ.
Banyak usaha yang dilakukan oleh para siswa untuk meraih prestasi belajar agar menjadi yang terbaik, seperti mengikuti bimbingan belajar. Usaha ini positif, namun masih banyak dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan intelektual, faktor tersebut adalah kecerdasan emosional. Dengan kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan efektif. Individu yang memiliki keterampilan emosional baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Sedangkan induividu yang tidak dapat menahan kendali atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merusak kemampuannya untuk memusatkan perhatian pada tugas –tugasnya dan memiliki pikiran yang jernih.
Keterampilan dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetepi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut besar pengaruhnya. Hal ini akan diperoleh bila anak diajarkan keterampilan dasar kecerdasan emosional, secara emosional
akan lebih cerdas, penuh pengertian, mudah menerima perasaan-perasaan dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya sendiri.
Keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar merupakan harapan dan tanggung jawab guru. Untuk dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan mewujudkan harapan tersebut, guru perlu memahami siswanya, untuk itu guru harus dapat menciptakan komunikasi interpersonal yang baik sebagai usaha guru untuk memahami setiap perkembangan dan perubahan yang terjadi pada diri peserta didiknya.
Oleh karena itu, seorang pendidik dalam hal ini guru sebagai seorang yang tugas mmendidik, mengajar serta membimbing peserta didik (siswa) yang memiliki kemampuan, bakat, minat, perkembangan serta kepribadian berbeda satu sama lainnya, perlu kiranya dibekali kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor yang dapat meningkatkan kemampuannya baik dalam proses belajar mengajar, maupun dalam pergaulan sehari-hari siswa di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.