• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Pandey (1969) tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Pandey (1969) tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut:"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Pandey (1969) tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermaeae Class : Monocotiledoneae Ordo : Graminales

Family : Graminieae Genus : Zea

Species : Zea mays L.

Akar jagung tergolong akar serabut, pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku- buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.Batang jagung tegak dan mudah terlihat,

sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum (Muis, dkk. 2008).

Batang jagung tidak berulang tetapi padat dan terisi oleh bekas-bekas pembuluh sehingga memperkuat tegaknya tanaman. Batang jagung beruas-ruas yang jumlahnya bervariasi antara 10-14 ruas, umumnya tak berkecambah, panjang batang berkisar antara 60-300 cm tergantung dari jenis jagung (Effendi, 1985).

Daun jagung adalah daun sempurna, bentuknya memanjang, antara pelepah dan helai daun terdapat ligula, tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun

(2)

jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki famili Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun (Muis, dkk, 2008).

Buah jagung terdiri atas tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Pada umumnya jagung memiliki barisan biji yang melibit secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji. Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama yaitu kulit biji, endosperm dan embrio (Effendi, 1985). Syarat Tumbuh

Iklim

Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah beriklim sedang hingga sub-tropis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50 derajat LU hingga 0-40 derajat LS. Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal yakni sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji, tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan dan menjelang musim kemarau (Muis, dkk, 2008).

Distribusi curah hujan yang merata selama pertumbuhan akan memberikan hasil yang baik. Distribusi hujan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman jagung kurang lebih 200 mm tiap bulan. Untuk memperoleh hasil yang baik, tanaman jagung membutuhkan keadaan air yang cukup, terutama pada fase perbungaan hingga pengisian biji (Effendi, 1985).

Suhu yang dikehendaki tanaman jagung yakni antara 21-34 °C, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27

(3)

°C. Pada proses perkecambahan benih, jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 °C (Muis, dkk, 2008).

Tanah

Jagung di Indonesia umumnya ditanam di dataran rendah, baik di lahan tegalan, sawah tadah hujan, serta sebagian kecil ditanam didataran tinggi. Tanaman ini tidak dapat tumbuh dengan subur pada tanah basah atau tergenang, karena daun-daunnya akan menjadi kuning kemudian mati (Lubach,1980).

Tanah yang baik untuk jagung adalah gembur dan subur, karena tanaman ini memerlukan aerase dan drainase yang baik. Jagung dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asalkan mendapatkan pengelolahan yang baik. Tanah dengan tekstur lempung berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhan. Tanah-tanah dengan tekstur berat masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik pengolahan tanah yang dikerjakan secara optimal, sehingga aerase dan ketersediaan air dalam tanah berada dalam kondisi baik (Effendi, 1985).

Biologi Penyebab Penyakit

Klasifikasi jamur H. turcicum menurut Alexopoulus dan Mims (1979) adalah :

Divisio : Amastigomyceta Sub Divisio : Deuteromycotina Kelas : Deuteromycetes Sub Kelas : Hyphomycetidae Ordo : Hyphales Family : Dematiaceae Genus : Helminthosporium

(4)

Spesies :H. turcicum (Pass.) Leonard et Suggs

Dematiaceae- Phragmospore, marga H. turcicum kebanyakan menyerang Graminae. Ini mempunyai konidiofor tegak dan kuat, berwarna coklat. Konidium seperti kumparan atau seperti gada panjang, sering agak bengkok, bersekat banyak berwarna coklat, konidium berdinding tebal. Marga H.turcicum dipecah menjadi beberapa marga, antara lain Drechslera, Bipolaris, dan Exserohilum. H .turcicum (Exserohilum turcicum) menyerang bunga dan daun jagung (Semangun, 1996)

Penyakit hawar daun (leaf blight) turcicum disebabkan oleh jamur H. turcicum (Pass.) Leonard et Suggs. Jamur membentuk konidiofor yang keluar dari mulut daun (stomata), satu atau dua dalam kelompok, lurus atau lentur,

berwarna coklat, panjangnya sampai 300 μm, tebal 7-11 μm, secara umum 8-9 μm. Konidium lurus atau agak melengkung, jorong atau berbentuk gada

terbalik, pucat atau berwarna coklat jerami, halus mempunyai 4-9 sekat palsu, panjang 50-144 (115) μm, dan bagian yang paling lebar berukuran 18-33 μm, kebanyakan 20-24 μm (Gambar 1). Konidium mempunyai hilum menonjol dengan jelas, yang merupakan ciri dari marga Drechslera. Dalam biakan murni, H. turcicum membentuk askus dalam peritesium. Stadium sempurna dari jamur ini disebut Setosphaeria turcica (Luttrell) Leonard et Suggs atau Trichometasphaeria turcica (Pass.) Luttrell (Holliday, 1980).

(5)

Gejala Serangan

Hawar daun turcicum mula-mula menyebabkan terjadinya bercak-bercak kecil, jorong, hijau tua atau hijau kelabu kebasah-basahan. Kemudian bercak menjadi berwarna cokelat kehijauan, lama kelamaan bercak membesar dan mempunyai bentuk yang khas , yaitu berbentuk kumparan atau perahu. Bercak mempunyai lebar 1-2 cm dan panjang 5-10 cm, tetapi dapat mencapai lebar 5 cm dengan panjang 15 cm (Gambar 2). Sehabis hujan atau banyak embun pada kedua sisi bercak terbentuk banyak spora, yang menyebabkan bercak tampak berwarna hijau tua berbeledu, yang makin ke tepi warnanya makin muda. Beberapa bercak dapat bersatu membentuk bercak yang sangat besar yang dapat memenuhi seluruh daun. Tanaman yang sakit keras tampak kering seperti habis terbakar (Semangun,1991).

Gambar 2 : Gejala Serangan H. turcicum Daur Hidup Penyakit

Jamur ini dapat mempertahankan diri pada tanaman jagung hidup yang terdapat didaerah tropik, pada bermacam-macam rumput-rumputan termasuk sorgum, pada sisa-sisa tanaman jagung yang sakit, dan pada biji. Jamur dapat

(6)

bertahan pada sisa-sisa tanaman yang sakit yang terdapat diatas tanah, tetapi tidak pada sisa-sisa tanaman sakit yang dipendam dalam tanah (Semangun, 1991).

Jamur dapat dipencarkan oleh angin. Di udara konidium yang terbanyak terdapat menjelang tengah hari. Konidium berkecambah dan pembuluh kecambah mengadakan infeksi melalui mulut kulit atau dengan mengadakan penetrasi secara langsung, yang didahului dengan pembentukan apresorium (Semangun,1991).

Jamur H. turcicum dapat bertahan sebagai miselium dan konidia dalam bagian tanaman yang terserang atau dalam bentuk klamidospora. Konidia dihasilkan dalam jumlah banyak di atas bercak dan disebarkan oleh angin. Penyakit berkembang biak baik pada kelembaban tinggi. Infeksi pada inang terjadi bila terdapat lapisan tipis air pada permukaan daun. Infeksi tersebut memerlukan waktu 6-18 jam pada suhu 18-27°C. Gejala berkembang 7-12 hari

setelah inokulasi, dan sporulasi dapat terjadi bila keadaan lembab (Lipps & Mills 2002).

Sporulasi H. turcicum di lapang terjadi pada permukaan tanaman yang terinfeksi, hingga pada permukaan tanaman yang lain. Selanjutnya spora beradhesi, melakukan penetrasi awal, kemudian membentuk bercak dan berkembang. Siklus hidup cendawan H. turcicum berlangsung 2–3 hari. Dalam 72 jam satu bercak mampu menghasilkan 100–300 konidia (Holliday, 1980).

Menurut Massie (1973) dalam Pakki (2005), sporulasi H. maydis di lapang terjadi pada permukaan tanaman yang terinfeksi. Setelah itu spora lepas, kemudian terbawa oleh angin dan hinggap pada permukaan tanaman yang lain. Selanjutnya spora beradhesi, melakukan penetrasi awal, kemudian membentuk bercak dan berkembang. Siklus hidup cendawan H. maydis berlangsung 2–3 hari.

(7)

Dalam 72 jam satu bercak mampu menghasilkan 100–300 spora (Govitawawong dan Kengpiem 1975 dalam Pakki, 2005). Dengan demikian penyakit bercak daun berpotensi berkembang cepat pada areal pertanaman jagung dan dapat

menyebabkan kehilangan hasilyang berarti, sekitar 59% (Poy 1970 dalam Pakki, 2005).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit

Pada H. turcicum suhu optimum untuk perkecambahan konidiumnya lebih kurang 30oC. Jamur ini lebih banyak terdapat di dataran rendah. Suhu optimum untuk pembentukan peritesium adalah 26-27oC. Konidium tidak terbentuk pada kelembaban nisbi kurang dari 93%. Pada kelembaban 97-98% jamur akan membentuk banyak konidium (Semangun,1991).

Terdapat tiga spesies gulma yang dapat menjadi inang alternatif H. maydis yaitu Leptochloa chinensis, Digitaria ciliaris, dan Echinochloa colona (Koesnang et al. 1996 dalam Pakki, 2005). Govitawawong dan Kengpiem (1975) dalam Pakki, 2005 melaporkan terdapat enam jenis rumput yang terinfeksi H. maydis, yaitu Jonhson grass, R. exaltata, Setaria sphacelata, Pennisetum setosum, Sorghum vulgare, dan Brachiaria cumbens. Spesies R. exaltata pada kondisi lapang sangat rentan sehingga jenis rumput ini cukup potensial sebagai sumber inokulum awal. Spesies-spesies rumput tersebut dominan ditemukan pada areal pertanaman jagung sehingga dapat menjadi sumber inokulum awal yang penting. Akibatnya H. maydis selalu ditemukan pada setiap musim tanam.

Pengendalian

Semangun (1991) menyatakan di antara varietas bersari bebas yang diketahui tahan atau cukup tahan terhadap Helminthosporium. sp. diantaranya

(8)

adalah Metro, Kania, Harapan, Harapan Baru, Arjuna, Bromo, Rama, Bisma. Diantara varietas hibrida yang diketahui atau cukup tahan adalah C-4, C-9-10, Pioner 2-5, Pioner 7, Pioner 10-19, Semar 1-10, dan Bima-1.

Untuk mencegah terjadinya kerugian karena penyakit ini tanaman harus mendapat air yang cukup, pupuk yang seimbang, dan ditanam secara serentak pada saat penanaman yang tepat. Pemberian unsur hara yang tepat dianggap sebagai cara pengendalian yang paling baik (Semangun, 1996).

Jika dibutuhkan penyakit dapat dikendalikan dengan fungisida, antara lain mankozeb, jamur yang terbawa oleh biji dapat dikendalikan dengan Thiram dan Karboxin , atau dengan perawatan udara panas selama 17 menit dengan suhu 54-55oC (Holliday,1980).

Jarak Tanam

Jarak tanam atau jumlah populasi tanaman per satuan luas merupakan faktor penting untuk mendapatkan produksi tinggi, disamping kultur teknis lainnya. Jumlah populasi tanaman per satuan luas pada suatu tempat sangat bergantung pada varietas, umur tanaman, kesuburan tanah dan keadaan air tanah (Effendi,1985).

Menurut Hunter, Kannenberg dan Gamble (1970) ada penurunan luas daun secara linier per tanaman jika populasi ditingkatkan. Penurunan ini mungkin disebabkan oleh persaingan CO2 atau cahaya antar tanaman. Penetapan jumlah populasi tanaman per satuan luas atau pengaturan jarak tanam erat hubungannya dengan penyerapan sinar matahari secara efektif oleh tajuk tanaman untuk dapat berlangsungnya proses fotosintesis.

(9)

Nunes dan Kamprath (1969) menyatakan bahwa tinggi tanaman, jumlah tongkol, kerusakan batang akan bertambah dengan meningkatnya populasi. Hal ini disebabkan karena terjadinya saling menaungi diantara tanaman pada populasi tinggi dapat mengakibatkan pertumbuhan meninggi lebih cepat, tanaman lebih lemah dan meningkatnya kerusakan batang.

Dalam suatu pertanaman sering terjadi persaingan antar tanaman maupun antara tanaman dengan tanaman lain untuk mendapatkan unsur hara, air, cahaya matahari maupun ruang tumbuh. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan pengaturan jarak tanam. Dengan tingkat kerapatan yang optimum maka akan diperoleh ILD (Indeks Luas Daun) yang optimum dengan pembentukan bahan kering yang maksimum (Effendi, 1977). Jarak tanam yang rapat akan meningkatkan daya saing tanaman terhadap gulma karena tajuk tanaman menghambat pancaran cahaya ke permukaan lahan sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat, disamping juga laju evaporasi dapat ditekan. Namun pada jarak tanam yang terlalu sempit mungkin tanaman budidaya akan memberikan hasil yang relatif kurang karena adanya kompetisi antar tanaman itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan jarak tanam yang optimum untuk memperoleh hasil yang maksimum (Dad Resiworo, 1992).

Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang umurnya, tanaman akan semakin tinggi dan memerlukan tempat yang lebih luas. Jagung berumur dalam/panjang dengan waktu panen kurang lebih 100 hari sejak penanaman, jarak tanamnya dibuat 40x100 cm (2 tanaman/lubang). Jagung

(10)

(1 tanaman/lubang). Sedangkan jagung berumur pendek (panen < 80 hari), jarak tanamnya 20x50 cm (1 tanaman/lubang) (Muis, dkk. 2008).

Pupuk Organik

Untuk meningkatkan kandungan unsur hara maka pupuk sangat dibutuhkan. Seberapa banyak pupuk yang diperlukan tentu bergantung pada kondisi tanah. Menurut balai penelitian / Balai Teknologi Pertanian, faktor yang menentukan berapa banyak unsur hara yang diperlukan untuk koreksi ialah kondisi kesuburan tanah itu sendiri, kemasaman (pH) tanah, kelembaban tanah, tinggi rendahnya kadar bahan organik dalam tanah, kemampuan penyerapan terhadap zat-zat mineral dari tanaman, faktor iklim, dan nilai ekonomi tanaman yang dibudidayakan (Yuliarti, 2009).

Pupuk organik merupakan hasil akhir dari penguraian bagian-bagian atau sisa-sisa (serasah) tanaman dan binatang, contoh: pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan sebagainya. Pupuk organik mampu menggemburkan lapisan permukaan tanah (top soil), meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air, yang oleh karenanya kesuburan tanah menjadi meningkat (Yuliarti, 2009).

Bahan organik tanah umumnya ditemukan di permukaan tanah, dan pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah (1) sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah (2) sumber unsur hara N, S, P, dan unsur mikro (3) menambah kemampuan tanah untuk menahan air (4) menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (5) sumber energi bagi mikroorganisme (Hardjowigeno, 1987).

(11)

Pemberian bahan organik ke dalam tanah menyebabkan terjadinya peningkatan P tersedia tanah mulai saat inkubasi dan sejak 60 hari setelah tanam, sedangkan penurunan P tersedia erat kaitannya dengan tingkat pertumbuhan tanaman (Damanik dan Supriadi, 1991). Foth, 1991 juga menyatakan bahwa semakin banyak bahan organik yang ditambahkan dalam setiap tahun, semakin banyak unsur-unsur hara yang akan dimineralisasikan untuk pertumbuhan tanaman.

Tan (1995) menyatakan bahwa bahan organik tanah mempunyai pengaruh nyata terhadap pelapukan. Melalui dekomposisi bahan organik, jumlah senyawa organik dilepaskan atau dibentuk. Kebanyakan dari senyawa-senyawa tersebut, mempunyai kapasitas untuk mengkompleksi ion-ion logam. Pemberian bahan organik pada tanah masam dapat bertindak sebagai penawar keracunan Al, karena Al dengan bahan organik akan membentuk senyawa kompleks. Bahan organik juga mengandung unsur hara makro dan mikro (Sanchez, 1992).

Salah satu jenis pupuk organik adalah pupuk kandang. Menurut Syekhfani (2000) bahwa pupuk kandang memiliki sifat yang alami dan tidak

merusak tanah, menyediakan unsur makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan belerang) dan mikro (besi, seng, boron, kobalt, dan molibdenium). Selain itu pupuk kandang berfungsi untuk meningkatkan daya menahan air, aktivitas mikrobiologi tanah, nilai kapasitas tukar kation dan memperbaiki struktur tanah. Menurut Setiawan (2002) pengaruh pemberian pupuk kandang secara tidak langsung memudahkan tanah untuk menyerap air.

Pupuk organik berupa kompos 2 ton/ha dapat diberikan sebelum pengolahan tanah kedua. Bahan organik adalah bahan yang berasal dari limbah

(12)

tanaman, kotoran hewan atau hasil pengomposan seperti kotoran sapi, kotoran ayam, jerami atau sisa tanaman lain, pupuk hijau dan hasil pangkasan tanaman kacang-kacangan (Muis, dkk. 2008).

Pupuk Kandang Kotoran Ayam

Pemberian bahan organik berupa pupuk kandang meningkatkan kesuburan tanah. Tanaman rami yang ditanam pada tanah yang gembur dan subur mengalami peningkatan jumlah anakan per rumpun dan pertumbuhannya optimal. Menurut hasil penelitian Sastrosupadi dan Santoso (2005), rami memerlukan bahan organik dalam jumlah yang besar untuk pertumbuhannya. Dibanding dengan bahan organik yang lain pupuk kandang ayam memiliki kandungan N yang cukup tinggi

yakni 2,6%, 2,9% (P), dan 3,4% (K) dengan perbandingan C/N ratio 8,3 (Zakaria dan Vimala, 2002). Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Sutejo (2002) yang mengemukakan bahwa pupuk kandang kotoran ayam

mengandung nitrogen tiga kali lebih besar dari pada pupuk kandang yang lainnya. Lebih lanjut dikemukakan kandungan unsur hara dari pupuk kandang kotoran ayam lebih tinggi karena bagian cair (urine) bercampur dengan bagian padat.

Peranan bahan organik bila diberikan pada tanah maka akan terjadi perubahan terutama dalam perbaikan fisik tanah. Menurut (Syekhfani, 2000) usaha untuk mengatasi tingkat kesuburan tanah pertama-tama dilakukan dengan cara pemberian bahan organik sebagai perbaikan sifat fisik, kemudian diikuti perbaikan sifat kimia melalui pemberian pupuk anorganik dalam kondisi yang seimbang.

Ketersediaan unsur hara N, P dan K juga menentukan produksi dan mutu jagung. Emmyzar et al., (1996) melaporkan bahwa kuantitas tanaman jagung

(13)

terbaik diperoleh dari pemupukan dengan dosis 100 kg urea + 100 kg TSP + 50 kg KCl setiap hektar pada penggunaan jarak tanam 40 cm x 20 cm. Dosis optimum untuk menghasilkan produksi dan mutu yang baik adalah 10 ton pupuk kandang per ha, 200 kg Urea, 200 kg SP36 dan 100 kg KCl. Namun demikian, tuntutan pengguna untuk mendapatkan budidaya pertanian organik mendorong penelitian untuk menghasilkan teknologi pendukung budidaya organik, yaitu dengan memanfaatkan bahan organik dan bahan alami yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.

Pupuk Kompos

Kompos adalah hasil akhir suatu proses dekomposisi tumpukan sampah/serasah tanaman dan bahan organik lainnya. Keberlangsungan proses dekomposisi ditandai dengan nisbah C/N bahan yang menurun sejalan dengan waktu. Bahan mentah yang biasa digunakan seperti : daun, sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai nisbah C/N yang melebihi 30 (Sutedjo, 2002).

Kompos diumpamakan sebagai multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah, merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit lewat proses alamiah.

(14)

Namun proses tersebut berlangsung lama sekali pada sedangkan kebutuhan akan tanah yang subur sudah mendesak. Oleh karenanya proses tersebut perlu dipercepat dengan bantuan manusia. Dengan cara yang baik, proses mempercepat pembuatan kompos berlangsung sehingga bisa diperoleh kompos yang berkualitas baik (Wilfredo, dan Cosico. 1985).

Terdapat beberapa macam mikroorganisme yang dapat digunakan untuk membantu dan mempercepat pengomposan sampah organik agar menjadi pupuk kompos. Mikroorganisme tersebut antara lain Streptomyces sp., Acetybacter sp., Actynomycetes sp. Pupuk kompos yang dihasilkan dari mikroorganisme tersebut dapat digunakan kembali untuk memupuk tanaman untuk meningkatkan kualitas hasil yang dihasilkan. Penggunaan bantuan mikroorganisme dalam pengolahan sampah organik akan meningkatkan mutu kompos yang dihasilkan, mengurangi rasio volume sampah yang dihasikan, mengurangi ketergantungan petani akan pupuk buatan, meningkatkan efisiensi perkebunan yang dilakukan, dan secara tidak langsung akan meningkatkan penghasilan petani (terdapat beberapa macam mikroorganisme yang dapat digunakan untuk membantu dan mempercepat pengomposan sampah organik agar menjadi pupuk kompos). Mikroorganisme tersebut antara lain Streptomyces sp., Acetybacter sp., Actynomycetes sp. Pupuk kompos yang dihasilkan dari mikroorganisme tersebut dapat digunakan kembali untuk memupuk tanaman untuk meningkatkan kualitas hasil yang dihasilkan (Lingga , dkk, 1999) .

Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat

(15)

bagi tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah yang diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit (Isron, 2008).

Gambar

Gambar 2 : Gejala Serangan H. turcicum  Daur Hidup Penyakit

Referensi

Dokumen terkait

bahwa nama-nama mahasiswa yang tersebut pada lampiran ini di pandang mampu untuk diangkat sebagai Fungsionaris Kelembagaan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Hasil isolasi BAL dari 3 sampel biji kakao diperoleh 22 isolat BAL, empat isolat diantaranya memiliki potensi sebagai probiotik berdasarkan ketahanan pada kondisi

Untuk mengatasi keragaman tersebut beberapa pendekatan telah dilakukan, salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan semantik yang digabungkan dengan P2P.. P2P [10]

Mungkin terdengan mustahil, namun yang harus kita lakukan adalah memohon Allah untuk mengampuni kita dan menolong kita untuk tidak berdosa kembali, kemudian

Sejauh yang penulis teliti dari ketiga skripsi diatas terjadi perbedaan antara karya yang penulis buat dengan ketiga skripsi tersebut, letak perbedaannya yaitu terdapat pada

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa pelaksanaan Tutorial Tatap Muka (TTM) yang diselenggarakan di Kabupaten Seram Bagian Barat sudah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan

Pada zona ini juga terdapat kubangan leachate yang terbentuk dari air hujan yang terkumpul dan terperangkap dipermukaan cekung dan tidak dapat menyerap yang disebabkan oleh

Dalam perancangan Redesain Kawasan Simpang Tujuh Kudus (Penekanan Desain Taman Bojana Kudus dengan Konsep Arsitektur Kontemporer), penulis mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu