• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Komoditas Jagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Komoditas Jagung"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Komoditas Jagung

Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Banyak pendapat dan teori mengenai asal tanaman jagung, tetapi secara umum para ahli sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika Tengah atau Amerika Selatan. Jagung secara historis terkait erat dengan suku Indian yang telah menjadikan jagung sebagai bahan makanan sejak 10.000 tahun yang lalu (Iriany et al., 2007). Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia.

Jagung (Zea mays L.) termasuk ordo zea dan famili poaceae. Tanaman ini mempunyai tinggi batang antara 60-300 cm. Batangnya berbentuk bulat atau agak pipih, beruas-ruas, dan umumnya tidak bercabang. Jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan yang terlalu ketat. Jagung merupakan tanaman semusim determinat dan satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklusnya merupakan tahapan pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk pertumbuhan generatif. Tanaman jagung dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase dan ketersediaan air yang cukup. Tanaman jagung memerlukan struktur tanah yang gembur, subur serta mengandung unsur hara yang cukup.

2.2. Benih Unggul Jagung

Benih merupakan biji tanaman yang telah mengalami perlakuan sehingga dapat dijadikan sarana dalam memperbanyak tanaman. Benih adalah biji tumbuhan yang berasal dari bakal biji yang dibuahi, digunakan manusia untuk tujuan pertanaman, sebagai sarana untuk mencapai produksi maksimum dan lestari melalui pertanaman yang jelas identitas genetiknya dan homogen kinerja staminanya (Sadjad, 1993). Menurut Undang-Undang No 12 tahun 1992 dan PP No 44 tahun 1995 yang dimaksud dengan benih adalah semua bentuk bahan tanaman dari proses generatif berupa biji maupun vegetatif seperti stek, cangkok, umbi dan lain-lain.

(2)

Benih merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan usahatani jagung, sehingga harus ditangani secara sungguh-sungguh agar dapat tersedia dengan baik dan terjangkau oleh petani. Benih unggul adalah bahwa benih itu murni, sehat, kering, bebas dari penularan penyakit cendawan, bebas dari campuran biji rerumputan dan lain-lain (Siregar, 1981). Benih bermutu harus memenuhi kriteria enam tepat yaitu tepat varietas, tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu, tepat tempat, tepat harga dan tepat pelayanan (Sadjad, 1993).

Benih yang bermutu baik berasal dari varietas unggul yang merupakan faktor terpenting yang dapat menentukan tinggi atau rendahnya produksi atau hasil tanaman. Benih bermutu adalah benih yang dalam produksinya diterapkan cara dan persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan sertifikasi dan pengujian mutu benih dari jenis tanaman unggul. Pengujian mutu benih bertujuan untuk mendapatkan keterangan tentang mutu suatu kelompok benih yang digunakan untuk keperluan penanaman. Keterangan tersebut diperlukan baik oleh produsen, pedagang, pemakai benih, serta pihak-pihak yang berkepentingan.

Penggunaan benih varietas unggul akan mengurangi resiko kegagalan budidaya, karena benih varietas unggul mampu tumbuh dengan baik pada kodisi lahan yang kurang menguntungkan. Benih varietas unggul juga bebas dari serangan hama dan penyakit terbawa benih. Varietas unggul tersebut dapat dirakit dengan memanfaatkan sumber genetik dan plasma nutfah, sehingga terbentuk suatu varietas yang ideal untuk masing-masing ekosistem. Dengan demikian, hasil panen dapat sesuai dengan harapan. Hal ini karena sebelum dilepas, benih varietas unggul telah disertifikasi terlebih dahulu. Selain itu, penggunaan benih varietas unggul juga berperan penting dalam pengembangan pertanian yang berorientasi agribisnis.

Benih jagung yang beredar di Indonesia cukup banyak jumlahnya. Sampai dengan tahun 2007 tercatat sebanyak 130 varietas jagung yang telah dilepas. Namun dari jumlah tersebut, tidak semuanya didistribusikan dan disosialisasikan pada petani. Benih unggul jagung yang beredar dan dikembangkan oleh petani terdiri dari benih jagung hibrida dan komposit (bersari bebas) (Bahtiar et al., 2007).

(3)

Penyediaan benih jagung unggul yang bermutu dan secara berkelanjutan dapat memenuhi permintaan petani, dapat membantu para petani untuk meningkatkan hasil produksi tanaman jagung. Benih jagung yang beredar harus memiliki sifat-sifat unggul, karena dengan benih unggul dapat membantu petani mengurangi resiko kegagalan panen.

Kepres 1972 tentang peran swasta yang ditindaklanjuti dengan UU 12/1992 dan PP 44/1995 tentang sertifikasi benih (Nugraha et al., 2003) memberi peluang kepada BUMN/swasta untuk berhubungan langsung dengan penyedia benih sumber (Balai Penelitian/Pusat Penelitian). Itu juga merupakan peluang kerja sama bagi kelompok-kelompok tani dengan Balai Penelitian dalam memproduksi benih sumber, sehingga benih dapat dengan mudah diakses dan terjangkau oleh pengguna (Bahtiar et al., 2007).

Benih unggul jagung tentunya adalah benih bersertifikat. Penggunaan benih bersertifikat memiliki keunggulan seperti: produksi tinggi, resisten terhadap hama/penyakit, respon terhadap unsur hara tertentu, tahan terhadap cekaman biotis dan abiotis, daya tumbuh yang baik, kadar air yang rendah dan kemurnian benih tinggi. Dengan keunggulan tersebut diharapkan permintaan jagung akan mengalami peningkatan dan akan berdampak pada permintaan benih unggul jagung yang semakin tinggi.

Benih bersertifikat adalah benih-benih yang telah memiliki izin resmi dari intansi pemerintah seperti Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) yang ada di setiap daerah. Sebelum dipasarkan sudah mendapat perlakuan terlebih dahulu, seperti pengawasan lapang yang meliputi sejarah lahan, Isolasi jarak tanam dan pengawasan penanaman hingga pemanenan, sedangkan pengujian benih di lakukan dibalai benih seperti BPSB, yang meliputi, daya tumbuh, Campuran Varietas Lain (CVL), keseragaman benih, daya simpan dan produksi/ha. Dengan adanya benih bersertifikat maka para petani akan mendapatkan jaminan mutu benih sesuai dengan yang tercantum di label kemasan mengenai deskripsi benih.

Mugnisjah (1991) sertifikasi benih adalah serangkaian sistem atau mekanisme pengujian berkala untuk mengarahkan, mengendalikan, dan mengorganisasikan perbanyakan dan produksi benih. Pelaksanaan sertifikasi pada

(4)

benih jagung sangat penting untuk memelihara kemurnian dan mutu benih varietas unggul serta menunjang pengadaan benih nasional.

Tujuan dari kegiatan sertifikasi benih ini adalah untuk menjamin mutu benih varietas unggul yang ditanam petani, sehingga produktivitasnya dapat ditingkatkan. Untuk menjaga kelangsungan dan keamanan hayati, melalui SK Menteri Pertanian No.460/KPTS/II/1971, pemerintah membagi benih dalam empat kelas, yaitu:

1. Benih Penjenis atau Breeder Seed (BS)

Merupakan benih yang dihasilkan oleh instansi yang ditunjuk atau dibawah pengawasan pemuliaan tanaman dan atau instansi yang menanganinya (lembaga penelitian atau perguruan tinggi). Benih ini jumlahnya sedikit dan merupakan sumber untuk perbanyakan benih dasar. Khusus untuk penjenis tidak dilakukan sertifikasi. Benih ini masih murni dan diberi label putih. 2. Benih Dasar atau Foundation Seed (FS)

Benih dari hasil perbanyakan benih penjenis (BS) yang diproduksi dibawah bimbingan insentif dan pengawasan yang ketat, sehingga varietas yang tinggi dan identitas genetisnya dapat terpelihara. Benih ini diproduksi oleh instansi atau oleh penangkar benih sesuai ketetapan Badan Benih Nasional yang disertifikasi oleh Sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih Direktorat Tanaman Pangan dan diberi label putih.

3. Benih Pokok atau Stock Seed (SS)

Benih pokok adalah benih yang diperbanyak dari benih dasar atau benih penjenis. Perbanyakan ini dilakukan dengan memperhatikan tingkat kemurnian varietas, memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan dan disertifikasi oleh instansi yang berwenang dan diberi label ungu.

4. Benih Sebar atau Extention Seed (ES)

Benih sebar adalah hasil perbanyakan dari benih penjenis, dasar atau benih pokok yang akan disebarkan kepada petani dengan menjaga tingkat kemurnian varietas yang memenuhi standar mutu benih yang telah ditetapkan dan telah disertifikasi sebagai benih sebar. Benih ini diberi label biru.

(5)

Menurut Soetopo (1993) keunggulan benih bersertifikat dibandingkan dengan benih tidak bersertifikat adalah:

1. Penghematan penggunaan benih, misalnya untuk padi/jagung dari rata-rata 40-50 kg/ha menjadi 20-25 kg/ha.

2. Keseragaman pertumbuhan, pembungaan dan pemasakan buah sehingga

dapat dipanen sekaligus.

3. Rendemen tinggi dan mutunya seragam.

4. Penggunaan benih bersertifikat mampu meningkatkan hasil panen 5-15

persen per hektar.

5. Meningkatkan mutu produksi yang dihasilkan.

6. Mutu benih dapat menentukan kebutuhan dan respon sarana produksi lainnya,

dinaman peran sarana produksi tidak akan terlihat apabila benih yang digunakan tidak bermutu.

2.3. Analisis Sikap Konsumen dengan pendekatan Multiatribut Fishbein

Teori-teori sikap mengemukakan bahwa sikap konsumen terhadap suatu produk mempengaruhi perilaku atau tindakan konsumen terhadap produk tersebut. Pengukuran sikap yang paling populer digunakan adalah model multiatribut dari

Fishbein (Schiffman dan Kanuk, 1994; Minor dan Mowen, 1998)

Beberapa penelitian telah menggunakan Model Fishbein untuk menganalisis sikap konsumen terhadap produk sayuran anorganik dan organik (Deliana, 2011), produk bakso ikan (Setiadi, 2000), produk dodol garut (Soenarya, 2000), produk ayam goreng (Rizal, 1997). Dari semua atribut yang diteliti ternyata responden menganggap bahwa atribut produk memiliki hubungan dengan sikap konsumen.

Penelitian yang dilakukan oleh Sayaka et al. (2006) menunjukkan bahwa pada dasarnya alasan petani menggunakan benih bersertifikat adalah karena benih jenis ini mampu memberikan produksi yang lebih tinggi dari benih tidak bersertifikat. Dengan penggunanan input produksi yang relatif tidak banyak berbeda, benih bersertifikat mampu memberikan produksi sekitar 10-30% lebih tinggi dari benih tidak bersertifikat. Peningkatan produksi tertinggi terutama terjadi pada penggunaan benih jagung bersertifikat (hibrida) mencapai 30%,

(6)

disusul benih padi bersertifikat (15%-25%), dan benih kedelai bersertifikat 10%. Dengan demikian, walaupun dibutuhkan biaya benih lebih banyak ternyata usahatani padi, jagung, dan kedelai yang menggunakan benih bersertifikat mampu memberikan keuntungan yang lebih menarik dibanding dengan usahatani dengan yang menggunakan benih tidak berlabel. Usahatani akan mampu memberikan keuntungan yang lebih atraktif lagi jika harga outputnya semakin tinggi. Selain produktivitas, alasan petani menggunakan benih bersertifikat karena penampakan tanaman lebih serempat (sedikit campuran varietas lainnya, CVL), sehingga pada akhirnya lebih memudahkan dalam pemeliharaan.

Daya beli petani terhadap benih bersertifikat cukup tinggi. Hal ini terlihat dalam memutuskan untuk menentukan jenis benih yang akan ditanam lebih banyak ditentukan oleh kualitas benih, bukan harga. Petani akan memilih benih dengan kualitas yang lebih baik walaupun harganya lebih mahal. Fakta di lapang menunjukkan bahwa hampir 80% petani padi di Jawa Timur lebih memilih benih bersertifikat kelas SS yang notabene kualitasnya lebih baik dari kelas ES, walaupun benih jenis ini harganya jauh lebih mahal dibanding dengan ES. Sebaliknya benih padi kelas ES yang sebagian besar diproduksi oleh PT. SHS dan PT. Pertani permintaannya sangat terbatas di Jawa Timur. Sama-sama benih kelas ES, petani lebih cenderung membeli dari produksi penangkar lokal/swasta yang harga lebih mahal, karena kualitasnya relatif lebih baik. Karena keterbatasan petani, secara eksplisit mereka tidak pernah mengadu langsung ke PT. SHS dan PT. Pertani berkaitan dengan mutu benih, namun demikian secara implisit protes yang dilakukan petani terhadap kedua produsen benih ini terlihat dari beralihnya petani ke produsen lain atau lebih bahkan ada yang memproduksi benih sendiri (memilih dari hasil panennya sendiri tanpa label).

Hal yang sama juga terjadi pada petani jagung dan kedelai. Daya petani terhadap benih berlabel cukup tinggi. Terbukti petani cukup mampu membeli benih jagung hibrida walaupun harganya mencapai Rp. 36.000/kg. Untuk jagung komposit, petani lebih memilih produksi perusahaan multinasional dibanding dari PT SHS dan PT Pertani, karena kualitasnya lebih baik, walaupun harga benih jagung dari perusahaan mutinasional lebih tinggi Rp. 10.000 berbanding Rp.

(7)

6.000. Kondisi ini menunjukkan bahwa petani cukup mampu untuk membeli benih bersertifikat, asalkan dimbangi dengan kualitas yang semakin baik.

Petani cukup akses terhadap benih bersertifikat. Pada umumnya, ketersediaan benih berlabel di kios-kios cukup memadai baik dilihat dari volume maupun jenis varietas serta asal produsen. Bahkan seperti kasus di di Kabupaten Mojekerto, Jombang, dan Kediri di Provinsi Jawa Timur, akses petani terhadap benih tidak sebatas pasar kabupaten dan provinsi saja, melainkan sudah antar provinsi. Di kios-kios banyak dijumpai benih padi yang di produksi oleh produsen-produsen swasta di luar kabupaten dan provinsi, seperti Perusahaan Penangkar Benih Santosa dari Kabupaten Banyuwangi dan Perusahaan Penangkar Benih Kerja (PP KERJA) dari Jawa Tengah.

Frekuensi penggunaan benih bersertifikat di tingkat petani cukup bervariasi. Untuk benih padi, dalam setahun (2x tanam padi), frekuensi penggunaan benih padi bersertifikat berkisar 1- 2 kali. Bagi petani yang menggunakan benih bersertifikat 1 kali ditemui pada petani yang pada MH menggunakan benih SS, sehingga benih untuk MK dapat diperoleh dari hasil seleksi panen MH. Sementara penggunaan benih berlabel 2 kali setahun umumnya dijumpai pada petani baik MH maupun MK menggunakan benih ES. Namun demikian, frekuensi penggunaan benih berlabel 2 kali setahun juga sering dijumpai pada petani yang menggunakan benih SS baik pada MH maupun MK, karena kelompok petani ini ingin penampakan tanamannya tetap seragam. Sementara pada petani jagung, penggunaan benih bersertifikat dilakukan pada setiap musim tanam.

Frekuensi penggunaan benih kedelai bersertifikat di Provinsi Jawa Timur sangat beragam, mengingat masa kadaluarsa benih ini sangat pendek. Salah satu kesulitan yang dihadapi BPSB dalam melakukan pengawasan dan sertifikasi untuk benih kedelai adalah perdagangannya di tingkat petani sangat cepat. Hal ini juga diungkapkan oleh para penangkar. Seringkali ada keterlambatan dalam proses pelabelan, padahal benih yang didaftarkan untuk dilabel sudah lebih dulu ditanam petani. Padahal itu sebenarnya sudah termasuk katagori benih bersertifikat. Penyebaran benih berlabel untuk benih kedelai oleh PT. SHS dan PT. Pertani pada umumnya melalui program intensifikasi yang dicanangkan oleh

(8)

pemerintah. Sementara di tingkat petani, pasar kedelai tanpa intervensi pemerintah lebih banyak jalinan arus benih antar lapang dan musim (JABALSIM). Tampaknya pasar benih kedelai dengan sistem JABALSIM sudah cukup bagus. Peranan pemerintah sebaiknya sebagai pengawasan dan fasilitator saja. Untuk daerah-daerah yang pasar kedelai dengan sistem JABALSIM sudah jalan, subsidi benih kedelai akan lebih baik jika dialihkan pada pembinaan penangkar lokal.

Tidak ada jaminan benih bersertifikat yang beredar di kios/petani memberikan tingkat produksi yang lebih baik dari benih yang tidak bersertifikat merupakan salah satu satu alasan yang menyebabkan petani menggunakan benih yang tidak bersertifikat. Banyak petani yang mengeluh dan mempertanyakan kenapa benih padi berlabel khususnya yang diproduksi oleh PT. SHS dan PT. Pertani tidak ada jaminan daya tumbuh dan produktivitas benih lebih baik dari benih tidak berlabel. Kurang percayanya petani terhadap benih berlabel ES diindikasikan oleh banyaknya petani yang menggunakan benih hasil produksi sendiri khususnya pada musim kemarau. Pemanfaatan benih sendiri pada MK merupakan hasil seleksi dari hasil panen pada MH yang menggunakan benih SS. Sehingga kebanyakan petani dalam setahun membeli benih berlabel hanya sekali saja yaitu pada MH dan pada musim berikutnya (MK I) menggunakan benih produksi sendiri. Produksi benih ini memberikan tingkat produksi yang hampir sama dengan benih padi berlabel kelas ES. Kurang bagusnya kualitas benih yang dihasilkan terutama oleh dua BUMN yang ditunjuk pemerintah, karena juga sering kali disebabkan oleh adanya proyek-proyek dari pemerintah yang bersifat dadakan (diadakan pada tahun berjalan) yang membutuhkan benih dalam jumlah yang cukup besar, sehingga untuk memenuhi permintaan akan benih tersebut, sebenarnya dari lahan milik PT. SHS atau PT. Pertani sendiri tidak mencukupi, sehingga kekurangannya harus didatangkan dari pertanaman padi petani yang sebelumnya ditujukan untuk konsumsi, bukan untuk benih dengan cara opkup. Benih yang diproduksi dari hasil panen padi untuk konsumsi, mutunya tidak akan jauh berbeda dari benih produksi petani sendiri yang bersumber dari hasil seleksi panen sebelumnya.

Alasan berikutnya petani tidak menggunakan benih berlabel adalah masalah harga. Petani menjadikan harga benih berlabel cukup mahal sebenarnya

(9)

lebih dikaitkan dengan kualitas benih itu sendiri. Artinya antara harga yang dibayarkan petani tidak sebanding dengan kualitas benih itu sendiri. Namun kalau dicermati secara mendalam, pada umumnya petani yang tidak menggunakan benih berlabel sebenarnya mempunyai daya beli yang cukup memadai, walaupun pada sebagian kecil petani mengatakan karena terbatasnya permodalan merupakan salah satu alasan juga belum menggunakan benih bersertifikat. Petani mengatakan mau membeli benih dengan harga relatif mahal asalkan mutunya terjamin. Fenomena ini menunjukkan sekalipun pada kelompok petani yang belum menggunakan benih bersertifikat pada dasarnya cukup respon terhadap kualitas benih. Permintaan benih di tingkat petani relatif dominan dipengaruhi oleh kualitas dibanding oleh pergerakan harganya. Seperti diungkap sebelumnya, fenomena ini dapat dicermati pada petani padi di Provinsi Jawa Timur yang cukup banyak menggunakan benih padi jenis SS terutama hasil produksi dari penangkar swasta, padahal dari segi harga benih kelas ini tentunya lebih mahal dari jenis ES. Faktanya menunjukkan petani lebih memilih untuk menggunakan benih padi jenis SS. Menurut petani, benih padi jenis SS disamping kualitasnya lebih baik terbukti dari daya tumbuhnya lebih tinggi serta terhindarnya dari CVL (campuran varietas lain). Indikasinya adalah tinggi pertanaman padi di persawahan serempak, dan hasil panen dapat dipilih untuk benih musim berikutnya yang kualitasnya tidak kalah dengan benih kelas ES.

Selain masalah kualitas, harga, dan permodalan/daya beli, tidak aksesnya petani terhadap benih bersertifikat juga merupakan salah satu penyebab kenapa petani tidak menggunakan benih bersertifikat. Alasan ini terutama terjadi pada petani yang lokasinya terisolasi/terpencil, sehingga belum ada kios saprodi di tempat sebagai penyedia benih bersertifikat.

2.4. Analisis Hubungan Kepuasan dan Loyalitas

Penelitian yang dilakukan Consuegra (2007) menggunakan model SEM untuk melihat hubungan bauran harga dengan kepuasan dan loyalitas pelanggan pada sektor pelayanan. Hipotesis yang dibangun antara bauran harga (bagian dari bauran pemasaran) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kepuasan dan loyalitas pelanggan. Hasil dari penelitian ini memberikan dukungan

(10)

empiris yang menunjukkan bahwa kewajaran harga dianggap mempengaruhi kepuasan dan loyalitas pelanggan.

Hu (2009) melakukan penelitian tentang kualitas pelayanan (service quality) sebagai mediasi/penengah yang menggambarkan hubungan antara bauran pemasaran dan loyalitas pelanggan. Teori menunjukkan bahwa strategi bauran pemasaran berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Temuan mendukung hipotesis bahwa terdapat efek mediasi untuk kualitas layanan antara strategi bauran pemasaran dan loyalitas pelanggan. Hasil penelitian ini juga mengidentifikasi bahwa terdapat hubungan positif antara bauran pemasaran dan kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan.

Firdaus dan Annisya (2006) menggunakan model SEM dalam membangun model nilai dan loyalitas pelanggan di restoran Macaroni Panggang (MP) serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Implementasi dari model tersebut terdiri dari 7 variabel laten dan 16 variabel indikator. Pelanggan restoran MP sebagan besar mengkonsumsi produk dalam frekuensi kunjungan dan jumlah pembelian yang cukup tinggi dan besar. Pelanggan dominan memberikan nilai yang positif terhadap produk restoran MP dan loyalitas yang relatif tinggi. Pelanggan sensitif terhadap perubahan harga yang saat ini sudah dirasakan tinggi. Variabel citra restoran paling penting dalam mempengaruhi nilai yang dipersepsikan pelanggan. Untuk meningkatkan loyalitas, perbaikan citra penting dilakukan karena nilai pelanggan berkorelasi positif dengan loyalitas pelanggan. Dengan demikian perusahaan yang mempunyai pelanggan yang loyal berarti sudah mencapai satu langkah maju dalam hal memuaskan konsumennya. Konsumen atau pelanggan yang loyal juga merupakan keuntungan tersendiri dan bila ditambahkan dengan pembinaan hubungan terus menerus, maka biaya untuk melayani konsumen akan berkurang sehingga mempertahankan pelanggan lama akan lebih mudah daripada mencari pelanggan baru.

Wahyudi dan Hasibuan (2010) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi lada di Kabupaten Belitung menyebutkan bahwa adopsi teknologi lada oleh petani sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan petani yang diindikasikan oleh tingkat penghasilan petani (modal), tingkat pengetahuan petani (pendidikan, pelatihan, dan aktivitas penyuluhan) serta

(11)

pengalaman petani dalam berusahatani lada. Pemodelan dilakukan dengan SEM, dimana tingkat adopsi teknologi dalam budidaya lada dipersepsikan petani sebagai penggunaan benih unggul bersertifikat, pemeliharaan tanaman sesuai dengan anjuran serta pengolahan pascapanen lada secara mekanis.

Penelitian yang dilakukan Afandi (2007) mengkaji tentang penerapan model persamaan struktural tingkat kepuasan pelanggan tepung terigu Bogasari dipengaruhi oleh enam indikator yaitu kualitas produk, kepopuleran merek, kualitas kemasan, harga produk, ketersediaan produk, dan kualitas pelayanan.

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan Structural Equation Modeling

(SEM) diperoleh kesimpulan bahwa variabel bauran pemasaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel loyalitas pelanggan. Dan variabel perilaku pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel loyalitas pelanggan. Variabel laten kualitas produk, harga, ketersediaan produk, kualitas pelayanan dan kualitas kemasan merupakan indikator yang berpengaruh positif terhadap tingkat kepuasan. Sementara kepopuleran merek merupakan indikator yang berpengaruh negatif terhadap tingkat kepuasan pelanggan. Kepopuleran merek Bogasari menyebabkan kepuasan pelanggan menurun sehingga merek yang terkenal tidak merupakan indikator yang penting bagi pelanggan.

Yoo et al. (2000) melakukan pengujian terhadap komponen terpilih dari bauran pemasaran dan ekuitas merek. Penelitian dilakukan dengan menggunakan SEM untuk menguji dan mengukur hubungan antara bauran pemasaran dan ekuitas merek. Fokus utama dari penelitian ini adalah untuk melakukan eksplorasi upaya-upaya membangun merk dan efek yang dihasilkannya pada ekuitas merk seperti harga (perceived price), citra toko, intensitas distribusi, promosi dalam bentuk pengeluaran iklan maupun price deal. Produk dalam hal ini persepsi kualitas (perceive quality) berpengaruh positif terhadap equitas merek. Persepsi Kualitas adalah penilaian subyektif konsumen mengenai superioritas sebuah produk, pengalaman pribadi terhadap produk, kebutuhan yang unik, dan situasi konsumsi yang bisa mempengaruhi penilaian subyektif konsumen terhadap kualitas. Dimensi ini diukur dari penilaian subyektif konsumen tentang kualitas merek produk yang lebih pada kualitas secara keseluruhan dari merek produk dibandingkan unsur kualitas secara individu. Dari hasil penelitian tersebut

(12)

menunjukan bahwa ekuitas merek sebagai bagian dari bauran produk dalam strategi pemasaran memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan dan loyalitas konsumen/pelanggan.

Referensi

Dokumen terkait

Pengamanan produksi beras nasional melalui peningkatan produktivitas padi dilakukan dengan: (1) meningkatkan ketersediaan benih, pupuk, dan pestisida yang sesuai, baik dalam

Pada perkembangannya hasil padi dari petani yang tinggi, jumlah permintaan akan beras yang semakin meningkat dan areal kilang padi yang tidak hanya bergerak disatu desa

Analisis kualitatif dilakukan dengan meneliti sistem dan pola saluran pemasaran bawang merah dari petani hingga sampai ke konsumen akhir, fungsi yang dilakukan oleh lembaga

Rendahnya produksi padi sawah Disebabkan oleh sempitnya luas lahan garapan serta harga jual padi yang rendah menyebabkan petani padi sawah tadah hujan

Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian Kurniawan (2007) yang melaporkan bahwa pemberian arang sekam padi kedalam tanah dapat memperbaiki sifat fisika, kimia, dan

Ilustrasi bagan diatas, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan faktor – faktor yang mempengaruhi petani dalam membeli benih padi di Desa Mentaraman Kecamatan Donomulyo

Surabaya merupakan ibukota Provinsi Jawa Timur dan kota terbesar nomor dua di Indonesia. Dalam struktur perwilayahan Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya merupakan kota orde I

Penelitian yang dilakukan oleh Fahmi (2008) dengan judul analisis sikap dan kepuasan petani padi terhadap benih padi varietas unggul di Kabupaten Kediri, Jawa Timur menggunakan