• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Material Vulkanik Merapi

Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan ribuan kilometer dari kawah karena pengaruh hembusan angin. Debu yang didominasi oleh pasir dan debu halus yang merupakan material padat. Bahan letusan gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, clastic = bongkahan). Bahan padatan ini berdasarkan diameter partikelnya terbagi atas debu vulkan (< 0.26 mm) yang berupa bahan lepas dan halus,pasir (0.25-64 mm) yang lepas dan tumpul, lapilli atau “little stone‟ (4-32 cm) yang berbentuk bulat hingga persegi dan bom (> 32 mm) yang bertekstur kasar (Bangun dkk., 2016).

Debu dan pasir vulkanik yang masih segar ini, akan melapisi permukaan tanah sehingga tanah mengalami proses peremajaan (rejuvinate soils). Debu yang menutupi lapisan atas tanah lambat laun akan melapuk dan dimulai proses pembentukan (genesis) tanah yang baru. Debu vulkanik yang terdeposisi di atas permukaan tanah mengalami pelapukan kimiawi dengan bantuan air dan asam-asam organik yang terdapat di dalam tanah. Akan tetapi, proses pelapukan ini memakan waktu yang sangat lama yang dapat mencapai ribuan bahkan jutaan tahun bila terjadi secara alami di alam. Hasil pelapukan lanjut dari debu vulkanik mengakibatkan terjadinya penambahan kadar kation-kation (Ca, Mg, K dan Na) di dalam tanah hampir 50% dari keadaan sebelumnya. Dalam jangka pendek, abu vulkanik memiliki dampak yang buruk bagi lingkungan hidup. Namun dalam jangka panjang, abu vulkanik memiliki

(2)

manfaat untuk kehidupan manusia khususnya di bidang pertanian (Bangun dkk., 2016).

Abu vulkanik memiliki dampak yang buruk dalam jangka pendek karena di awal keluarnya dari kepundan gunung berapi, material ini memiliki sifat kimiawi yang akan menurunkan kesuburan tanah. Abu vulkanik memiliki kadar keasaman (pH) sekitar 4 –4,3. Dengan kadar keasamannya, tanah yang terkena abu vulkanik akan memiliki kadar keasaman (pH) tanah sebesar 5–5,5. Padahal normalnya suatu tanah dikatakan subur jika memiliki tingkat keasaman (pH) sebesar 6–7. Turunnya keasaman tanah (pH) ini akan turut menurunkan tingkat kesuburan tanah. Sehingga tanah yang terkena abu vulkanik, akan mengalami penurunan produktivitas lahan, jika dimanfaatkan dalam bidang pertanian (Bangun dkk., 2016).

Di samping itu, dalam jangka pendek abu vulkanik dapat mengusir hama serangga atau gulma yang biasa menjadi musuh petani. Hal ini dikarenakan, makhluk hidup tersebut tidak dapat hidup dalam suasana terlalu asam, sehingga populasi makhluk tersebut akan menurun. Dalam jangka panjang, abu vulkanik juga akan memberikan dampak yang sangat positif bagi peningkatan produktivitas tanah. Saat kadar keasaman dari abu vulkanik telah dapat dinormalisasi melalui proses alamiah ataupun dengan bantuan manusia menggunakan dolomit sebagai penetral, maka kandungan mineral yang tersimpan dalam abu vulkanik akan menjadi pupuk alamiah yang sangat baik untuk perkembangan tanaman pertanian (Bangun dkk., 2016).

Terdapat empat buah mineral utama yang terkandung di dalam abu vulkanik, diantaranya : Besi (Fe), Aluminium (Al), Magnesium (Mg), Silika (Si). Keempat

(3)

mineral tersebut adalah zat hara yang dapat membantu menyuburkan tanaman. Kandungan unsur Fe, Al, Mg dan Si yang terdeteksi pada abu vulkanik merupakan beberapa unsur logam yang ikut mempengaruhi kondisi kesuburan tanah di sekitar gunug berapi. Selama kadar masing-masing unsur yang ada pada abu vulkanik masih berada dalam batas aman, maka abu vulkanik tidak bersifat racun bagi tanaman (Bangun dkk., 2016).

B. Kesesuaian Lahan

Lahan adalah suatu area di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yaitu dalam hal sifat atmosfer, geologi, geomorfologi, pedologi, hidrologi, vegetasi dan penggunaan lahan, dimana sifat-sifat tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Langkah awal dalam proses penggunaan lahan yang rasional adalah dengan cara melakukan evaluasi lahan sesuai dengan tujuannya. Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumberdaya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan serta harapan produksi yang mungkin diperoleh (Sofyan dkk, 2011). Parameter atau indikator dalam evaluasi lahan ditentukan oleh kualitas lahan.

Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang besifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai pengaruh nyata terhadap kesesuaian lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu dan biasanya terdiri dari satu atau lebih karakteristik lahan. Menurut FAO (1976) dalam (Sofyan, 2011)

(4)

kualitas lahan ada yang dapat diukur langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan.

Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk tipe penggunaan tertentu, seperti lahan sesuai untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim (Hendy, 2013). Kesesuian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (present) atau setelah diadakan perbaikan (improvement). Masing-masing kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai secara aktual maupun potensial, atau disebut juga kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan untuk memperbaiki faktor-faktor pembatas. Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang dihasilkan pada kondisi lahan setelah dilakukan perbaikan.

Evaluasi kesesuaian lahan merupakan proses penelitian potensi suatu lahan untuk penggunaan penggunaan tertentu (Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011). Penerapan evaluasi kesesuaian lahan sebelum pemanfaatan lahan akan memberikan informasi tentang potensi lahan, kesesuaian penggunaan lahan serta tindakan-tindakan yang harus dilakukan dalam pemanfaatan lahan sehingga pemanfaatan lahan yang dilakukan dapat lebih tepat dan sesuai. Menurut Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka (2011), kesesuaian lahan dibagi menjadi 2 antara lain:

(5)

Kesesuaian lahan aktual atau kesesuaian lahan pada saat ini (current

suitability) atau kelas kesesuaian lahan dalam keadaan alami, belum

mempertimbangkan usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada di setiap satuan peta. Faktor pembatas dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: (1) faktor pembatas yang sifatnya permanen dan tidak mungkin atau tidak ekonomis diperbaiki, dan (2) faktor pembatas yang dapat diperbaiki dan secara ekonomis masih menguntungkan dengan memasukkan teknologi yang tepat.

2. Kesesuaian Lahan Potensial

Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah dilakukan usaha-usaha perbaikan lahan. Kesesuaian lahan potensial merupakan kondisi yang diharapkan sesudah diberikan masukan sesuai dengan tingkat pengelolaan yang akan diterapkan, sehingga dapat diduga tingkat produktivitas dari suatu lahan serta hasil produksi per satuan luasnya. Dalam evaluasi lahan ada beberapa hal yang perlu dilakukan seperti pelaksanaan dan interpretasi survei serta studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang dikembangkan. Sistem klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976) dalam Sarwono dan Widiatmaka (2011), terdiri dari 4 kategori,antara lain :

1. Ordo menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak untuk penggunaan tertentu. Ada dua ordo yaitu :

(6)

a. Ordo S (Sesuai): Lahan yang temasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas untuk suatu tujuan yang telah dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil pengelolaan lahan itu akan memuaskan setelah dihitung dengan masukan yang diberikan. Tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya.

b. Ordo N (Tidak Sesuai): Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan yang telah direncanakan. Lahan dapat digolongkan dalam lahan yang tidak sesuai untuk usaha pertanian, baik secara fisik maupun secara ekonomi.

2. Kelas kesesuaian lahan: pembagian lebih lanjut dari ordo dan menunjukkan tingkat kesesuaian dari ordo tersebut. Banyaknya kelas dalam setiap ordo sebenarnya tidak terbatas, akan tetapi hanya dianjurkan untuk memakai tiga sampai lima kelas dalam ordo S dan dua kelas dalam ordo N antara lain :

a. Kelas S1: Sangat sesuai (highly suitable). Lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan yang telah biasa diberikan.

b. Kelas S2: cukup sesuai atau kesesuaian sedang (moderately suitable). Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang tidak terlalu besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produk atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang

(7)

diperlukan. Artinya tanpa adanya masukan lahan tersebut masih dapat menghasilkan hasil produksi yang cukup, akan tetapi apabila ingin mendapatkan produksi yang lebih tinggi maka perlu input yang cukup.

c. Kelas S3: sesuai maginal atau kesesuaian rendah (marginally suitable). Lahan masih dapat dianggap sebagai lahan yang sesuai tetapi lahan mempunyai pembatas-pembatas yang besar sehingga untuk menghasilkan produksi yang tinggi maka input yang diperlukan sangat besar dan dalam jumlah macam pembatas yang banyak.

d. Kelas N1: tidak sesuai pada saat ini (Currently not suitable). Lahan tidak sesuai untuk dijadikan usaha pertanian, karena faktor pembatasnya tinggi dan jumlah faktor pembatasnya bermacam-macam.

e. Kelas N2: Tidak sesuai selamanya atau permanen (permanentaly not

suitable). Lahan yang mempunyai pembatas permanen yang tidak akan dapat

mendukung kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

3. Sub-kelas: menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus dijalankan dalam masing-masing kelas. Sub-kelas adalah pembagian lebih lanjut dari kelas berdasarkan jenis faktor penghambat yang sama. Faktorfaktor tersebut dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu: bahaya erosi (e), genangan air (w), penghambat terhadap perakaran tanaman (s) dan iklim (c). Tiap kelas terdiri dari dua sub-kelas atau lebih tergantung dari jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas ini ditunjukkan dengan simbol huruf kecil yang terletak setelah simbol

(8)

kelas dan biasanya hanya ada satu simbol pembatas di setiap sub-kelas, akan tetapi dapat juga sub-kelas yang mempunyai dua atau tiga simbol pembatas, dengan catatan jenis pembatasyang paling dominan di tempat pertama. Misalnya saja sub-kelas S2ts maka pembatas yang dominan adalah keadaan topografi (t) sedangkan kedalaman efektif (s) adalah pembatas kedua atau tambahan.

4. Unit: merupakan pembagian lebih lanjut dari sub- kelas berdasarkan atas besarnya faktor pembatas. Semua unit yang berada dalam satu sub-kelas mempunyai tingkat kesesuaian yang sama dalam kelas dan mempunyai jenis pembatas yang sama pada tingkat sub-kelas. Dalam proses perencanaan tataguna lahan, evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang harus dilakukan dengan baik. Sebab dengan dilakukan evaluasi lahan maka akan diketahui bagaimana kelas kesesuaian lahan, kemampuan lahan atau potensi lahan serta tipe penggunaan lahan tersebut. Sehingga perencanaan tataguna lahan dapat sesuai atau memiliki kecocokkan dengan kondisi lahan tertentu. Evaluasi lahan memiliki beberapa parameter yang ditentukan oleh kualitas lahan yang di dalamnya juga terdapat karakteristik lahan.

Kualitas lahan adalah sifat-sifat lahan yang dapat diukur langsung karena merupakan interaksi dari beberapa karakteristik lahan (complex of land attribute) yang mempunyai pengaruh nyata terhadap kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu (Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011). Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara

(9)

langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976 dalam Sofyan dkk., 2007). Sebagai syarat evaluasi lahan, dibutuhkan kriteria suatu lahan untuk budidaya tanamanpertanian dan kehutanan. Adapun tabel kriteria kesesuaian lahan tanaman pertanian dan kehutanan disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Pertanian dan Kehutanan No Kualitas / karakteristik

Lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N

1 Temperatur (tc)

Rata-rata shu tahunan (o

C) 20-26 >26->30 >35

2 Ketersediaan air (wa)

Bulan kering (<75mm) 1-7 >7-8 >8-9 Td Bulan Hujan/tahun (mm) >1200 900-1200 600-<900 Kelembaban (%) 24-80 20-24 <20 3 Media perakaran (r) Tekstur sedang, agak halus, halus

agak kasar kasar

Kemiringan (%) >40

4 Retensi hara (nr)

KTK tanah (me/100g) >25 17 - 24 16-May <5

pH tanah 6,6-7,5 5,6-6,5 4,5-5,5 C-Organik (%) >3,01 2,01-3,00 1,00-2,00 <1,00 5 Hara tersedia Total N >0,51 2,01-3,00 0,1-0,2 <0,1 P2O5 11,6-22,8 <4,5-11,5 <4,5 K2O 21-40 10-20 <10

Gambar

Tabel 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Pertanian dan Kehutanan  No  Kualitas / karakteristik

Referensi

Dokumen terkait

Za to pa je potrebno delovanje najmanj šestih področij socialne politike Meško, 1996: - urbanistična politika, ki bi z načrtovanjem okolja pripomogla k preprečevanju

Dari data kadar hormon FSH menunjukkan bahwa hasil analisis statistik ternyata tidak terdapat perbedaan yang signifikan pengaruh pemberian ekstrak cabe jawa (p&gt;0,05) terhadap

Masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada peran iringan musik dalam pertunjukan sendratari Ramayana yang dibawakan oleh anak-anak tuna rungu dari SLB B Dena

Faktor-faktor keterlambatan penyampaian laporan keuangan yang telah diaudit dalam penelitian ini, yaitu ukuran perusahaan, debt to asset ratio, dan ukuran kantor

Daerah potensi genangan diturunkan dari titik tinggi Peta RBI menggunakan teknik interpolasi Spline with Barriers untuk menghasilkan model permukaan digital (DEM). DEM

Yang paling utama adalah kita harus bersyukur kepada Allah Ta’ala karena Dia telah memberikan kita karunia berupa para relawan yang lahir dan berkembang di beberapa Negara maju,

Bila kita perhatikan dengan seksama maka ketika orang mencari uang dia juga mengeluarkan gaya dan energi dan untuk mendapatkan uang dia harus melakukan

Sebagai contoh, kalau massa pelajar sebuah sekolah, misalnya sekolah X, sedang saling lempar batu dan mengayun kelewang dengan massa sekolah yang lain, misalnya sekolah Y, dan