MAKALAH
“Pelayanan Informasi Obat”
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Informasi
dan Edukasi
Oleh :
Andri Arfaldi ( 1301005 )
Kelompok 4 S1-VI A
Dosen : Septi Muharni, M.Farm, Apt
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Pelayanan Informasi Obat”. Dan juga kami berterima kasih pada Ibuk Septi Muharni, M.Farm, Apt selaku dosen mata kuliah Komunikasi Informasi dan Edukasi yang telah memberikan tugas ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, diharapkan adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Pekanbaru, 16 Maret 2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 LATAR BELAKANG 1 1.2 RUMUSAN MASALAH 2 1.3 TUJUAN KAMIAN 2 BAB II PEMBAHASAN 3 2.1 Pengertian PIO 3 2.2 Sumber Sumber Informasi 3 2.3 Metode PIO 52.4 Tujuan dan prioritas pelayanan informasi obat 6 2.5 Fungsi Fungsi PIO 7
2.6 Sasaran Informasi Obat 7 2.7 Kategori Informasi Obat 9 2.8 Evaluasi Kegiatan 11 BAB III PENUTUP 16
3.1 KESIMPULAN 16 3.2 SARAN 16
DAFTAR PUSTAKA 17
BAB I PENDAHULUAN
1 LATAR BELAKANG
Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Pelayanan kefarmasian ini merupakan wujud pelaksanaan pekerjaan kefarmasian berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
Sebagai hasil kesepakatan WHO dengan Federasi Farmasi Internasional di Vancouver tahun 1997, telah disepakati bahwa format baru pelayanan kefarmasian adalah berbasis pasien dengan prosedur yang dikenal sebagai pelayanan kefarmasian atau Pharmaceutical Care . Format baru ini berdampak kepada cara pelayanan yang baru yang akan merubah format lama menjadi lebih disempurnakan khususnya peranan apoteker kepada pelayanan pasien, yang merupakan cerminan dari praktek kefarmasian yang baik Good Phamacy Practice
(GPP).
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang bermutu dan selalu baru up to date mengikuti perkembangan pelayanan kesehatan, termasuk adanya spesialisasi dalam pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit pada dasarnya adalah untuk menjamin dan memastikan penyediaan dan penggunaan obat yang rasional yakni sesuai kebutuhan, efektif, aman, nyaman bagi pasien. Pelayanan kefarmasian tersebut memerlukan informasi obat yang lengkap, objektif, berkelanjutan, dan selalu baru up to date pula. Untuk itu diperlukan upaya penyediaan dan pemberian informasi yang (1) lengkap, yang dapat memenuhi kebutuhan semua pihak yang sesuai dengan lingkungan masing masing rumah sakit, (2) memiliki data cost effective obat, informasi yang diberikan terkaji dan tidak bias komersial (3) disediakan secara berkelanjutan oleh institusi yang melembaga dan (4) disajikan selalu baru sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian dan kesehatan.
2 RUMUSAN MASALAH
Apa pengertian dari PIO?
Apa saja sumber sumber dari informasi dan metode PIO?
Apa fungsi fungsi dari PIO?
Siapa saja yang menjadi sasaran informasi obat?
Apa saja kategori dari informasi obat?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain :
Mengetahui dan memahami definisi dari PIO
Mengetahui sumber sumber dari informasi dan metode PIO
Mengetahui tujuan dan prioritas dari PIO
Mengetahui dan memahami fungsi dari PIO
Mengetahui siapa saja yang menjadi sasaran informasi obat
Mengetahui kategori dari informasi obat
Mahasiswa dapat mengaplikasikan pelayanan informasi obat kepada pasien
Mahasiswa mampu melakukan pelayanan informasi obat kepada pasien
Dapat menambah wawasan kepada pembaca tentang PIO
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian PIO
Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak biasa dan
terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien (Anonim, 2004).
Ada berbagai macam definisi dari informasi obat, tetapi pada umumnya maksud dan intinya sama. Salah satu definisinya, informasi obat adalah setiap data atau pengetahuan objektif, diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi mencakup farmakologi, toksikologi dan farmakoterapi obat. Informasi obat mencakup, tetapi tidak terbatas pada pengetahuan seperti nama kimia, struktur dan sifat sifat, identifikasi, indikasi diagnostik atau indikasi terapi, mekanisme kerja, waktu mulai kerja dan durasi kerja, dosis dan jadwal pemberian, dosis yang direkomendasikan, absorpsi, metabolisme detoksifikasi, ekskresi, efek samping dan reaksi merugikan, kontraindikasi, interaksi, harga, keuntungan, tanda dan gejala dan pengobatan toksisitas, efikasi klinik, data komparatif, data klinik, data penggunaan obat dan setiap informasi lainnya yang berguna dalam diagnosis dan pengobatan pasien (Siregar, 2004).
Definisi pelayanan informasi obat adalah pengumpulan, pengkajian, pengevaluasian, pengindeksan, pengorganisasian, penyimpanan, peringkasan, pendistribusian, penyebaran serta penyampaian informasi tentang obat dalam berbagai bentuk dan metode kepada pengguna nyata yang mungkin (Siregar, 2004).
2 Sumber sumber informasi
Sumber informasi obat meliputi :
1 Tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan seperti dokter, apoteker, dokter gigi, tenaga kesehatan lain merupakan sumber informasi obat
2 Pustaka
Pustaka sebagai sumber informasi obat digolongkan menjadi 3 kategori : a Pustaka primer
Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang terdapat didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Contoh pustaka primer : laporan hasil penelitian, laporan kasus, studi evaluatif dan laporan deskriptif.
b Pustaka sekunder
Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari berbagai kumpulan artikel jurnal. Sumber informasi yang terdapat dalam sumber informasi primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai data base. Contoh : medline yang berisi abstrak abstrak tentang terapi obat, International Phamaceutical Abstract yang berisi abstrak penelitian kefarmasian.
c Pustaka tersier
Berupa buku teks atau data base, kajian artikel dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi informasi umum, lengkap dan mudah dipahami. Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 53 ayat 2 menyatakan bahwa standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi dengan baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter dan perawat, dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. Yang dimaksud dengan hak pasien adalah hak informasi, hak untuk memberika persetujuan, hak atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat kedua.
3 Sarana
Fasilitas ruangan, peralatan, komputer, internet dan perpustakaan
4 Prasarana
Industri farmasi, Badan POM, Pusat informasi obat, Pendidikan tinggi farmasi, Organisasi profesi (dokter, apoteker, dan lain lain)
5 Sumber informasi lainnya
Selain sumber informasi yang sudah disebutkan diatas, masih terdapat beberapa sumber informasi obat lainnya. Diantaranya informasi obat dari media massa, leaflet, brosur, etiket dan informasi yang berasal dari seorang Medical Representative.
Pada umumnya, ada dua jenis metode utama untuk menjawab pertanyaan informasi, yaitu komunikasi lisan dan tertulis. Apoteker, perlu memutuskan kapan suatu jenis dari metode itu digunakan untuk menjawab lebih tepat daripada yang lain. Dalam banyak situasi klinik, jawaban oral biasanya diikuti dengan jawaban tertulis.
a Jawaban tertulis
Jawaban tertulis merupakan dokumentasi informasi tertentu yang diberikan kepada penanya dan menjadi suatu rekaman formal untuk penanya dan responden. Keuntungan dari format tertulis adalah memungkinkan penanya untuk membaca ulang informasi jawaban tersebut dan secara pelan pelan menginterpretasikan jawaban tersebut. Komunikasi tertulis juga memungkinkan apoteker untuk menerangkan sebanyak mungkin informasi dalam keadaan yang diinginkan tanpa didesak penanya. Jawaban tertulis dapat mengakomodasi tabel, grafik, dan peta untuk memperlihatkan data secara visual (Siregar, 2004).
b Jawaban lisan (oral)
Setelah ditetapkan bahwa jawaban lisan adalah tepat, apoteker perlu memutuskan jenis metode jawaban lisan yang digunakan. Ada dua jenis metode menjawab secara lisan, yaitu komunikasi tatap muka dan komunikasi telepon. Komunikasi tatap muka lebih disukai, jika apoteker mempunyai waktu dan kesempatan untuk mendiskusikan temuan informasi obat dengan penanya (Siregar, 2004).
4 Tujuan dan prioritas PIO A Tujuan PIO
1. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi pada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.
2. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.
3. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Panitia/Komite Farmasi dan Terapi) (Anonim, 2006).
B Prioritas PIO
Sasaran utama pelayanan informasi obat adalah penyempurnaan perawatan pasien melalui terapi obat yang rasional. Oleh karena itu, prioritas harus diberikan kepada permintaan informasi obat yang paling mempengaruhi secara langsung pada perawatan pasien. Proritas untuk permintaan informasi obat diurutkan sebagai berikut :
a Penanganan/pengobatan darurat pasien dalam situasi hidup atau mati b Pengobatan pasien rawat tinggal dengan masalah terapi obat khusus c Pengobatan pasien ambulatory dengan masalah terapi obat khusus
d Bantuan kepada staf professional kesehatan untuk penyelesaian tanggung jawab mereka
e Keperluan dari berbagai fungsi PFT
f Berbagai proyek penelitian yang melibatkan penggunaan obat
5 Fungsi fungsi PIO
1 Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit
2 Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi Komite Farmasi dan Terapi 3 Meningkatkan profesionalisme apoteker
4 Menunjang terapi obat yang rasional 5 Meningkatkan keberhasilan pengobatan
6 Sasaran informasi obat
Yang dimaksud dengan sasaran informasi obat adalah orang, lembaga, kelompok orang, kepanitiaan, penerima informasi obat, seperti dibawah ini :
1 Dokter
Dalam proses penggunaan obat, pada tahap pemilihan obat serta regimennya untuk seorang pasien tertentu, dokter memerlukan informasi dari apoteker agar ia dapat membuat keputusan yang rasional. Informasi obat diberikan langsung oleh apoteker, menjawab pertanyaan dokter melalui telepon atau sewaktu apoteker menyertai tim medis dalam kunjungan ke ruang perawatan pasien atau dalam konferensi staf medis (Siregar, 2004).
2 Perawat
Dalam tahap penyampaian atau distribusi obat dan rangkaian proses penggunaan obat, apoteker memberikan informasi obat tentang berbagai aspek obat pasien, terutama tentang pemberian obat. Perawat adalah professional kesehatan yang paling banyak berhubungan dengan pasien, karena itu perawatlah yang umumnya mengamati reaksi obat merugikan atau mendengan keluhan mereka. Apoteker adalah yang paling siap, berfungsi sebagai sumber informasi bagi perawat. Informasi yang dibutuhkan perawat pada umumnya harus praktis dan ringkas misalnya frekuensi pemberian dosis, metode pemberian obat, efek samping yang mungkin, penyimpanan obat, inkompatibilitas campuran sediaan intravena dan sebagainya (Siregar, 2004). 3 Pasien dan keluarga pasien
Informasi yang dibutuhkan pasien dan keluarga pasien pada umumnya adalah informasi praktis dan kurang ilmiah dibandingkan dengan informasi yang dibutuhkan professional kesehatan. Informasi obat untuk PRT diberikan apoteker sewaktu menyertai kunjungan tim medis ke ruang perawatan, sedangkan untuk pasien rawat jalan, informasi diberikan sewaktu penyerahan obat. Informasi obat untuk pasien/keluarga pasien pada umumnya mencakup cara penggunaan obat, jangka waktu penggunaan, pengaruh makanan pada obat, penggunaan obat bebas dikaitkan dengan resep obat dan sebagainya (Siregar, 2004).
4 Apoteker
Setiap apoteker rumah sakit masing masing mempunyai tugas atau fungsi tertentu, sesuai dengan pendalaman pengetahuan pada bidang tertentu. Apoteker yang langsung berinteraksi dengan professional kesehatan dan pasien, sering menerima pertanyaan mengenai informasi obat dan pertanyaan yang tidak dapat dijawabnya dengan segera, diajukan kepada sejawat apoteker yang lebih mendalami pengetahuan informasi obat. Apoteker di apotek dapat
meminta bantuan informasi obat kepada sejawat di rumah sakit (Siregar, 2004).
5 Kelompok, Tim, Kepanitiaan dan Peneliti
Selain kepada perorangan, apoteker juga memberikan informasi obat kepada kelompok professional kesehatan, misalnya mahasiswa, masyarakat, peneliti dan kepanitiaan yang berhubungan dengan obat. Kepanitiaan dirumah sakit yang memerlukan informasi obat antara lain : panitia farmasi dan terapi, panitia evaluasi penggunaan obat, panitia sistem pemantauan kesalahan obat, panitia sistem pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan, tim pengkaji penggunaan obat retrospektif, tim program pendidikan “in service” dan sebagainya (Siregar, 2004).
7 Kategori informasi obat
NO KATEGORI
PERTANYAAN CONTOH PERTANYAAN
1 Reaksi merugikan Dapatkah ranitidin menyebabkan keracunan hati? Apa saja efek samping rifampisin?
2 Dosis
Bagaimana dosis fenitoin untuk status epilepsi? Bagaimana dosis gentamisin untuk penderita gangguan ginjal?
Bagaimana dosis PCT untuk bayi 6 bulan? 3 Pemberian obat
Dapatkah karbamazepin diberikan secara rektal? Seberapa cepat simetidin dapat diberikan secara IV? Bolehkah penisiliin diberikan peroral?
4 Identifikasi obat Apa nama obat baru untuk tukak peptik produksi industri farmasi “X”?
Apa saja nama dagang obat generik ampisilin yang tersedia secara komersial?
endometriosis?
5 Interaksi obat
Amankah asetosal dan warfarin diberikan bersamaan?
Dapatkah tetrasiklin diberikan bersamaan dengan susu?
Apakah sefaleksin mempengaruhi penetapan glukosa serum?
6 Indikasi
Seberapa efektif mesalamin untuk pengobatan ulseratif kolitis?
Untuk apa digunakan vibramisin?
7
Kompatibilitas intavaskular atau
intramuskular
Dapatkah heparin dan nitroprusid ditambahkan kedalam botol atau kantong IV yang sama?
Dapatkah morfin dan difenhidramin ditarik kedalam spuit yang sama?
8 Farmakokinetik
Berapa waktu paruh streptokinase?
Berapa banyak fenitoin harus diberikan kepada penderita dengan konsentrasi “steady state” 5mg/ml?
9 Teratogenitas
Apa resiko terhadap janin seorang ibu jika ia mengonsumsi asetosal 650 mg 2 x sehari untuk 2 minggu selama trimester pertamanya?
Antibiotik apa yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi saluran urin pada seorang ibu yang memasuki trimester ketiganya?
10 Toksisitas dan keracunan
Apa gejala pada seorang penderita yang mengonsumsi tablet luminal secara berlebihan?
11 Terapi dan farmakologi
Apa obat pilihan untuk penyakit Parkinson?
Bagaimana mekanisme kerja antibiotik aminoglikosida?
Apa kelebihan nifedipin dalam pengobatan hipertensi?
12 Perhitungan farmasetik
Bagaimana menghitung dosis obat pediatri berdasarkan luas permukaan tubuh?
seharusnya kecepatan sediaan IV tersebut dalam tetes atau menit?
8 Evaluasi kegiatan
Evaluasi ini digunakan untuk menilai atau mengukur keberhasilan pelayanan informasi obat itu sendiri dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat (Anonim, 2006).
Untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan informasi obat, indikator yang dapat digunakan antara lain :
1) Meningkatkan jumlah pertanyaan yang diajukan.
3) Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan.
4) Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leflet, buletin, ceramah).
5) Meningkatnya pertanyaan berdasarkan jenis pertanyaan dan tingkat kesulitan.
6) Menurunnya keluhan atas pelayanan (Anonim, 2006).
2. Apotek
Menurut Kepmenkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Permenkes No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Pasal 1 ayat (a) : “Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.” (Hartini dan Sulasmono, 2006).
a. Kegiatan apotek
1) Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat.
2) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
3) Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi :
Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.
Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya. Pelayanan informasi wajib didasarkan pada kepentingan masyarakat (Anonim, 1993).
b. Peran apoteker dalam proses pelayanan kesehatan
Menurut Kepmenkes RI No.1332/MENKES/SK/X/2002 Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker (Hartini dan Sulasmono, 2006).
1) Apoteker Pengelola Apotek (APA) : a) Fungsi dan tugas :
Membuat visi, misi
Membuat strategi, tujuan, sasaran, dan program kerja.
Membuat dan menetapkan peraturan atau SPO (Standar Prosedur Operasional) pada setiap fungsi kegiatan di apotek
Membuat dan menentukan indicator form record pada setiap fungsi kegiatan di apotek.
Membuat sistem pengawasan dan pengendalian SPO dan program kerja pada setiap fungsi kegiatan di apotek.
b) Wewenang dan tanggung jawab
Menentukan arah terhadap seluruh kegiatan.
Menentukan sistim atau peraturan yang akan digunakan.
Mengawasi pelaksanaan SPO dan program kerja.
Bertanggung jawab terhadap kinerja yang diperoleh (Umar, 2003). 2) Pelayanan apoteker di apotek:
a) Apotek wajib dibuka untuk melayani masyarakat dari pukul 08.00-22.00. b) Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola apotek. c) Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis di dalam resep dengan obat paten. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
d) Apoteker wajib memberi informasi :
Yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan pada pasien.
Penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.
Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep ada kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Bila dokter penulis resep tetap pada
pendiriannya, dokter wajib membubuhkan tanda tangan yang lazim diatas resep atau menyatakan secara tertulis.
Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker.
Resep harus dirahasiakan dan disimpan baik dalam waktu tiga tahun. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Anief, 2000).
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak biasa dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Tujuan pelayanan informasi obat adala untuk menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi pada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain; menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain; menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Panitia/Komite Farmasi dan Terapi).
3.2 Saran
Pelayanan Informasi Obat sangat disarankan dan sangat penting dilakukan di Pusat Pelayanan Kesehatan baik itu di rumah sakit, puskesmas, apotek maupun pelayan kesehatan lainnya untuk membantu masyarakat guna menyelesaikan masalah kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Manfaat dari Pelayanan Informasi Obat adalah pengobatan menjadi lebih rasional dan optimal serta dapat meningkatkan tingkat kepatuhan pasien dalam menggunakan obat.
Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Anonim, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1197/Menkes/SK/X/2004. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Jakarta : Kemenkes RI.
Hartini, Y.S, dan Sulasmono. 2006. Apotek : Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-undangan Terkait Apotek. Yogyakarta : Penerbit Universitas Sanata Dharma
.
Siregar, Charles. 2006. Farmasi Klinik, Teori dan Penerapan. Jakarta : EGC
Wahyu, Dadang. 2010. Pelayanan Informasi Obat dan Praktek. Yogyakarta : Graha Ilmu