• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Padi Hibrida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Padi Hibrida"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

11 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Benih Padi Hibrida

Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan antara dua varietas yang berbeda. Varietas hibrida mempunyai kemampuan berproduksi lebih tinggi dibandingkan varietas inbrida, karena adanya pengaruh heterosis yaitu kecenderungan F1 lebih unggul dibandingkan tetuanya. Fenomena heterosis sudah lama dikenal dan diketahui kurang lebih 200 tahun yang lalu yaitu pada tahun 1763 oleh seorang peneliti yang bernama J.G Koelruetur. Peneliti tersebut melihat pertumbuhan yang lebih subur pada tanaman hasil persilangan dua varietas yang berbeda (Satoto et.al., 2009).

Di Indonesia penelitian mengenai padi hibrida telah dilakukan sejak tahun 1983 yang diawali dengan pengujian keragaan Galur Mandul Jantan atau CMS atau Galur A. Namun, penelitian yang lebih intensif baru dimulai pada tahun 1998, yaitu dengan menguji persilangan galur-galur tetua hibrida (Nainggolan, 2007). Varietas unggul padi hibrida yang dilepas di Indonesia diproduksi dengan sistem tiga galur, dengan sistem ini padi hibrida yang tahan terhadap hama penyakit utama dapat disilangkan jika tetua-tetua yang memiliki gen ketahanan telah tersedia. Tiga galur padi yang berbeda tersebut, ialah galur mandul jantan atau CMS (cytoplasmic-genetic male sterility), galur pelestari atau maintainer, dan galur pemulih kesuburan atau restorer.

CMS (cytoplasmic male sterile) atau diartikan jantan mandul, merupakan galur padi yang tidak dapat memproduksi serbuk sari yang berfungsi (viable) disebabkan adanya interaksi antara gen-gen sitoplasma dan gen-gen inti, CMS digunakan sebagai tetua betina dalam produksi benih pada hibrida dan disebut sebagai galur A. Galur pelestari (maintainer line) ialah galur yang mirip dengan galur-galur mandul jantan, hanya saja mempunyai serbuk sari yang hidup (mempunyai viabilitas) dan mempunyai biji yang normal. Galur pelestari tersebut digunakan sebagai pollinator (penyerbuk) untuk melestarikan galur CMS, galur pelestari disebut galur B. Sedangkan galur pemulih kesuburan (restorer line) ialah kultivar padi yang bila disilangkan dengan galur CMS dapat memulihkan kesuburan tepungsari pada F1, restorer disebut juga tetua penghasil tepungsari,

(2)

12 tetua jantan, atau galur R dan galur ini digunakan sebagai pollinator untuk tetua CMS dalam produksi benih (Hidajat, 2006).

Untuk menghasilkan turunan pertama (F1), keturunan dari persilangan CMS dan ‘maintainer’ disilangkan lagi dengan galur ‘restorer’ atau dapat dituliskan dengan formula persilangan (A x B) x R. Keturunan dari persilangan inilah yang dikenal sebagai padi hibrida. Keunggulan teknologi baru yang dimiliki padi hibrida memang menjanjikan, namun memiliki kendala bagi petani yaitu pada harga benih padi hibrida yang lebih mahal dari pada benih padi inbrida, hasil panen dari benih padi hibrida tidak bisa digunakan kembali untuk di tanam pada musim tanam berikutnya, hal ini tentunya akan sangat memberatkan bagi para petani karena akan menjadi suatu ketergantungan yang tinggi pada para produsen benih padi. Selain itu, didalam budidaya padi hibrida memerlukan penanganan yang lebih spesifik, seperti dibutuhkannya sarana produksi dan infrastruktur pendukung yang memadai serta membutuhkan pestisida yang lebih tinggi.

Perbedaan benih padi hibrida dan inbrida yaitu, benih padi inbrida merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri sehingga secara alami kondisinya adalah homozygot-homogen dan cara perbanyakannya dengan benih keturunan, sedangkan kondisi benih padi hibrida adalah heterozygot-homogen, atau dalam individu tanaman yang sama konstruksi gen bersifat heterozigot, namun antara individu tanaman dalam populasi yang sama bersifat homogen dan cara perbanyakannya melalui silangan baru (Satoto & Suprihatno, 2008). Menurut Satoto et al. (2009), varietas murni dapat juga diartikan sebagai varietas inbrida yang perbanyakan benihnya dilakukan melalui pernyerbukan sendiri. Perbedaan antara varietas murni dengan hibrida dapat dilihat pada (Tabel 3). Hal tersebut yang menjadikan terdapatnya perbedaan antara padi hibrida dengan padi inbrida atau padi yang sering digunakan para petani di Indonesia pada umumnya.

(3)

13 Tabel 3. Perbedaan Varietas Padi Inbrida dengan Padi Hibrida

No Varietas Hibrida Varietas Inbrida

1 Komposisi genetik heterozigot homogen

Komposisi genetik homozigot homogen

2 Produksi benih dihasilkan dari persilangan tiga galur yang berbeda

Produksi benih dihasilkan penyerbukan sendiri 3 Benih yang digunakan untuk

pertanaman konsumsi berupa benih F1

Benih yang digunakan berupa benih turunan generasi selanjutnya (>F12)

4 Ada keunggulan fenomena heterosis Tidak terdapat fenomena heterosis

5 Tanaman lebih seragam (homogenus) Ketidakseragaman lebih mungkin terjadi (akibat produksi benih yang kurang baik)

Sumber : Satoto et al. (2009)

2.2 Atribut Produk

Menurut Nazir (2005) atribut diartikan sebagai variabel-variebel yang tidak bisa dimanipulasikan ataupun sukar dimanipulasikan. Sedangkan menurut Sumarwan (2002), seorang konsumen akan melihat suatu produk berdasarkan karakteristik atau ciri atau atribut dari produk tersebut. Atribut tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu atribut fisik (menggambarkan ciri-ciri fisik dari suatu produk), dan yang kedua ialah atribut abstrak (menggambarkan karakteristik subjektif dari suatu produk berdasarkan persepsi konsumen). Menurut Engel, et al. (1994) mengemukakan bahwa atribut produk adalah karakteristik suatu produk yang berfungsi sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan. Para konsumen dapat memberikan penilaian dengan melakukan evaluasi terhadap atribut produk dan pemberian kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut yang dimiliki oleh suatu produk.

Atribut produk terdiri dari tiga tipe, yaitu ciri-ciri atau rupa (feature), fungsi (function) dan manfaat (benefit). Ciri-ciri dapat berupa suatu ukuran, estetis, karakteristik, komponen atau bagian-bagiannya, bahan dasar, maupun merek dan lain-lain. Adapun untuk manfaat dapat berupa kegunaan, kesenangan yang berhubungan dengan panca indera, manfaat juga dapat berupa manfaat

(4)

14 langsung dan manfaat tidak langsung. Sementara atribut fungsi jarang digunakan sebagai ciri-ciri atau manfaat.

Sehingga kekuatan kepercayaan para konsumen terhadap suatu produk ditunjukkan oleh pengetahuan konsumen pada atribut suatu produk dan manfaat yang diberikan oleh produk tersebut. Oleh karena itu, perlu memahami atribut apa saja yang ada dalam produk dan atribut mana yang dianggap paling penting oleh konsumen dari suatu produk.

2.3 Sikap Petani terhadap Benih Padi

Terdapat beberapa peneliti yang membahas tentang sikap para petani terhadap benih padi di beberapa daerah di Indonesia. Dua penelitian memiliki hal yang sama yaitu sikap petani terhadap benih padi hibrida. Penelitian itu dilakukan oleh Manulu dan Chanifah. Penelitian yang dilakukan oleh Manalu (2010) dilakukan di Kecamatan Baros, Kota Sukabumi, Jawa Barat dengan menggunakan analisis Multiatribut Fisbhein. Berdasarkan analisis Fishbein dapat disimpulkan bahwa petani di Kecamatan Baros lebih menyukai padi inbrida varietas Ciherang dibanding dengan padi hibrida varietas Bernas Prima, karena dianggap lebih mampu memenuhi harapan dan kebutuhan petani. Sedangkan untuk penelitian Chanifah (2009) dilakukan di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis sikap menggunakan model Fishbein. Berdasarkan hasil analisis sikap menggunakan Fishbein

menunjukkan bahwa petani pengguna benih padi hibrida varietas Bernas Super kurang menyukai atas kinerja atribut-atributnya dibanding dengan padi inbrida varietas Ciherang, dan Situ Bagendit. Kesimpulan yang dapat diambil dari dua penelitian di atas ialah benih padi inbrida lebih disukai dibanding dengan benih padi hibrida.

Penelitian selanjutnya ialah dilakukan oleh Fahmi dan Irawati. Kedua peneliti tersebut memiliki kesamaan juga dalam hal produk yaitu benih padi varietas unggul. Fahmi (2008) melakukan penelitian tentang sikap di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Alat analisis yang digunakan untuk mengukur sikap petani yaitu menggunakan analisis Fishbein. Berdasarkan analisis Fishbein disimpulkan bahwa petani di Kabupaten Kediri lebih menyukai dan menanam varietas Membramo karena memiliki produktivitas tinggi, rasa nasi enak serta pemasaran

(5)

15 yang mudah dibanding dengan varietas IR64 dan Ciherang. Sedangkan untuk penelitian yang dilakukan Irawati (2009) ialah meneliti tentang analisis sikap petani di Kota Solok, Sumatera Barat. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui sikap petani yaitu menggunakan alat analisis Fishbein. Berdasarkan hasil alat analisis Fishbein menunjukkan bahwa sikap dari para petani lebih banyak menyukai serta menanam varietas Cisokan dan Anak Daro karena varietas tersebut mempunyai keunggulan yaitu rasa nasi yang enak dan harga jual yang lebih tinggi. Namun kedua varietas tersebut tetap menjadi pilihan petani padi di Kota Solok.

Berdasarkan empat peneliti diatas dapat diambil kesimpulan bahwa didalam menganalisis sikap petani alat analisis yang selalu digunakan ialah alat analisis Multiatribut Fisbhein. Sehingga dari beberapa penelitian terdahulu terdapat persamaan dengan penelitian ini, yaitu alat analisis yang digunakan

Fishbein dan membahas komoditi padi. Akan tetapi, khusus untuk dua peneliti seperti Manalu dan Chanifah memiliki kesamaan dalam hal komoditi padi hibrida, namun yang membedakan dengan penelitian ini ialah varietasnya. Varietas yang dijadikan penelitian ialah benih padi hibrida varietas Intani 2, sedangkan pada Manalu dan Chanifah ialah benih padi hibrida varietas Bernas.

2.4 Kepuasan Petani terhadap Benih Padi

Terdapat beberapa peneliti yang membahas tentang kepuasan para petani terhadap benih padi di beberapa daerah di Indonesia yaitu Manalu, Chanifah, Fahmi, Irawati dan Saheda. Dari kelima peneliti tersebut hanya dua peneliti yang membahas benih padi hibrida, yaitu penelitian Manalu dan Chanifah. Penelitian yang dilakukan oleh Manalu (2010) yaitu mengenai kepuasan petani terhadap benih padi hibrida di Kecamatan Baros, Kota Sukabumi, Jawa Barat. Consumer Satisfaction Index digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan petani terhadap benih padi hibrida varietas Bernas Prima. Kepuasan yang dihasilkan berada pada indeks puas 66 persen dan nilai ketidakpuasan sebesar 34 persen. Sedangkan, Chanifah (2009) menganalisis kepuasan petani terhadap atribut benih padi hibrida di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis kepuasan petani menggunakan Consumer Satisfaction Index (CSI). Hasil analisis dari CSI menjelaskan bahwa tingkat kepuasan petani paling tinggi ialah pada benih padi

(6)

16 varietas unggul baru seperti varietas Ciherang dan Situ Bagendit dibandingkan dengan padi hibrida varietas Bernas Super. Dari kedua peneliti di atas dapat dikatakan bahwa para petani di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor merasa kurang puas terhadap benih padi hibrida. Namun, berbeda dengan para petani di Sukabumi, mereka merasa puas dengan benih padi hibrida. Oleh karena itu perbedaan tempat dan karakterisitik petani sangat berpengaruh terhadap suatu kepuasan petani pada benih padi hibrida.

Penelitian tentang kepuasan yang selanjutnya dilakukan oleh tiga peneliti yaitu Fahmi, Irawati dan Saheda. Mereka pun memiliki kesamaan yaitu selain benih padi terdapat juga persamaan dalam hal alat analisis. Alat analisis yang digunakan ditambahkan dengan Importance Performance Analysis (IPA). Seperti halnya Fahmi (2008) melakukan penelitian tentang kepuasan petani terhadap benih padi Varietas unggul di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis kepuasan menggunakan Importance Performance Analysis (IPA) dan Consumer Satisfaction Index (CSI). Berdasarkan analisis IPA, atribut yang mempunyai kinerja rendah ialah harga GKP, umur tanaman, tahan hama penyakit dan tahan rebah maka atribut tersebut perlu diperbaiki. Jika melihat hasil dari alat analisis CSI, para petani puas terhadap kinerja atribut-atribut varietas unggul dengan nilai sebesar 73,32 persen.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2009) ialah meneliti tentang analisis kepuasan petani terhadap benih padi (oryza sativa) varietas unggul di Kota Solok, Sumatera Barat. Hasil tingkat kepuasan yang telah diukur oleh IPA dan CSI menunjukkan semua varietas berada dalam kategori puas. Sedangkan untuk Saheda (2008) alat analisis yang digunakan diantaranya adalah

Importance Performance Analysis (IPA) dan Consumer Satisfaction Index (CSI). Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 60 orang yaitu 30 orang petani yang menggunakan benih bersertifikat dan 30 orang petani yang menggunakan benih yang dihasilkan sendiri. Berdasarkan CSI, petani yang menggunakan benih bersertifikat dan yang tidak bersertifikat secara keseluruhan merasa sangat puas terhadap benih varietas lokal pandan wangi dengan nilai CSI sebesar 81,39 persen. Sedangkan jika melihat dari hasil analisis IPA memperlihatkan bahwa atribut yang perlu diperbaiki yaitu umur tanaman, harga jual gabah dan hasil

(7)

17 produksi, atribut ini terdapat pada kuadran I. Atribut yang berada didalam kuadran I ini menjadi prioritas utama untuk diperbaiki.

Sehingga kesimpulan yang diperoleh dari kelima penelitian di atas ialah didalam menganalisis suatu kepuasan petani pada umumnya menggunakan

Importance Performance Analysis (IPA) dan Consumer Satisfaction Index (CSI). Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini memiliki kesamaan yaitu penggunaan alat analisis Consumer Satisfaction Index (CSI) dan yang membedakan dengan penelitian sebelumnya ialah dari segi waktu, komoditi, atribut padi serta tempat lokasi. Komoditi yang dijadikan penelitian ialah benih padi hibrida varietas Intani 2, sedangkan lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

Pada bulan Juni 2016, NTPT mengalami kenaikan sebesar 0,49 persen apabila dibandingkan bulan Mei 2016 yaitu dari 97,96 menjadi 98,44 , hal ini terjadi karena laju indeks

67,70, dan tindakan III nilai rata-rata aktivitas menulis karangan narasi siswa adalah 73,95. Nilai rata-rata yang dicapai tersebut menunjukan bahwa aktivitas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Struktur pasar Ikan Mas di Kelompok Pembudidaya “Mina Sampan Kayu” adalah pasar persaingan tidak sempurna ( imperfect competitive market )

Dengan kata lain, manajemen ruang lingkup proyek memiliki fungsi untuk mendefinisikan serta mengendalikan aktivitas-aktivitas apa yang bisa dilakukan dan

Pengukuran dengan manset yang tidak tepat, misalnya terlalu kecil dapat mengakibatkan tekanan sistolik yang didapat akan terlalu tinggi dari yang sebenar.... Gambar.5 :

Pandangan Ki Bagus Hadikusumo mengenai hubungan agama dan negara, bahwa antara agama dan negara itu tidak bisa dipisahkan satu sama lain, pemikiran Ki

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan Analisis of Variance (ANOVA) dan dilakukan UjiBNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf α = 5%. Hasil

• Jika jumlah institusi yang memiliki saham dalam satu perusahaan lebih dari satu, maka jumlahkan seluruh persentase kepemilikan institusi tersebut. • Pastikan bahwa saham yang