• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak independen, terhadap laporan keuangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak independen, terhadap laporan keuangan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

II.1 Landasan Teori

II.1.1. Auditing

Sukrisno, A (2004 : 2) mengatakan, “Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.”

Menurut Arens dan Loebbecke (2009 : 9) “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on degrees of correspondence between the information and established crtiteria. Auditing should be done by a competent, independent person.”

Dari kedua definisi di atas dapat diartikan bahwa auditing adalah akumulasi dan evaluasi bukti-bukti mengenai laporan keuangan beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti pendukung lain untuk melihat tingkat korespondensi antara informasi yang diperoleh dengan kriteria yang seharusnya, dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan. Kegiatan ini seharusnya dilakukan oleh seseorang berkompeten dan independen.

(2)

10 II.1.1.1 Standar Auditing

Institut Akuntan Publik Indonesia (2011) sebagai organisasi yang berwenang dalam penyusunan dan penerbitan standar professional dan etika akuntan publik menyatakan dalam Standar Profesional Akuntan Publik bahwa ada sepuluh standar dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA) (SA.150) yang dikelompokkan menjadi standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya.

1. Standar Umum

1) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

2) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

3) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2. Standar Pekerjaan Lapangan

1) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus di supervisi dengan semestinya.

2) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

3) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

(3)

11 3. Standar Pelaporan

1) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

2) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dengan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

II.1.2. Teori Motivasi Prestasi

Menurut Mc Clelland, teori motivasi berprestasi merupakan suatu dorongan dimana seseorang ingin mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan melakukan suatu karya berprestasi melebihi prestasi orang lain. Karakteristik orang berprestasi memiliki tiga ciri utama menurut McClelland (1987) :

(4)

12 1. Need for achievement (n-Ach) yaitu kebutuhan untuk berprestasi. Kebutuhan ini merupakan dorongan seseorang untuk bertindak mencapai kesuksesan dan lebih baik dari sebelumnya. Orang yang memiliki n-Ach tinggi tidak begitu terpengaruh oleh imbalan uang, mereka lebih senang jika prestasi dapat tercapai.

Karakteristik sesorang yang memiliki kebutuhan n-Ach (need for achievement) tinggi adalah:

a. Menyukai tugas yang memliki taraf kesulitan sedang

Orang dengan kebutuhan berprestasi tinggi kurang menyukai tugas yang taraf kesulitan terlalu rendah ataupun terlalu tinggi. Jika mereka mengambil taraf kesulitan rendah, mereka akan merasa tidak memliki tantangan yang berarti karena semua orang tentu akan bisa mengerjakannya. Jika taraf kesulitan tinggi mereka ambil, maka ada kemungkinan kegagalan, sehingga lebih memilih untuk mengambil taraf kesulitan sedang agar kebutuhan berprestasi dapat tercapai sesuai dengan target yang diinginkan.

b. Bertanggung jawab secara personal atas performa kerja

Orang dengan kebutuhan berprestasi tinggi umumnya memiliki rasa tanggung jawab tinggi karena mereka merasa perlu untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan tuntas, dengan begitu mereka akan memperoleh kepuasan atas apa yang mereka hasilkan. Mereka akan tertuju pada peningkatan performa atas dirinya sendiri.

(5)

13 Orang dengan kebutuhan berprestasi lebih menyukai jika performa dirinya dapat dibandingkan dengan orang lain. Sesorang akan merasa lebih senang mendapat umpan balik dari apa yang telah mereka kerjakan. Umpan balik menunjukan seberapa kemampuan mereka dalam bekerja. 2. Need for affiliation (n-Affi) yaitu kebutuhan akan kehangatan dan dukungan

dalam kehidupannya atau hubungan dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku individu untuk menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain. Orang-orang dengan need for affiliation tinggi adalah orang-orang yang berusaha menjaga hubungannya dengan orang lain. Karakteristik dari n-Affi yaitu lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaannya daripada segi tugas-tugas yang ada dalam pekerjaan tersebut, melakukan pekerjaannya lebih efektif apbila bekerjasama dengan orang lain dalam suasana yang lebih kooperatif serta mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain.

3. Need for Power (n-Pow) yaitu adanya keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain sehingga apa yang dilakukan dapat mempengaruhi orang lain dan memiliki dampak terhadap orang lain. Orang-orang dalam kelompok n-Pow menyukai pekerjaan dimana mereka dapat menjadi pimpinan dalam suatu kelompok atau organisasi, sangat aktif menentukan arah kegiatan dari sebuah organisasi dan sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organiasi.

(6)

14 II.1.3. Profesi Akuntan Publik

Arens dan Loebbecke (2008) diterjemahkan Jusuf, A.A mendefinisikan, “Akuntan publik adalah auditor yang berdiri sendiri yang melaksanakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti dari keterangan yang terukur dari suatu kesatuan ekonomi dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari keterangan yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan terhadap laporan keuangan perusahaan yang go public maupun perusahaan-perusahaan besar lainnya.”

Dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik per 1 Januari 2011 disebutkan:

“KAP adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang berusaha di bidang pemberian jasa professional dalam praktik akuntan publik.”

Menurut Elder, Beasley, Arens (2010, p. 28) dalam buku Auditing and Assurance Services menyatakan, “Three main factors influence the organizational structure of all firms :

1. The need for independence from clients. Independence permits auditors to remain unbiased in drawing conclusions about the financial statements.

2. The importance of a structure to encourage competence. Competence permits auditors to conduct audits and perform other services efficiently and effectively. 3. The increased litigation risk faced by auditors. Audit firms continue to

experience increases in litigation-related costs. Some organizational structures afford a degree of protection to individual firm members.”

Dari definisi di atas dijelaskan tiga faktor yang mempengaruhi struktur Kantor Akuntan Publik : 1) independensi auditor diharuskan untuk tidak memihak dalam

(7)

15 mengambil pendapat mengenai laporan keuangan, 2) kompetensi memungkinkan auditor untuk melakukan audit dan melakukan layanan lainnya secara efektif dan efisien, 3) peningkatan risiko ligitasi yang dihadapi auditor.

II.1.4. Gender

Kata gender bisa diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dalam hal nilai dan perilaku (Victoria Neufeldt (ed.), 1984:561 dalam Marzuki) . Dalam Women’s Studies Encyclopedia disebutkan bahwa gender merupakan konsep kultural untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Siti Musdah Mulia, 2004 : 4 dalam Marzuki).

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa gender adalah sifat yang dijadikan dasar untuk mengidentifikasi perbedaan peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan. Gender dapat diartikan sebagai sifat dasar yang melekat pada setiap laki-laki dan perempuan.

Meyers-Levy (1986) dalam Sabaruddinsah mengembangkan kerangka teoritis yang menjelaskan teori tentang perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam proses informasi yang disebut “selectivity hyphotesis”. Perbedaan yang didasarkan isu gender dalam pemrosesan informasi dan pembuatan keputusan didasarkan atas pendekatan yang berbeda bahwa laki-laki dan perempuan menggunakan pemrosesan inti informasi dalam memecahkan masalah. Laki-laki umumnya hanya mengolah informasi seadanya untuk membuat keputusan sehingga laki-laki cenderung melakukan proses informasi secara terbatas, sedangkan perempuan umumnya cenderung mengumpulkan informasi

(8)

16 sebanyak mungkin dan mengolah informasi secara detail untuk pengambilan keputusan. Chung dan Monroe (dalam Zulaikha, 2006) menemukan bahwa dalam memproses informasi, mahasiswa akuntansi laki-laki lebih selektif dibanding mahasiswa perempuan yang bersifat menyeluruh atau komprehensif dalam memproses informasi.

Pandangan mengenai gender dapat diklasifikasikan ke dalam dua model. Pertama, equity model dan complementary model, dan kedua, ke dalam dua stereotype yaitu Sex Role Stereotypes dan Managerial Stereotypes (Gill Palmer dan Tamiselvi Kandasamy, 1997, dalam Agus S, 1999). Model pertama mengasumsikan bahwa laki-laki dan wanita sebagai profesional adalah identik sehingga perlu ada satu cara yang sama dalam mengelola dan wanita harus diuraikan akses yang sama. Model kedua berasumsi bahwa antara laki-laki dan wanita memiliki kemampuan berbeda sehingga perlu adanya perbedaan dalam mengelola dan cara menilai, mencatat serta mengkombinasikan untuk menghasilkan suatu sinergi.

Setiap tugas audit memerlukan informasi-informasi lengkap serta langkah-langkah agar pembuatan keputusan diambil dengan tepat. Erngrund et al. (1996) dalam Zulaikha (2006) juga mengatakan bahwa perempuan memerlukan waktu yang cepat dibanding laki-laki dalam menyelesaikan tugas yang bersangkutan, dan perempuan memiliki kemampuan mengingat informasi lebih kuat terhadap informasi baru.

II.1.5. Kompleksitas Tugas

Sanusi dalam Cecilia (2007) menjelaskan, kompleksitas tugas merupakan tugas yang tidak terstruktur, membingungkan dan sulit. Auditor sering dihadapkan pada tugas yang rumit, tidak terstruktur, berbeda-beda dan saling terkait satu dengan yang lain.

(9)

17 Dari definisi di atas dapat diartikan sebagai tugas yang terdiri dari beberapa bagian-bagian berbeda dan setiap bagian memiliki keterkaitan satu dengan lain. Dalam pelaksanaan tugas yang kompleks, auditor memerlukan keahlian, kemampuan dan mental yang tinggi.

Restuningdiah dan Indriantoro (2000) menyatakan bahwa adanya kompleksitas tugas bermula dari ambiguitas dan struktur yang lemah, dalam tugas utama ataupun tugas-tugas lain. Pada tugas-tugas yang membingungkan (ambiguous) dan tidak terstruktur, alternatif-alternatif tidak dapat diidentifikasi sehingga tidak diperolehnya data dan tidak dapat memprediksi output.

Chung dan Monroe (2001) dalam Puspitasari (2011) berargumen sama, kompleksitas tugas dalam pengauditan dipengaruhi oleh:

1. Informasi yang didapat tidak relevan. Informasi tersebut tidak konsisten dengan kejadian yang akan diprediksi.

2. Adanya ambiguitas tinggi. yaitu beragamnya hasil yang diharapkan klien atas pengauditan.

Dari penjelasan di atas dapat diartikan bahwa informasi yang kurang tepat dan tidak lengkap serta ambiguitas tinggi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pengauditan.

II.1.6 Tekanan ketaatan

McNair (1991) dalam Hartanto, Kusuma (2001) mengatakan bahwa masalah yang paling banyak dihadapi auditor dalam organisasinya adalah masalah “up or out”.

(10)

18 Budaya organisiasi memberi tekanan pada perilaku sesuai dengan “program” yang telah ditentukan. Dilema akan dihadapkan auditor ketika menemukan ketidaksesuaian antara “program” tersebut dengan standar profesional yang akan mengacu pada kepercayaan publik, obyektivitas dan integritas. Auditor dianggap menyimpang ketika menjalankan tugas tidak sesuai dengan keinginan perusahaan sehingga auditor akan terancam kehilangan pekerjaannya.

Milgram (1974) dalam Sabaruddinsah mengatakan bahwa bawahan yang menerima tekanan ketaatan dari atasan akan mengalami perubahan psikologis dari seseorang yang berperilaku autonomis menjadi perilaku agen. Perubahan perilaku terjadi karena bawahan merasa menjadi agen dari sumber kekuasaan, dan dirinya terlepas dari tanggung jawab apa yang dilakukannya. Seseorang akan merasa bahwa atasan adalah penentu segalanya tanpa peduli tanggung jawabnya sebagai auditor yang mengharuskan menjaga independensi dan profesionalisme. Teori ketaatan menyatakan individu yang berkuasa merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi perilaku orang lain dengan perintah yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh keberadaan kekuasaan atau otoritas yang merupakan bentuk dari legitimate power.

DeZoort dan Lord (1994) dalam Hartanto et al. (2001) mempertimbangkan tekanan atasan untuk melakukan perilaku menyimpang karena adanya kemungkinan perubahan dalam perspektif etis sejalan dengan perubahan ranking peran dalam organisasi. Bila pada awal karir, auditor lebih mementingkan pemenuhan tugas praktik yang dilimpahkan padanya, dengan adanya perubahan peran dalam organisasi terdapat pula perubahan perspektif etisnya. Ada kecenderungan perubahan fokus dari hanya praktik dan kualitas audit lalu berubah dan berujung pada profitabilitas organisasi. Hal

(11)

19 ini akan berpengaruh pada kemampuan auditor untuk menjaga reputasi dalam hal independensi dan obyektivitas. Adanya praktik atasan mempengaruhi bawahan akan mengakibatkan pada hilangnya profesionalisme, hilangnya kepercayaan publik dan kredibilitas sosial.

II.1.7 Pengalaman Audit

Anderson dan Maletta (1994) dalam Koroy (2005) mengatakan individu yang kurang mengenal dengan suatu keputusan berisiko berperilaku secara lebih hati-hati dan cenderung menghindari risiko dibanding mereka yang lebih mengenal tugasnya. Dengan kata lain, auditor yang kurang berpengalaman dapat dikatakan lebih hati-hati saat menjalankan tugas daripada auditor yang berpengalaman lebih banyak.

Kida (1984). Tubbs (1992) menunjukkan bahwa ketika pengalaman auditor meningkat, maka auditor menjadi sadar terhadap kekeliruan, auditor hanya memiliki sedikit salah pengertian tentang kekeliruan dan auditor menjadi sadar tentang kekeliruan yang tidak lazim.

Choo dan Trotman (1991) dalam Laily (2010) menunjukkan profesional berpengalaman lebih mendapat informasi yang lebih baik mengenai fakta yang prediktif dan yang mungkin menghasilkan judgement yang lebih valid. Pengalaman yang signifikan seperti kompleksnya tugas membuat para auditor berpengalaman memiliki pola pikir dan strategi yang tersusun dengan baik sedangkan para auditor yang kurang berpengalaman memiliki pola pikir yang kurang tersusun baik.

Marinus, Wray dan Koroy (2005) mengatakan bahwa melalui rentang waktu yang telah digunakan terhadap suatu tugas, pengalaman seseorang akan dapat diukur.

(12)

20 Pengalaman sesorang memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang akan mendorong seseorang untuk belajar melakukan dan memberikan hasil terbaik.

Haynes et al. (1998) membahas hal berkaitan dengan insentif yang bertentangan (conflicting incentives) yang dihadapi auditor berpengalaman. Di satu pihak, auditor diharuskan mempertahankan klien yang menuntut auditor untuk membangun dan menjaga hubungan baik dengan klien. Di pihak lain, auditor juga harus mencegah kerugian di masa datang akibat adanya tuntutan atau litigasi hukum dan hilangnya reputasi.

II.1.8 Audit Judgement

Ardiyos (2007) mengatakan bahwa kebijakan (judgement) merupakan opini seorang akuntan yang berhubungan dengan sekumpulan fakta-fakta atau bukti-bukti. Selain menginterpretasikan makna situasi atau keadaan, akuntan juga harus menentukan implikasi yang dirasakan, misalnya derajat pengujian pemeriksaan yang dibutuhkan dalam suatu situasi tertentu tergantung pada penilaian pemeriksa atau auditor tentang kualitas sistem kontrol.

Pertimbangan auditor mengenai kelayakan bukti audit dipengaruhi oleh : pertimbangan professional, integritas manajemen, kepemilikan publik versus terbatas, kondisi keuangan. Sedangkan faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menentukan cukup atau tidaknya bukti audit adalah: materialitas dan risiko, faktor ekonomi, ukuran dan karakteristik populasi.

(13)

21 Taylor (2000) mengatakan materialitas berhubungan dengan judgement, ketika dikaitkan dengan evaluasi resiko, pertimbangan inilah yang akan mempengaruhi cara-cara pencapaian tujuan audit, ruang lingkup dan arah pekerjaan terperinci serta disposisi kesalahan dan kelalaian. Sedangkan resiko menunjukan tingkat resiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapat atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material (Arifuddin, 2002).

IAPI mengatakan bahwa dalam merencanakan audit, auditor harus menggunakan pertimbangannya dalam menentukan tingkat risiko audit yang cukup rendah dan pertimbangan awal mengenai tingkat materialitas dengan suatu cara yang diharapkan, dalam keterbatasan bawaan dalam proses audit, dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material.

Ikatan Akuntan Indonesia (2011 : 312.3) dalam Standar Professional Akuntan Publik mengatakan, “Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan professional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang akan meletakkan kepercayaan terhadap laporan keuangan.”

Dari penjelasan diatas, auditor dalam memberikan pertimbangan mengenai materialitas, auditor akan memberikan pertimbangannya sesuai dengan keadaan laporan keuangan yang sebenarnya.

Pada saat auditor mempertimbangkan keputusan mengenai pendapat apa yang akan dinyatakan dalam laporan audit, material atau tidaknya informasi mempengaruhi

(14)

22 jenis pendapat yang akan diberikan oleh auditor. Informasi yang tidak material atau tidak penting biasanya diabaikan oleh auditor dan dianggap tidak pernah ada. Tetapi jika informasi tersebut melampaui batas materalitas, pendapat auditor akan terpengaruh (Mulyadi, 2002).

II.2 Penelitian Terdahulu

II.2.1 Penelitian oleh Zulaikha (2006)

Beberapa penelitian mengenai pengaruh gender, pengalaman audit, kompleksitas tugas dan tekanan terhadap audit judgement telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti. Zulaikha (2006) dalam penelitian Analisis Pengaruh Interaksi, Gender, Kompleksitas Tugas dan Pengalaman Auditor terhadap Audit Judgement menyimpulkan bahwa ada perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dimana perempuan lebih diposisikan dalam peran domestik. Namun, dalam profesi auditor, peran ganda perempuan ini ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keakuratan informasi yang diproses dalam judgement. Secara absolut, laki-laki menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan dengan perempuan, namun perbedaan tersebut tidak signifikan.

II.2.2 Penelitian oleh Sabaruddinsah (2007)

Sabaruddinsah (2007) dalam penelitiannya Pengaruh Gender, Pengalaman Auditor, dan Kompleksitas Tugas terhadap Audit Judgement menyatakan bahwa kompleksitas tugas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgement. Hal ini menunjukan bahwa ketika auditor dihadapkan pada tugas yang kompleks tidak berpengaruh terhadap judgement yang diambil auditor untuk menentukan pendapat hasil auditnya. Hal ini menunjukan para auditor mengetahui jelas tugas yang diberikan,

(15)

23 memahami apa yang harus dilakukan, tidak mengalami kesulitan dalam melakukan tugas dan menjalankan tugas sesuai dengan standar yang ditetapkan.

II.2.3 Penelitian oleh Jamilah, Fanani, Chandrarin (2007)

Jamilah, Fanani, Chandrarin (2007) dalam penelitiannya berjudul Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan, dan Kompleksitas Tugas terhadap Audit Judgement mengatakan bahwa tekanan ketaatan berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgement. Hal ini menunjukan bahwa auditor dalam kondisi adanya perintah dan tekanan dari atasan dan klien cenderung akan mentaati keinginan atasan yang sekiranya akan menyimpang dari standar professional dan kode etik. Hanya sedikit orang yang mau mengambil risiko untuk kehilangan pekerjaan atas konsekuensi menentang perintah dan keinginan atasan.

II.2.4 Penelitian oleh Laily N. (2010)

Dalam penelitian Laily N. (2010) Pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Ethical Judgement dengan Pengetahuan Auditor dan Komitmen Profesi sebagai Variabel Intervening mengatakan bahwa pengalaman auditor berpengaruh terhadap pertimbangan etis auditor. Hal ini membuktikan bahwa auditor yang memiliki banyak pengalaman kerja akan meningkatkan pertimbangan etis karena lamanya seorang auditor bekerja memungkinkan auditor untuk dapat memahami situasi dilemma etika sehingga akan semakin baik pertimbangan etisnya. Semakin tinggi pengalaman seorang maka pengetahuannya akan meningkat dan pada akhirnya juga akan meningkatkan pertimbangan etis karena kepekaannya dalam menghadapi masalah-masalah yang dihadapi.

(16)

24 II.3 Model Penelitian

Gambar 2.1 Model Penelitian

II.4. Pengembangan Hipotesis

II.4.1 Pengaruh Gender terhadap Audit Judgement

Pengambilan judgement harus diputuskan secara tepat oleh auditor. Menurut teori, wanita dan pria memiliki tingkat emosional berbeda. Dalam pekerjaan, wanita lebih bisa membaca isyarat-isyarat non verbal dan paralinguistik dibanding pria. Ruegger dan King (1992) dalam Sabaruddinsah membuktikan wanita umumnya memiliki tingkat pertimbangan moral lebih tinggi dibanding pria.

Meyer dan Levy (1986) mengatakan bahwa dalam mengolah informasi, wanita cenderung lebih teliti dengan menggunakan informasi yang lebih lengkap, mengevaluasi kembali informasi tersebut dan tidak mudah menyerah. Wanita juga relatif lebih efisien

gender

kompleksitas tugas

tekanan ketaatan

pengalaman audit

(17)

25 dibandingkan pria dalam hal mendapatkan akses informasi. Seorang auditor harus mengolah semua informasi dengan tepat untuk kemudian digunakan dalam membuat judgement. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Gender berpengaruh terhadap judgement yang diambil oleh auditor

II.4.2 Pengaruh kompleksitas tugas terhadap audit judgement

Kompleksitas tugas dapat muncul karena adanya tingkat kesulitan dari tugas yang diperoleh. Tugas yang kompleks memungkinkan penurunan performance auditor karena tingkat kelelahan tinggi dan tingkat kefokusan menurun. Ketika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang tinggi, maka muncul kekhawatiran akan kegagalan untuk menyelesaikan tugas sehingga menurunnya kualitas judgement yang diberikan auditor. Menurut Booner (1994), proses pengolahan informasi terdiri dari tiga tahapan: input, proses, output. Di tahap input dan proses, kompleksitas tugas meningkat seiring bertambahnya cues. Terdapat perbedaan antara pengertian banyak cues yang diadakan (number of cues available) dengan cues yang terolah (number of cues processed). Banyaknya cues yang ada membuat decision maker harus berusaha memilih cues-cues tersebut (meliputi upaya penyeleksian dan pertimbangan-pertimbangan) dan kemudian mengintegrasikannya ke dalam suatu judgement.

Stuart (2001) juga membuktikan bahwa kinerja auditor tergantung pada interaksi antara kompleksitas tugas dan struktur audit yang digunakan dalam pelaksanaan audit. Restuningdiah dan Indriantoro (2000) menyatakan bahwa peningkatan kompleksitas

(18)

26 tugas dalam tugas seseorang atau sistem, akan menurunkan tingkat keberhasilan tugas itu. Maka dapat dirumuskan hipotesis :

H2 : Kompleksitas Tugas berpengaruh terhadap audit judgement

II.4.3 Pengaruh Tekanan Ketaatan terhadap audit judgement

Salah satu tekanan yang dihadapkan auditor saat bekerja yaitu dilema etika yang bertentangan dengan nilai-nilai. Dalam suatu situasi dan kondisi, klien dan atasan dapat mempengaruhi auditor dalam pengambilan keputusan yang melanggar kode etik professional akuntan. Hal ini akan mengurangi kualitas judgment auditor. Jika auditor tidak dapat memenuhi apa yang dinginkan klien, klien akan memutuskan perikatan sepihak dan melakukan penggantian auditor. Maka, auditor memerlukan sikap moral dan mental yang kuat untuk berpegang teguh pada kode etik professional akuntan yang berperan penting dalam pengambilan keputusan. Penjelasan di atas didukung oleh Hartanto (1999) bahwa auditor yang mendapatkan perintah tidak tepat dari atasan atau klien cenderung akan berperilaku menyimpang dari standar profesional. Maka dapat dirumuskan hipotesis:

H3 : Tekanan Ketaatan berpengaruh terhadap audit judgement

II.4.4 Pengaruh Pengalaman Audit terhadap Audit Judgement

Auditor dalam setiap pekerjaannya terus menerus dihadapkan pada berbagai permasalahan berbeda dan kompleks. Setiap permasalahan yang ditemui auditor secara

(19)

27 tidak langsung akan membuat pengetahuan auditor bertambah. Seseorang yang berpengalaman, tentunya sudah lebih dulu menemui berbagai permasalahan sehingga ia akan lebih cepat tanggap ketika menemui permasalahan baru atau sejenis. Seorang yang bekerja berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya akan membuahkan hasil yang lebih baik dibanding yang tidak memiliki pengetahuan cukup atas tugasnya. Semakin lama masa kerja seseorang, maka semakin banyak pula pengalaman kerja yang dimiliki. Untuk itu, dengan semakin banyaknya pengalaman seseorang, tentu semakin baik kinerjanya. Kurangnya pengalaman membuat pekerjaan lebih lama selesai karena perlu mempelajari lebih dalam dan perlu kehati-hatian pada pekerjaannya.

Pendapat serupa dikemukakan oleh Haynes et al. (1998) dalam Susetyo, B. (2009) menyatakan bahwa pengalaman audit akan memberikan hasil yang bervariasi dalam pertimbangan auditor. Auditor berpengalaman akan mengambil tindakan berbeda dalam membuat pertimbangan mengenai preferensi klien dibanding dengan auditor yang kurang berpengalaman. Abdolmohammadi dan Wright (1987) dalam Jamilah et al. (2007) menunjukan bahwa pertimbangan auditor tidak berpengalaman mempunyai tingkat kesalahan lebih besar dibanding auditor berpengalaman.

Berdasarkan uraian di atas,dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:

Gambar

Gambar 2.1 Model Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Akreditasi Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama merupakan upaya peningkatan mutu dan kinerja pelayanan yang dilakukan melalui membangun

Instalasi gawat Darurat RSUD Prof.DR.Margono Soekarjo merupakan unit penyelenggaraan administrasi rumah sakit di bawah wakil direktur pelayanan yang menunjang kegiatan

Mekanisme patofisiologik yang bertanggung jawab pada bronkitis kronis sangat kompleks, berawal dari rangsang toksik pada jalan napas menimbulkan 4 hal besar

SD Al-Irsyad 01 Purwokerto adalah suatu penelitian untuk mengetahui bagaimana implementasi pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran

Tentunya perlu mendapat perhatian tentang sarana dan prasarana yang memadai agar dapat mencapai program yang kita inginkan dengan tenaga kerja yang profesional dan

Sistem CAPTCHA dengan menggunakan permainan FLOW dapat digunakan dengan mudah oleh pengguna pada umumnya dengan tingkat rata-rata keberhasilan mencapai 92,025%, waktu

Menurut Edwin (2002) menyatakan bahwa koloni yang terdapat dalam kefir grains mampu memproduksi beberapa vitamin yang sangat diperlukan tubuh seperti asam

yang telah memberikan nikmat dan keridhaan-Nya sehingga Laporan Skripsi dengan Judul Analisis Matrix Acidizing dengan konsentrasi HCL 15 % pada sumur KTB-X di